Catatan Popular

Isnin, 26 Oktober 2020

Penghlihatan Mengenai Surga Menjelang Kematiannya

 Kisah ini mengenai sahabat Rasulullah Saw yakni Sya’ban RA.

Sya’ban adalah seorang sahabat Rasulullah Saw yang tidak menonjol daripada sahabat Rasulullah Saw lainya.

Namun, ada satu kebiasaan Sya’ban yang unik serta baik hingga kebiasaan ini sudah sangat dikenal oleh sahabat Rasulullah Saw lainnya.

Kebiasaan Sya’ban tersebut ialah selalu beritikaf di pojok depan masjid sebelum dimulainya salat jamaah.



Sya’ban mengambil posisi pojok masjid bukan utuk mempermudahnya bersender di tembok hingga ia bisa tidur. Hal tersebut dilakukan agar dia tidak menggangu orang lain yang sedang beribadah juga di masjid tersebut. Kebiasaan Sya’ban ini sudah dipahami betul oleh sahabat Rasulullah Saw, begitupun dengan Rasulullah Saw sendiri.

Namun, di subuh hari saat hendak melaksanakan salat subuh, Rasulullah Saw tidak mendapati Sya’ban di tempat biasanya ia duduki untuk beritikaf.

Rasulullah Saw pun bertanya pada jamaah lainnya yang hadir salat jamaah apakah melihat Sya’ban. Hanya saja, tak seorang pun yang melihat keberadaan Sya’ban.

Hingga Rasulullah Saw menunda sebentar salat subuh guna menunggu kedatangan Sya’ban. Hingga Sya’ban pun tak kunjung datang dan akhirnya memutuskan untuk salat subuh tanpa adanya Sya’ban. Salat subuh pun berlangsung tanpa kehadiran Sya’ban.

Usai salat subuh, Rasulullah Saw bertanya apakah ada yang mengetahui kabar dari Sya’ban Ra. Namun, saat hendak pertanyaan tersebjut dilontarkan, tak seorang sahabat pun yang memberikan jawaban kepada Rasulullah Saw. Hingga pertanyaan tersebut diganti oleh Rasulullah Saw apakah ada yang mengetahui di mana rumah Sya’ban Ra.

Seorang sahabat pun langsung mengangkat tangan dan mengatakan bahwa ia tahu persis di mana rumah Sya’ban.

Rasulullah Saw pun memintanya untuk membawanya ke rumah Sya’ban, dan mereka berdua bersama sahabat lainnya pergi menuju Sya’ban.


Sampai di depan rumah Sya’ban Ra, rombongan Rasulullah Saw mengucapkan salam. Keluarlah seorang wanita sambil membalas salam tersebut. benarkah ini rumah Sya’ban? Ya, benar, saya istrinya. 

Rasulullah Saw pun langsung menanyakan Sya’ban dan meminta kepada istri Sya’ban untuk diperbolehkan bertemu dengannya.

Secara  tiba-tiba saja istri Sya’ban menangis dan menjawab pertanyaan Rasulullah Saw bahwa suaminya tersebut telah meninggal tadi pagi.  

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. 

Beberapa saat kemudian istri Sya’ban bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, ada sesuatu yang jadi tanda tanya bagi kami semua, mengenai menjelang kematian Sya’ban yang berbicara tiga kali.”

 

Rasulullah Saw pun bertanya, apa saja ucapannya tersebut.

Kenapa tidak lebih jauh, kenapa tidak yang baru dan kenapa tidak semua.

Rasulullah Saw pun kemudian membacakan ayat al-Qur’an surat Qaaf ayat 22, “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari  (hal) ini, maka Kami singkapkan dari  padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.”

Rasulullah Saw pun memberikan penjelasan. Saat Sya’ban dalam keadaan sakaratul maut, perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah SWT.  Apa yang dilihat oleh Sya’ban (dan orang yang sakaratul maut) tidak bisa disaksikan oleh yang lain.


Dalam pandangan tersebut, Sya’ban melihat suatu kejadian mengenai kesehariannya dia pulang dan pergi ke masjid berjamaah salat 5 waktu.

Perjalanan sekitar 3 jam jalan kaki sudah tentu bukanlah jarak yang dekat. Dalam tayangan itu pula Sya’ban diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah-langkahnya ke masjid. Dia melihat seperti apa bentuk surga ganjarannya.

Saat melihat itu Sya’ban berucap, “Kenapa tidak lebih jauh.” Hal ini menjadi penyesalan dalam diri Sya’ban mengenai jarak rumahnya dengan masjid kenapa tidak lebih jauh. Sehingga, ia bisa mendapatkan pahala yang lebih banyak dan mendapatkan surga yang lebih indah.

Selanjutnya, Sya’ban melihat saat ia akan berangkat solat pada musim dingin. Pada saat itu, Sya’ban mengenakan pakaian ganda. Pakaian bagus di dalam ia kenakan dan pakaian jelek di luar. Hal ini agar saat kena debu hanya pakaian luar yang kotor.

Dalam perjalanannya ke masjid. Syaban bertemu seorang terbaring kedinginan. Ia pun iba dan memberikan pakaian luar dan dipakaikannya kepada orang tersebut. orang itupun selamat dari kedinginan. Sya’ban pun melihat balasan indahnya surga atas pakaian jeleknya.  Sehingga ia berucap, “Kenapa tidak yang baru.”


Terakhir Sya’ban melihat adegan saat ia hendak sarapan dengan roti yang disuguhkan dengan (dicelupkan) segelas susu. 1 potong ukuran roti di sana 3 kali ukuran roti .

Ketika hendak memulai sarapan, munculah pengemis di depan pintu yang meminta diberikan sedikit roti karena sudah lebih dari 3 hari tidak makan. Karena iba, Sya’ban pun memberikan dua roti yang sama besar dan juga segelas susu yang juga dibagi dua. Dan mereka makan bersama.

Pada saat itu, Sya’ban diperlihatkan ganjaran dari perbuatan memberikan dua potong roti dan susu berupa surga yang indah. Saat melihat balasan pahala yang ia dapat, Sya’ban pun kembali berucap, “kenapa tidak semua.” 

Masya Allah. Pada kisah ini, Sya’ban bukan menyesali perbuatannya, melainkan mengapa tidak optimal dalam berbuat baik.

Oleh karena itu, semoga menjadi orang-orang yang mengoptimalkan dalam berbuat kebaikan. Aamin ya Rabbal Alamin. 

Kisah Pelita Ummu Ahmad Al Qabilah

Ummu Ahmad Al-Qabilah adalah seorang solehah dari Mesir yang sangat taat kepada Allah. Beliau sangat suka berbuat kebajikan untuk orang lain dan tidak pernah mengambil upah semata-mata mengharapkan upah dari Allah. 

Diceritakan bahawa pada suatu malam cuaca sangat sejuk dia ingin menghangatkan suasana. 

"Wahai anakku pasang pelita!" kata Ummu Ahmad.

"Kita tidak punya minyak" jawab anaknya. 

"Tuangkan air ke dalam pelita itu dan sebutlah nama Allah" kata Ummu Ahmad. 

Walaupun kedengaran ganjil dan tidak boleh diterima akal anaknya mengikut arahan ibunya. Dia mengambil air lalu dituangkannya ke dalam pelita. Lalu apabila dipasangkan api ternyata ia menyala tidak ubah seperti diisi dengan minyak. Melihat kejadian itu, anaknya menjadi hairan dan pelik tapi benar. 

 "Wahai ibuku adakah air boleh menyalakan lampu?" tanya anaknya. 

"Tidak! akan tetapi barangsiapa yang taat kepada Allah , dia akan ditaati oleh segala sesuatu" jawab Ummu Ahmad Al-Qabilah . 

*****

Begitu juga dengan kisah Ummu Satl As-Sayyidah Syarifah Al-Misriyah adalah seorang ahli ibadah yang zuhud. Dia adalah isteri kepada salah seorang ulama qiraah besar iaitu Al-Qari' Asy-Asyeikh Abul Jawwad diceritakan bahawa ada yang menyaksikan ular-ular jantan minum air di tangan Ummu Satl dan ular itu tidur dekat kepalanya. 

KISAH HEBAT SYAHIDNYA ABARKAH

Pada suatu waktu, di saat, zaman dan kurun yang terbaik, berita sedih menyelubungi Kota Madinah. Di saat-saat Kota Madinah dalam keadaan genting menghadapi musuh kafir Quraisy, kesayuan dan kesyahduan menyelubungi hati dicelah-celah kegetiran para sahabat membuat persediaan menghadapi musuh.

 

Petang itu, permaisuri hati kepada salah seorang sahabat Rasulullah SAW telah dijemput Allah kembali ke rahmat NYA. Suasana pilu dan hiba datang mengundang setelah ajal datang bertamu.

 

Tinggallah segala harta dan keluarga di dunia, yang hanya turut serta adalah amal kebajikan yang bakal menyelamatkan diri di alam barzakh tatkala Mungkar dan Nakir datang bertamu.

 

Selesai jenazah dikebumikan, dengan wajah yang sugul, Abarkah memeluk satu-satunya anak tunggal hasil perkongsian hidupnya bersama arwah isteri tercinta. Si anak, yang baru berusia 5 tahun seakan tahu kesedihan yang ditanggung si ayah. Pelukan si ayah, dibalas dengan dakapan erat si anak. Di kucupnya dahi si anak sebagai ganti dahi isteri tercinta yang telah pergi, sambil titisan air matanya mengalir di pipinya. Linangan air mata si ayah jatuh setitis ke pipi si anak.

 

Si anak terasa akan kehangatan air mata kasih si ayah. Lalu di tatap wajah si ayah sambil kedua tangannya di pipi si ayah. Dengan perlahan dan penuh kasih sayang, si anak mengusap air mata si ayah. Semakin erat anak kecil itu didakap si ayah. Kembalilah dua insan yang dipisahkan oleh ajal ke rumah dalam keadaan hiba, kehilangan orang tersayang. .............

 

Keesokan harinya ... sebaik sahaja selesai solat Subuh , Abarkah datang bertemu Nabi SAW.

 

Abarkah : Wahai Rasulullah, sebentar nanti pasukan tentera muslimin akan bergerak menuju ke medan jihad. Izinkanlah aku turut serta dalam pertempuran ini.

 

Permintaan Abarkah menarik perhatian para sahabat yang lain. Mampukah seorang yang baru kematian isteri dan mempunyai anak kecil berusia lima tahun, sanggup meninggalkan anaknya untuk berjihad ? Rasulullah SAW menasihatkan Abarkah untuk tinggal di Madinah memandangkan dia baru sahaja kematian isteri.

 

Lebih-lebih lagi anaknya, Basyir bin Abarkah masih dahagakan kasih sayang dari ibu dan ayah. Hanya Abarkah sahaja tempat Basyir menumpang kasih setelah pemergian ibu tercinta kembali ke rahmat Allah.

 

Berkata seorang sahabat kepada Abarkah :Sahabat : Tidak kasihankah engkau kepada anak mu yang masih kecil ?

 

Abarkah menjawab : Kerana kasihanlah aku ingin turut serta dalam perjuangan ini. Andainya aku meraih rezeki untuk menjadi syuhada, terubatlah rindu anak ku kerana mempunyai bidadari sebagai ganti ibunya yang telah pergi.

 

Tersentak para sahabat mendengar jawapan Abarkah. Akhirnya Rasulullah SAW mengizinkan Abarkah turut serta berbaris bersama tentera muslimin, bergerak maju ke medan jihad. Anaknya, Basyir Bin Abarkah diletakkan dibawah jagaan salah seorang sahabat.

 

Malam sebelum berpisah, Basyir tidur di sisi ayahnya dengan hujung bajunya terikat di hujung baj ayahnya. Seolah-olah tidak mahu berpisah dengan ayahnya. Perlahan si ayah menghunuskan pedang lalu memotong hujung bajunya agar tidak mengejutkan si anak dari tidurnya. Lalu si ayah berbisik ke telinga si anak :

 

"Anak ku, ayah tinggalkan kamu bersama sahabat ayah. Ayah ke medan jihad untuk memburu syahid. Andainya ayah temui apa yang di cari, pastinya engkau akan mempunyai ibu dari kalangan bidadari-bidadari syurga."

 

Perlahan siayah mengucup dahi anaknya yang masih lena.Lantas dia terus berlalu meninggalkan anaknya di pembaringan. Keluar menuju barisan tentera muslimin untuk bersama-sama menyahut seruan jihad. Lalu bergeraklah barisan mujahid Islam menuju ke medan jihad.

 

Basyir bin Abarkah ... walau usianya baru 5 tahun cuma, namun keperibadian yang terbina dek didikan ayah dan ibunya jelas terserlah dari tingkah laku dan tutur katanya. Masakan tidak, di usia 5 tahun, si anak sudah sanggup berpisah dengan ayahnya serta membakar semangat jihad si ayah semata-mata ingin melihat ayahnya menjadi syuhada.

 

Tatkala si ayah berjuang di medan jihad, si anak pula dengan rasa berbesar hati, berjalan di kalangan anak-anak kecil yang menjadi teman sepermainannya sambil berkata :“Ayah ku sedang berjihad untuk memburu syahid. Kelak dia akan temui apa yang di burunya dan imbuhan yang bakal diterimanya ialah masuk syurga tanpa hisab sambil dikelilingi oleh para bidadari di syurga ”

 

Masa berlalu .......Akhirnya penduduk Madinah dikhabarkan bahwa tentera muslimin akan kembali setelah berjuang di medan jihad. Berita kepulangan tentera muslimin cepat tersebar di kalnagn penduduk. ALLAHU AKBAR !!!

 

Takbir bergema, menyambut berita kepulangan para mujahid. Terukir senyuman di wajah-wajah para isteri dan anak-anak yang saban hari menanti kepulangan insan yang di rindui.

 

Nun di kejauhan di luar kota Madinah, kelihatan kepulan-kepulan habuk dan debu yang berterbangan menjulang ke langit kesan hentakan tapak kaki kuda dan unta milik tentera Islam. Di sempadan luar kota Madinah, derapan tapak kaki kuda dan unta terhenti. Dan dalam suasana debu-debuan yang masih berterbangan, si anak-anak para sahabat sudah tidak sabar menunggu untuk bertemu dengan bapa-bapa mereka.

 

Padang tempat permainan menjadi sunyi dan sepi. Masing-masing berlari menuju ke sempadanluar Kota Madinah bagi menyambut kepulangan ayah tercinta yang pulang dari medan jihad. Larian manja sambil diselang seli dengan suara hilai dan tawa anak-anak yang sedang merindu. Dalam larian kasih sayang, Basyir bin Abarkah telah mendahului kesemua perindu yang lain, walaupun usianya baru 5 tahun, tapi beliaulah yang paling maju di hadapan.

 

Aku ingin menyergah ayah ku (Ujarnya)

 

Maklumlah, dia baru belajar erti rindu. Tergambar senyum manis yang terukir di wajahnya. Matanya tajam merenung ke destinasi yang dituju.Debu debu pun mulai berjatuhan turun ke bumi. Sedikit demi sedikit terpancullah wajah kuda dan wajah unta yang setia.Dan debu debu pun masih terus turun ke bumi. Sedikit demi sedikit terlihatlah wajah bapa-bapa mereka. Maka si anak mula menerkam si bapa, dan bapa mulai menerpa si anak, mereka saling berpelukan menangis gembira melepaskan rindu dendam seolah olah sudah bertahun tidak bertemu. Bapa mana yang tidak merindui anak yang telah lama ditinggalkan ? Anak mana yang tidak merasa gembira bertemu bapa yang telah lama berpergian ?

 

ALLAHUAKBAR !!! ALLAHUAKBAR !!! ALLAHUAKBAR !!!

 

Laungan takbir memecah kesunyian ditengah-tengah emosi sang bapa dan anaknya yang sedang melayan kerinduan .................

 

Setelah beberapa ketika ...... sempadan Madinah menjadi daerah sepi dan lengang. Tiada lagi kedengaran suara hilai tawa mahu pun tangisan gembira pengubat rindu si anak dan si ayah. Yang tingal hanyalah kesan tapak-tapak kaki manusia dan haiwan tunggangan. Namun yang terlihat pada waktu dan ketika itu ………. Basyir bin Abarkah, budak yang berusia 5 tahun, seorang diri sedang melilau mencari ayahnya. Sudah puas ke kiri dan ke kanan… sudah jauh mata memandang, sudah penat menunggu, namun si ayah yang di rindu, tidak datang-datang!. Tidak kunjung tiba! Wajah yang tadinya ceria bersama ukiran manis terukir, tampak cemas .....

 

Ke mana ayah pergi?

 

Mengapa masih belum pulang?(Bisik hatinya)

 

Dalam sisa-sisa kepulan debu debu yang masih tinggal berterbangan, terlihat satu kelibat lelaki sedang berjalan ke arah Basyir Abarkah. Si anak menyedari kehadirannya. Wajah yang cemas, kembali ceria. Lantas, si anak berlari menerpa ke arah lelaki tersebut dan mendakapnya dengan rasa gembira penuh kerinduan.

 

AYAH !!! AKU MERINDUI MU !!!! ... teriak si anak.

 

Namun tiada sebarang reaksi yang diterima si anak. Si anak menyedari kekurangan ini. Lalu di dongakkan kepalanya bagi menatap wajah jasad yang didakapnya. Lelaki itu bukanlah bapanya, sebaliknya lelaki itu adalah Rasulullah Muhammad SAW .Tersentak perasaan si anak.

 

Di renungnya wajah Rasulullah SAW sedalam-dalamnya. Wajah yang tadinya ceria, kembali cemas. Pelipis mata si anak seakan-akan bergerak-gerak menahan perasaan. Terasa sebak dadanya. Lantas dengan suara yang sayu Basyir bertanya:

 

Di mana ayah ku?

 

Rasulullah SAW merenung wajah anak comel ini dengan pandangan rahmatnya. Dari riak wajah baginda tergambar kesedihan yang di rasai si anak. Tak tergamak lidah baginda untuk melafazkan tutur kata kepada anak kecil yang baru sahaja kematian ibu. Baginda sendiri tidak mampu menahan perasaan sedih tatkala menatap wajah anak comel yang menanti jawapan baginda dengan penuh harap.

 

Lantas Rasulullah SAW memalingkan wajahnya ke kanan sambil menahan sebak di dada kerana tidak sanggup untuk melafazkan kata kata.

 

Si anak segera bergerak ke kanan Rasulullah SAW dan terus bertanya dengan penuh pengharapan sambil tangan comelnya memegang hujung baju baginda:

 

“DI MANA AYAH KU ? MENGAPA DIA MASIH BELUM PULANG ?” ... tanya si anak dengan nada suara yang semakin mendesak.

 

Wajahnya yang tadinya ceria, mula mengerut. Juraian air mata, tampak mengalir di sudut kelopak matanya berlinangan ke pipi.

 

Sekali lagi Rasulullah SAW memalingkan wajahnya ke kiri lantaran tidak sanggup untuk menuturkan kata kata. Terasa hati baginda bagai dihiris-hiris. Amat berat bagi baginda untuk menyampaikan suatu berita kepada si anak yang sedang menanti bersama seribu harapan. Sedang air mata si anak sudah mula gugur ke bumi, Basyir tidak berputus asa dan terus bergerak ke kiri Baginda ....Di manakah ayah ku ? Mengapa dia masih belum pulang ?. … soalnya dengan suara yang semakin halus dan sayu menahan sebak dan sendu ………

 

Lalu manusia yang mulia itu duduk bersimpuh sama tinggi dengan si anak. Tangan kiri baginda memegang lembut bahu si anak. Sambil tangan kanannya mengusap-usap kepala si anak penuh kasih sayang. Di usap air mata si anak dengan tangannya yang mulia. Tampak di pipi baginda, titisan-titisan air mata baginda menahan perasaan pilu dan hiba. Dengan senyuman terukir sambil air mata berlinangan di pipi, Rasulullah Saw menjawab dengan nada sedih dan pilu sedang tangan baginda di pipi Basyir....“Anak.., Ayah mu telah syahid.”

 

Air mata si anak terus mengalir hangat ...... di kala darah yang mengalir dari badan ayahnya sudah lama lenyap di telan bumi ........................

 

Dalam kegembiraan kita menghirup udara di alam maya ini, dan kemeriahan menikmati kelazatan nikmat duniawi di samping insan yang kita cintai, serta ketenangan dalam beribadah tanpa risau berdepan dengan hujan peluru dan air mata, di sebalik semua nikmat berugama ini, tidak terhitung banyaknya telah mengalir akan air mata dan darah para kekasih Allah ......

 

Sesungguhnya para kekasih Allah, mereka mengorbankan nyawa mereka agar kita memperolehi nikmat iman dan Islam. Kenangilah mereka dengan kengangan kasih sayang dan rahmat, agar pengorbanan mereka kita teladani.Sekurang-kurangnya, kenanglah pada Basyir bin Abarkah agar subur hati kita untuk mengasihi anak-anak yatim ..............................

IMAM HANAFI MENGHADIAHKAN 1000 DIRHAM PADA PENGUMPAT...

Walaupun sibuk dengan beribadat dan mengembangkan ilmu agama namun, Imam Abu Hanifah tidah lupa denga perniagaannya . Beliau bukan sahaja dikurniakan ilmu pengetahuan yang tinggi malah dikurniakan juga dengan rezeki yang banyak hingga menjadi kaya raya. 

Imam Abu Hanifah dihormati serta disayangi orang ramai. Namun ada juga yang merasa iri hati dengan kekayaan serta kemasyhurannya. Pada suatu hari dia terdengar perbualan di antara seorang lelaki bernam Jabar dengan Ahmad pembantu kedainya. 

"Orang ramai mengatakan Imam Abu Hanifah itu seorang yang zuhud , warak dan ulama yang hebat. Tetapi aku mengatakan sebaliknya. Dia bukan seorang yang zuhud,"kata Jabar. 

"Mengapa kamu berkata begitu?" tanya Ahmad yang berasa kurang senang dengan lelaki itu. 


"Umar al-Khatab cuma memiliki dua pasang pakaian. Dipakainya pakaian itu sehingga bertampal di sana sini sedangkan beliau seorang khalifah. Tetapi bagaimana pula dengan Imam Abu Hanifah ? Beliau bermewah-mewah dengan pakaiannya. Setiap hari beliau bertukar pakaian yang cantik mahal harganya. sebab itu aku katakan dia bukan zuhud . Dia seorang yang suka bermegah dan suka membazir,"kata Jabar dengan nada yang agak kuat supaya didengari pelanggan yang berada di kedai itu .

"Kamu datang hendak membeli pakaian atau hendak mengumpat imam Abu Hanifah ?"tanya Ahmad sambil memandang Jabar dengan rasa marah . 

"Aku berkata yang benar walapun pahit ,'jawab Jabar tanpa rasa bersalah. 

Apabila mendengar kata-kata lelaki itu , Imam Abu Hanifah segera datang mendapatkannya. Jabar mula berasa takut sekiranya dimarahi Imam Abu Hanifah .

"Jangan takut kerana saya tidak marah . Malah saya mahu memberi kamu hadiah seribu dirham,"kata Imahm Abu Hanifah lalu memberikan duit kepada lelaki itu . 

"Aku menyangka tuan akan memukul ataupun paling kurang memarahi aku. Tetapi mengapa tuan tidak lakukan ? Sebaliknya menghadiahkan aku seribu dirham? ,"tanya Jabar dengan rasa hairan. 

"Kamu memberi saya pahala kerana mengumpat . Kerana itu saya mahu membalas dengan memberikan hadiah kepada kamu," jawab Imam Abu Hanifah . 

Kemudian katanya lagi,"Tuhan mengurniakan saya rezeki hingga membolehkan saya membantu mereka yang memerlukan . Saya mempunyai sebuah kilang pakaian kerana itu saya berpakaian cantik apabila mengadap Tuhan . Semua itu saya lakukan sebagai tanda syukur .

Lelaki itu merasa malu lalu segera beredar dari situ. Orang ramai yang berada di dalam kedai itu memuji kesabaran Imam Abu Hanifah . Walaupun diumpat oleh Jabar , namun dia tidak marah malah memberinya hadiah kerana yakin apabila seseorang itu kena umpat dia pasti mendapat pahala . 

GARA GARA LELAKI TUA NASRANI SAIDINA ALI LAMBAT SOLAT BERJEMAAH BERSAMA RASULLULAH

Dengan tergesa-gesa Saidina Ali pergi ke masjid untuk menunaikan solat subuh berjemaah bersama Rasullulah . Namun, di tengah jalan seorang lelaki tua yang berjalan bertatih-tatih dengan tongkat dan tangan kirinya memegang lampu suluh sebagai penerang jalan . Untuk menghormati orang tua itu , dan sebagai sikap merendah diri Saidina Ali tidak ingin mendahului lelaki tua maka dia pun berjalan di belakangnya . Kerana keadaan itu, Saidina Ali menjadi lambat untuk berjemaah di masjid . Nasib malang, ternyata lelaki tua itu tidak solat di masjid, kerana dia orang nasrani . 


Ketika Saidina Ali memasuki masjid ahli jemaah solat sedang rukuk, Rasullulah waktu itu sengaja memanjangkan rukuknya dengan bacaan yang panjang sehingga Saidina Ali dapat mengikutnya menjadi makmum . 


Selesai solat, Saidina Ali bertanya kepada Rasullulah :"Ya, Rasullulah mengapa engkau memanjangkan rukukmu suatu perkara yang belum pernah kutemui selama ini . 


" Waktu rukuk sebagaimana biasanya aku akan berdiri tegak sebelum kepalaku terangkat . Malaikat Jibrail telah mendahului menekan punggungku . Setelah cukup lama menekan punggungku baru boleh aku mengangkat kepala dan berdiri tegak untuk iktidal," jawab Rasullulah . 



Mendengar penjelasan Rasullulah saw, barulah Saidina Ali menceritakan kejadian dalam perjalanan menuju ke masjid yang baru dialaminya . Rupanya Allah telah memberikan isyarat kepada Rasullulah agar Saidina Ali boleh ikut berjemaah solat Subuh bersama Rasullulah . 


Ternyata bukan itu sahaja, riwayat yang luar biasa tentang Saidina Ali ialah malaikat Mikail diperintahkan Allah untuk menahan lajunya matahari hanya agar Saidina Ali tidak ketinggalan solat berjemaah Subuh di masjid bersama Rasullulah . Perkara itu gara-gara godaan lelaki tua Nasrani itu juga .

DUDUK DI UJUNG

Di sana, Nabi mengatur pola duduk sedemikian rupa sehingga Abu Hurairah ada di bagian paling jauh dari beliau. Mulailah Nabi memberikan cawan susu kepada satu persatu orang yang dicari Abu Hurairah. Setiap orang dipersilakan meneguk susu tersebut beberapa kali sampai mereka merasa kenyang.

 

Tentu saja, karena terletak di bagian paling ujung, Abu Hurairah kembali mengeluh. Jangan - jangan saat di tangannya, susu sudah habis. Nabi tersenyum dan mempersilakan Abu Hurairah meminum pula. Ajaib, susu itu tidak habis - habis. Barulah ketika Nabi meminum susu tersebut (Nabi mendapat giliran terakhir), susu habis.

 

Ternyata hal itu sebenarnya merupakan 'ujian' bagi Abu Hurairah. Ia harus menahan derita lapar dengan menyerahkan diri kepada Allah. Kecurigaan Abu Hurairah terhadap susu yang akan habis sebenarnya tidak perlu, karena di balik kesusahan pasti ada kemudahan.

 

Dalam kisah tersebut, Abu Hurairah mendapat pelajaran, bahwa Allah-lah tempat bergantung. Manusia seperti Abu Bakar dan Umar hanyalah perantara. Jika Allah tidak mengizinkan mereka membantu Abu Hurairah, mereka tidak akan membantu seperti yang ada dalam kisah tersebut

Cara Imam Syafie Menghafal Ilmu Fiqah....

Setiap hari Imam Syafie menghadiri kelas ilmu fiqah yang diajar oleh Imam Muslim al-Zanji . Namun dia menghadiri satu masalah kerana belajar ilmu fiqah perlu banyak catatan sedangkan dia tidak mampu membeli alat tulis dan kertas. Oleh itu dia menulis catatannya pada kulit kayu,pelepah tamar dan kertas terbuang yang dibuang orang. 


Pada suatu hari, Imam Syafie masuk ke dalam kelas tanpa membawa apa-apa kerana dia sudah kehabisan pensel dan kertas. Apabila Imam Imam Muslim al-Zanji mengajar ,Imam Syafie menulis pada tapak tangan kiri dengan jari jelunjuk kanannya. Perbuatan itu disedari oleh gurunya. 

"Apakah kamu sedang bermain ataupun mengikuti apa yang saya ajarkan?"tanya Imam Muslim al-Zanji.


"Saya sedang belajar,"jawab Imam Syafie.


"Pelajar lain masuk ke dalam kelas menulis pada buku dan kertas. Tetapi saya lihat kamu asyik menggaru tapak tangan kamu,"kata Imam Muslim al-Zanji lagi.


"Maafkan saya. Saya menulis apa yang tuan ajar pada tapak tangan saya kerana tidak mampu membeli alat tulis dan kertas,"kata Imam Syafie pula. 


"Sekiranya benar begitu,cuba kamu baca semula apa yang kamu tulis pada tapak tangan kamu tadi,"pinta Imam Muslim al-Zanji. 

Imam Syafie membaca semula apa yang diajarkan oleh Imam Muslim tanpa tinggal satu patah perkataan pun. Imam Muslim al-Zanji dan semua anak muridnya berasa kagum dengan kebolehan luar biasa Imam Syafie. 

"Kamu adalah anak murid saya yang paling miskin . Demi Tuhan saya tidak akan mengambil apa-apa bayaran daripada kamu. Teruslah berguru denganku hingga kamu menjadi mahir dalam ilmu fiqah,"kata Imam Muslim al-Zanji. 


Imam Syafie semakin tekun belajar hingga akhirnya dia diakui gurunya dapat mengajar serta dapat memberi fatwa mengenai hukum-hukum agama.


Walaupun begitu, Imam Syafie merasakan dirinya masih kekurangan ilmu agama. Dalam diam-diam dia mempelajari Kitab Muwatta' yang dikarang oleh Imam Malik bin Anas hingga semua kandungan kitab itu dapat dihafalnya. 



Burung dan Rusa Pun Tunduk Pada Perintah Salman al Farisi.

Salman Al Farisi ialah salah seorang sahabat Nabi SAW yang banyak jasanya kepada perjuangan Islam. Beliau berasal dari negara Parsi, dan telah mengembara ke Hijaz sesudah menerima taufik dari Allah untuk memeluk agama Islam. Abu Nuaim melaporkan bahawa di antara beberapa karamah yang ada pada Salman ialah patuhnya binatang dan burung kepada perintahnya. 


Abu Nuaim meriwayatkan dari Haris bin Umair bahawa ketika Salman berjalan-jalan dengan seorang tetamunya di Kota Madinah, terlintas dalam hatinya untuk menghormati tetamunya dengan jamuan. 


Tiba-tiba seekor rusa dan seekor burung kelihatan menghampiri mereka. Salman berkata:"Hai burung dan rusa datanglah kerana aku ingin menjamu tetamuku ini. " 


Tetamu beliau takjub melihat kejadian itu lalu mengucapkan :"Subhanalllah,Subhanallah." 

Salman al Farisi berkata:"Apakah yang membuat kamu hairan? 


Tidakkah kamu tahu bahawa seorang yang taat kepada Allah tidak akan dilanggar perintahnnya oleh sesuatu?" 


Ketika Haris bin Umair berada di Kota Madinah beliau melihat seorang lelaki yang berpakaian buruk di jalan. Katanya:"Orang itu menoleh kepadaku dan menyuruh aku berhenti. Kemudian dia masuk ke dalam rumahnya. 


"Aku bertanya kepada kawanku :"Siapakah orang itu?"


Dia menjawab :"Itulah Salman Al Farisi ." 


Kemudian Salman Keluar dari rumahnya berpakaian putih dan bersalaman denganku sambil berkata:"Hai Abu Abdillah . Aku belum pernah tahu kamu dan kamu juga belum pernah melihat aku. Tapi rohku mengenal rohmu. 


"Bukankah kamu ini Haris bin Umair?"


Aku menjawab :"Memang benar . Akulah Haris bin Umair."


Salman berkata lagi:"Aku pernah mendengar Rasullulah saw bersabda:"Roh itu umpama tentera yang berpasukan . Jika masing-masing telah berkenalan mereka akan bersatu kembali. Jika tidak mereka akan bertentangan." 

Karena Tongkat Bercahaya Tetangga Thufail Ikut Masuk Islam

Dikisahkan, seorang sahabat bernama Thufail ibni Amak’ ingin melihat Nabi Muhammad. Thufail berasal dari suatu kampung yang sangat jauh, perbatasan Yaman dengan Mekkah.

 

Ketika bertemu, Thufail langsung jatuh cinta kepada Nabi Muhammad. Dia ceritakan dirinya yang berasal dari tempat yang jauh. “Ya Rasulullah aku berasal dari tempat yang sangat jauh, tidak kuat aku jalan siang hari karena panas,” kata Thufail.

 

Rasulullah kemudian berkata: ”Lalu apa maumu wahai Thufail?”. Thufail berkata: “Ya Rasulullah ini tongkatku, tolong pegang tongkat ku ini.

 

Kalau sudah malam keluarkan cahaya agar aku bisa berjalan,”

 

”Baiklah” kata Rasulullah. Dipeganglah tongkat itu oleh nabi. Dan pulanglah Thufail menggunakan ontanya.

 

Di perjalanan ketika sampai waktu maghrib tongkatnya mengeluarkan cahaya terang benderang hingga terlihat jalanan yang dia lalui. Tongkat itu terus menyala sampai subuh kemudian hilang cahayanya. Begitu seterusnya sampai ia tiba di kampungnya.

 

Sesampainya di kampungnya, ia tancapkan tongkatnya di depan rumahnya. Orang-orang bertanya kepada Thufail.

 

“Dari mana wahai Thufail?”

 

“Aku dari makkah”

 

“Bagaimana? kau bertemu dengan orang yang kau bilang Nabi Akhir zaman?”

 

“Bertemu”

 

“Kau dikasih makan?”

 

“Dikasih makan”

 

“Kau dihormati?”

 

“Sangat dihormati”

 

“Orangnya hitam atau putih? ”

 

“Putih”

 

“Pernah kau melihat wajah seperti dia?”

 

 “Belum pernah. Bahkan suaranya, belum pernah aku mendengar suara sebagus itu. Aku juga belum pernah mencium harum seharum itu orang ini”

 

Setelah itu Thufail bertemu dengan istri dan anaknya kemudian ia tidur. Tiba maghrib tongkat yang ditancapkan di depan rumah keluar cahaya terang benderang. Orang sekampungnya berkumpul di depan rumahnya Thufail menyaksikan tongkatnya.

 

Thufail keluar.

 

“Thufail dari mana cahaya ini? apakah kau sihir?” tanya seseorang.

 

“Tidak, aku meminta dengan hormat kepada Rasulullah, Nabi Muhammad bin Abdullah agar aku diberikan cahaya supaya bisa kembali ke kampung halaman karena aku berjalan di malam hari”

 

“Thufail, kalau begitu mari kita bersama-sama kesana bertemu Nabi Muhammad SAW”

 

Satu kampung kemudian datang ke Makkah. “Ya Rasulullah aku membawa orang se kampung. Mereka mau masuk Islam dan ingin melihat wajah engkau”

 

Nabi keluar menemui mereka. Semua yang ada di situ berkata membenarkan perkataan Thufail sebelumnya.

 

“Benar Thufail benar, tidak pernah aku melihat wajah manusia seindah ini, tidak pernah kami mencium manusia yang seharum ini. Kami yang tidak mandi berhari hari, bau badan kami hilang karena harumnya badan Nabi Muhammad SAW ketika menempel di baju kami,”

 

Mereka kemudian masuk Islam

Selasa, 13 Oktober 2020

Doa Abu Salamah untuk isterinya

Dia juga mengikuti perang pada masa Rasulullah Saw, yakni perang badar dan perang Uhud. Bahkan Rasulullah Saw pernah mengutusnya memimpin perang yang tidak diikuti oleh beliau.

Ketika banyak cobaan dan penyiksaan dialami oleh kaum muslimin, Abu Salamah beserta istrinya Ummu Salamah ikut berhijrah meninggalkan Makkah bersama beberapa sahabat lainnya menuju ke Habasyah (sekarang disebut Ethiopia), tepatnya pada bulan Rajab tahun kelima kenabian, pada saat itu Rasulullah Saw memang mengizinkan para sahabat beliau hijrah ke Habasyah Etiopia ( Afrika).dengan membawa bekal keimanannya. Di negeri inilah Ummu Salamah melahirkan keempat anaknya.

Kemudian mereka mendengar berita bahwa Makkah telah dikuasai oleh orang muslim kemudian keduanya bersama keempat anak-anaknya kembali ke Makkah. Tetapi ternyata kabar tersebut tidakah benar, sehingga mereka kemudian harus hijrah kembali ke Madinah. Ada suatu kisah ketika mereka hendak kembali berhijrah ke Madinah. Pada saat itu keluarga dari Ummu Salamah melarang mereka untuk membawa putranya Salamah berhijrah.

Keluarga Ummu Salamah kemudian mengambil dan membawa Salamah secara paksa sampai salah satu tangan anak mereka Salamah cedera.

Peristiwa tersebut membuat Abu dan Ummu Salamah bersedih, tetapi tidak lama kemudian datanglah bantuan dari seseorang yang kasihan melihat keduanya, sehingga Salamah akhirnya bisa kembali kepangkuan kedua orang tuanya.

Setelah peristiwa tersebut, berangkatlah Abu Salamah bersama seluruh anggota keluarganya berhijrah ke Madinah dan membangun hidup berdampingan dengan Rosulullah Saw.

Tidak lama setelah mereka tinggal di Madinah, kemudian berkecamuklah perang Badar. Saat perang tersebut Abu Salamah juga ikut andil sebagai salah satu pahlawan yang gagah berani membela dan berjuang demi kebenaran ajaran Islam. Sehingga perang Badar dimenangkan oleh kaum muslimin meski dengan jumlah pasukan yang lebih sedikit dari kaum kafir. Kemudian dalam perang Uhud, kembali Abu Salamah ikut terlibat dalam kancah peperangan.

Dalam perang Uhud tersebut, Abu Salamah mendapatkan luka yang cukup serius pada lengannya karena terkena panah. Luka tersebut kemudian dapat diobati hingga satu bulan lamanya. Meski belum mendapatkan kesembuhan secara total, Abu Salamah ikut dalam barisan bersama seratus lima puluh orang lainnya ke Qathan pada bulan Muharram. Sepulangnya dari Qathan, Abu Salamah merasakan sakitnya kambuh lagi.

Dalam kondisi tersebut, Ummu Salamah sang istri terus mendampinginya hingga kemudian Abu Salamah meninggal pada bulan Jumadil Akhir tahun 4 Hijriyah di kota Madinah.

Sebelum Abu Salamah meninggal, Ummu Salamah pernah berkata kepadanya:” Aku telah mendengar bahwa seorang wanita yang suaminya tiada dan suami itu termasuk ahli surga kemudian wanita tersebut tidak menikah lagi sepeninggal suaminya, maka akan Allah mengumpulkan mereka berdua di surga.

Mari kita saling berjanji agar engkau tidak menikah lagi sepeninggalku dan akupun tidak akan menikah lagi sepeninggalmu.”   

Mendengar perkataan istrinya tersebut Abu Salamah kemudian berkata:” Apakah engkau mau taat kepadaku?” Kata Ummu Salamah “Ya.”

Abu Salamah berkata lagi “Kalau aku kelak tiada menikahlah! Ya Allah berikan pada Ummu Salamah sepeninggalku nanti seseorang yang lebih baik dari padaku yang tidak akan membuat berduka dan tidak akan menyakitinya.”

Ummu Salamah memang perempuan yang setia, setelah Abu Salamah wafat meninggalkannya, Ummu Salamah selalu berkata: “Siapakah yang lebih baik bagiku daripada Abu Salamah?”

Meninggalnya Abu Salamah memang menyisakan duka yang mendalam di hati Ummu Salamah.

Ketika Abu Salamah meninggal Rasulullah Saw melayat kematiannya dan memejamkan matanya dengan tangan Beliau. Rasulullah Saw juga memberi kabar gembira bahwa kelak Abu Salamah di mahsyar adalah yang pertama kali mendapat daftar dengan tangan kanannya.

Sepeninggal Abu Salamah, dan begitu masa iddah selesai dilaluinya, banyak para sahabat yang mengetuk pintu rumah Ummu Salamah untuk melamarnya, diantaranya adalah Abu Bakar Al-Shiddiq dan Umar bin Khattab.

Tetapi Ummu Salamah menolaknya secara baik-baik. Setelah para sahabat ini ditolak oleh Ummu Salamah, kemudian datanglah seseorang yang kembali mengetuk pintu rumahnya, tidak lain adalah Rasulullah Saw.

Beliau juga hendak meminang Ummu Salamah, kepada Rasulullah Saw, Ummu Salamah berkata: “Wahai Rasulullah sesungguh aku adalah wanita yang sudah cukup berumur dan aku juga memiliki anak-anak yatim, lagi pula aku adalah wanita yang sangat pencemburu.

Kemudian Rasulullah menjawab:”Dari segi usia aku lebih tua daripadamu, Adapun anak-anak maka Allah akan mencukupinya. Sedangkan kecemburuanmu mk aku akan berdoa kepada Allah agar Allah menghilangkannya.”

Setelah itu menikahlah Ummu Salamah dengan Rasulullah. Akhirnya doa Abu Salamah sebelum meninggal bahwa dia berharap agar istrinya dapat menikah lagi dengan orang yang lebih baik daripadanya terjawab.

Pernikahan ini sempat membuat salah satu istri Rasulullah Aisyah RA merasa cemburu.

Karena Ummu Salamah memang dikenal dengan seorang perempuan yang mempunyai paras yang cukup cantik dan menarik. Ummu Salamah adalah termasuk Ummul Mukminin (ibu dari orang-orang yang beriman), dia juga termasuk salah seorang yang banyak meriwayatkan hadis. Ummu Salamah juga orang yang diberi karunia umur yang panjang. Dia meninggal pada tahun 61 Hijriyah pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah di usianya yang ke 84.

Ummu Salamah meninggal tidak lama setelah mendengar kematian Husain bin Abi Thalib.

 

Abu Lubabah RA Mengikat dirinya di tiang masjid kecuali Rasulullah melepaskannya

Ketika Nabi SAW mneyiapkan pasukan ke Tabuk, ada beberapa orang tertinggal atau tidak mengikuti beliau dalam pertempuran tersebut. Sebagian besar memang orang-orang yang tertuduh sebagai kaum munafik, mereka ini berjumlah sekitar delapan puluh orang.

 Ada juga sejumlah sahabat yang tidak memperoleh tunggangan dan perbekalan untuk berangkat, seperti sekelompok sahabat yang dipimpin Abdullah bin Ma'qil al Muzanni. Termasuk juga  sepuluh orang dari Bani Muqrin. Mereka ini datang kepada Nabi SAW, tetapi beliau tidak memiliki apa-apa lagi untuk bisa memberangkatkan mereka, baik kendaraan atau perbekalan.

 

Mereka pulang dengan berlinang air mata karena tidak bisa menyertai beliau berjihad.  Namun demikian ada enam atau tujuh sahabat lainnya, yang tertinggal karena berbagai alasan yang tidak tepat, namun mereka menyadari kesalahannya ini, antara lain adalah Abu Lubabah.

 

Setelah beberapa hari berlalu sejak Nabi SAW dan pasukannya meninggalkan Madinah menuju Tabuk, Abu Lubabah beserta tiga (atau dua, dalam riwayat lainnya) temannya menyadari kesalahannya. Mereka menyesal, tetapi tidak mungkin untuk mengejar atau menyusul pasukan tersebut. Abu Lubabah berkata, "Kita di sini berada di naungan pohon yang sejuk, hidup tentram bersama istri-istri kita, sedangkan Rasulullah beserta kaum muslimin sedang berjihad…sungguh, celakalah kita…."

Tak habis-habisnya mereka menyesal, mereka yakin bahwa bahaya akan menimpa karena ketertinggalannya ini. Untuk mengekspresikan penyesalannya ini, Abu Lubabah berkata kepada kawannya, "Marilah kita mengikatkan diri ke tiang masjid, kita tidak akan melepaskan diri kecuali jika Rasulullah sendiri yang melepaskannya…!!"

Teman-temannya, Aus bin Khudzam, Tsa'labah bin Wadiah dan Mirdas (atau tanpa Mirdas, pada riwayat dua orang temannya) menyetujui usulan ini. Mereka tetap terikat pada tiang tersebut sampai Nabi SAW pulang, kecuali ketika mereka akan melaksanakan shalat. Ketika Nabi SAW pulang dari Tabuk dan masuk ke Masjid, beliau berkata, "Siapakah yang diikat di tiang-tiang masjid itu?"

"Abu Lubabah dan teman-temannya yang tidak menyertai engkau berjihad, ya Rasulullah," Kata seorang sahabat, "Mereka berjanji tidak akan melepaskan diri, kecuali jika tuan yang melepaskannya…!!"

Nabi SAW bersabda, "Aku tidak akan melepaskan mereka kecuali jika mendapat perintah dari Allah…!!"

Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa Nabi SAW bersabda tentang mereka, "Aku tidak akan melepaskannya sampai saatnya ada pertempuran lagi…!!"

Suatu hari menjelang subuh, ketika itu Nabi SAW sedang berada di rumah Ummu Salamah, tiba-tiba beliau tertawa kecil. Ummu Salamah heran dengan sikap beliau ini dan berkata, "Apa yang engkau tertawakan, Ya Rasulullah?"

"Abu Lubabah dan teman-temannya diterima taubatnya…!!" Kata Nabi SAW.

Saat itu Nabi SAW memang menerima wahyu, Surah Taubah ayat 102, yang menegaskan diterimanya taubat mereka yang berdosa karena ketertinggalannya menyertai jihad bersama Nabi SAW. Ummu Salamah berkata, "Bolehkah aku memberitahukan kepada Abu Lubabah, ya Rasulullah..?"

"Terserah engkau saja..!!" Kata Nabi SAW

Ummu Salamah berdiri di depan pintu atau jendela kamarnya yang memang menghadap masjid dan berkata, "Hai Abu Lubabah, bergembiralah karena telah diampuni dosamu, telah diterima taubatmu…!!"

Mereka bergembira, begitu juga dengan para sahabat yang telah berkumpul di masjid untuk shalat shubuh. Mereka ini ingin melepaskan ikatan Abu Lubabah dan teman-temannya, tetapi Abu Lubabah berkata, "Tunggulah sampai datang Rasulullah dan melepaskan sendiri ikatanku…!!"

Nabi SAW masuk masjid dan melepaskan sendiri ikatan-ikatan mereka. Pagi harinya, Abu Lubabah dan tiga temannya menghadap Nabi SAW sambil membawa harta yang dipunyainya. Ia berkata, "Ya Rasulullah, inilah harta benda kami, shadaqahkanlah atas nama kami, dan tolong mintakan ampunan bagi kami…."

Nabi SAW bersabda, "Aku tidak diperintahkan untuk menerima harta sedikitpun (berkaitan dengan penerimaan taubat ini)…!!"

Tetapi tak lama berselang, Nabi SAW memperoleh wahyu, Surah Taubah ayat 103, yang memerintahkan agar beliau untuk menerima shadaqah dari Abu Lubabah dan teman-temannya, dan mendoakan mereka. Beliau melaksanakan perintah ayat tersebut, dan itu membuat Abu Lubabah dan teman-temannya menjadi lebih gembira dan tentram hatinya.

Riwayat lain menyebutkan, peristiwa Abu Lubabah mengikatkan diri di tiang Masjid Nabi bukan berkaitan dengan Perang Tabuk, tetapi dengan Perang Bani Quraizhah.

Setelah berakhirnya Perang Khandaq (parit) atau Perang Ahzab karena pasukan kaum kafir Quraisy dan sekutu-sekutunya diporak-porandakan oleh angin dan badai di waktu subuh, Nabi SAW dan kaum muslimin segera kembali ke Madinah. Angin dan badai tersebut sebenarnya adalah pasukan malaikat yang dikirim Allah untuk membantu kaum muslimin, dan di waktu dhuhur, Jibril yang menjadi pimpinan pasukan malaikat menemui Nabi SAW sambil berkata, “Wahai Muhammad, mengapa engkau meletakkan senjata sedangkan kami belum meletakkan senjata. Serulah mereka untuk menuju Bani Quraizhah, dan kami akan berada di depanmu. Akan aku guncangkan benteng mereka dan aku susupkan ketakutan di hari mereka…!!”

Bani Quraizhah adalah kaum Yahudi di Madinah yang terikat perjanjian damai dan kerjasama dengan Nabi SAW dalam Piagam Madinah. Tetapi ketika terjadi pengepungan Madinah oleh pasukan kafir Quraisy dan sekutunya, mereka justru berpihak kepada pasukan musuh dan memasok kebutuhan makanannya. Mereka juga berencana menyerang penampungan kaum wanita dengan mengirim seorang mata-mata terlebih dahulu. Untung saja, berkat keberanian bibi Rasulullah SAW, Shafiyyah binti Abdul Muthalib, mereka membatalkan rencananya itu. Shafiyah berhasil membunuh mata-mata tersebut dan menggelindingkan mayatnya ke arah pasukan Bani Quraizhah yang siap menyerang, karena itu mereka beranggapan bahwa ada pasukan muslim yang menjaga para kaum wanitanya, padahal tidak ada.

Segera saja Nabi SAW memerintahkan Bilal untuk menyerukan panggilan jihad, “Siapa saja yang tunduk dan patuh, janganlah melaksanakan shalat ashar kecuali di Bani Quraizhah!!”

Dalam kondisi baru tiba (pulang) setelah mempertahankan diri dari pengepungan kaum kafir Quraisy dan sekutunya selama satu bulan, ternyata tidak mudah untuk mengumpulkan seluruh pasukan. Karena itu Nabi SAW memerintahkan agar mereka yang telah siap, walau dalam kelompok yang kecil, agar segera berangkat. Kelompok demi kelompok akhirnya berkumpul di tempat Bani Quraizhah ketika telah menjelang waktu isya’, dan pada saat itulah  mereka melaksanakan shalat ashar sesuai perintah Nabi SAW.

Kaum muslimin melakukan pengepungan selama beberapa hari lamanya, dan akhirnya pemimpin Bani Quraizhah, Ka’b bin Asad mengirim utusan kepada Nabi SAW sebagai tanda menyerah. Tetapi mereka juga meminta Nabi SAW mengirim Abu Lubabah untuk melakukan pembicaraan dan mendengar pendapatnya. Abu Lubabah memang sekutu terbaik kaum Yahudi Bani Quraizhah sebelum Islam datang, bahkan saat itu harta kekayaan dan anak Abu Lubabah ada yang masih tinggal (tertinggal) di wilayah kaum Yahudi tersebut. Dan ternyata, dalam situasi yang seperti itu Nabi SAW memenuhi permintaan mereka.

Ketika Abu Lubabah memasuki benteng dan perkampungan Bani Quraizhah, mereka mengelu-elukan dirinya, para wanita dan anak-anak menangis di hadapannya. Hal itu membuat Abu Lubabah terharu dan merasa kasihan. Ka’b berkata, “Wahai Abu Lubabah, apakah kami harus tunduk kepada keputusan Muhammad??”

“Begitulah!!” Kata Abu Lubabah, tanpa sadar ia memberi isyarat dengan tangannya yang diletakkan di lehernya, isyarat bahwa mereka akan dihukum mati. Mungkin karena suasana yang dilihatnya atau rasa kedekatannya selama ini yang membuat ia bersikap seperti itu.

Tetapi seketika itu ia menyadari apa yang dilakukannya, yang sama artinya bahwa ia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Tanpa bicara apa-apa lagi ia berlari keluar, bukannya kembali menghadap Nabi SAW, tetapi menuju masjid Nabawi dan mengikatkan dirinya di tiang masjid sembari bersumpah tidak akan pernah memasuki Bani Quraizhah, dan juga tidak akan melepaskan ikatannya kecuali Nabi SAW sendiri yang melepaskannya.

Rasulullah SAW menunggu-nunggu kedatangan Abu Lubabah, karena tidak datang juga, beliau mengirimkan seorang utusan lainnya. Setelah mendengar tentang apa yang dilakukannya, beliau bersabda, “Andaikata ia datang kepadaku, tentu aku akan memaafkannya. Tetapi karena ia telah berbuat seperti itu (yakni dengan diikuti sumpah), maka aku tidak bisa melepaskannya kecuali jika ia benar-benar bertaubat kepada Allah!!”