Catatan Popular

Selasa, 2 April 2013

WASIAT INDAH IMAM JAAFAR ASH SHADIQ

Menyimak nasihat dari para kekasih Allah SWT kemudian merenungkan dan berusaha mengamalkannya adalah menjadi tekad kita semua dalam rangka mensucikan qalbu dan diri kita. Nah, dalam tulisan kali ini, kami sajikan ajaran Imam Ja’far Ash-Shadiq ra. seorang ulama akhlaq yang merupakan salah satu keturunan Rasulullah SAW yang terkenal berakhlak mulia, faqih dalam Al-Quran, Hadits dan wawasan keislaman di zamannya.

‘Ubudiyyah (penghambaan)adalah jauhar (esensi), sedangkan hakikat batiniyyahnya adalah Rubbubiyyah (ketuhanan). Apa pun yang tidak terdapat dalam ‘ubudiyyah ada pada rubbubiyah, dan apa pun yang terselubung dari rubbubiyah  dapat dilihat dalam ‘ubudiyyah.

Sebagaimana Allah SWT berfirman:

“Akan Kami perlihatkan kepada mereka  tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Dia itu adalah Al-Haqq. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (QS. Fushshilat [41]:53)

Hal itu berarti bahwa Dia itu ada, baik ketika kamu hadir maupun tidak.

‘Ubudiyyah (penghambaan) berarti membebaskan diri dari segala sesuatu (selain Allah), dan jalan untuk mencapai ini adalah dengan menjauhkan diri dari apa yang kita hasratkan dan menanggung apa tidak kita sukai. Kunci dari itu semua adalah mengurangi tidur (terjaga terutama pada sepertiga malam terakhir – pen), uzlah dan mengikuti jalan untuk mengenali kebutuhan terhadap Allah. Nabi saw bersabda: “Mengabdilah kepada Allah seolah-olah Nya kamu melihat-Nya. Bahkan jika kamu tidak melihat-Nya, maka Dia pasti menyaksikanmu.”

Huruf Hijaiyyah dari kata ‘hamba’ (‘abdu) ada tiga, yaitu ‘ayn, ba’ dan dal. ‘Ayn adalah ‘ilm (ilmu) seseorang mengenai Allah. Ba’ adalah bawn (jarak seseorang dari yang selain Dia). Dal adalah dunuw (kedekatan seseorang dengan-Nya tanpa ada hijab).

Sedang prinsip-prinsip  perilaku itu memiliki empat aspek, yaitu:
perilaku terhadap Allah SWT
  • perilaku terhadap diri sendiri
  • perilaku terhadap orang dan makhluk lain
  • perilaku terhadap dunia

WASIAT INDAH IMAM ASY SYAZALI

Al-Qutub ar-Rabbani al-'Arif al-Wali al-Imam al-Muhaqqiq Sayyid Abul Hasan Ali asy-Syazuli al-Hasani (593H-656H) radhiyallahu 'anhu, pengasas Tariqat Syazuliyyah berkata:

1) Tasawuf itu ialah melatih jiwa di atas dasar perhambaan serta mengembalikannya (supaya tunduk) kepada hukum-hakam Ketuhanan.

2) Jika anda melihat seseorang meninggi diri dengan ilmunya, maka jangan merasa aman dengan kejahilannya.


3) Jika anda melihat seseorang mendakwa selain daripada apa yang diucapkan oleh Nabi sallallahu 'alaihi wa alihi wasallam, maka orang itu ialah pembuat bida'ah.

4) Jika seorang sufi itu tidak melazimi sembahyang lima waktu secara berjemaah, maka jangan pedulikan dia.

5) Ada satu perkara yang boleh menghapuskan amalan. Kebanyakan orang tidak menyedari perkara ini. Perkara itu ialah marah terhadap ketentuan Allah Ta'ala. Allah 'Azza wa Jalla berfirman, mafhumnya:

Itu adalah disebabkan mereka benci terhadap apa yang telah diturunkan oleh Allah, lantas Dia menghapuskan amalan mereka. [Surah Muhammad: 9]
 6) Ilmu itu tidak bermanfaat jika disertai empat perkara (iaitu):

- Cintakan dunia,

- Lupakan akhirat,

- Takutkan kefakiran,

- Takutkan manusia.
7) Jangan berterusan melakukan maksiat kerana orang yang melanggar batas-batas (yang telah ditetapkan oleh) Allah Ta'ala ialah orang yang zalim. Orang yang zalim tidak berhak menjadi pemimpin.


8) Siapa yang meninggalkan maksiat, bersabar dengan ujian Allah Ta'ala serta yakin dengan janji-janji Allah, maka dia adalah pemimpin yang sebenar walaupun pengikutnya sedikit.

9) Jangan anda bersahabat kecuali dengan orang yang memiliki empat sifat (iaitu):

- Pemurah ketika miskin,

- Memaafkan kezaliman orang lain (terhadap dirinya),

- Bersabar di atas bencana,

- Redha terhadap ketentuan Allah Ta'ala (baik atau buruk).
10) Jika anda ingin memperolehi khusyuk (dalam ibadah), maka tinggalkan pandangan yang berlebihan. Jika anda ingin mendapat hikmah, maka tinggalkan ucapan secara berlebih-lebihan.


11) Jika anda ingin mengecapi kemanisan ibadah, maka tinggalkan makan secara berlebih-lebihan. Anda mestilah berpuasa, berqiyamullail dan bertahajud. Jika anda ingin dipandang hebat, maka tinggalkan gurauan dan ketawa (secara berlebihan) kerana kedua-duanya menjatuhkan kehebatan anda (pada pandangan manusia). Jika anda ingin disayangi (oleh orang ramai), maka tinggalkan keinginan (yang melampau) terhadap dunia.

 12) Jika anda ingin memperbaiki keburukan diri sendiri, jangan mencari-cari keburukan orang lain kerana perbuatan ini adalah sebahagian daripada cabang nifaq sebagaimana berbaik sangka (terhadap orang lain itu) adalah sebahagian daripada cabang iman.

4 SIFAT HATI

Menurut imam ghazali,hati mempunyai empat sifat iatu sifat buas,binatang,syaitan dan tuhan.apabila hati dikuasai oleh perasaan marah ia melahirkn sifat buas seumpama binatang buas.pada suatu itu,lahir sifat suka bermusuhan,bersengketa,menyarang dan memaki.lihat tindakkan kaum nabi ibrahim selepas baliau menyampaikan risalah allah kpepada mereka.dalam surah al-anbiya ayat 68 allah berfirman yg bermaksud,"mereka(kaum nabi ibrahim)berkata,'bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu jika kamu benar-benar hendak bertindak'." pada masa itu ,kaum nabi ibrahim bersikap buas tanpa dapat dikawal.

Apabila hati manusia dikusai nafsu syawat pula,lahirlah sifat binatang.pada masa itu,terserlah kerakusan,ketamakkan,keangkuhan dan sifat mementingkan diri.sifat-sifat ini yg menguasai qarun dabelum ini seperti mana yg dinyatakan allah dalam surah al-qasas ayat 78 yg bermaksud,"qarun berkata,"sesunguhnya aku diberikan harta kerana ilmu yg aku miliki'.Apakah dia mengetahui bahawa allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya sedangkan mereka lebih kuat dan lebih banyak menghimpun harta daripadanya."manusia seumpama  ini berkedudukan seperti binatang yg sesat.nafsu syawat di dalam diri mereka menutup pemikiran serta hati sehingga menjadi buta daripada kebenaran.

Dalam surah al-a'raf ayt 179 allah berfirman yg bermaksud,"sesugguhnya kami jadikan untuk neraka jahanam kebenyakkannya daripada jin dan manusia.mereka mempunyai hati tetapi
tidak menggunakannya untuk memahami(ayat-ayat allah),dan mereka mempunyai mata tetapi tidak digunakannya untuk melihat(tanda-tanda kekuasan allah),dan mereka mempunyai telinga tidak digunakannya untuk mendengar(ayat-ayat allah).mereka seperti binatang ternakkan bahkan mereka lebih sesat daripada itu.mereka adalah golongan yg lalai."itu ialah sifat syaitan.

Apabila  hati manusia dikusai oleh sifat-sifat ketuhanan,ia mencari kemulian,kekuasaan,kemerdekaan,keilmuan serta kehebatan.semua ini digunakan bagi membina kecermelengan dan keunggulan.namun,andai kat apada masa itu sifat-sifat itu syaitan

KISAH IKTIBAR DARI IDRIES SHAH...Saudagar dan Darwis Kristen

Seorang saudagar kaya dari Tabriz datang ke Konia mencari orang paling bijaksana di sana karena ia sedang dalam masalah. Setelah mencoba mendapat nasihat dari para pemuka agama, pengacara dan lainnya, ia mendengar tentang Jalaludin Rumi, dan ia pun dibawa kepada Jalaludin Rumi.

Saudagar itu membawa lima puluh keping emas sebagai persembahan. Ketika dilihatnya Sang Maulana di ruang pertemuan, sangat haru dalam hatinya. Rumi pun berkata kepadanya:

"Lima puluh keping emasmu diterima. Tetapi, engkau telah kehilangan dua ratus, itulah sebabnya engkau kemari. Tuhan telah menghukummu dan menunjukkan sesuatu kepadamu. Sekarang segalanya akan beres bagimu."

Saudagar itu terkesima akan pengetahuan Sang Maulana. Rumi pun melanjutkan:

"Engkau dilanda banyak kesulitan karena pada suatu hari jauh di negeri barat sana, engkau melihat seorang darwis Kristen rebah di jalan. Engkau meludahinya. Sekarang pergilah ke sana dan mintalah maaf, dan sampaikan salam kami kepadanya."

Sementara saudagar itu berdiri ketakutan karena rahasianya diketahui, Rumi pun berkata: "Perlukah kami tunjukkan dia kepadamu sekarang?" Rumi menyentuh dinding ruangan, dan seketika saudagar itu melihat orang suci itu di sebuah pasar di Eropa. Ia pun terhuyung-huyung pergi dari hadapan Sang Maulana, tercengang-cengang.

Segera raja ia menempuh perjalanan untuk menemui bijak Kristen itu, dan ia mendapatinya terlentang lesu di tanah. Ketika darwis Kristen itu pun berkata, "Guru kami, Jalal, telah memberitahu saya."

Saudagar itu melirik ke arah yang ditunjukkan darwis tersebut dan melihat, layaknya pada sebuah gambar, Jalaludin mengucapkan kata-kata berikutl "Entah permata entah kerikil, ada tempat di bukit-Nya, ada tempat untuk semua ..."

Saudagar itu pulang menyampaikan salam darwis Kristen tersebut kepada Rumi, dan memutuskan untuk tinggal di tengah-tengah komunitas darwis di Ionia.



Luasnya pengaruh Jalaludin Rumi terbadap khazanah pemikiran dan sastra Barat saat ini semakin jelas lewat penelitian akademis. Tak disangsikan lagi bahwa ia mempunyai banyak pengagum di Barat, dan kisah-kisahnya muncul dalam karya-karya Hans Anderson, dalam Gesta Romanorum tahun 1324. Bahkan dalam karya Shakespeare.

Di Timur, banyak pihak yang mengatakan bahwa Rumi memiliki kedekatan tertentu dengan para pemikir dan mistikus Barat. Versi "Saudagar dan Darwis Kristen" ini diterjemahkan dari Munaqib Al-Arifin karya Aflaki, yang memuat tentang kehidupan para darwis Mevlevi awal, yang selesai ditulis pada tahun 1353.

KISAH IKTIBAR DARI IDRIES SHAH...Raksasa dan Sufi

Seorang Guru Sufi sedang berkelana seorang diri melewati daerah pegunungan yang tandus, tiba-tiba ada raksasa perampok menghadangnya, "Akan kuhabisi kau," ancam makhluk itu. "Begitukah? Coba kalau bisa," jawab Sang Guru, "Aku lebih kuat dari dugaanmu, dan akan mengalahkanmu."

"Banyak cakap," kata raksasa itu. "Kau seorang Guru Sufi, hanya mengerti hal-hal spiritual. Mana mungkin kau bisa menghentikanku, sebab tenagaku dahsyat dan aku tiga puluh kali lebih besar darimu,"

"Kalau kau sungguh ingin adu kuat," tantang Sufi itu, "mari kita lihat siapa yang sanggup memeras air dari batu." Diambilnya batu kecil dan diberikannya kepada setan itu. Betapa kerasnya mencoba, raksasa itu gagal." Hal itu mustahil; tak ada air dalam batu ini. Tunjukkan padaku jika ada." Dalam keadaan remang-remang, guru itu menggenggam batu itu, mengambil sebutir telur dari sakunya, lalu membenturkan keduanya; ia bersikap seolah-olah sedang memeras batu. Raksasa itu ternganga: sebab orang sering kali takjub pada hal-hal yang tak mereka pahami, dan benar-benar menilainya tinggi, lebih tinggi dari semestinya,

"Aku harus memikirkan kembali peristiwa ini," kata raksasa itu, "singgahlah sebentar saja di guaku, malam ini kujamu kau." Sang Sufi mengikutinya ke sebuah gua yang luas sekali, penuh dengan barang-barang berharga milik ribuan musafir yang terbunuh oleh raksasa itu, laksana keadaan dalam gua Aladin. "Berbaring dan tidurlah di sampingku," kata raksasa itu, "besok pagi baru kita berbincang-bincang." Makhluk itu juga berbaring dari sekejap tertidur pulas.

Guru itu -menyadari adanya muslihat-bergegas bangkit dan bersembunyi di tempat yang aman dari raksasa itu. Sebelumnya, ia mengatur tempat tidurnya agar tampak seakan ia masih rebah.

Tidak lama kemudian, raksasa itu bangun. Dengan sebelah tangan, dipungutnya batang pohon yang ada di dekat tempat itu, lalu tiba-tiba dihantamkannya batang pohon itu sebanyak tujuh kali dengan keras pada sosok di tempat tidur Sang Sufi. Kemudian, ia tidur lagi. Guru itu kembali ke tempatnya, berbaring, dan berseru pada raksasa itu:

"Hoi raksasa! Memang gua ini nyaman, tetapi seekor nyamuk telah menggigitku tujuh kali. Lakukanlah sesuatu untuk menangkap nyamuk itu."

Keluhan ringan tersebut menggentarkan si raksasa dan muncul keraguan untuk menyerang lagi Sufi itu. Bagaimanapun, bila seorang dipukul tujuh kali sekuat tenaga dengan batang pohon oleh raksasa, orang itu seharusnya sudah ...

Pagi harinya, raksasa itu melemparkan sebuah kantong air dari kulit lernbu pada Sang Sufi lalu berkata, "Pergilah mengambil air untuk sarapan, supaya kita bisa minum teh." Alih-alih menggunakan kantong air itu (yang tentu sangat berat untuk diangkat), guru itu berjalan ke sungai yang terdekat dan mulai menggali saluran kecil menuju gua. Raksasa sudah kehausan, dan bertanya "Mengapa kau tidak bawa airnya?" "Bersabarlah, temanku. Aku sedang membuatkanmu saluran air. Dengan begitu, air segar akan langsung menuju mulut gua, dan kau tidak usah lagi minum air dari kulit lembu."

Tetapi, raksasa itu pun sudah terlampau haus untuk menunggu. Ia pergi ke sungai dan mengisi sendiri kantong airnya. Ketika teh selesai dibuat, ia minum beberapa galon, dan kemampuan berpikirnya jadi lebih baik. "Jikalau kau memang demikian perkasa --dan sudah kusaksikan itu-- tak sanggupkah kau menggali saluran itu secepat mungkin, bukannya jengkal demi jengkal?"

"Sebab," kilah guru itu, "sesuatu yang berharga barulah sungguh-sungguh berharga bila dilakukan dengan upaya sekecil mungkin. Semua hal punya ukuran upaya masing-masing; dan aku melakukan upaya seminim mungkin untuk menggali saluran ini. Lagipula, aku tahu bahwa kau adalah mahluk yang terpenjara dalam kebiasaan sehingga kau akan selalu menggunakan kantor air dari kulit lembu."



Kisah ini sering terdengar dalam percakapan di kedai-kedai teh di Asia Tengah, dan menyerupai dongeng rakyat di Eropa pada abad pertengahan. Versi ini diambil dari Majmua (koleksi darwis) yang aslinya ditulis oleh Hikayati pada abad ke sebelas, menurut halaman penerbit, tetapi versi yang ditampilkan di sini tertera dari abad ke enambelas.

KISAH IKTIBAR DARI IDRIES SHAH...Kisah Api

Pada suatu masa, ada seorang yang merenungkan cara kerja alam, dan karena ketekunan dan percobaan terus-menerus, ia berhasil menemukan cara membuat api.

Orang itu bernama Nur. Ia memutuskan untuk berkelana dari satu negeri ke negeri lain, menunjukkan kepada khalayak tentang hasil penemuannya.

Nur membuka rahasia temuannya kepada berbagai kelompok orang. Beberapa di antaranya mengambil manfaat dari pengetahuan itu. Yang lain mengusirnya, menganggapnya orang yang berbahaya, sebelum mereka sempat memikirkan betapa penemuan api itu berharga bagi mereka. Akhirnya, sekelompok orang yang menyaksikan pertunjukan Nur membuat api menjadi begitu ketakutan sehingga mereka menangkapnya dan kemudian membunuhnya, meyakini bahwa Nur itu adalah setan.

Abad demi abad berlalu, Suku pertama yang telah belajar tentang api mempercayakan rahasia itu kepada para pendeta, yang tetap berada dalam kemakmuran dan kekuasaan sementara rakyat kedinginan.

Suku kedua lupa bagaimana membuat api dan malah memuja alat-alat pembuat api. Suku ketiga menyembah patung Nur karena dialah yang mengajari mereka. Suku keempat menyimpan cerita itu dalam legenda-legenda mereka: sebagian masih percaya, sebagian tidak. Suku kelima benar-benar mengunakan api: untuk menghangatkan badan, untuk memasak makanan, untuk membuat alat-alat pertukangan yang berguna bagi mereka.

Setelah berpuluh-puluh tahun lamanya, seorang bijak dari sekelompok kecil muridnya mengadakan perjalanan melalui negeri-negeri suku-suku tersebut. Para murid itu terheran-heran menyaksikan berbagai upacara yang dilakukan suku-suku itu; dan mereka berkata pada gurunya. "Tetapi, semua ritual itu sebenarnya berkaitan dengan pembuatan api, tiada yang lain. Kita harus menyadarkan orang-orang ini!"

Guru itu menjawab, "Baiklah kalau begitu. Kita akan memulai kembali perjalanan kita. Di akhir perjalanan ini nanti, mereka yang selamat akan mengetahui masalah yang sesungguhnya dan bagaimana mendekati mereka."

Ketika mereka sampai di negeri suku pertama, rombongan itu disambut dengan ramah. Para pendeta mengundang tamunya menghadiri upacara keagamaan, pembuatan api. Saat upacara selesai, dan suku itu sedang bersuka hati atas apa yang mereka saksikan, guru itu bertanya, "Apakah ada yang ingin angkat bicara?"

Murid pertama berkata, "Demi kebenaran, saya merasa harus menyampaikan sesuatu kepada khalayak ini."

"Kalau engkau siap menanggung sendiri akibatnya, bicaralah!" kata Sang Guru pula.

Murid itu pun maju ke hadapan pemimpin suku dan segenap pendetanya, lalu berkata, "Saya pun bisa melakukan keajaiban yang kalian anggap perwujudan kuasa para dewa itu. Jika kutunjukkan sekarang juga di depan kalian semua, maukah kalian mengakui kekeliruan yang kalian lakukan bertahun-tahun lamanya?"

Tetapi, para pendeta itu berseru, "Tangkap dia!" dan murid itu pun dibawa pergi, itulah terakhir kali ia dilihat orang,

Para musafir itu melanjutkan perjalanan ke negeri suku yang memuja alat-alat pembuatan api. Lagi, seorang murid mengajukan diri untuk meluruskan jalan pikir suku itu.

Seizin gurunya, ia berkata, "Saya minta izin berbicara pada pada kalian sebagai orang yang berakal. Kalian memuja alat-alat yang bisa digunakan untuk menciptakan sesuatu, bahkan bukan ciptaan itu sendiri. Dengan demikian, kalian mengabaikan kegunaannya. Saya tahu bahwa tipuan kalian gunakan untuk mendasari upacara ini."

Orang-orang suku ini lebih berakal sehat. Namun, mereka menjawab murid itu, "Saudara disambut baik sebagai musafir dan tamu di tengah-tengah kami. Tetapi, sebagai pendatang, yang buta terhadap sejarah dan adat kami, saudara tak paham apa yang kami lakukan. Saudara berbuat kesalahan. Barangkali, saudara bahkan bermaksud menyingkirkan atau mengganti agama kami. Karena itu, kami tidak sudi mendengarkan ocehan saudara."

Para musafir itu melanjutkan perjalanan.

Ketika tiba di tanah suku ketiga, mereka melihat di depan tiap rumah penduduk berdiri gagah patung yang menyerupai Nur, penemu api itu. Murid yang ketiga berkata kepada kepala suku tersebut:

"Patung ini melambangkan manusia, yang melambangkan kemampuan, yang bisa dipergunakan."

"Mungkin begitu," kata para pemuja Nur, "tetapi hanya sedikit orang yang bisa mengetahui sesuatu di balik rahasia sejati."

"Hanya bagi yang yang mau mengerti, bukan bagi mereka yang menutup mata terhadap kenyataan sebenarnya," timpal murid ketiga.

"Ini bid'ah, dan berasal dari seorang yang bahkan tak bisa berkomunikasi dalam bahasa kami dengan benar, dan bukan pendeta yang ditahbiskan menurut keimanan kami," geram para pendeta itu. Murid itu pun menemui jalan buntu.

Rombongan itu meneruskan perjalanan, dan sampai di negeri suku yang keempat. Kini, murid yang keempat melangkah ke tengah orang banyak.

"Legenda tentang api itu benar adanya, dan saya tahu bagaimana dibuat."

Kekacauan muncul di antara suku itu, yang terbelah menjadi beberapa kelompok. Ada yang berkata, "Yang Saudara katakan mungkin benar, dan jika demikian halnya, kami ingin mengetahui bagaimana cara membuat api." Ketika orang-orang ini diuji oleh Sang Guru dan muridnya, ternyata kebanyakan dari mereka tertarik membuat api hanya untuk kepentingan pribadi raja, dan tidak menyadari betapa akan bermanfaatnya api untuk kemajuan manusia. Begitu dalamnya legenda yang menyimpang itu merasuki pikiran orang-orang itu sehingga mereka yang mengira dirinya memperjuangkan kebenaran sering kali justru merupakan orang-orang tidak waras, yang tidak bisa membuat api bahkan setelah ditunjukkan caranya.

Ada kelompok lain yang berkata, "Sudah jelas legenda itu tidak benar. Orang ini hanya berusaha membodohi kita untuk memperoleh kedudukan di negeri ini."

Dan kelompok lainnya lagi berkata, "Kami lebih suka legenda itu tetap seperti semula karena itulah yang menjadi perekat keutuhan negeri kami. Kalau kami melupakan legenda dan suatu ketika ternyata tafsiran baru itu tak berguna, apa jadinya kami ini?"

Dan masih hanyak lagi pendapat lain di antara mereka.

Kemudian, rombongan itu pun berjalan sampai mereka mencapai negeri suku yang kelima; di sana pembuatan api lazim ditemui, dan kegiatan penduduknya sangat beragam.

Sang Guru berkata kepada murid-muridnya:

"Kalian mesti belajar bagaimana mengajarkan sesuatu kepada orang lain, sebab manusia tidak ingin diajar. Pertama-tama, beritahu mereka cara belajar. Dan sebelum itu, kalian harus menunjukkan kepada mereka bahwa selalu ada saja hal yang perlu dipelajari. Mereka membayangkan bahwa mereka siap belajar. Tetapi, mereka ingin mempelajari apa yang mereka bayangkan harus dipelajari, bukan apa yang terdahulu harus mereka pelajari. Kalau kalian telah memahami semua niscaya kalian bisa merencanakan cara mengajar. Pengetahuan tanpa kemampuan khusus untuk tidak sama dengan pengetahuan dan kemampuan."



Ahmad Al-Badawi (wafat tahun 1276) ketika ditanya, "Siapakah orang barbar itu?", ia menjawab:
"Seorang barbar adalah seorang yang daya pahamnya begitu rendah sehingga ia mengira bisa mengerti dengan sekadar memikirkan atau merasakan sesuatu yang hanya jelas dipahami lewat pengembangan dan penerapan terus-menerus dalam usaha meraih Tuhan."

"Manusia menertawakan Musa dan Yesus, entah karena mereka sama sekali tidak mengacuhkan, atau karena mereka menyembunyikan dari diri mereka sendiri tentang apa yang orang-orang ini sungguh maksudkan ketika berbicara dan bersikap."

Menurut riwayat darwis, Ahmad Al-Badawi dituduh menyebarkan agama Kristen oleh orang Islam; ia pun ditolak oleh orang Kristen karena tak mau menerima dogma-dogma Kristen secara harafiah. Ia pendiri tarekat Badawi Mesir.

KISAH IKTIBAR DARI IDRIES SHAH...Sultan Menjadi Orang Buangan

Alkisah, seorang Sultan Mesir mengumpulkan orang-orang terpelajar, dan segera saja seperti biasanya, timbullah perdebatan. Pokok persoalannya adalah Mi'raj Nabi Muhammad. Dikatakan, dalam peristiwa tersebut, Nabi dibawa dari tempat tidurnya ke langit tinggi. Selama itu ia melihat surga dan neraka, berbincang dengan Tuhan sembilan puluh ribu kali, mengalami pelbagai pengalaman dain --dan dikembalikan ke kamarnya sementara tempat tidurnya masih hangat. Periuk air yang jatuh dan tertumpah isinya karena pengangkatan ke langit itu belum kosong ketika Nabi pulang.

Beberapa orang yang hadir berpendapat bahwa hal itu mungkin saja terjadi mengingat ukuran waktu di bumi dan di langit tentu saja berbeda. Namun, Sultan menganggapnya tidak masuk akal.

Para bijak mengatakan bahwa segala sesuatu adalah mungkin dengan kekuasaan Tuhan. Penjelasan ini pun tak memuaskan Baginda.

Kabar perdebatan ini akhirnya sampai kepada Sufi Syeh Shahabuddin, yang segera saja datang ke istana. Sultan menunjukkan rasa hormat terhadap guru itu, yang berkata, "Saya bermaksud membuktikan sesuatu tanpa menunda lagi: Ketahuilah bahwa kedua tafsiran itu keliru, dan ada hal-hal yang bisa ditunjukkan, yang kiranya menjelaskan peristiwa itu tanpa perlu berspekulasi secara gegabah atau menggunakan penalaran sembarangan dan tak bermutu."

Di ruang pertemuan itu terdapat empat jendela. Syeh itu minta agar yang satu dibuka. Sultan melihat keluar melalui jendela itu. Di gunung yang berada di kejauhan tampak olehnya bala tentara beribu-ribu bergerak menyerbu istana. Sultan sangat ketakutan dibuatnya.

"Lupakan saja, itu tidak sungguhan," kata Syeh itu.

Ia menutup jendela dan membukanya kembali. Kali ini laskar penyerbu itu sudah lenyap.

Ketika dibukanya jendela yang lain, kota di luar istana tampak terbakar api. Sultan berteriak panik.

"Jangan cemas Sultan, tak terjadi apa-apa," kata Syeh. Ketika ia menutup dan kembali membuka jendela itu, tak ada Iagi api yang tampak.

Dari jendeIa ketiga terlihat bajir bandang menuju istana. Dan, banjir itu pun seakan hanya mimpi.

Lalu, jendela keempat dibuka, dan, alih-alih gurun pasir, yang terlihat justru sebuah taman surga. Ketika jendela ditutup dan dibuka lagi, pemandangan itu sudah menguap.

Kemudian, Syeh itu minta dibawakan seember air. Dimintanya pula agar Sultan memasukkan kepalanya ke dalam air sesaat raja.

Setelah melakukan permintaan itu, secara gaib Sultan menemukan dirinya berada di sebuah pantai terpencil, di tempat yang sama sekali asing baginya. Sultan murka betul akan muslihat Syeh itu.

Tak lama kemudian, ia bertemu dengan beberapa penebang kayu yang menanyakan siapa dirinya. Karena sulit menjelaskan dirinya yang sebenamya, ia mengatakan bahwa kapalnya kecelakaan dan membuatnya terdampar di pantai itu.

Mereka memberinya pakaian, dan ia pun berjalan masuk ke sebuah kota. Di sana ada seorang pandai besi yang melihatnya berkelana tanpa tujuan, menanyakan siapa dirinya. "Saya seorang saudagar yang terdampar," jawab Sultan, "saya pun tak punya apa-apa lagi selain beberapa potong pakaian dari penebang kayu yang baik hati."

Orang itu kemudian menjelaskan tentang kebiasaan kota tersebut. Semua pendatang baru boleh meminang gadis pertama yang dilihatnya keluar dari rumah-mandi, dan pinangannya itu wajib diterima. Sultan itu pun pergi ke tempat mandi umum dan dilihatnya seorang wanita cantik keluar dari tempat itu. Ia bertanya apakah wanita itu sudah bersuami, dan ternyata sudah, maka ia bertanya kepada wanita berikutnya, yang buruk rupa. Dan yang berikut. Lalu, wanita keempat yang sungguh jelita dan rupawan. Gadis itu belum menikah, namun ia menolak Sultan sebab tubuh dan pakaiannya yang tak karuan.

Tiba-tiba ada seorang lelaki berdiri di hadapan Sultan dan berkata, "Aku disuruh untuk menjemput seorang yang kusut di sini. Mohon ikut aku."

Sultan pun mengikuti utusan itu, dan ia dibawa ke sebuah rumah yang sangat indah; ia pun duduk di salah satu ruang megah di rumah itu berjam-jam lamanya. Akhirnya, empat gadis molek berpakaian mulia masuk, menyertai gadis kelima, yang lebih memikat hati. Sultan mengenali gadis itu sebagal gadis terakhir yang ditemuinya di rumah-mandi itu.

Gadis itu mengucapkan selamat datang dan menjelaskan bahwa ia telah bergegas pulang untuk menyambut Sultan, dan bahwa penolakannya tadi bukan sungguhan, karena semua wanita di jalan akan mengatakan hal serupa bila dipinang.

Kemudian, menyusullah jamuan makan yang lezat. Kepada Sultan, dikenakan jubah yang sangat mewah, dan musik yang merdu pun dimainkan.

Sultan tinggal selama tujuh tahun bersama istrinya itu sampai harta warisan istrinya itu habis. Lalu, wanita itu menuntut agar Sultan kini mencari nafkah untuk istrinya dan ketujuh anak mereka.

Teringat akan teman pertamanya di kota itu, Sultan pun menemui pandai besi itu untuk meminta nasihat. Temannya itu menyuruhnya bekerja sebagai kuli di pasar sebab Sultan tak punya barang untuk ditukar uang atau kemampuan apa pun untuk bekerja.

Dalam sehari, dengan mengangkat beban yang sangat berat, Sultan memperoleh upah hanya sepersepuluh dari kebutuhan hidup keluarganya.

Hari berikutnya, Sultan berjalan ke pantai, disinggahinya tempat di mana tujuh tahun silam dirinya pertama kali muncul di tempat itu. Ia memutuskan untuk bersembahyang, dan terlebih dahulu membasuh diri dengan air wudhu. Pada saat itulah mendadak ia sudah kembali berada di istananya, dengan ember air, Syeh itu, dan para pejabat.

"Tujuh tahun dalam pengasingan, kau orang jahat!" raung Sultan. "Tujuh tahun, berkeluarga, dan harus jadi kuli! Tidakkah kau gentar pada Tuhan, Yang Mahakuasa, atas perbuatanmu ini?"

"Tetapi kejadian itu hanya sesaat," kata guru Sufi itu, "yakni selama Sultan memasukkan kepala ke dalam ember berisi air."

Para pejabat istana mengiyakan perkara ini.

Sultan tidak bisa mempercayai sepatah kata pun. Segera diperintahkannya untuk memenggal kepala itu. Mengetahui sebelumnya bahwa perintah Sultan itu akan turun, Syeh pun merapal ilmu gaib (Ilm el-Ghaibat: Ilmu Menghilangkan Tubuh) yang dikuasainya. Ajian sakti itu membuatnya sekejap hilang dan muncul di Damaskus, yang berhari-hari jaraknya dari istana itu.

Dari Damaskus, Syeh menulis sepucuk surat untuk Sultan, yang berbunyi:

"Tujuh tahun lewat bagi Tuan, seperti yang Tuan telah alami sendiri, sekalipun hanya sebentar saja Tuan merendam kepala dalam air. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan muslihat tertentu, yang tiada lain dimaksudkan untuk menjelaskan apa yang bisa terjadi. Bukankah dalam kisah itu tempat tidur Nabi masih hangat dan periuk air belum lagi kosong?

Yang penting bukanlah sesuatu itu telah terjadi atau tidak. Segalanya mungkin terjadi. Sesungguhnya yang penting adalah makna peristiwa itu. Pada kasus Sultan, tak ada makna sama sekali. Pada kasus Nabi, ada makna dalam peristiwa."



Dikatakan bahwa tiap ayat dalam Al-Qur'an mempunyai tujuh arti, masing-masing sesuai untuk keadaan pembaca atau pendengar.

Kisah ini, seperti juga kisah Sufi lainnya, menekankan ucapan Muhammad: "Berbicaralah kepada setiap orang sesuai dengan tingkat pemahamannya."

Metode Sufi, menurut Ibrahim Khawwas, adalah: "Tunjukkan hal-hal yang tak dimengerti dengan menggunakan istilah-istilah yang bisa 'dimengerti' oleh khalayak."

Versi ini berasal dari manuskrip berjudul Hu-Nama (Kitab Hu), dalam kumpulan Nawab Sardhana, tertulis tahun 1596.

KITAB Qami' ath-Thughyan SIRI 3 : MENCINTAI NABI MUHAMMAD SAW ...............

KARYA SYEIKH  NAWAWI AL BANTANI

Cabang iman 14-16 disebutkan dalam bait syair:

وَاحْبُبْ نَبِيَّكَ ثُمَّ عَظِّمْ قَدْرَهُ * وَابْخِلْ بِدِيْنِكَ مَا يُرَى بِكَ مَأْثَمُ

Cintailah nabimu, kemudian agungkan derajatnya; dan kikirlah dengan agamamu selama dilihat perbuatan dosa bagimu.

 PETUNJUK:





Mencintai Nabi Muhammad saw


Nabi Muhammad saw bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى اَكُوْنَ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ

Tiadalah salah seorang dari kalian beriman, sehingga aku lebih dicintai olehnya dari pada dirinya, hartanya, anaknya, orang tuanya dan manusia semuanya.

Manusia dalam hadits ini adalah selain orang-orang yang telah disebutkan, seperti kerabat, kenalan, tetangga, teman, dan lainnya. Mencintai Rasulullah saw adalah perwujudan dari mencintai Allah Ta'ala, demikian pula mencintai ulama dan orang-orang yang bertakwa, karena Allah Ta'ala mencintai mereka dan mereka juga mencintai Allah. Semua itu kembali kepada kecintaan yang asli dan tidak boleh melampauinya. Karena pada hakekatnya sama sekali tidak ada yang dicintai bagi orang-orang yang tajam pandangan mata hatinya kecuali Allah Ta'ala, dan sama sekali tidak ada yang berhak untuk dicintai kecuali Dia.

 Mengagungkan derajat Nabi Muhammad saw


Mengagungkan derajat Nabi Muhammad saw berarti mengetahui ketinggian derajatnya, menjaga tatakrama dan sopan santun pada waktu menyebut nama beliau, dan mendengar nama serta hadits beliau, memperbanyak membaca salawat atas beliau, dan memusatkan perhatian dalam mengikuti sunnah beliau. Dalam surat al-Hujurat ayat 2 Allah swt berfirman:

يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَرْفَعُوْا اَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلاَ تَجْهَرُوْا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ اَنْ تَحْبَطَ اَعْمَالُكُمْ وَاَنْتُمْ لاَ تَشْعُرُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebagian dari kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus pahala amalmu sedangkan kamu tidak menyadari.

Bakhil terhadap agama Islam


Bakhil terhadap agama berarti lebih senang dibunuh dan dimasukkan ke dalam api dari pada menjadi orang kafir, dan menyadari bahwa agama Islam adalah jauh lebih mulia dari pada semua harta dan anak-anaknya.

Umar bin Abdul Aziz pada waktu menjabat sebagai kepala negara telah mengirimkan sepasukan tentara untuk melawan serangan tentara Romawi. Dalam peperangan tersebut 20 orang tentara muslim ditawan oleh pasukan Romawi. Kaisar Romawi memerintahkan salah seorang dari tentara muslim yang ditawan untuk meninggalkan agama Islam dan memeluk agama kekaisaran Romawi serta menyembah tuhannya:

Kaisar: Hai orang muslim, jika kamu mau memeluk agamaku dan menyembah tuhan yang aku sembah, maka kujadikan kamu sebagai kepala pemerintahan di daerah yang besar. Aku akan memberimu: bendera, wanita penghibur, piala, dan terompet. Jika kamu tidak mau masuk agamaku, maka aku akan membunuh dan memenggal lehermu dengan pedang.

Tawanan: Aku tak akan menjual agama dengan harta benda dunia.

Kaisar lalu memerintahkan untuk membunuhnya. Tawanan tersebut dibawa ke alun-alun dan dipenggal lehernya dengan pedang. Setelah lehernya putus, kepalanya berputar mengelilingi alun-alun sambil membaca ayat al-Quran, al-Fajr 30:

يَآ اَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِى اِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِى فِى عِبَادِى وَادْخُلِى جَنَّتِى

Wahai jiwa yang tenang, kembalilah engkau kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridlai-Nya. Masuklah dalam kelompok hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.

Kaisar makin marah dan memerintahkan untuk mengambil tawanan yang kedua.

Kaisar: Masuklah ke agamaku, nanti kau kujadikan kepala pemerintahan di kota Anu. Jika engkau menolak, maka akan kupotong lehermu seperti kupotong leher temanmu.

Tawanan: Aku tidak akan menjual agama dengan harta benda dunia. Jika kamu mempunyai kekuasaan untuk memotong leherku, maka kamu tidak memiliki kekuasaan untuk memotong imanku.

Kaisarpun memerintahkan untuk memotong lehernya. Setelah putus, kepalanya berputar mengelilingi alun-alun tiga kali seperti kepala temannya sambil membaca ayat al-Quran, al-Haqqah 21-23:

فَهُوَ فِى عِيْشَةٍ رَاضِيَةٍ فِى جَنَّةٍ عَالِيَةٍ قُطُوْفُهَا دَانِيَةٌ

Maka dia telah berada dalam kehidupan yang diridlai, yaitu dalam surga yang tinggi, yang bebuahannya terjangkau.

Kaisar makin menjadi marah, dan memerintahkan untuk mengambil tawanan yang ketiga, seorang muslim yang celaka.

Kaisar: Apa yang akan kau katakan? Apakah engkau mau masuk agamaku dan akan kujadikan engkau seorang kepala pemerintahan?

Tawanan: Aku mau masuk agamamu dan memilih dunia dari pada akhirat.

Kaisar: Menteri, buatkan surat keputusan untuk tawanan ini. Berikan kepadanya wanita, piala, dan bendera.

Menteri: Baginda Kaisar, katakanlah kepadanya: "Jika engkau orang yang jujur dalam ucapanmu, bunuhlah salah seorang dari temanmu, agar kami dapat mempercayai omonganmu."

Tawanan terkutuk itu mengambil salah seorang temannya dan membunuhnya di hadapan Kaisar Romawi.

Kaisar: Menteri, buatkan untuk dia SK Pengangkatan.

Menteri: Baginda Kaisar, hal ini tidak masuk akal bila Baginda membenarkan omongannya. Tawanan ini sudah tidak mau lagi memelihara hak saudaranya yang dia lahir dan dibesarkan bersamanya. Bagaimanakah dia akan dapat memelihara hak kita?

Kemudian Kaisar Romawi memerintahakan untuk memenggal leher tawanan yang celaka tersebut. Setelah lehernya putus, kepalanya berputar mengelilingi alun-alun sambil membaca ayat al-Quran, az-Zumar 19:

اَفَمَنْ حَقَّ عَلَيْهِ كَلِمَةُ الْعَذَابِ اَفَأَنْتَ تُنْقِذُ مَنْ فِى النَّارِ ؟

Apakah kamu hendak mengubah nasib orang-orang yang telah pasti ketentuan adzab atasnya? Apakah kamu akan menyelamatkan orang-orang yang berada dalam api neraka?

Kepala tawanan yang terkutuk tersebut berhenti di ujung alun-alun dan tidak berkumpul dengan kedua kepala temannya. Dia kembali menuju siksa Allah. Semoga Allah melindungi kita sekalian dari kesesatan.


 

KITAB Qami' ath-Thughyan SIRI 2 : MENCINTAI ALLAH ..............

KARYA SYEIKH  NAWAWI AL BANTANI

Cabang iman 10-13, disebutkan dalam bait syair:

وَاحْبُبْ اِلَهَكَ خَفْ اَلِيْمَ عِقَابِهِ * وَلِرَحْمَةِ ارْجُ تَوَكَّلَنْ يَا مُسْلِمُ
Cintailah Tuhanmu, takutlah akan kepedihan siksa-Nya, berharaplah engkau akan rahmat Allah, dan bertawakallah benar-benar wahai orang muslim.

PETUNJUK:


1.      Mencintai Allah



4.      Tawakal

Mencintai Allah


kecintaan kepada Allah digambarkan oleh Imam Sahal:

"Tanda mencintai Allah adalah mencintai al-Quran. Tanda mencintai Allah dan al-Quran adalah mencintai Nabi Muhammad saw. Tanda mencintai Nabi Muhammad saw adalah mencintai sunnah (ucapan, tingkah laku, dan sikap) beliau. Tanda mencintai sunnah adalah mencintai akhirat. Tanda mencintai akhirat adalah membenci dunia (pujian orang, penampilan, kemewahan dan lain-nya). Tanda membenci dunia adalah tidak mempergunakan harta benda dunia kecuali sebagai bekal menuju akhirat."

Syeikh Hatim bin Alwan berkata: "Barang siapa mengaku tiga hal tanpa tiga hal lainnya, maka ia adalah pembohong:

1.      orang yang mengaku mencintai Allah tanpa menjauhi larangan-Nya,

2.      orang yang mengaku mencintai Nabi Muhammad saw tanpa mencintai kefakiran, dan

3.      orang yang mengaku mencintai surga tanpa mau menyedekahkan hartanya."

Sebagian dari ahli makrifat berkata: "Jika iman seseorang berada di luar hati, maka ia akan mencintai Allah dengan kecintaan yang sedang. Jika iman seseorang telah masuk ke tengah hati, maka dia akan mencintai Allah dengan kecintaan yang sepenuhnya dan akan meninggalkan kemaksiatan-kemaksiatan."

Pada pokoknya mengaku cinta adalah menanggung resiko. Oleh karena itu Syeikh Fudlail bin Iyadl berkata: "Jika kamu ditanya apakah engkau mencintai Allah, maka diamlah! Karena sesungguhnya jika engkau mengatakan "tidak", maka engkau "kafir" dan jika mengatakan "ya", maka sifatmu bukanlah sifat dari orang-orang yang mencintai-Nya."

Takut kepada siksa Allah


Menurut Imam al-Ghozali dalam kitab Ihya' Ulumiddin, derajat takut yang paling minim adalah menahan diri dari hal-hal yang dilarang, yang dinamakan wara'. Jika kekuatan takut bertambah, maka akan menahan diri dari hal-hal yang tidak diyakini keharamannya; dan hal ini dinamakan takwa. Jika pada rasa takut tergabung usaha untuk memurnikan waktunya hanya semata untuk melayani Allah, sehingga tidak membangun rumah yang tidak akan ditempati selamanya, tidak mengumpulkan harta yang tidak akan dimakan, dan tidak menoleh kepada kesenangan dunia karena mengetahui bahwa dunia itu akan berpisah dengannya, sehingga tidak mempergunakan satu nafaspun selain untuk Allah, maka hal ini dinamakan shidqun atau jujur dan orangnya dinamakan shiddiq.

Jadi takwa termasuk dalam shidqun, wara' masuk dalam takwa, dan iffah (meninggalkan yang haram) masuk dalam wara'.

Mengharap rahmat Allah Ta'ala


Dalam surat az-Zumar ayat 53 Allah swt berfirman:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلَى اَنْفُسِهِمْ لاَ تَقْنَطُوْا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ اِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا اِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri sendiri, janganlah kamu sekalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Rasulullah saw bersabda:

اَلْفَاجِرُ الرَّاجِى لِرَحْمَةِ اللهِ تَعَالَى اَقْرَبُ اِلَى اللهِ تَعَالَى مِنَ الْعَابِدِ الْقَانِطِ

Orang durhaka yang mengharap rahmat Allah Ta'ala adalah lebih dekat kepada Allah Ta'ala dari pada ahli ibadah yang putus harapan.

Diriwayatkan dari Umar, dari Zaid bin Aslam bahwa ada seorang laki-laki dari umat terdahulu yang giat beribadah dan memperberat dirinya dalam ibadah, sedangkan ia adalah orang yang tidak mengharapkan rahmat Allah. Ketika laki-laki tersebut mati dan bertanya kepada Allah: "Ya Tuhanku, apakah bagianku di sisi-Mu?" Allah berfirman: "Bagianmu adalah neraka!" Laki-laki tersebut berkata: "Wahai Tuhanku, di manakah ibadah dan kegiatanku?" Allah berfirman: "Engkau adalah orang yang tidak mengharap rahmat-Ku di dunia, maka pada hari ini Aku memutuskan engkau dari rahmat-Ku!"

Dalam kitab Ihya' Ulumiddin dijelaskan bahwa hakekat "harapan" adalah kesenangan hati karena menanti sesuatu yang dicintai. Akan tetapi sesuatu yang dicintai itu harus dapat terjadi dan harus berdasarkan sebab. Jika sebabnya tidak ada, disebut "tipuan" dan "ketololan". Jika sebabnya tidak diketahui ada atau tidak ada, disebut "angan-angan". Jika dalam hati kita tergerak keadaan sebab tersebut dalam waktu yang telah lampau, disebut "mengingat". Jika dalam hati kita tergerak keadaan sebab tersebut dalam waktu sekarang, disebut "menemukan" dan "merasakan". Jika dalam hati kita tergerak keadaan dari sesuatu pada waktu yang akan datang, dan keadaan sesuatu tersebut sangat menguasai hati kita, maka disebut "menanti" dan "mengharap". Jika yang dinanti adalah sesuatu yang dibenci yang menghasilkan rasa sakit dalam hati, dinamakan "takut" atau "ketakutan". Jika yang dinanti adalah sesuatu yang dicintai yang menghasilkan kelezatan dan kesenangan, maka kesenangan tersebut disebut "harapan" atau raja'.

Tawakal


Dalam surat al-Ma'idah ayat 23 Allah swt berfirman yang antara lain sebagai berikut:

... وَعَلَى اللهِ فَتَوَكَّلُوْا اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ

... dan hanya kepada Allah hendaknya kamu sekalian bertawakal, jika kamu sekalian benar-benar beriman.

tawakal terdiri dari tiga unsur, yaitu: makrifat, keadaan hati, dan amal.

Makrifat, yaitu keyakinan dan kesadaran hati bahwa selain dari Allah Ta'ala tidak ada yang dapat mendatangkan sesuatu manfaat atau kenikmatan kepada kita. Sedangkan keyakinan atau iman di sini terdiri dari empat tingkat:

  • Iman dari orang munafik
    Yaitu orang yang mengucapkan dua kalimah syahadat tetapi hatinya sama sekali tidak meyakini kebenaran makna yang terkandung dalam dua kalimah syahadat.
  • Ilmul yaqin
    Yaitu keyakinan dari orang yang mengucapkan dua kalimah syahadat dan hatinya meyakini kebenaran makna yang terkandung dalam dua kalimah syahadat berdasarkan ilmu yang dipelajari.
  • Aynul yaqin
    Sebagai kelanjutan dari tingkat kedua, yaitu keyakinan dari orang yang telah jernih pandangan mata hatinya sehingga dapat memandang kekuasaan Allah melalui segala sesuatu yang dipandang oleh mata kepalanya.
  • Haqqul yaqin
    Sebagai kelanjutan dari tingkat ketiga, yaitu keyakinan dari orang yang hatinya benar-benar telah dapat menyadari dan menghayati hakekat dari wujud dan kekuasaan Allah swt.

Hal atau keadaan hati dari orang yang bertawakal terdiri dari tiga urutan tingkat:

  • keadaan orang yang bertawakal mengenai hak Allah dan mengenai keyakinannya terhadap tanggungan dan pertolongan Allah swt seperti keadaan mengenai keyakinan hatinya kepada kemampuan seorang wakil yang menangani urusannya.
  • keadaan orang yang bertawakal terhadap Allah swt seperti keadaan anak kecil terhadap ibunya

Yaitu kondisi anak kecil yang tidak mengenal orang lain, selain ibunya. Tidak berlindung dari kesulitan kecuali kepada ibunya. Tidak bersandar dan tidak menggantungkan segala keperluannya kecuali kepada ibunya. Jika melihat ibunya niscaya dirangkulnya. Jika ada sesuatu yang menimpa dirinya sewaktu ibunya tidak ada, maka ucapan yang pertama kali keluar dari mulutnya adalah,"Ibu!". Yang pertama kali tergerak dalam hatinya adalah ibunya. Sesungguhnya ia benar-benar telah yakin terhadap pemeliharaan dan kasih sayang ibunya dengan keyakinan yang penuh.

  • keadaan orang yang bertawakal terhadap Allah dalam setiap gerak dan diamnya seperti mayat di tangan orang yang memandikannya; ia tidak berpisah dengan Allah karena melihat dirinya bagaikan mayat yang digerakkan oleh kekuasaan Allah yang azali, seperti mayat yang digerakkan oleh tangan orang yang memandikannya. Inilah tingkat tawakal yang paling tinggi dari orang yang telah kuat iman dan keyakinannya bahwa sesungguhnya Allah Ta'ala adalah Dzat Yang Maha Penggerak.

Amal tawakal terdiri dari tiga macam, yaitu:

1.      Jalbun nafi'
Yaitu melakukan pekerjaan yang dapat menjadi sebab dari kedatangan manfaat. Terdiri dari tiga tingkat:

1.      meyakinkan
Seperti menyuap nasi yang sudah tersedia bagi orang yang ingin menghilangkan rasa lapar dari perutnya.

2.      Diduga keras
Seperti menanak nasi bagi orang yang ingin menghilangkan rasa lapar dari perutnya, dan berasnya sudah tersedia.

3.      Diperkirakan
Seperti mencari uang untuk membeli beras bagi orang yang ingin menghilangkan rasa lapar dari perutnya.

2.      Qath'ul adza
Yaitu melenyapkan atau menghilangkan hal-hal yang dapat merusak kemanfaatan yang ada. Terdiri dari tiga tingkat:

1.      Meyakinkan
Seperti meminum obat dari dokter bagi orang yang ingin menghilangkan rasa sakit dari badannya.

2.      Diduga keras
Seperti pergi ke apotik untuk membeli obat resep dari dokter bagi orang yang ingin menghilangkan rasa sakit dari badannya.

3.      Diperkirakan
Seperti mencari uang untuk membeli obat resep dari dokter bagi orang yang ingin menghilangkan rasa sakit dari badannya.

3.      Daf'ul madlarrat
Yaitu menolak kedatangan hal-hal yang dapat merusak kemanfaatan yang ada. Terdiri dari tiga tingkat:

1.      Meyakinkan
Seperti menghalau atau mengusir kucing yang akan makan ikan yang ada di meja makan.

2.      Diduga keras
Seperti menyimpan ikan dalam lemari makan dan menguncinya agar tidak dimakan kucing.
Diperkirakan Seperti pergi untuk membeli lemari makan guna menyimpan ikan agar tidak dimakan kucing

KITAB Qami' ath-Thughyan SIRI 1 : BERIMANLAH...............

KARYA SYEIKH  NAWAWI AL BANTANI


Cabang iman 1-9 disebutkan dalam bait syair:

آمِنْ بِرَبِّكَ وَالْمَلآئِكِ وَالْكُتُبِ * وَالأَنْبِيَا وَبِيَوْمِ يَفْنَى لْعَـالَمُ

Berimanlah engkau kepada Tuhanmu, para malaikat, kitab-kitab, para nabi dan hari kerusakan alam.

PETUNJUK:


1.      Beriman kepada Allah






7.      Beriman kepada qadar



Beriman kepada Allah


Kita wajib beriman bahwa Allah adalah:

  • Maha Esa yang sama sekali tidak ada sekutu bagi-Nya.
  • Maha Tunggal yang sama sekali tidak ada yang serupa dengan-Nya, tempat meminta pertolongan yang sama sekali tidak ada yang menandingi-Nya.
  • Maha Sedia tanpa permulaan.
  • Maha Berdiri dengan pribadi-Nya sendiri.
  • Maha Kekal.
  • Maha Abadi.
  • Maha Dahulu yang tidak ada permulaan bagi-Nya.
  • Maha Akhir yang sama sekali tidak ada kesudahan bagi-Nya.
  • Maha Tegak yang tidak dilenyapkan oleh masa dan tidak diubah oleh sangkaan.
  • Maha Permulaan, Maha Akhir, Maha nampak pekerjaannya dan Maha Tersembunyi yang tidak tampak Dzat-Nya.
  • Maha Suci dari jasmani, tak sesuatupun yang menyerupai-Nya.

Beriman kepada para malaikat


Kita wajib membenarkan wujud mereka sebagai:

  • para hamba Allah yang dimuliakan.
  • tidak pernah maksiat atau mendurhakai Allah terhadap segala yang telah diperintahkan oleh Allah kepada mereka dan selalu melaksanakan semua yang diperintahkan.
  • jasmani yang halus dan bernyawa.
  • sesuatu kekuatan yang dijadikan oleh Allah untuk berubah-ubah bentuk yang indah.
  • dibuat dari cahaya.

Beriman kepada kitab Allah


Kita wajib membenarkan bahwa sesungguhnya kitab yang diturunkan oleh Allah kepada para nabi-Nya adalah wahyu Allah yang memuat hukum dan kabar-Nya.

Beriman kepada para nabi


Kita wajib membenarkan bahwa sesungguhnya para nabi adalah:

  • orang-orang jujur dalam segala hal yang mereka khabarkan dari Allah.
  • di antara mereka ada yang diutus kepada makhluk untuk memberi petunjuk dan untuk menyempurnakan kehidupan mereka di dunia serta tempat kembali mereka di akhirat.
  • diberi mukjizat oleh Allah yang dapat menunjukkan kebenaran mereka.
  • menyampaikan risalah Allah dan menerangkan segala sesuatu kepada orang-orang mukallaf.

Beriman kepada kerusakan seluruh alam semesta


Kita wajib beriman bahwa alam semesta, alam dunia maupun benda di angkasa akan hancur binasa pada hari kiamat. Amal yang kita kerjakan akan dibalas dengan cara perhitungan amal, penimbangan amal, titian, surga dan neraka.

Cabang iman 6-8:

وَالْبَعْثِ وَالْقَدَرِ الْجَلِيْلِ وَجِمْعِنَا * فِي مَحْشَرٍ فِيهِ الْخَلاَئِقُ تَحَشَمُ

Dan (beriman) kepada: kebangkitan, qadar dari Yang Maha Agung, dan kumpul kita di Padang Mahsyar yang di situ para makhluk merasa malu (sehingga pucat mukanya).

Beriman kepada kebangkitan orang mati


Kita wajib beriman bahwa sesungguhnya Allah swt akan membangkitkan atau menghidupkan semua makhluk yang sudah mati, baik yang dikubur, mati tenggelam, atau sebab lainnya. Menurut pendapat yang disepakati oleh seluruh ulama, yang dibangkitkan adalah wujud dari badan dan bukan yang semisal dari badan ini. Dalam surat at-Taghabun ayat 7 Allah swt berfirman:

زَعَمَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا اَنْ لَنْ يُبْعَثُوْا قُلْ بَلَى وَرَبِّى لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ وَذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيْرٌ

Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: "Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". Yang demikian adalah mudah bagi Allah.

Beriman kepada qadar


Kita harus yakin bahwa Allah swt mewujudkan segala sesuatu sesuai dengan pengetahuan Allah yang telah mendahuluinya. Semua perbuatan makhluk adalah sesuai dengan ketentuan Allah Ta'ala. Oleh karena itu sepatutnyalah bagi manusia untuk rela terhadap keputusan-Nya.

Syekh Afifuddin az-Zahid menceritakan bahwa sewaktu berada di Mesir beliau mendengar sesuatu yang terjadi di Baghdad tentang pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap kaum muslimin. Kota Baghdad hancur, selama tiga setengah tahun tidak mempunyai pemerintahan. Juga tentang perbuatan orang-orang kafir mengalungkan mushaf al-Quran pada leher-leher anjing, membuang kitab karangan para ulama ke sungai sehingga menjadi seperti jembatan yang dapat dilalui oleh kuda mereka. Syekh Afifuddin az-Zahid mengingkari hal tersebut dan bertanya kepada Allah swt, "Wahai Tuhanku, bagaimana hal ini dapat terjadi, sedangkan di antara kaum muslimin yang dibunuh itu terdapat anak-anak dan orang-orang yang tidak berdosa?"

Pada waktu tidur Syekh Afifuddin az-Zahid bermimpi melihat seorang laki-laki yang membawa sebuah tulisan, lalu beliau ambil. Tulisan tersebut berbunyi:

دَعِ الإِعْتِرَاضَ فَمَا الأَمْرُ لَـكَ * وَلاَ الْحُكْمُ فِى حَرَكَاتِ الْفَلَكِ
وَلاَ تَسْـأَلِ اللهَ عَنْ فِعْلِــهِ * فَمَنْ خَـاضَ لُجَّةَ بَحْـرٍ هَلَكَ

Tinggalkanlah menentang putusan Allah, karena urusan itu bukanlah milikmu; dan tiadalah hukum itu tergantung pada gerakan-gerakan bintang.

Janganlah engkau bertanya kepada Allah mengenai pekerjaan-Nya. Barang siapa yang mengarungi gelombang lautan niscaya dia akan binasa.

Beriman bahwa semua makhluk sesudah dibangkitkan dari kubur akan digiring ke Padang Mahsyar, yaitu tempat pemberhentian mereka pada hari kiamat


Padang Mahsyar adalah tanah putih, berupa lembah datar, sama sekali tiada bengkokannya, tak ada bukit tempat orang dapat bersembunyi di belakangnya, tak ada jurang tempat merendahkan pandangan, kecuali sebuah padang luas yang sama sekali tak ada perbedaannya. Manusia akan dihalau ke Padang Mahsyar secara berombongan, sesuai tingkatannya. Di antara mereka ada yang:

  • naik kendaraan, yaitu orang yang bertakwa,
  • berjalan dengan kedua kakinya, yaitu orang yang sedikit amalnya,
  • berjalan dengan mempergunakan mukanya, yaitu orang-orang kafir.

Dari tempat pemberhentian ini, manusia diberangkatkan ke surga atau neraka. Mereka akan melalui titian atau jembatan. Dalam meniti jembatan, menurut Syeikh Muhammad al-Hamdani umat Nabi Muhammad saw terbagi menjadi tujuh macam:

1.      Orang siddiq, yang akan meniti secepat kilat.

2.      Orang alim, yang akan meniti secepat angin yang kencang.

3.      Para wali abdal, yang akan meniti secepat burung terbang dalam satu saat yang sebentar.

4.      Orang yang mati syahid, yang akan meniti secepat kuda balap dalam waktu setengah hari.

5.      Orang yang mati pada saat menunaikan ibadah haji, yang akan meniti dalam waktu satu hari penuh.

6.      Orang yang taat, yang akan meniti dalam waktu satu bulan.

7.      Orang yang maksiat, yang meletakkan kaki mereka di atas titian, sedangkan dosa mereka diletakkan di atas punggung.

Ketika mereka lewat, neraka Jahanam mendatangi untuk membakar mereka. Kemudian neraka Jahanam melihat cahaya iman di hati mereka, lalu berkata:

"Lewatlah wahai orang mukmin, karena sesungguhnya cahaya imanmu memadamkan kobaran apiku!"

Di Padang Mahsyar, para makhluk pucat mukanya dan malu karena amal jelek mereka akan dibeberkan di hadapan Allah swt. Setiap orang akan sibuk dengan urusannya sendiri dengan memasukkan jari-jari tangan kanannya ke sela-sela jari tangan kirinya. Keadaan mereka tersebar seperti belalang yang tersebar di bumi. Masing-masing orang dapat saling melihat keluarganya dan dapat saling mengenal, akan tetapi tidak berbicara. Mereka berjalan di Padang Mahsyar tidak beralas kaki dan dalam keadaan telanjang bulat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:

يُبْعَثُ النَّاسُ حُفَاةً عُرَاةً غَرْلاً قَدْ اَلْجَمَهُمُ الْعِرْقُ وَبَلَغَ شُحُوْمَ الآذَانِ

Manusia akan dibangkitkan dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang bulat, lagi tidak berkhitan. Keringat telah mengendalikan mereka dan keringat tersebut sampai di daun telinga.

Cabang iman 9 disebutkan dalam bait syair:

وَبِاَنَّ مَرْجِعَ مُسْـلِمٍ لِجِنَـانِهِ * وَبِاَنَّ مَرْجِـــعَ كَافِرٍ لِجَهَنَّمُ

Dan beriman bahwa sesungguhnya tempat kembali orang muslim adalah surganya, dan bahwa sesungguhnya tempat kembali orang kafir adalah neraka Jahanam".

Beriman bahwa sesungguhnya surga adalah tempat tinggal yang kekal bagi orang muslim; sedangkan neraka Jahanam adalah tempat tinggal yang kekal bagi orang kafir


Orang muslim adalah orang yang mati dalam keadaan beragama Islam, meskipun sebelumnya kafir. Orang-orang yang berbuat maksiat dapat tergolong orang muslim, sehingga tempat kembali dan tempat mereka yang kekal adalah surga. Jika mereka dimasukkan ke dalam neraka, mereka tidak kekal di dalamnya. Bahkan siksaan mereka tidak langgeng selama di dalam neraka; karena setelah masuk ke dalam neraka mereka akan mati sekejap yang hanya diketahui ukurannya oleh Allah swt dan mereka tidak hidup sehingga keluar dari neraka. Mati di sini maksudnya bahwa mereka itu tidak dapat merasakan siksa, dan bukan mati dengan keluar nyawa dari tubuhnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan orang kafir di sini ialah orang yang mati dalam keadaan kafir, meskipun dia hidup sepanjang umurnya dalam keadaan beriman. Termasuk juga orang yang sungguh-sungguh mempergunakan akal fikirannya, akan tetapi tidak dapat sampai kepada kebenaran sejati; sementara ia meninggalkan taklid yang diwajibkan baginya.

Anak-anak orang musyrik tidak termasuk kafir, bahkan mereka di dalam surga, menurut pendapat yang benar. Dalam hal kafir tidak ada perbedaan antara manusia dan jin.