Catatan Popular

Memaparkan catatan dengan label Hijab Kita. Papar semua catatan
Memaparkan catatan dengan label Hijab Kita. Papar semua catatan

Isnin, 26 Disember 2016

WUJUDKAH HIJAB



Hijab itu pada hakikatnya tidak berwujud, karena tidak ada wujud apapun selain wujud Allah.

Sebagaimana Syekh Ibn 'Athaillah menyatakan: "Dan salah satu yang menunjukkan wujud Ke-Maha Perkasaan Allah adalah terhijabnya kamu oleh sesuatu yang sebenarnya tidak ada wujudnya."

Para arifin billah telah sepakat bahwasanya sesuatu selain Allah hakikatnya 'adam mahdhi artinya: tidak ada wujud yang berdiri dengan sendirinya, melainkan manifestasi dari wujud-Nya.

Apabila menganggap ada wujud yang berdiri sendiri selain wujud Allah, berarti telah terjebak pada syirik dan hilanglah kemurnian tauhid yang sesungguhnya.

Faktor penyebab hijab bagi orang yang menuju kepada Allah, adalah memandang wujud selain Allah itu ada. Allah menciptakan segala wujud akwan (keadaan) ini dari-Nya dan kembali kepada-Nya.

Karena wujud tiap sesuatu itu hakikatnya adalah dengan-Nya, bagi-Nya dan serta-Nya.

Alam semesta hakikatnya 'adam (tidak ada).Keadaan apapun hakikatnya juga tidak ada, karena yang maujud (ada) hanya Allah.Karena wujud alam pada hakikatnya tidak ada, jika menjadi ada dalam pandangan seseorang, maka itulah yang menjadi hijab dalam memandang wujud Allah.

Syekh Abul Hasan As Sadzili ra.berkata, " Bahwasanya kami memandang Allah dengan mata Iman dan yaqin.Hal itu telah menjadi alasan kami untuk senantiasa memandang Allah. Dan kami bertanya tentang keberadaan makhluk, adakah wujud makhluk sebagai sesuatu selain Allah?

Jawabnya: Ternyata kami tidak menemukan wujud selain Allah. Apabila ada wujud selain Allah, maka hal itu merupakan sebuah fatamorgana yang bila dicari dan dikejar tidak akan ditemukan."

Pada hakikatnya tidak ada sesuatu yang mendindingi Allah, kecuali diri makhluk itu sendiri. Kalau ada yang menganggap Allah terhijabi, berarti orang tersebut belum mengerti hakikat hijab. Bagaimana mungkin Allah bisa dihijabi oleh sesuatu, padahal Allah Maha segala-galanya. Kalau Allah terhijab sesuatu, berarti ada suatu kekuatan lain yang mampu menghijabi Allah. Kalau ada sesuatu yang lebih kuat menghijabi Allah, berarti Allah majhul (terpedaya), berarti juga ada yang lebih dominan daripada Allah. Maha Suci Allah dari sangkaan orang-orang yang tertutup mata hatinya.

RIBUAN HIJAB DENGAN ALLAH



Banyak hal di dunia ini dapat menjadi hijab bagi seseorang dalam memandang Allah.

Dalam hadis qudsi dinyatakan: "Bahwa Allah menghijabi diri-Nya dengan 70.000 hijab."

Pengertian 70.000 hijab jangan difahami secara lafzhiah (tekstual), namun lebih tepat dipahami secara maknawi (subtansi).

Artinya, bahwa Allah sengaja menciptakan ribuan hijab, supaya orang yang berjalan menuju kepada-Nya melakukan perjuangan menyingkap hijab. Sehingga dengan demikian, kualiti keimanan dan keyakinan seseorang teruji.

Perjuangan untuk berjumpa dengan Allah dengan segala rintangannya diibaratkan orang mencari mutiara di laut. Untuk mendapatkan mutiara berkualitas baik, seseorang harus mampu menyelam sampai ke dasar. Padahal semakin dalam menyelam, panorama laut semakin indah.

 Meski ikan berwarna warni dan karang yang mempesona terkadang menyimpan bahaya, namun kebanyakan orang tidak menyadarinya. Dan bagi siapapun yang tidak waspada, semua itu dapat melenakan dan membuat lupa pada tujuan utamanya (mendapatkan mutiara).

Ungkapan tersebut di atas, merupakan metafor yang menyiratkan betapa sulitnya proses menyingkap hijab dalam perjalanan menuju Sang Khaliq.

Sesungguhnya bukan sesuatu yang menghijabi Allah, bukan pula sesuatu yang menjadikan Allah majhul (bodoh), melainkan pandangan seorang hamba yang terhijab.

Hakikatnya yang menjadi hijab adalah zhan atau prasangka), apakah itu prasangka baik atau pun prasangka buruk dalam memandang sesuatu. Allah sendiri menyuruh hamba-bamba-Nya untuk menjauhi prasangka. 

"Wahai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari sangka-sangka, sesungguhnya sebagaian dari sangka-sangka adalah dosa." (Al Hujarat: 12).

Sesungguhnya Allah tidak terhijabi. Namun manusia dengan segala keterbatasan pandangnya yang kerap membuat Allah terhalang. Hal itu bisa terjadi karena zhan atau prasangka yang dibiarkan tumbuh subur dalam hati dan pikirannya. Padahal zhan atau prasangka itu ibarat virus kanker yang mematikan. Sekecil apapun pemunculannya, harus diwaspadai dan segera diambil tindakan agar penyebarannya tidak menjalar keseluruh tubuh.

Zhan atau prasangka tersebut muncul dalam berbagai sendi kehidupan.Diantaranya pangkat, jabatan, materi, anak dan masih banyak lagi.Kelebihan maupun kekurangan fisik juga termasuk zhan yang terkadang
membuat seseorang salah persepsi terhadap Allah. Kecantikan berlebih memunculkan kesombongan, sementara cacat fisik bisa membuat seseorang sibuk merasa rendah diri sehingga tidak sempat mencari tahu makna dari rencana penciptaan Yang Maha Kuasa. Untuk menjernihkan hati dan mengembalikan kesadaran, perlu proses panjang melalui riyadhah dan mujahadah.


Isnin, 24 September 2012

HIJAB YA ALLAH (4) …..SIAPA HIJAB DERIA, KHAYAL & AKAL PALSU

Mereka ini terbahagi kepada tiga jenis iaitu;
  • Pertamannya, orang yang gelapnya itu berpunca dari deria (pancaindera);
  • Kedua,  gelapnya berpunca dari khayalan;
  • Ketiga, gelapnya berpunca dari logik akal yang palsu.
Pertama: Terhijab oleh gelap deria.
 
Mereka ini ialah orang-orang yang telah melangkah sempadan mempertuhankan diri sendiri, yang mana itu adalah sifat orang-orang yang dalam golongan pertama yang telah tersebut dahulu kerana mereka mempertuhankan kepada sesuatu yang di luar diri mereka,  dan ada sedikit keinginan untuk mengetahui Tuhan.
  • Peringkat pertama terdiri daripada mereka yang menyembah berhala.
  • Peringkat akhir terdiri daripada mereka yang menduakan Tuhan.
  • Antara kedua-kedua peringkat tersebut, ada  peringkat-peringkat lain lagi.
        Orang-orang dalam peringkat pertama (penyembah-penyembah berhala) itu sedar pada umumnya yang mereka ada tuhan dan tidak mempertuhankan diri mereka sendiri.  Mereka percaya bahawa Tuhan mereka itu lebih  besar dan lebih berkuasa dari apa-apa yang lain;  tetapi gelap deria menghijabkan mereka daripada pengetahuan bahawa;  mereka mestilah melampaui Alam Deria dalam perkara ini.  Oleh itu,  mereka ambil logam-logam yang bernilai seperti emas,  perak,  permata dan lain-lain untuk dijadikan patung-patung sebagai Tuhan.  Orang-orang ini terhijab oleh cahaya Kekayaan dan Keindahan dari sifat-sifat Allah dan CahayaNya.  Mereka lekatkan sifat-sifat ini(kaya dan indah) kepada benda-benda yang dilihat oleh deria;  yang mana deria itu telah menyekat cahaya Allah.  Ini adalah kerana deria itu adalah gelap dari segi Alam Keruhanian,  sebagaimana yang telah kita terangkan dahulu.
        Kelas kedua ialah puak-puak bangsa Turki yang liar yang tidak mempunyai masyarakat keagamaan yang tersusun dan tidak ada undang-undang agama yang tertentu.  Mereka percaya bahawa mereka ada Tuhan dan tuhan itu ialah sesuatu benda yang jinak.  Jika mereka  berjumpa seorang manusia atau sepohon pokok atau seekor kuda dan lain-lain yang luar biasa cantiknya,  maka mereka akan menyembah benda itu dan dikatakan itu tuhan mereka.  Mereka ini terhijab oleh cahaya keindahan bercampur dengan gelap deria.  Mereka masuk lebih jauh daripada penyembah-penyembah berhala ke dalam cahaya,  kerana mereka adalah penyembah-penyembah Keindahan secara mutlak bukan kepada individu,  dan mereka tidak hadkan atau bataskan khusus kepada satu individu sahaja dan membuang yang lain.  Keindahan yang mereka sembah itu ialah keindahan Tabie ciptaan Tuhan,  dan bukan ciptaan mereka sendiri.  Inilah yang membezakan mereka dari golongan penyembah berhala.
       
Kelas atau golongan yang ketiga berkata;
"Tuhan kami mestilah cahaya pada zatnya.  Ia maha mulia dan maha agung,  maha gagah dan tidak bertolak ansur;  tetapi ia mestilah boleh dilihat;  kerana jika tidak kelihatan tentulah tidak bererti apa-apa".
Oleh kerana mereka dapati api itu ada sifat-sifat yang tersebut tadi,  maka mereka sangka api itulah tuhan dan mereka sembah api itu.  Mereka inilah orang-orang yang terhijab oleh Kekuasaan dan Kekuatan yang mana kedua itu adalah dua daripada cahaya Allah.
        Kelas atau golongan yang keempat pula memikirkan iaitu oleh kerana api itu boleh dikawal,  boleh dinyala dan dipadamkan bila dikehendaki,  maka api itu bukanlah tuhan sebenar.  Tuhan adalah hanya apa yang mempunyai sifat kekuasaan dan kekuatan dan manusia ini berada di bawah kawalannya dan ia mestilah berada di tempat tinggi.  Orang-orang golongan ini mengagung-agungkan Ilmu Nujum(Astrologi).  Mereka berkata bintang-bintang itu ada pengaruhnya masing-masing terhadap manusia.  Oleh itu,  ada antara mereka yang menyembah bintang-bintang seperti Jupiter dan lain-lain.   Ada pula yang menyembah sekumpulan falaniah-falaniah menurut banyaknya pengaruh yang mereka percaya ada pada falaniah-falaniah itu.  Mereka ini pula terhijab oleh cahaya-cahaya yang suci,  yang terang,  dan yang kuat;  yang mana ketiga-tiga tersebut itu adalah cahaya Allah.
        Golongan atau kelas yang kelima pula menyokong golongan keempat dan idea asas mereka itu tetapi orang-orang dalam kelas ini tidak setuju bahawa tuhan mereka itu boleh dikatakan kecil atau besar di kalangan benda-benda yang memberi cahaya itu.  Tentulah yang paling besar itu patut dipertuhankan.  Oleh yang demikian,  mereka menyembah matahari yang mereka anggap sebagai yang paling besar.  Orang-orang ini terhijab oleh cahaya kebesaran,  di samping cahaya-cahaya tadi;  tetapi mereka masih dibutakan oleh gelap deria.
        Golongan keenam lebih maju selangkah lagi.  Mereka berkata;  Matahari itu bukanlah menguasai semua cahaya.  Lain-lain benda pun ada cahayanya.  Sebagai tuhan,  tentulah ianya tidak bersyarikat atau bersekutu dalam perkara cahaya ini.  Mereka pun menyembah cahaya mutlak,  yang meliputi semua cahaya dan mereka anggap inilah cahaya.  Tuhan ini mestilah mempunyai sifat-sifat yang terbaik dan tidak tercela.  Tetapi dalam Alam Wujud ini ada kejahatan-kejahatan.  Kejahatan-kejahatan ini tentulah bukan dari tuhan kerana tuhan itu tidak bersifat jahat dan keji.  Lalu mereka sangkakan ada satu perjuangan antara tuhan yang gelap dan kedua-dua ini mereka namakan "Yazdan" dan "Ahriiman".  Pada sangkaan saya(Imam Ghazali),  inilah orang-orang yang menduakan Tuhan.
Cukuplah setakat ini contoh-contoh bahagian ini.  Kelas-kelas ini lebih banyak lagi dari yang saya sebutkan itu.

Kedua,  orang yang terhijab oleh cahaya yang bercampur dengan gelap dari khayalan.
 
Mereka ini melangkah dari sempadan deria kerana mereka sedar adanya sesuatu di sebalik objek-objek deria.  Tetapi golongan ini tidak dapat melangkah lebih dari sempadan khayalan.  Oleh itu,  mereka sembah sesuatu yang benar-benar duduk di atas kursi singgahsana.
    Peringkat yang paling bawah daripada kelas ini ialah mereka yang memperbadankan Tuhan;  kemudian itu ialah golongan "Karramitah".  Tidak perlu kita bincangkan tulisan dan pendapat mereka itu di sini kerana tidak ada gunanya di sini.
    Yang paling tinggi darjatnya dalam golongan itu ialah mereka yang menafikan Allah itu berbadan dan segala yang berkenaan dengannya, kecuali satu - iaitu arah(direction),  dan itu ialah arah ke atas.  Kata mereka itu,  apa yang tidak ada arah,  tidak di dalam atau di luar alam,  maka itu tidaklah wujudnya kerana tidak termasuk pada akal khayalan.  Malangnya mereka gagal memandang bahawa darjat pertama sebenarnya bagi budi bicara akal membawa kita bersih dan bebas dari semua rujukan apa sahaja, arah atau pun ukuran.

Ketiga,  orang-orang yang terhijab oleh cahaya Ketuhanan yang bercampur dengan gelap logik akal yang palsu.
 
Mereka ini menyembah tuhan "yang mendengar,  melihat, dan berilmu,  berkuasa,  berkehendak dan hidup",  dan melampaui semua arah termasuk arah ke atas.  Tetapi konsep mereka tentang sifat-sifat ini diserupakan dengan sifat-sifat mereka sendiri,  hingga ada mereka berpendapat bahawa perkataan (KALAM) Tuhan itu ialah berhuruf dan berbunyi,  seperti manusia juga.  Sementara yang lain pula lebih maju lagi ke depan.  Kata mereka;  "Sebenarnya seperti kalam fikiran kita,  iaitu tidak berbunyi dan tidak berhuruf".  Oleh itu,  apabila mereka dicabar untuk menunjukkan bahawa Allah itu benar-benar "mendengar,  melihat,  hidup dan lain-lain",  maka penjelasan mereka seolah-olah memperbadankan tuhan itu sebagai manusia,  meskipun mereka menafikannya.
Ini adalah kerana mereka tidak dapat memahami apakah sebenarnya maksud idea-idea tentang Sifat Allah itu.  Mereka berkata bahawa berkenaan dengan Iradat  atau Kehendak Allah itu,  adalah ianya bergantung atau berkaitan,  seperti kehendak atau iradat manusia juga,  berkehendak kepada sesuatu dan bertujuan.  Semua pendapat-pendapat ini sudah terkena; dan termasyhur dan kita tidak perlu panjang-lebarkan bicara berkenaan hal ini.  Mereka ini terhijab oleh beberapa cahaya Ketuhanan dan bercampur dengan kegelapan logik akal palsu.  Semua yang tersebut itu adalah kelas-kelas bagi bahgian kedua yang terdiri daripada hijab gelap bercampur cahaya.

HIJAB YA ALLAH (3)…… 70, 000 HIJAB

Apakah  maksud hadis ini, 

"Allah mempunyai 70 000 hijab cahaya dan gelap;  sekiranya Dia membuka hijab itu,  maka Keagungan wajahNya nescaya  akan menelan tiap-tiap orang yang menelannya dengan pandangannya" 

(Setengah mengatakan "70 000" hijab, dan ada pula yang mengatakan "700" hijab).
Maka saya(Imam Ghazali) terangkan demikian.  Allah itu sendiri memang Agung dan Mulia.  Hijab atau tirai itu adalah berkaitan kepada mereka yang terdinding dengan Zat Yang Agung itu.  Ada tiga jenis hijab yang ada pada manusia iaitu;
  • Gelap sebenarnya,
  • Campuran gelap dengan cahaya,
  • Cahaya sebenarnya.
Pecahan kepada ketiga-tiga jenis itu adalah banyak.  Setakat  itu sahaja yang dapat kita  petikkan.  Boleh juga dibanyakkan atau dibilang-bilangkan pecahan-pecahan ini kepada yang lain,  tetapi tidak berapa yakin dengan hasil bilangan dan penentuannya itu.  Tidak ada siapapun yang tahu sama ada ianya benar-benar boleh dipastikan atau tidak.  Perkara menentukan bilangan itu sebanyak "700" atau "70 000" adalah perkara yang hanya kuasa Kenabian sahaja yang boleh mengetahuinya.  Pada pendapat saya(Imam Ghazali) bilangan-bilangan ini bukanlah perkara yang tetap kerana selalu juga bilangan-bilangan disebut tanpa bermaksud untuk membatas atau menghadkan bilangan itu,  tetapi hanya bermaksud untuk menyebut "banyak"  sahaja.  Allah lebih mengetahuinya.
Oleh itu perkara bilangan tersebut adalah di luar keupayaan kita untuk menentukannya.  Maka sekarang saya akan terangkan tiga bahagian atau pecahan yang utama dan beberapa pecahan-pecahan selanjutnya daripada tiga itu.

1.  Mereka Yang Terhijab Oleh Yang Sebenarnya.
Bahagian pertama ialah mereka yang terhijab atau terdinding oleh gelap yang sebenarnya.  Mereka ini ialah orang "Atheis" tidak percaya dengan Allah dan hari kemudian.  Inilah orang "yang kasih kepada kehidupan dunia ini lebih daripada kehidupan akhirat"- (Al-Quran);  kerana mereka tidak percaya dengan apa yang akan datang kemudian.
Mereka ini pula terbahagi kepada beberapa pecahan.
Pertama, mereka yang hendak mencari sebab terhadap kehidupan di dunia ini dan mereka jadikan Alam Tabie ini sebagai sebab.  Tetapi Alam Tabie ini ialah satu sifat yang ada pada benda-benda.  Ianya pula adalah gelap kerana ia;
  • tidak ada ilmu pengetahuan,
  • tidak ada pandangan,
  • tidak ada kesedaran terhadap diri sendiri,
  • tidak ada kesedaran terhadap yang lain,
  • tidak ada cahaya pandangan melalui perantaraan mata.

Kedua mereka yang dipengaruhi oleh kepentingan diri sendiri dan tidak mahu mengetahui tujuan hidup ini.  Mereka hidup sebagai kehidupan binatang.  Hijab ini ialah diri mereka sendiri (self-centered ego) dan hawa nafsu gelap mereka itu.  Tidak ada gelap yang lebih gelap daripada penghambaan kepada dorongan diri sendiri dan cinta diri sendiri.

Firman Allah yang bermaksud; "Tidakkah engkau orang yang mempertuhankan diri?"-(Al-Quran); dan sabda Nabi Muhammmad SAW.; "Mempertuhankan yang lain dari Allah,  yang paling dibenci ialah mempertuhankan diri sendiri".
Bahagian yang kedua ini boleh dibahagi-bahagikan lagi kepada beberapa pecahan.
  • Satu daripadanya ialah manusia yang menganggap dan berkeyakinan bahawa matlamat atau tujuan akhir hidup di dunia ini ialah untuk memuaskan hawa nafsu kebinatangan mereka sahaja,  sama ada berkenaan dengan jantina(sex),  atau makan-minum atau pun pakaian.  Inilah hamba  nafsu.  Hawa nafsu itulah Tuhan mereka.  Mereka percaya bahawa dengan memuaskan nafsu itu,  mereka akan mendapat kebahagiaan.  Inilah manusia yang merendahkan martabat mereka lebih rendah daripada martabat binatang.  Adakah sesuatu yang lebih gelap daripada in????.  Inilah orang yang dihijab sebenarnya.
  • Satu lagi ialah golongan manusia yang menganggap matlamat akhir hidup ini ialah menakluk dan menguasai,  seperti mengambil orang-orang tawanan, membunuh dan merampas.  Demikian itulah anggapan orang-orang Arab,  orang-orang Kurdi yang tertentu dan kebanyakan orang-orang yang jahil.  Hijab pada mereka ialah sifat-sifat ganas dan garang.  Sifat-sifat ini menguasai mereka.  Mereka berasa senang hati dengan sifat-sifat mereka itu.  Inilah orang-orang yang bersifat binatang.  Mereka merendahkan martabat kemanusian mereka itu lebih rendah lagi daripada binatang.
  • Satu golongan  manusia ialah yang menganggap matlamat akhir hidup ini ialah kekayaan harta benda kerana kekayaan ini adalah alat untuk memuaskan   tiap-tiap nafsu syahwat mereka.  Mereka menghabiskan masa muda dan tenaga mereka dengan memperbanyakkan dan mengumpul harta kekayaan -wang ringgit,  emas dan perak,    tanah dan rumah yang indah,  gedung-gedung besar dan lain-lain lagi.  Mereka mengumpul dan menyimpan wang ringgit sebanyak-banyaknya.  Mereka bertungkus lumus siang dan malam di mana sahaja untuk memperbanyakkan harta dengan puas-puasnya.  Apa yang ada itu nampak sedikit dan mereka terus mencari lagi tanpa berhenti dan berpuas hati.  Inilah orang-orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah "orang malang, hamba orang!!!, orang malang, hamba emas!!".  Adakah gelap yang lebih gelap daripada ini?"  Mereka telah dibutakan oleh emas dan perak.  Mereka tidak sedar bahawa emas dan perak itu adalah jenis logam yang tidak berguna jika semata-mata untuknya sahaja.  Logam yang tidak lebih daripada batu-batu atau logam lainnya.  Emas dan perak hanya bernilai jika ia dijadikan alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang berfaedah dan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang berguna.
  • Golongan keempat ialah yang lebih buruk lagi.  Mereka ialah manusia-manusia yang menganggap bahawa kebahagiaan itu ialah dengan mencapai kemasyhuran diri,  mencari "nama" dan memperluaskan pengaruh sampai ramai orang yang menjadi pengikutnya serta menyanjungnya.  Mereka sentiasa berlagak dan melihat bayangan dirinya dalam cermin.  Ada yang mencurahkan wang ringgitnya membeli pakaiannya yang indah-indah sampai bagus dipandang orang dan disaksikan kecantikkannya itu,  meskipun ia menderita kekurangan dan dapur tidak berasap di rumahnya.
Banyak lagi jenis-jenisnya yang terhijab ini.  Semua mereka itu terhijab dari Allah dengan hijab yang paling gelap dan mereka sendiri pun gelap.  Cukuplah dengan beberapa jenis dan misalan yang saya beri itu.  Tidak perlulah diterangkan tiap-tiap semua jenis itu lagi.  Satu daripada jenis yang patut kita terangkan di sini ialah orang-orang yang  mengucap dengan lidah mereka kalimah "Syahadah" kerana disebabkan oleh ketakutan atau bertujuan untuk mengemis daripada orang-orang Islam atau untuk bermuka-muka dengan orang-orang Islam,  atau hendakkan pertolongan kewangan dari orang-orang Islam atau hendak menyokong pendapat nenek-moyang mereka secara fanatik.
Jika kalimah syahadah itu tidak boleh merevolusikan atau mengubahkan perangai seseorang itu supaya berbuat amal kebaikan,  maka itu bererti mereka belum lagi keluar dari gelap dan masuk ke dalam lingkungan cahaya.  Begitu juga wali-wali iblis yang membawa mereka keluar dari cahaya masuk ke dalam lingkungan gelap.  Tetapi bagi orang yang telah dipengaruhi sebenar-benarnya kalimah itu dan ia beramal sholeh dan meninggalkan dosa maksiat, maka inilah orang keluar dari dalam gelap meskipun mungkin ia masih ada dosa.

HIJAB YA ALLAH (2) ….HIJAB DENGAN MU

Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary

“Sebenarnya, Allah Swt tertirai darimu semata-mata karena sangat Maha DekatNya padamu.”

Dalam syarahnya terhadap Al-Hikam, Syeikh Zarruq menegaskan, bahwa dekatnya Allah Swt itu tidak dipahami sebagai dekatnya suatu benda dengan benda lain, atau dekatnya jarak, atau dekatnya sesuatu yang dikaitkan dengan yang lain. Karena dekat semacam itu mustahil bagi Allah Swt.
Yang dimaksud dengan dekatNya adalah kedekatan meliputiNya melalui sifat Ilmu, Qudrat dan IradatNya, selayaknya keMahaBesaran dan keMahaIndahanNya. Dan sudah nyata bahwa Qudrat dan IradatNya meliputi wujudnya hamba dan IlmuNya meliputi seluruh waktu dan gerak gerik hambaNya. Yang menggerakkan aktivitas dan mewujudkan makhluk adalah Dia, karena itu Dialah yang Maha Dekat kepada makhliuk dibanding adanya makhluk itu sendiri.
Sedangkan hijab (tirai) bagi makhluk muncul karena wujud makhluk atau karena makhluk itu diwujudkan. Ketika semakin kuat eksistensi wujud makhluk dan semakin luas ekspresi aktivitasnya, maka semakin kuat pula hijab mereka, disebabkan kesibukan mereka tersebut. Itulah realitas manifestasi kedekatan yang meliputi. Sedangkan kuatnya sifat Dekat membuat makhluk terhijab dari dekat dan yang mendekat. Dalam al-Qur’an disebutkan, “Dan Kami lebih dekat padanya dibanding kalian, tetapi kalian tidak melihatnya.” (Al-Waqi’ah 85)
Maka Syeikh Abul Abbas Al-Mursy bermunajat: “Wahai Yang Maha Dekat, Engkaulah Yang Dekat, sedangkan akulah yang jauh. Kedekatanmu padaku membuat aku putus asa pada selain DiriMu, sedangkan jauhku padaMu, mengembalikan aku untuk terus mencari anugerah dariMu. Maka limpahkanlah anugerahMu padaku sehingga hasratku terhapus oleh kehendakMu, Wahai Yang Maha Kuat nan Maha Mulia.”
Ibnu Athaillah as-Sakandary melanjutkan:
“Allah Swt tertutup karena dahsyatnya kejelasanNya, dan Dia tersembunyi dari pandangan mata karena agungnya cahayaNya.”
Kejelasan Allah Swt tampak dalam tindakanNya, itulah yang membuat para makhluk tertutup melihatNya langsung. Kejelasan itu disebabkan pancaran Nur SifatNya yang tampak pada seluruh semesta makhluk, yang dinunia ini hanya bisa dilihat secara maknawi (spiritual). Kadar ruhani maknawi seseorang sangat erat kaitannya dengan aktivasi penglihatannya di akhirat kelak, menurut Sunnatullah Swt. Sangat kuatnya wujud kejelasanNya, membuat terhalangnya untuk memandangNya.
Sebagaimana mata kelelawar ketika tersorot oleh cahaya matahari, semakin dekat cahaya itu semakin buta matanya – “Dan bagi Allah adalah contoh yang luhur“ –
Inilah para Sufi menegaskan, “Orang yang memandang – dalam bertauhid – seperti orang yang memandang matahari, ketika pandangannya semakin bertambah kuat ia semakin buta.”
Maka Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq ra, mengatakan, “Maha Suci Dzat yang tidak menjadikan jalan bagi makhluk untuk mengenalNya, kecuali jalan itu adalah ketakberdayaan untuk mengenalNya.”

HIJAB YA ALLAH (1) .....HIJAB ANTARA MANUSIA DENGAN ALLAH


Dari Mutu Manikam Kitab Al Hikam Syekh Ahmad Atailah


Tidak ada hijab apapun antara engkau dengan Allah Ta’ala, akan tetapi yang menjadi hijabnya antara dugaanmu ada lagi sesuatu yang lain di samping Allah.”

Segala sesuatu pada hakikatnya tidak ada. Yang wajib ada hanyalah Allah Ta’ala. Hal selain itu tergantung kepada belas kasih Allah, hendak diadakan atau tidak, hendak diciptakan atau tidak.
Seorang ahli berkata “ makhluk tidak dapat menjadi penghalang dan tidak dapat menjadi perantara.Makhluk hanyalah suatu bayangan, seperti bayangan pohon di dalam air.
Bayangan pohon itu tidak dapat menjadi penghalang bagi perjalanan perahu. Oleh karena tidak ada penghalang antara abid dengan ma’bud.Hanya hamba sendiri yang merasa adanya penghalang tersebut dari bayangannya sendiri.
Saudaraku, apapun yang ada itu mutlak hanyalah makhluk Allah SWT, makhluk sesuka Allah , Dia yang Menciptakan , Dia Yang Membentuk , Dia Yang Memberi, Dia Yang Akan Mematikan, tidak ada satupun perbuatan makhluk atau manusia yang bisa menghalangi kehendak Allah SWT, Allahu Akbar.
Terjadinya persoalan dalam hidup kita adalah kalau kita membesar-besarkan makhluk dan mengecilkan Allah.Ketika atasan dianggap sebagai pemberi rejeki maka terjadilah bawahan menjilat atasan, ketika pembeli dianggap sebagai pemberi rejeki akhirnya justru pedagang ditipu pembeli,ketika suami dianggap sebagai jalan kebahagiaan akibatnya bergantung kepada suami.
Makin banyak kita bergantung kepada selain Allah , makin tidak tenang hidup ini, makin resah dan makin turun kualitas akhlaq kita , karena posisi yang sebenarnya adalah Allah Pencipta Alam Semesta menciptakan manusia untuk mengabdi kepada Allah menciptakan dunia berikut isinya , Allah menciptakan semua, melayani kita supaya kita menghamba kepada Allah SWT.
Banyak orang yang jadi hina dan sengsara karena posisi dia menjadi pelayan budak dia , Allah menciptakan uang supaya kita dapat dekat dengan Allah lewat uang yang dititipkan ,agar bisa bersadaqah, zakat dan menolong orang sehingga derajat dia akan meningkat di sisi Allah.
Tapi banyak orang yang dirinya menjadi hamba uang , demi mencari uang dia sanggup berbuat licik , demi mencari uang dia mencuri, demi mendapatkan uang dia korupsi , padahal jauh sebelum kita dilahirkan rejeki kita sudah diciptakan oleh Allah SWT, Subhanallah, empat bulan di perut ibu sudah beres pembagian rejeki kita “ kita tidak disuruh mencari uang tapi “Waabtaghuu Min Fadlillaah “(QS. 62 ; 10) “Mencari karunia Allah” , rejeki yang barokah”
Jadi orang tidak akan tenang dalam hidup , sebelum dia yakin makhluk itu hanya alat dari Allah untuk sampainya nikmat atau sampainya musibah,tidak ada satupun pembeli yang bisa menyampaikan rejeki kepada kita tanpa izin Allah , maka seorang pedagang yang ahli ma’rifat tidak ada selera untuk mengikat pembeli , yang dia selera adalah dia melakukan yang terbaik bagi pembeli , jadi atau tidak rejekinya sampai kepada dia, yang terpenting dengan berjualan dapat menjadi amal .
Kalau kita yakin Allah akan mencukupi maka pasti cukup,karena Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya, inilah sebenarnya yang berharga . Banyak orang yang tidak pernah mau berlatih , puas hanya dengan jaminan dari Allah , selebihnya kecewa.
Kalau kita ingin dicukupi hidupnya oleh Allah , pantangannya hanya satu “ Pantang berharap kepada makhluk !” karena Allah Maha Pencemburu , Allah Yang Membagikan rejeki tidak suka makhluknya bergantung kepada makhluk, kalau hamba bergantung hanya kepada Allah “Wamayyatawakkal ‘allallah fahuwa hasbuh” Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya).(QS. Ath Thalaq ; 2-3)
Rejeki tidak selalu identik dengan makanan, uang , pujian tetapi kesabaran juga rejeki Subhanalloh.Jadi orang yang banyak rejeki jangan dihitung dari orang yang banyak tabungannya , karena tabungan itu dilihat tidak dipegang tidak, rejeki itu adalah bagaimana Allah membimbing kita supaya kita dekat dengan Allah , adakalanya dalam bentuk hutang gara-gara hutang tiap malam menjadi tahajud, adakalanya dalam bentuk disakiti oleh suami, jadi tolong selalu yakini rejeki yang terbesar adalah ketika hijab diangkat menjadi yakin kepada Allah, itulah yang membuat kita terjamin dalam hidup ini
Syekh Ataillah mengingatkan : Andaikata Allah tidak menampakan kekuasaan pada benda-benda alam, tidak mungkin adanya penglihatan pada-Nya. Andaikata Allah Ta’ala menampakan sifat-sifat-Nya, pasti benda-benda itu akan musnah”
Andaikata Allah Ta’ala menampakan diri-Nya pada makhluk di alam semesta ini , maka Allah akan mudah terlihat.. Akan tetapi Allah tidak akan menyatakan dirinya dalam bentuk benda , sebab benda-benda itu adalah ciptaan Allah sendiri. Pencipta lebih mulia dari hasil ciptaan-Nya. Oleh karena itu sang Pencipta menunjukan dirinya dalam bentuk ciptaan-ciptaan-Nya sendiri.Sebab, kalau demikian, tidak ada bedanya antara Maha Pencipta dengan ciptaan-Nya.Dan benda-benda ciptaan itu akan hancur berantakan apabila wujud Allah sama dengan benda-benda.
Allah itu menciptakan kita , dan kita tidak dapat melihat Allah yang sebenarnya, karena yang kita tahu hanyalah makhluk dan makhluk itu lemah , mata kita tidak bisa melihat Allah karena mata ini sangat lemah , melihat jauh saja tidak sanggup , sangat dekat pun tidak kelihatan. Kita bahkan tidak tahu alis kita yang sebenarnya , bulu mata, hidung, yang terdekat dengan mata saja tidak pernah terlihat, pendengaran kita juga lemah, kita tidak bisa mendengar semuanya, frekuensi yang lebih tinggi ataupun lebih rendah dari kemampuan pendengaran kita,suhu untuk tubuh kita juga terbatas andaikata diberikan suhu yang lebih tinggi ataupun lebih rendah tentu tidak akan sanggup kita menahannya.
Jadi bagaimana mungkin makhluk yang lemah bisa melihat Allah Yang Maha Sempurna,oleh karena itu Allah menciptakan qolbu dan hati inilah sebenarnya yang bisa merasakan kehadiran Allah SWT sepanjang hatinya bersih , andaikata hati kita bersih dapat kita rasakan Allah Yang Maha Menatap, Allah menggenggam langit, Allah menciptakan semuanya agar kita berpikir,Afalaa tatafakkaruun
“Alladziina yadzkuruunallooha qiyaamaawaqu’uudaawwa ‘alaa junuubihim wayatafakkaruuna fii kholqissamaawaati wal ardhi Rabbana maa kholaqta haadzaa baathilaa subhaanaka faqinaa ‘adzaabannar”(Yaitu)orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau Menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, mka peliharalah kami dari siksa neraka.(QS. 3: 191)