Catatan Popular

Ahad, 29 Julai 2012

FUTUHUL GHAIB KE 13 SYAIKH ABDUL QADIR AL JILANI

AJARAN KETIGABELAS

SERAH DIRI DAN TAWAKKAL SEPENUHNYA KEPADA ALLAH

Janganlah kamu bersusah payah untuk mendapatkan keuntungan dan jangan pula kamu mencoba menghindarkan diri dari malapetaka. Keuntungan itu akan datang kepadamu jika memang sudah ditentukan oleh Allah untuk kamu, baik kamu sengaja untuk mencarinya maupun tidak. Malapetaka itupun akan datang menimpamu, baik kamu membencinya, maupun kamu mencoba menghindarkannya dengan doa dan shalat atau kamu menghadapinya dengan penuh kesabaran, karena hendak mencari keridhaan Allah.

Hendaklah kamu berserah diri dan bertawakal sepenuhnya kepada Allah di dalam segala hal, agar Dia memanifestasikan kerja-Nya melalui kamu. Jika kebaikan yang kamu dapati, maka bersyukurlah. Dan jika bencana yang menimpa kamu, maka bersabarlah dan kembalilah kepada Dia. Kemudian, rasakanlah keuntungan yang kamu dapati dari apa yang kamu anggap sebagai bencana itu, lalu tenggelamlah di dalam Dia melalui perkara itu sejauh kemampuan yang kamu miliki dengan cara keadaan rohani yang telah diberikan kepadamu. Dengan cara inilah kamu dinaikkan dari satu peringkat ke peringkat lainnya yang lebih tinggi dalam perjalanan menuju Allah, supaya kamu dapat mencapai Dia.

Kemudian kamu akan disampaikan kepada satu kedudukan yang telah dicapai oleh orang- orang shiddiq, para syuhada dan orang-orang saleh sebelum kamu. Dengan demikian kamu akan dekat dengan Allah, agar kamu dapat melihat kedudukan orang-orang sebelum kamu dengan menuju Raja Yang Maha Agung itu. Di sisi Tuhan Allah-lah kamu mendapatkan kesentosaan, keselamatan dan keuntungan. Biarlah bencana itu menimpa kamu dan jangan sekali-kali kamu mencoba menghindarkannya dengan doa dan shalatmu, dan jangan pula kamu merasa tidak senang dengan kedatangan bencana itu, karena panas api bencana itu tidak sehebat dan sepanas api neraka.

Telah diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya api neraka akan berkata kepada orang-orang yang beriman; ‘Lekaslah kamu pergi wahai orang-orang mu’min, karena cahayamu akan memadamkan apiku’”

Bukankah cahaya si Mu’min yang memadamkan api neraka itu serupa dengan cahaya yang terdapat padanya di dunia ini dan yang membedakan orang-orang yang ta’at kepada Allah dengan orang-orang yang durhaka kepada-Nya ? Biarkanlah cahaya itu memadamkan api bencana, dan biarkanlah kesabaranmu terhadap Tuhan itu memadamkan hawa panas yang hendak menguasai kamu.

Sebenarnya, bencana yang datang kepada kamu itu bukannya akan menghancurkan kamu, melainkan sebenarnya adalah akan menguji kamu, mengesahkan kesempurnaan iman kamu, menguatkan dasar kepercayaanmu dan memberikan kabar baik ke dalam batinmu. Allah berfirman, Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (QS 47:31)

Oleh karena itu, manakala kebenaran keimanan kamu telah terbukti dan kamu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak dan perbuatan Allah, dan dengan idzin Allah juga, maka hendaklah kamu tetap bersabar dan ridho serta patuh kepada-Nya. Janganlah kamu melakukan apa saja yang dilarang oleh Allah. Apabila perintah-Nya telah datang, maka dengarkanlah, perhatikanlah, bersegeralah melakukannya, senantiasalah kamu bergerak dan jangan bersikap pasif terhadap takdir dan perbuatan-Nya, tetapi pergunakanlah seluruh daya dan upayamu untuk melaksanakan perintahNya itu.

Sekiranya kamu tidak sanggup melaksanakan perintah itu, maka janganlah lalai untuk kembali menghadap Tuhan. Mohonlah ampunan-Nya dan memintalah dengan penuh merendahkan diri kepadaNya. Carilah sebab musabab mengapa kamu tidak sanggup melaksanakan perintah itu. Mungkin saja kamu tidak sanggup melaksanakan perintah itu lantaran kejahatan syak wasangka yang tedapat di dalam pikiranmu, atau kamu kurang bersopan santun di dalam mematuhi-Nya, atau kamu terlalu sombong dan bangga, atau kamu terlalu menggantungkan diri kepada daya dan upayamu sendiri, dan atau kamu menyekutukan Allah dengan dirimu atau mahluk. Akibat semua itu, kamu berada terlalu jauh dari Dia, membuatmu lupa untuk mematuhi Dia, kamu dijauhkan dari pertolongan-Nya, Dia murka kepadamu dan membiarkanmu asyik terlena dengan hal-hal keduniaan dan menuruti nafsu angkara murkamu. Tahukah kamu, bahwa semua itu menyebabkan kamu lupa kepada Allah dan menjauhkan kamu dari Dia yang menjadikan dan mengasuhmu serta memberimu rizki yang tiada terkira. Oleh karena itu waspadalah terhadap apa saja yang dapat menjauhkan kau dari Allah. Berhatihatilah terhadap apa saja selain Allah yang hendak memalingkan kamu dari Allah. Apa saja selain Allah bukanlah Allah. Karenanya, kamu jangan mengambil apa saja selain Allah lalu kamu membuang Allah, karena Allah menciptakan kamu itu hanya untuk mengabdi kepada-Nya saja. Maka janganlah kamu menganiaya dirimu sendiri dengan melupakan Allah dan perintah-Nya, karena hal ini akan menyeretmu masuk neraka yang bahan bakarnya terdiri atas manusia dan batu. Ketika itu kamu akan menyesal, sesal yang tiada berguna lagi. Tobat pada waktu itu sudah tidak berguna lagi. Merataplah dan menangislah, tetapi siapakah yang berdaya untuk menolongmu ? Kamu memohon ampun kepada Allah, tetapi Allah tidak menerima permohonanmu lagi ketika itu. Kemudian kamu berangan-angan hendak kembali lagi ke dunia untuk membetulkan ibadahmu kepada Allah, tetapi apa daya dunia sudah tidak ada lagi bagi kamu.

Kasihanilah diri kamu itu. Gunakanlah segala daya dan upayamu untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT. Gunakanlah apa saja yang telah diberikan Allah kepadamu, berupa ilmu, akal, kepercayaan dan cahaya kerohanian kamu untuk mengabdikan diri kepada Allah, agar kamu diliputi cahaya yang terang benderang dan tidak lagi berada di dalam kegelapan. Berpegang teguhlah kepada Allah dan hukum-hukum-Nya, dan mengembaralah kamu menuju Allah menurut aturan-aturan yang telah ditentukan oleh Allah. Dia-lah yang telah menciptakan dan memelihara kamu seta menjadikan kamu seorang manusia yang sempurna. Janganlah kamu mencari apa-apa yang tidak diperintahkanNya dan janganlah kamu mengatakan bahwa sesuatu itu buruk sebelum Dia mengharamkannya. Apabila telah terdapat keserasian antara kamu dengan Allah dan perintah-Nya, maka seluruh alam ini akan menghambakan diri kepada kamu. Dan apabila kamu menghindarkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah, maka semua perkara yang tidak diinginkan itu akan lari dari kamu di manapun juga kamu berada. Allah berfirman, Wahai manusia, Aku-lah Tuhan. Tidak ada Tuhan selain Aku. Jika Aku mengatakan kepada sesuatu, “Jadilah !” maka jadilah ia. Patuhlah kepada-Ku sehingga jika kamu mengatakan kepada sesuatu, “Jadilah !” maka jadilah ia.” Allah juga berfirman, “Wahai bumi, barangsiapa menghambakan dirinya kepada-Ku, maka berkhidmadlah engkau kepadanya. Dan barangsiapa menghambakan dirinya kepadamu, maka buatlah ia susah.” Demikianlah firman-firman Tuhan di dalam kitab-Nya.

Oleh karena itulah, jika datang larangan dari Allah, maka jadikanlah dirimu seolah-olah orang yang letih, lesu dan tiada berdaya; atau seperti tubuh yang tiada bersemangat, tiada berkehendak dan bernafsu, bebas dari dunia kebendaan, lepas dari nafsu-nafsu kebinatangan; atau bagaikan halaman rumah yang gelap gulita; dan atau seperti bangunan yang hendak roboh yang tidak berpenghuni. Hendaknya kamu menjadi seperti orang yang telah tuli, buta, bisu, sakit gigi, lumpuh, tidak bernafsu, tidak berakal dan badan kamu seolah-olah mati dan dibawa kabur.

Hendaklah kamu memperhatikan dan segera melaksanakan perintah-perintah Allah. Bencilah dan malaslah untuk melakukan apa-apa yang dilarang oleh Allah, beraksilah terhadapnya seperti orang mati dan serahkanlah bulat-bulat dirimu kepada Allah. Minumlah minuman ini, ambillah obat ini dan makanlah makanan ini, supaya kamu bebas dari nafsu-nafsu kebinatangan dan kesetanan, agar kamu sembuh dari penyakit dosa dan maksiat serta terlepas dari ikatan hawa nafsu. Semoga kamu mencapai kesehatan jiwa yang sempurna.

BUI LAGI ....SYARAH HIKAM IBN ATAI’ILLAH NO 4 VERSI IBN ABBAD

VERSI IBN ABBAD AL RUNDI

MENGATUR MERANCANG SEGALA SESUATU TERHADAP HAMBANYA

Menurut Kalam Hikmah ke 23 , Imam Ibnu Athaillah Askandary 
 
Istirehatkan diri anda dari perancangan, Jangan cuba untuk melakukan apa yang  telah dijalankan untuk anda.
Perancangan pada sebahagian orang untuk urusan duniawi mereka patut disalahkan. Ini adalah kerana Allah telah mengambil tanggungjawab untuk mereka dalam perkara ini. Beliau meminta mereka meluruskan hati mereka daripada melibatkan diri dalam menjalankan ibadat dan perkara-perkara yang Allah telah menjadikan mereka bertanggungjawab bagi-Nya.

Perancangan bermaksud bahawa dekri hamba untuk dirinya sendiri menyatakan bahawa dia akan berada dalam (berkenaan dengan kepentingannya perkara-perkara duniawi) mengikut hawa nafsunya dan wenangnya. Beliau juga merancang untuk apa yang difikirkannya patut ini termasuk keadaan rohani dan tindakan.

Dia juga menyediakan untuk ini dan memberi perhatian yang besar kepadanya. Perancangan ini adalah sukar dan membosankan  bahawa dia telah dipercepatkan untuk dirinya sendiri.

Ia mungkin bahawa kebanyakan apa yang dia dekri untuk dirinya sendiri tidak berlaku. Hasilnya, pendapat beliau [tentang Ilahi] menjadi hancur dan usaha beliau membazir. Kemudian, dia boleh jatuh ke dalam meninggalkan ibadah, menentang hukum-hukum ilahi, mempertikaikan mengenai takdir, dan mensia-siakan [tahun] hidupnya.

Semua ini menekan orang pintar untuk meninggalkan dan mengelakkan perancangan dan memotong kemampuan dan sebab-sebab kewujudan.

Diriwayatkan daripada Sahl ibn `Abdullah (Semoga Allah ra) berkata," Biarkan perancangan dan memilih (satu berbanding yang lain) kerana kedua-dua perkara ini menyusahkan kehidupan orang "

Sidi Abu Hasan al-Shadhili berkata, "Jika anda perlu merancang, bahawa merancang anda tidak akan terlibat dalam perancangan."

Perkara ini adalah jalan asas, ringkasan utama, dan keseluruhan. [Ucapan
ulama] mengenai perkara ini adalah panjang. Kami telah menghadkan diri kepada apa yang kita yang disebutkan di sini kerana penulis (Semoga Allah telah memberi rahmat kepadanya) menulis seluruh buku tentang perkara ini. Dia memanggil, al-Tanwir Fi Isqat al-Tadbir (pencerahan tentang meninggalkan perancangan), dan melakukan kerja yang cemerlang yang menulisnya. Beliau datang begitu dekat dengan perkara itu bahawa seseorang tidak memerlukan buku-buku lain [tentang subjek ini] di jalan. Setiap pengikut yang mulia ini perlu mendapatkan satu salinan.

SYARAH HIKAM IBN ATA'ILLAH NO 4 VERSI IBN AJIBAH

VERSI IBN AJIBAH MESIR
 
ALLAH MENGATUR SEGALA URUSAN

Menurut Kalam Hikmah ke 23 , Imam Ibnu Athaillah Askandary 
 
Berikan diri anda berehat daripada menguruskannya!  Apabila Allah melakukannya untuk anda,  anda tidak perlu mula melakukannya untuk diri anda!
 
Pengurusan (Tadbir)  bermaksud "melihat ke dalam perkara dan berakhir mereka". Syeikh Zarruq berkata,rmaksudnya "penentuan perkara-perkara yang akan berlaku pada masa hadapan yang ditakuti atau diharapkan, oleh penghakiman. Apabila yang disertai untuk akhirat, ia adalah satu niat yang baik. Apabila ia adalah semulajadi, ia adalah untuk selera, atau untuk dunia ini, ia adalah hasrat. "

Terdapat tiga jenis pengurusan: patut disalahkan, wajar dan dibenarkan.

Patut disalahkan ialah yang disertai dengan keazaman dan ketabahan, sama ada untuk agama atau dunia ini kerana ia kekurangan adab dan keletihan, Anda tidak akan mencapai dengan sendiri. Biasanya yang mana anda mula melakukan untuk diri sendiri tidak dibantu oleh angin takdir dan diikuti oleh peduli dan masalah.

Itulah sebabnya mengapa Ahmad ibn Masruq berkata, "Sesiapa yang meninggalkan pengurusan mempunyai yang lain."

Diriwayatkan daripada Sahl ibn 'Abdullah berkata, "Tinggalkan pengurusan dan pilihan. Mereka menyusahkan orang dalam kehidupan mereka."

Rasulullah, Allah merahmati beliau dan memberinya keamanan, berkata, "Allah jualah mudah dan selebihnya dalam keseronokan dan kepastian."

Shaykh ash-Shadhili berkata, "Jangan memilih mana-mana hal ehwal anda. Pilih untuk tidak memilih dan melarikan diri dari pilihan itu, dari penerbangan anda dan dari segala-galanya kepada Allah SWT. 'Tuhan kamu mencipta dan memilih apa yang Dia mahukan. (28:68) "

Dia juga berkata," Jika anda perlu mengurus, maka untuk tidak menguruskan. " Dikatakan bahawa sesiapa yang tidak menguruskan diuruskan. "

Syeikh ulama, Sidi Ali berkata, "Salah satu daripada sifat-sifat wali sempurna adalah bahawa dia hanya perlu yang ulamak telah menubuhkan beliau dalam masa ini," iaitu apa yang dia mahu sahaja isu-isu dari Kitab.

Bagi sebahagian yang diingini, ia adalah untuk menguruskan obligasi yang anda adalah tindakan yang bertanggungjawab dan sukarela yang disyorkan semasa kepercayaan kehendak dan peperiksaan kepada takdir. Ini dipanggil niat yang benar.

Nabi berkata, "niat orang mukmin adalah lebih baik daripada tindakannya." Beliau juga berkata, laporan yang diterima daripada Allah, "Apabila hamba Saya berhasrat untuk melakukan tindakan yang baik dan tidak melakukannya, saya menulis penuh tindakan baik untuk beliau."

Ini difahami dari kata-kata Sheikh, "Apabila orang lain melakukannya untuk anda, tidak anda mula melakukannya untuk diri sendiri." Ia adalah satu perbuatan ketaatan di mana tiada salahnya dalam menguruskan.

Itulah kenapa Ibrahim al-Khawwas berkata, "Semua pengetahuan yang terkandung di dalam dua kenyataan: 'Jangan membebankan diri anda dengan apa yang anda mempunyai cukup tidak membazirkan apa yang anda mencari'" "Jangan membebankan diri anda apa yang anda mempunyai cukup" adalah kategori pertama patut disalahkan dan "tidak membazir" merujuk kepada bahagian yang diingini.

Shaykh ash-Shadhili berkata, "Anda tidak mempunyai suara dalam semua pilihan dan langkah-langkah undang-undang Syariah. Mereka dipilih oleh Allah dan anda hanya mendengar dan taat. Ini adalah tempat pemahaman dan pengetahuan ilahi. Ia adalah bumi di mana turun pengetahuan realiti dari Allah untuk orang yang matang, "bermakna inteleknya matang, makrifatnya lengkap dan realiti adalah seimbang dengan Syariah.

Tetapi dia tidak perlu berehat dan menjadi terganggu dari Allah.Bahagian yang dibenarkan adalah pengurusan dalam hal-hal keduniaan atau semulajadi sementara kepercayaan kehendak dan penyiasatan apa jua takdir muncul tanpa bergantung kepada mana-mana itu.

Itu adalah apa yang difahami daripada kata-kata Nabi Allah merahmati beliau dan memberinya damai, "Pengurusan adalah separuh daripada kehidupan dengan syarat bahawa ia tidak berulang pada bila-bila masa selepas masa." Jumlah yang dibenarkan adalah bahawa ia melalui tengah-tengah seperti angin, memasuki satu sisi dan muncul dari yang lain. Ini adalah pengurusan oleh Allah, dan bahawa makrifat dicapai. Tanda oleh Allah ialah bahawa apabila bertentangan dengan apa yang dia menguruskan isu-isu dari takdir, beliau tidak sempit dan tidak kecewa.

Menyambut Salma dan pergi ke mana dia pergi.
Ikut angin nasib dan bertukar tempat mereka berpaling.

Kita baca di dalam at-Tanwir, "Ketahuilah bahawa perkara yang sama ada dicela atau dipuji oleh apa yang mereka membawa anda. Pengurusan patut disalahkan adalah apa yang boleh mengganggu perjalanan kamu dari Allah, membuat anda gagal untuk bangkit supaya menyembah Allah dan merosakkan tingkah laku anda dengan Allah Maha Terpuji pengurusan ialah bahawa yang akan membawa anda ke mendekatkan diri kepada Allah dan menghubungkan anda dengan keseronokan-Nya. " Lain perkataan beliau berurusan dengan pihak pengurusan dan beliau turut menulis sebuah buku mengenai dipanggil penerangan menjatuhkan Pengurusan. Ia adalah sangat baik.

Wali sempurna, Arishi Sidi Yaqut al-'berkata, "Semua apa yang saya kata yang terkandung di dalam dua ayat:Hanya ada apa yang Dia kehendaki.

Oleh itu, biarkanlah penjagaan anda dan meninggalkan mereka.Meninggalkan anda yang mengganggu perhatian anda dan anda akan berehat.
Terlibat dalam pengurusan dan pilihan menunjukkan kebodohan mata dalam, dan meninggalkan atau melakukan mereka oleh Allah menunjukkan pembukaan mata hati. Kemudian penulis menyebut satu lagi tanda yang jelas pembukaan atau kebodohan mata dalam:

SYARAH HIKAM ATAI’ILLAH 4 VERSI PONDOK (ALLAH SUDAH MENGATUR)

VERSI PONDOK PASENTREN

 ALLAH MENGATUR SEMUA URUSAN

Menurut Kalam Hikmah ke 4 , Imam Ibnu Athaillah Askandary 

Janganlah hatimu mengatur karena kamu tidak akan boleh mengurus urusan yang sudah diatur oleh Allah SWT.

Sebahagian orang menyangka bahwa hikmah di atas bertentangan dengan salah satu hikmah yang pernah dikemukakan oleh Ibnu 'Athaillah.
Tetapi pada hakikatnya antara kedua hikmah tersebut tidak ada pertentangan, bahkan keduanya adalah dua hal yang selaras dan saling melengkapi.
Bila di pandang dari pengertian dan sumbernya, maka di antara melakukan asbab dan mengatur urusan dengan hati (Sadar) terdapat perbezaan yang ketara. Perbezaan itu adalah:

Melakukan asbab adalah suatu usaha yang dilakukan oleh anggota badan dengan sungguh-sungguh, seperti halnya orang mencari nafkah dengan cara pergi ke pasar untuk berdagang, orang mencari ilmu dengan cara belajar, orang mendatangi dokter atau pergi ke rumah sakit untuk berobat, orang manjauhi hal-hal yang bisa menimbulkan bahaya, dan lain-lain.

Sedangkan tadbir adalah suatu pekerjaan berfikir dan keadaan akal seperti seseorang merencanakan keuntungan dari dagangannya, merencanakan kesuksesannya, merencanakan kesembuhannya penyekitnya, merncanakan keselamatannya, dan lain-lain.

Didalam hal ini asbab berada pada pengawasan dan pengaturan, dan akalnya adalah kunci dari kesuksesan dan sumber pengaturannya.
Melakukan asbab sumbernya adalah anggota badan dan hal ini sangat dianjurkan dan disenangi oleh syara'.
Sedangkan tadabbur, sumbernya adalah hati dan akal. Hal ini sangat di larang dan dibenci oleh syara'.

Kedua hal ini bila dikendalikan dengan selaras maka akan mewujudkan kaedah kehidupan yang Islami pada pribadi seorang muslim. Dia akan pergi ke pasar untuk melakukan asbab dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Apabila ada orang mendatanginya dan bertanya; "Apa yang engkau harapkan dari pekerjaan dan kesungguhanmu ini?". Maka dia akan menjawab dengan mantap: "Ini adalah kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah kepadaku, aku melakukannya sesuai dengan cara yang telah ditentukan syari'at". Dan bila orang tersebut bertanya lagi: "Apa yang akan diberikan oleh Allah atas imbalan dari pekerjaanmu ini?", maka dia akan menjawab dengan tenang : "Itu semuanya sudah diatur oleh Allah SWT dan aku pasrah atas qadla'-Nya sera ridla atas semua keputusan-Nya".

Ini adalah kaedah kehidupan Islam yang diingatkan oleh Ibnu 'Atha'illah di dalam sebuah kalam hikmahnya yang bermakna "Melakukan asbab-asbab sesuai dengan syari'at dan pasrah terhadap keputusan dan pengaturan Allah SWT.

Metode ini sebenarnya pernah diamalkan oleh panutan kita Nabi Muhammad SAW. Kita bisa mempelajarinya dari perjalanan beliau saat hijrah dari Makkah Al-Mukarramah menuju ke Madinah Al-Munawwarah yang ditemani oleh sahabat beliau yang sangat setia yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq ra.

Pada waktu hijrah, beliau melakukan asbab-asbab sehingga seolah-olah diyakini bahwa hal ini adalah sebuah syarat yang harus dilakukan untuk mencapai kesuksesan dan keselamatannya.
Nabi Muhammad SAW di dalam permulaan hijrahnya keluar dari rumah dengan sembunyi-sembunyi. Beliau meninggalkan Ali bin Abi Thalib ra. dalam keadaan tidur diranjangnya, sampai-sampai orang-orang musyrik menyangka bahwa yang tidur di ranjang adalah Rasulullah SAW, dan akhirnya mereka tidak bisa mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW, lalu Abu Bakar Ash-Shiddiq menyuruh pembantunya yang bernama Amir bin Fuhairah untuk membuntuti jejak mereka berdua agar bisa menghapus bekas-bekas langkah kaki mereka berdua.

Kemudian mereka berdua sampai di gua Tsur dan bermukim di sana sampai tiga hari. Pada waktu itu beliau mengadakan akad ijarah (menyewa) dengan selaku seorang musyrik yang bisa dipercaya. Orang tersebut bernama Abdullah bin Arkqath. Dia di sana untuk menunjukkan jalan yang aman agar sampai di kota Madinah Al-Munawwarah dengan selamat. Ini semua adalah contoh-contoh melakukan asbab yang sempurna.

Di tengah-tengah persembunyian beliau di gua Tsur, tiba-tiba ada segerombolan orang-orang musyrik yang smpai di depan gua. Lubang gua pun mereka awasi dan perhatikan. Namun, di lubang gua tersebut terdapat laba-laba dan burung bersemayam di situ, sehingga mereka tidak mengintai ke dalam gua. Pada waktu itu Abu Bakar Ash-Shiddiq sangat khawatir dan beliau membisikkan di telinga Nabi Muhammad SAW sembari berkata "Seandainya salah satu dari mereka melihat ke bawah telapak kakinya maka dia akan melihat kita", lalu Rasulullah SAW menjawabnya dengan tenang "Yang kamu sangka dua orang, maka Allah adalah yang ketiga". Ini adalah bentuk tawakkal dan pasrah atas qadla' dan pengaturan Allah SWT.
Peristiwa ini telah di nash di dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah, ayat 40:

Ertinya :Jikalau kamu tidak menolomgnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (Musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang keduanya berada dalam gua (Tsur), di waktu dia berkata kepadanya "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita".

Maka Allah menurunkan ketenangannya kepada Muhammad dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimah Allah-lah yang tinggi. Dan Allah Maha Perkasa lagi Bijaksana.

Ketika Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra keluar dari gua Tsur dan meneruskan perjalanannya, tiba-tiba datanglah suraqah dengan menunggang kuda. Dia mengejar Rasulullah SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, dengan tujuan jelek yaitu ingin membunuh Nabi Muhammad karena tergiur dengan hadiah yang akan di berikan oleh orang-orang musyrik.

Saat itu Abu Bakar ra terus menoleh ke belakang dan mengkhawatirkan keadaan Rasulullah SAW yang terus melanjutkan perjalanan dengan tenang tanpa menoleh sedikitpun. Dan beliau membaca Al-Qur'an dengan tenang dan yakin atas perlindungan Allah SWT. Ini adalah contoh meninggalkan sifat mengatur (Tadabbur) dan berpegang pada pengaturan Allah SWT.

Beliau melakukan asbab-asbab dengan tenang dan sesuai dengan syari'at, karena mematuhi perintah-perintah Allah SWT, kemudian beliau melupakannya dan menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT dan juga disertai kepercayaan yang sempurna atas kebijaksanaan, rahmat dan taufiq dari-Nya.
Jadi, ini semua bisa menjadi dalil kenabian yang menjelaskan makna hikamah yang dikemukakan oleh Ibnu 'Atha'illah yaitu: "Janganlah hatimu mengatur urusan yang sudah diatur oleh Allah SWT". Dan juga menjelaskan keselarasan hikmah ini dengan hikmah lain yang diungkapkan oleh Ibnu 'Atha'illah yang bermakna "Keinginanmu pada makam asbab adalah menuruti hawa nafsu yang samar".
Contoh lain yang menjelaskan hikamah ini adalah sebuah hikayah (cerita) tentang Ali bin Hasan ra. Diceritakan bahwa beliau adalah seorang pedagang di pasar. Beliau memiliki dagangan yang sangat banyak. Bila waktu shalat tiba maka beliau meninggalkan dagangannya dan menuju ke masjid untuk mengerjakan shalat.
Pada suatu hari ketika beliau sedang shalat di masjid tiba-tiba datang seseorang yang mengabarinya bahwa api sedang berkobar di pasar dan mulai membakar barang dagangannya, tetapi beliau tidak memperdulikan berita tersebut dan beliau terus menjalankan shalatnya dengan menghadap Allah SWT, lalu dzikir-dzikir seprti hari-hari biasa. Kemudian beliau baru menuju ke pasar dengan hati tenang dan tentram.
Lihatlah bagaimana Ali bin Hasan ra melakukan asbab, beliau bersungguh-sungguh dalam mencari nafaqah dengan cara berdagang di pasar karena hal ini termasuk salah satu tugas yang di bebankan Allah kepada hamba-hambanya.
Kemudian lihatlah bagaimana beliau menghilangkan sifat tadbir dan menyerahkan semua pengeturan kepada Allah SWT. Tatkala beliau selesai melakukan tugas yang dibebankan padanya maka beliau menghadap pada tugas yang lebih mulia yang menjadi tujuan utama Allah menciptakan manusia yaitu beribadah kepada-Nya.
Beliau tidak menoleh dan memperdulikan asbab ketika telah berpindah pada ruang lingkup makam tajrid. Bahkan beliau bertawakkal dan menyerahkan semua pengaturan dan hasil-hasil asbab kepada Allah SWT.
Pembuangan sifat tadbir ini bisa dihasilkan karena adanya kemantapan hati bahwa seseorang tidak akan bisa memberi pengaruh terhadap asbab-asbab yang dia lakukan. Dan adanya keyakinan bahwa semua peristiwa yang terjadi tidak akan berjalan kecuali sudah menjadi keputusan Allah SWT. Maka dari itu tidak ada gunanya katika seseorang bersedih atau tergoncang jiwanya sehingga dia berpaling dari Allah SWT Dzat yang memeberi rizqi dan mengatur semua hal itu.
Mungkin ada sebagian orang yang bertanya "Mengapa Ali bin Hasan ra. tidak meninggalkan ibadahnya ketika api sedang membakar pasar? dan mengapa tidak menyelamatkan dagangannya?, padahal ketika ada seseorang sedang menuju shalat kerahnya maka dia harus mempercepat shalatnya dengan melakukan hal-hal yang fardlu saja tanpa melakukan hal-hal yang sunnah di dalam shalat".
Adapun jawabannya adalah sebagai berikut, seandainya beliau menuju hal-hal yang berbau duniawi maka beliau harus menyerahkan tenaganya untuk melakukan asbab yang bisa menjaga dagangannya dan berda pada makam asbab. Padahal telah kita ketahui bahwa pada saat itu beliau sudah berpindah untuk mengerjakan hak-hak Allah yang lebih mulia dan beliau telah selesai melakukan tugasnya di maqam asbab dan beralih pada kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah SWT. Jadi tidak ada hal yang menuntut beliau utuk perpaling dari kewajiban-kewajiban tersebut ketika sedang dikerjakan lebih-lebih manghdap pada hal-hal yang bersifat duniawi setelah ditinggalkan.

Jumaat, 27 Julai 2012

SYARAH HIKAM ATA’ILLAH NO 4: ALLAH S.W.T MENGATUR SEGALA URUSAN

VERSI TO’ FAKIR AN NASIRIN

ALLAH S.W.T MENGATUR SEGALA URUSAN

TENANGKAN HATIMU DARI URUSAN TADBIR KERANA APA YANG DIATUR OLEH SELAIN-MU TENTANG URUSAN DIRIMU, TIDAK PERLU ENGKAU CAMPUR TANGAN.
Kita bertauhid melalui dua cara, pertama bertauhid dengan akal dan keduanya bertauhid dengan hati. Bidang akal ialah ilmu dan liputan ilmu sangat luas, bermula dari pokok kepada dahan-dahan dan seterusnya kepada ranting-ranting. Setiap ranting ada hujungnya, iaitu penyeleaiannya. Ilmu bersepakat pada perkara pokok, bertolak ansur pada cabangnya dan berselisih pada rantingnya atau penyelesaiannya. Jawapan kepada sesuatu masalah selalunya berubah-ubah menurut pendapat baharu yang ditemui. Apa yang dianggap benar pada mulanya dipersalahkan pada akhirnya. Oleh sebab sifat ilmu yang demikian orang awam yang berlarutan membahas tentang sesuatu perkara boleh mengalami kekeliruan dan kekacauan fikiran. Salah satu perkara yang mudah mengganggu fikiran ialah soal takdir atau Qadak dan Qadar. Jika persoalan ini diperbahaskan hingga kepada yang halus-halus seseorang akan menemui kebuntuan kerana ilmu tidak mampu mengadakan jawapan yang konkrit. Qadak dan Qadar diimani dengan hati. Tugas ilmu ialah membuktikan kebenaran apa yang diimani. Jika ilmu bertindak menggoyangkan keimanan maka ilmu itu harus disekat dan hati dibawa kepada tunduk dengan iman. Kalam Hikmat keempat di atas membimbing ke arah itu agar iman tidak dicampur dengan keraguan.

Selama nafsu dan akal menjadi hijab, beriman kepada perkara ghaib dan menyerah diri secara menyeluruh tidak akan dicapai. Qadak dan Qadar termasuk dalam perkara ghaib. Perkara ghaib disaksikan dengan mata hati atau basirah. Mata hati tidak dapat memandang jika hati dibungkus oleh hijab nafsu. Nafsu adalah kegelapan, bukan kegelapan yang zahir tetapi kegelapan dalam keghaiban. Kegelapan nafsu itu menghijab sedangkan mata hati memerlukan cahaya ghaib untuk melihat perkara ghaib. Cahaya ghaib yang menerangi alam ghaib adalah cahaya roh kerana roh adalah urusan Allah s.w.t. Cahaya atau nur hanya bersinar apabila sesuatu itu ada perkaitan dengan Allah s.w.t.
Allah adalah cahaya bagi semua langit dan bumi. 
( Ayat 35 : Surah an-Nur )

Dialah Yang Maha Tinggi darjat kebesaran-Nya, yang mempunyai Arasy (yang melambangkan keagungan dan kekuasaan-Nya); Ia memberikan wahyu darihal perintah-Nya kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya (yang telah dipilih menjadi Rasul-Nya), supaya Ia memberi amaran (kepada manusia) tentang hari pertemuan, - 
( Ayat 15 : Surah al-Mu’min )
 
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (wahai Muhammad) – Al-Quran sebagai roh (yang menghidupkan hati) dengan perintah Kami; engkau tidak pernah mengetahui (sebelum diwahyukan kepadamu); apakah Kitab (Al-Quran) itu dan tidak juga mengetahui apakah iman itu; akan tetapi Kami jadikan Al-Quran: cahaya yang menerangi, Kami beri petunjuk dengannya sesiapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) adalah memberi petunjuk dengan Al-Quran itu ke jalan yang lurus, - Iaitu jalan Allah yang memiliki dan menguasai yang ada di langit dan yang ada di bumi. Kepada Allah jualah kembali segala urusan. 
( Ayat 52 & 53 : Surah asy-Syura )

Apabila cahaya roh berjaya menghalau kegelapan nafsu, mata hati akan menyaksikan yang ghaib. Penyaksian mata hati membawa hati beriman kepada perkara ghaib dengan sebenar-benarnya.

Allah s.w.t telah menghamparkan jalan yang lurus kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Dia berfirman:
Pada hari ini, Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu, dan Aku cukupkan nikmat-Ku kepada kamu, dan Aku telah redakan Islam itu menjadi agama untuk kamu. 
( Ayat 3 : Surah al-Maa’idah )
 
Umat Islam adalah umat yang paling bertuah kerana Allah s.w.t telah menyempurnakan nikmat-Nya ke atas mereka dengan mengurniakan Islam. Allah s.w.t menjamin juga bahawa Dia reda menerima Islam sebagai agama mereka. Jaminan Allah s.w.t itu sudah cukup bagi mereka yang menuntut keredaan Allah s.w.t untuk tidak menoleh ke kiri atau ke kanan, sebaliknya terus berjalan mengikut landasan yang telah dibina oleh Islam. Islam adalah perlembagaan yang lengkap mencakupi semua aspek kehidupan baik yang zahir mahupun yang batin. Islam telah menjelaskan apa yang mesti dibuat, apa yang mesti tidak dibuat, bagaimana mahu bertindak menghadapi sesuatu dan bagaimana jika tidak mahu melakukan apa-apa. Segala peraturan dan kod etika sudah dijelaskan dari perkara yang paling kecil hingga kepada yang paling besar. Sudah dijelaskan cara beribadat, cara berhubungan sesama manusia, cara membahagikan harta pusaka, cara mencari dan membelanjakan harta, cara makan, cara minum, cara berjalan, cara mandi, cara memasuki jamban, cara hukum qisas cara melakukan hubungan kelamin, cara menyempurnakan mayat dan semua aspek kehidupan diterangkan dengan jelas.

Umat Islam tidak perlu bertengkar tentang penyelesaian terhadap sesuatu masalah. Segala penyelesaian telah dibentangkan, hanya tegakkan iman dan rujuk kepada Islam itu sendiri nescaya segala pertanyaan akan terjawab. Begitulah besarnya nikmat yang dikurniakan kepada umat Islam. Kita perlulah menjiwai Islam untuk merasai nikmat yang dikurniakan itu. Kewajipan kita ialah melakukan apa yang telah Allah s.w.t aturkan sementara hak mengatur atau mentadbir adalah hak Allah s.w.t yang mutlak. Jika terdapat peraturan Allah s.w.t yang tidak dipersetujui oleh nafsu kita, jangan pula melentur peraturan tersebut atau membuat peraturan baharu, sebaliknya nafsu hendaklah ditekan supaya tunduk kepada peraturan Allah s.w.t. Jika pendapat akal sesuai dengan Islam maka yakinilah akan kebenaran pendapat tersebut, dan jika penemuan akal bercanggah dengan Islam maka akuilah bahawa akal telah tersilap di dalam perkiraannya. Jangan memaksa Islam supaya tunduk kepada akal semasa yang akan berubah pada masa yang lain, tetapi tundukkan akal kepada apa yang Tuhan kata yang kebenarannya tidak akan berubah sampai bila-bila.

Orang yang mengamalkan tuntutan Islam disertai dengan beriman kepada Qadak dan Qadar, jiwanya akan sentiasa tenang dan damai. Putaran roda kehidupan tidak membolak-balikkan hatinya kerana dia melihat apa yang berlaku adalah menurut apa yang mesti berlaku. Dia pula mengamalkan kod yang terbaik dan dijamin oleh Allah s.w.t. Hatinya tunduk kepada hakikat bahawa Allah s.w.t yang mentadbir sementara sekalian hamba berkewajipan taat kepada-Nya, tidak perlu masuk campur dalam urusan-Nya.

Mungkin timbul pertanyaan apakah orang Islam tidak boleh menggunakan akal fikiran, tidak boleh mentadbir kehidupannya dan tidak boleh berusaha membaiki kehidupannya? Apakah orang Islam mesti menyerah bulat-bulat kepada takdir tanpa tadbir?

Allah s.w.t menceritakan tentang tadbir orang yang beriman:

Maka Yusuf pun mulailah memeriksa tempat-tempat barang mereka, sebelum memeriksa tempat barang saudara kandungnya (Bunyamin), kemudian ia mengeluarkan benda yang hilang itu dari tempat simpanan barang saudara kandungnya. Demikianlah Kami jayakan rancangan untuk (menyampaikan hajat) Yusuf. Tidaklah ia akan dapat mengambil saudara kandungnya menurut undang-undang raja, kecuali jika dikehendaki oleh Allah. (Dengan ilmu pengetahuan), Kami tinggikan pangkat kedudukan sesiapa yang Kami kehendaki; dan tiap-tiap yang berilmu pengetahuan, ada lagi di atasnya yang lebih mengetahui. 
(Ayat 76 : Surah Yusuf )

Dan kepunyaan-Nya jualah kapal-kapal yang berlayar di lautan laksana gunung-ganang. 
(Ayat 24 : Surah ar-Rahmaan )

Nabi Yusuf a.s, dengan kepandaiannya, mengadakan muslihat untuk membawa saudaranya, Bunyamin, tinggal dengannya. Kepandaian dan muslihat yang pada zahirnya diatur oleh Nabi Yusuf a.s tetapi dengan tegas Allah s.w.t mengatakan Dia yang mengatur muslihat tersebut dengan kehendak dan kebijaksanaan-Nya. Kapal yang pada zahirnya dibina oleh manusia tetapi dengan tegas Allah s.w.t mengatakan kapal itu adalah kepunyaan-Nya. Ayat-ayat di atas memberi pengajaran mengenai tadbir yang dilakukan oleh manusia.

Rasulullah s.a.w sendiri menganjurkan agar pengikut-pengikut baginda s.a.w mentadbir kehidupan mereka. Tadbir yang disarankan oleh Rasulullah s.a.w ialah tadbir yang tidak memutuskan hubungan dengan Allah s.w.t, tidak berganjak dari tawakal dan penyerahan kepada Tuhan yang mengatur pentadbiran dan perlaksanaan. Janganlah seseorang menyangka apabila dia menggunakan otaknya untuk berfikir maka otak itu berfungsi dengan sendiri tanpa tadbir Ilahi. Dari mana datangnya ilham yang diperolehi oleh otak itu jika tidak dari Tuhan? Allah s.w.t yang membuat otak, membuatnya berfungsi dan Dia juga yang mendatangkan buah fikiran kepada otak itu. Tadbir yang dianjurkan oleh Rasulullah s.a.w ialah tadbir yang sesuai dengan al-Quran dan as-Sunah. Islam hendaklah dijadikan penapis untuk mengasingkan pendapat dan tindakan yang benar dari yang salah. Islam menegaskan bahawa sekiranya tidak kerana daya dan upaya dari Allah s.w.t, pasti tidak ada apa yang dapat dilakukan oleh sesiapa pun. Oleh yang demikian seseorang mestilah menggunakan daya dan upaya yang dikurniakan Allah s.w.t kepadanya menurut keredaan Allah s.w.t. Seseorang hamba Allah s.w.t tidak sepatutnya melepaskan diri dari penyerahan kepada Allah Yang Maha Mengatur. Apabila apa yang diaturkannya berjaya menjadi kenyataan maka dia akui bahawa kejayaan itu adalah kerana persesuaian aturannya dengan aturan Allah s.w.t. Jika apa yang diaturkannya tidak menjadi, diakuinya bahawa aturannya wajib tunduk kepada aturan Allah s.w.t dan tidak menjadi itu juga termasuk di dalam tadbir Allah s.w.t. Hanya Allah s.w.t yang berhak untuk menentukan. Allah s.w.t Berdiri Dengan Sendiri, tidak ada sesiapa yang mampu campur tangan dalam urusan-Nya.



Rabu, 25 Julai 2012

TOKOH SUFI ABDULLAH AL MUBARAK 7: KISAH DENGAN SI BUTA

Pada kesempatan lain, Al-Mubarak melewati sebuah daerah yang penduduknya sudah mengenal kesalehannya. Mendengar kabar kedatangan Al-Mubarak itu warga berduyun-duyun menyambutnya. Seorang anak muda mengabarkan hal itu kepada seorang buta, “Mintalah kepadanya segala sesuatu yang engkau butuhkan.”
 Si buta pun menunggu di depan rumahnya. “Beri tahu aku kalau Al-Mubarak sudah melintas di depan rumah,” katanya kepada si pemuda. Tak lama kemudian, ia mendengar langkah seseorang, “Dialah Al-Mubarak, bisik si pemuda kepada si buta.
 “Wahai Al-Mubarak, berhentilah sejenak!” seru si buta. “Bolehkah engkau menolongku? Berdoalah kepada Allah SWT untuk mengembalikan penglihatanku ini,” pintanya. Sejenak Al-Mubarak menundukkan kepala lalu berdoa. Beberapa saat kemudian, si buta bisa melihat kembali. “Demi Allah, aku tidak akan melupakan jasamu,” kata si buta terhairan-hairan dan tak henti-hentinya bersyukur.

TOKOH SUFI ABDULLAH AL MUBARAK 6: KEASYIKAN CINTANYA

Dikisahkan pada suatu hari, Abdullah Al-Mubarak muda tengah tergila-gila kepada seorang gadis. Ia pun terus menerus dirundung gundah gulana yang sangat dalam. Ia memuja dan mendambakan kekasih hatinya. Setiap detik selalu teringat si jantung hati.
Suatu malam, di musim dingin, ia berdiri di bawah jendela kamar sang kekasih, menunggu sang pujaan. Ia rela berlama-lama di situ sekedar untuk menatapnya walau hanya sekejap. Butiran-butiran salju yang membasahi bajunya tak membuatnya gentar, ia tetap saja termangu sepanjang malam, menunggu si pujaan hati menampakkan parasnya.
Sesaat terdengar alunan azan yang memecah keheningan hari yang beranjak menjadi malam. Dingin dan senyap. Tapi justru saat itulah cintanya melampaui ruang dan waktu. Mengalahkan dinginnya malam. Tak terasa ia sudah berjam-jam terpaku di sana. Dan ketika terdengar lagi alunan azan membelah keheningan malam. Ia mengira waktu sudah masuk Isya, tapi beberapa saat kemudian sang surya mulai menampakkan diri, dan cahayanya memancar ke segala penjuru bumi.
Saat itulah ia baru sedar betapa ia sudah begitu terlena gara-gara mendambakan asmara. Dan tiba-tiba ia pun menyesal karena telah menyia-nyiakan waktu untuk sesuatu yang tidak bermanfaat.
 “Wahai putra Mubarak yang tak tahu malu! Di malam yang begitu dingin engkau dapat tegak terpaku sampai pagi hari hanya untuk memuaskan hasrat peribadimu. Tapi bila seorang imam membaca surah yang panjang, engkau malah gelisah bahkan kesal,” begitu bisik hatinya.
Maka sejak saat itu ia merasa seakan-akan telah mendapatkan cahaya Ilahi yang menyejukkan hati, dan sejak itu pula ia bertobat dan menyibukkan diri dengan beribadah kepada Allah SWT. Tidak ada waktu luang yang tak diisinya dengan ibadah. Suatu hari, ketika memasuki taman di sekitar rumahnya, ibunya melihat anaknya itu sedang tertidur di bawah serumpun bunga mawar, sementara seekor ular dengan bunga di mulutnya mengusir lalat yang hendak mengusik pemuda alim dan saleh itu.
Nama lengkap pemuda itu Abu Abdurrahman Abdullah bin Al-Mubarak Al-Handhali Al-Marwadhi. Ia lahir di Merv, Persia (Iran) pada 118 H / 736 M dari seorang ayah keturunan Turki dan ibu berdarah Persia.
Setelah bertobat, Abdullah bin Al-Mubarak meninggalkan Merv untuk berguru pada beberapa Syekh di Baghdad dan Mekah. Beberapa tahun kemudian ia pulang kembali ke Merv, disambut oleh warga kota dengan sangat hangat. Ia memang sosok ulama yang dapat diterima oleh semua kalangan, khususnya dua kelompok yang selalu bersilang pendapat: kelompok Sunnah dan Kelomok fikih.
Di kota kelahirannya itu, ia mendirikan dua sekolah tinggi, yang satu untuk golongan Sunnah dan satu lagi untuk golongan Fikih.
Belakangan ia kembali ke Hijaz dan Mekah dan menetap untuk kedua kalinya. Di Mekah selain menunaikan ibadah haji, juga berdagang, keuntungannya selalu ia bagikan kepada para pengikutnya dan fakir miskin. Ia biasa membagi-bagikan kurma kepada orang-orang miskin dan menghitung biji kurma yang mereka makan. Mereka yang makan kurma yang paling banyak diberi hadiah satu dirham untuk setiap biji.
 Al-Mubarak dikenal sebagai manusia yang selalu menjaga setiap amal perbuatannya dan selalu berusaha menjaga kesalehan.
 Suatu ketika ia bepergian dari Merv ke Damaskus hanya untuk mengembalikan sepucuk pena yang ia pinjam dari sahabatnya, yang ia lupa mengembalikannya. Di lain waktu ia pergi ke masjid untuk shalat, sementara kudanya yang mahal ia tambatkan di depan masjid. Setelah shalat, kudanya hilang.
 Ia pun bertanya kepada seseorang di pelataran masjid, “Apakah engkau melihat kudaku?” jawab orang itu, “Tadi kulihat kudamu menerobos ke sebidang ladang Gandum.”
 Ia pun lalu meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki. Dalam hati ia bergumam, “Kudaku pernah mengganyang gandum di kebun orang, biarlah si kuda itu diambil si pemilik kebun sebagai pengganti dari gandum yang dimakannya.”

TOKOH SUFI ABDULLAH AL MUBARAK 5 : KISAH TUKANG KASUT DAN HAJI MABRURNYA

Adalah ulama Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali al Marwazi ulama terkenal di makkah yang menceritakan riwayat ini. Suatu ketika,setelah selesai menjalani salah satu amalan haji, ia beristirahat dan tertidur.
Dalam tidurnya ia bermimpi melihat dua malaikat yang turun dari langit. Ia mendengar percakapan mereka
“Berapa banyak yang datang tahun ini?” tanya malaikat kepada malaikat lainnya.
“tujuh ratus ribu,” jawab malaikat lainnya.
“Berapa banyak mereka yang ibadah hajinya diterima?”
“Tidak satu pun”
Percakapan ini membuat Abdullah gemetar. “Apa?” ia menangis dalam mimpinya. “Semua orang-orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia-sia?”
Sambil gemetar, ia melanjutkan mendengar cerita kedua malaikat itu.
“Namun ada seseorang, yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni . Berkat dia seluruh haji mereka diterima oleh Allah.”
“Adakah begitu”
“Itu Kehendak Allah”
“Siapa orang tersebut?”
“Sa’id bin Muhafah, tukang kasut di kota Damsyiq (damaskus sekarang)”
Mendengar ucapan itu, ulama itu langsung terbangun.
Sepulang haji, ia tidak langsung pulang kerumah, Tapi langsung menuju kota Damaskus, Siria. Sampai disana ia langsung mencari tukang sol sepatu yang disebut Malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang kasut ditanya, apa memang ada tukang kasut yang namanya Sa’id bin Muhafah.
“Ada, ditepi bandar” Jawab salah seorang tukang kasut sambil menunjukkan arahnya. Sesampai di sana ulama itu menemukan tukang kasut yang berpakaian lusuh,
“Benarkah anda bernama Sa’id bin Muhafah?” tanya Ulama itu
“Betul, siapa tuan?”
“Aku Abdullah bin Mubarak”
Said pun terharu, tuan adalah ulama terkenal, ada apa mendatangi saya?”
Sejenak Ulama itu kebingungan, dari mana ia memulai pertanyaanya, akhirnya iapun menceritakan perihal mimpinya.
“Saya ingin tahu, adakah sesuatu yang telah anda perbuat, sehingga anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur?”
“Wah saya sendiri tidak tahu!”
“Coba ceritakan bagaimana kehidupan anda selama ini

Maka Sa’id bin Muhafah bercerita.
“Setiap tahun, setiap musim haji, aku selalu mendengar
Labbaika Allahumma labbaika.
Labbaika la syarika laka labbaika.
Innal hamda wanni’mata laka wal mulka.
laa syarika laka.
Ya Allah, aku datang karena panggilanMu.
Tiada sekutu bagiMu.
Segala ni’mat dan puji adalah kepunyanMu dan kekuasaanMu.
Tiada sekutu bagiMu.
Setiap kali aku mendengar itu, aku selalu menangis
Ya allah aku rindu Mekah
Ya Allah aku rindu melihat kabah
Izinkan aku datang…..ijinkan aku datang ya Allah

Oleh karena itu, sejak puluhan tahun yang lalu setiap hari saya menyisihkan wang dari hasil kerja saya, sebagai tukang kasut. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan.
Akhirnya pada tahun ini, saya punya 350 dirham, cukup untuk saya berhaji
“Saya sudah siap berhaji”
“Tapi anda batal berangkat haji”
“Benar”
“Apa yang terjadi?”
“Isteri saya hamil, dan sering mengindam . Waktu saya hendak berangkat saat itu dia ngidam berat”
“Suami ku, engkau mencium bau masakan yang nikmat ini?
“ ya sayang”
“Cobalah kau cari, siapa yang masak sehingga baunya nikmat begini. Mintalah sedikit untukku”
Tuan, lalu sayapun mencari sumber bau masakan itu. Ternyata berasal dari rumah usang yang hampir runtuh.
Di situ ada seorang janda dan enam anaknya.
Saya beritahu padanya bahwa isteri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit.
Janda itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya
Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan “ tidak boleh tuan”
“Dijual berapapun akan saya beli”
“ Makanan itu tidak dijual, tuan” katanya sambil berlinang mata .Akhirnya saya tanya kenapa? Sambil menangis, janda itu berkata “daging ini halal untuk kami dan haram untuk tuan” katanya.
Dalam hati saya: Bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita sama-sama muslim? Karena itu saya mendesaknya lagi “Kenapa?”
“Sudah beberapa hari ini kami tidak makan. Di rumah tidak ada makanan. Hari ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk dimasak.
“Bagi kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakannya kami akan mati kelaparan.” Namun bagi Tuan, daging ini haram”.
Mendengar ucapan tersebut spontan saya menangis, lalu saya pulang.
Saya ceritakan kejadian itu pada isteriku, dia pun menangis,
Kami akhirnya memasak makanan dan mendatangi rumah janda itu
“ Ini masakan untuk mu”
Wang peruntukan Haji sebesar 350 dirham pun saya berikan pada mereka.” Pakailah wang ini untuk kamu sekeluarga. Gunakan untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi”

Ya Allah……… disinilah Hajiku

Ya Allah……… disinilah Mekahku.

Mendengar cerita tersebut Abdullah bin Mubarak tak dapat menahan air mata.

“Kalau begitu engkau memang patut mendapatkannya”

 
Dalam versi lain, ulama itu adalah Hasan Al-Basyri , ulama mesir terkenal. Namun saya lebih mempercayai ulama ini bernama Abdullah bin Mubarak karena riwayatnya yg lebih jelas. Ia lahir pada tahun 118 H/736 M. Ia adalah seorang ahli Hadits yang terkemuka. Ia sangat ahli di dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, antara lain di dalam bidang gramatika dan kesusastraan. Ia adalah seorang saudagar kaya yang banyak memberi bantuan kepada orang-orang miskin. Ia meninggal dunia di kota Hit yang terletak di tepi sungai Euphrat pada tahun 181 H/797. Allah yang lebih tahu.
Dalam riwayat lain tukang sepatu ini bernama Ali bin Mowaffaq.

TOKOH SUFI ABDULLAH AL MUBARAK 4: KISAH ABDULLAH AL MUBARAK DENGAN FUDHAIL BIN ’IYAD

Ibnu al-Mubarak atau nama sebenarnya Abdullah al-Mubarak merupakan seorang Imam Besar, Pendakwah, Mujahid, Ulamak yang zuhud, yang sentiasa merindui Jihad dan syahid pada jalan Allah s.w.t. hingga menemui syahid beliau pada tahun 181 Hijrah di هيت”. Ayahnya al-Mubarak pula adalah seorang yang sangat beramanah pada masa beliau menjadi pekerja kepada sebuah ladang epal tuannya sehingga beliau tidak pernah merasai epal tersebut. Hanya menjaganya sahaja. Lalu dengan kehebatan amanah dan kesolehan Mubarak itu, maka beliau dikahwinkan dengan puteri tuannya iaitu seorang gadis yang sangat solehah, memahami sunnah dan taat kepada perintah Allah s.w.t. Maka lahirlah zuriat yang hebat daripada mereka iaitu Abdullah al-Mubarak.

Antara kisahnya yang masyhur telah dirakamkan di dalam Tafsir Ibnu Kathir ialah bait-bait syair yang telah dihantar melalui sepucuk surat kepada Fudhail bin 'Iyad yang merupakan seorang 'Abid yang sangat terkenal dengan ibadahnya yang hebat sehingga beliau digelar sebagai Ahli Ibadah bagi dua tanah Haram. Kandungan surat tersebut sangat menyentuh jiwa Fudhail hingga beliau menangis dan mara bersama tentera Islam yang sedang berperang ketika itu.
Surat yang dihantar oleh Ibnu al-Mubarak kepada Fudhai bin 'Iyad.
“ Wahai ahli ibadah di dua Tanah Haram,
Kalaulah kamu telah menyaksikan kami,
Maka kamu akan mengetahui bahawa sesungguhnya
Seolah-olah kamu telah bermain-main dalam ibadah,
Kalau orang-orang membasahi pipinya dengan air mata yang mengalir deras
Maka dengan pengorbanan kami, kami mengalirkan darah yang lebih deras,
ataupun kuda-kuda ia kepenatan di dalam perkara batil,
Maka kuda-kuda kami penat dalam melakukan penyerbuan dan peperangan,
Bau wangi-wangian menjadi milikmu,
Sedangkan bau wangi-wangian kami adalah debu-debu di jalanan,
dan sesungguhnya telah datang kepada kami sabda nabi s.a.w.,
Sabda yang benar jujur dan tidak ada kebohongan
Tidaklah sama debu kuda-kuda Allah di hidung seseorang dan asap neraka yang menyala-nyala,
Inilah kitab Allah yang berbicara kepada kami,
Bahawa orang mati syahid tidaklah sama dengan orang yang mati biasa,
Ia tidak akan berbohong”.

TOKOH SUFI ABDULLAH AL MUBARAK 3: ABDULLAH AL MUBARAK DAN HAMBANYA

Abdullah mempunyai hamba. Seorang lelaki berkata kepadanya, "Bahawa hamba kamu mati dan memberikan kamu bebanan " Maklumat ini memberi bermasalah kepada Abdullah. Satu malam, dia mengkuiti pergerakan tumit hambanyaitu . Dia pergi ke tanah perkuburan dan membuka sebuah kubur. Dalam kubur ada suatu doa yang khusus, di mana hamba berdiri pada sembahyang. Abd Allah, melihat semua ini dari jauh, merangkak lebih dekat. Dia melihat bahawa hamba telah memakai kain berkabung dan telah meletakkannya keliling lehernya. Menggosok mukanya di bumi, dia telah meraung. Memerhati ini, Abd Allah merangkak jauh menangis dan duduk di satu sudut. Hamba kekal di tempat itu sehingga waktu subuh. Kemudian dia bangun dari tempat kubur, dan terus menuju ke masjid untuk solat subuh dan berkata, "Ya Tuhan ku," dia merayu, " hari telah kembali. tuan duniawi saya akan meminta wang daripada saya. Engkau yang membri kekayaan yang memberi muflis. Engkau berilah  kepada ku daripada Engkau, Engkau lebih mengetahui. " Serta-merta cahaya bersinar di langit, dan perak dirham jatuh ke dalam tangan hamba. Abd Allah tidak sabar menanggung menonton kejadian ajaib ini. Lalu Beliau bangun dan mengambil  hambanya kepangkuannya beliau lalu menciumnya.
"Se ribu nyawa menjadi tebusan kepada hamba!" Katanya berseru. "Anda adalah tuan, bukan saya."
"Ya Allah," lalu hamba ku  menangis, melihat apa yang telah berlaku, "Sekarang pekung diri saya telah dilucutkan dan rahsia saya diketahui  tiada rehatnya yang lebih kekal bagi saya dalam dunia ini. Saya merayu kepada Mu dengan keperkasaan dan kemuliaan Engkau, saya menderita menjadi punca tersandung. Ambilah diri jiwa. saya " Kepalanya masih berbaring di pangkuan Abd Allah setelah selesai ia berkata-kata. Abd Allah meletakkan dia k dan dibalut , maka dia dikebumikannya sama kain kabung dalam kubur itu. Malam itu Abd Allah melihat raja dunia dalam mimpi, dan Rakan Allah,  Ibrahim datang menunggang kuda dari syurga.
"Abd Allah," kata mereka, "kenapa anda mengebumikan rakan kami dalam kain guni? "

 

TOKOH SUFI ABDULLAH AL MUBARAK 2: ABDULLAH AL MUBARAK DAN ALI IBN AL MAWAFFAQ

Abdullah tinggal di Mekah. Satu tahun, setelah menyiapkan upacara-upacara haji, beliau tertidur. Dalam satu bermimpi dia melihat dua malaikat turun dari langit. "Berapa banyak yang datang tahun ini?"  malaikat bertanya kepada lain.
"Enam ratus ribu," yang lain menjawab.
"Berapa ramai yang telah haji mereka diterima?"
"Tidak ada satu."
"Apabila saya mendengar ini," Abdullah melaporkan, "Saya telah menjadi menggeletar. 'Apa?' Saya menangis. 'Semua orang  datang dari jauh daripada hujung yang jauh di bumi dan dengan kesakitan dan keletihan dari jurang setiap dalam, menyeberangi padang pasir yang luas, dan semua haji mereka adalah sia-sia? '
'Terdapat tukang kasut di Damsyik yang dipanggil Ali ibn Mowaffaq, " kata malaikat itu. "Dia tidak datang pada haji, tetapi haji beliau diterima dan semua dosa-dosa telah diampunkan. '
"Apabila saya mendengar ini," Abdullah terus berkata, "Saya bangun dan  berkata, 'Saya mesti pergi ke Damsyik dan menziarahi orang itu.' Jadi saya pergi ke Damsyik dan mencari di mana dia berada Saya menjerit, dan seseorang datang. 'Apakah nama anda? 'Saya bertanya. 'Ali ibn Mowaffaq,' dia menjawab. 'Saya ingin untuk bercakap dengan anda, ' kata saya. 'Katakanlah (wahai Muhammad) di atas,' dia menjawab. 'Apa kerja yang anda lakukan? '' Saya pekerja buruh kasar. Saya kemudian memberitahu dia impian. saya 'Apakah nama anda?', Dia bertanya kepada saya 'Abd Allah-e Mobarak,' Saya menjawab. Beliau melafaz sepatah kata lalu menangis dan jatuh pingsan . Apabila dia pulih, saya  berkata kepadanya,
'Beritahu saya kisah anda.' "Lelaki itu memberitahu saya, ' tiga puluh tahun saya rindu untuk membuat haji. Saya telah menyimpan sehingga tiga ratus lima puluh dirham dari simpanan saya. Tahun ini saya telah memutuskan untuk pergi ke Mekah. Satu hari wanita yang baik hamil, dia terbau bau makanan datang dari pintu depan. "Pergilah dan ambil sedikit makanan itu untuk saya , "katanya merayu kepada saya. Saya pergi dan mengetuk pintu jiran dan menjelaskan keadaan ini.
Jiran Saya berderai air mata dan berkata. "Anak-anak saya tiada makan apa-apa jua selama tiga hari , "katanya. "Hari ini saya melihat keldai terbaring mati, jadi saya mengambil secebis dan memasaknya. Ia tidak akan menjadi makanan halal bagi kamu. "Hati saya  bagaikan terbakar apabila saya mendengar kisah beliau. Saya mengambil wang 350 dirham dan memberikan mereka kepadanya. "Belanja ini ke atas kanak-kanak kamu," kata saya. "Ini adalah haji saya.” "Malaikat bercakap benar-benar di dalam mimpi saya," Abd Allah diistiharkan Raja Syurgawi adalah benar dalam penghakiman-Nya."

TOKOH SUFI ABDULLAH AL MUBARAK 1: KISAH PERJALANAN RUHANINYA

ABDULLAH IBN AL MUBARAK

ABU Abd Al-Rahman Abdullah Ibn Al Mubarak Al-Hanzali Al-Marwazi lahir tahun 118 H [736 M], dari bapak berkebangsaan Turki dan ibu asli Persia. Ia dikenal sebagai penulis Hadis dan sufi yang masyhur. Ia belajar dari berbagai guru di Merv dan lain-lain serta cukup piawai dalam beragam cabang ilmu pengetahuan, termasuk tata bahasa [gramatika] dan sastra. Ia dikenal juga sebagai pedagang kaya yang suka mendermakan hartanya kepada orang miskin. Pada tahun 181 H [797 M] ia wafat di kota Hit di sungai Eufrat.

Dikisahkan apabila hampir beliau hendak wafat, Abdullah membahagi-bahagikan harta bendanya kepada orang-orang miskin.
Apabila ditanya apakah yang ditingglkanya untuk tiga anak perempuannya yang masih hidup itu, Abdullah menjawab, “Allah.”
Satu dari sekian karyanya tentang Hadis bertemakan zauq, hingga kini masih terpelihara.

Perjalanan Ruhaninya

Perjalanan ruhani Abdullah Ibn Al Mubarak berawal dengan kisah berikut. Ia sangat terpikat pada seorang gadis sehingga jiwanya tidak merasa tenang. Tiap malam selama musim dingin ia menyempatkan diri untuk berdiri menanti sang pujaan hati di bawah tembok apartemennya, hanya sekadar untuk menanyangkan pandang. Suatu malam yang berselimut salju, ia menyangka azan yang terdengar adalah tanda waktu shalat Isya’. Namun, ketika sadar bahwa hari telah fajar, ia menyadari bahwa dirinya hanyut dalam penantian kekasih sepanjang malam karena kerinduan yang menyesakkan dada. “Tidak malukah engkau pada dirimu sendiri?” teriaknya pada diri sendiri. “Sepanjang malam yang penuh berkah ini hanya kau habiskan untuk mereguk dan menuruti nafsu belaka, tetapi dikala Imam membacakan satu surat dalam shalat hatimu bergolak.” Sejak kala itu, perasaan takut menjalar di sekujur tubuhnya sehingga ia bertobat dan menyibukkan diri dengan ibadah. Saking rajin dan tekun ia ibadah, maka keadaan sekitar sering terabaikan. Suatu hari, sang ibu memasuki kebun dan menjumpai sang anak tengah terlelap di bawah semak bunga mawar, sementara seekor ular dengan lidah yang menjulur berlalu darinya.
Sejak itu ia meninggalkan Merv dan pergi menuju Baghdad untuk bergabung dengan guruguru tasawuf. Merasa cukup berguru di Baghdad, ia lantas melanjutkan perjalanannya menuju Mekah yang disinggahinya untuk sementara waktu. Tatkala kembali dari Mekah, ia memperoleh sambutan dari warganya yang mengelu-elukannya. Di Merv, ia mendirikan kelompok-kelompok pengajian. Saat itu, setengah warga Merv adalah pengikut Hadis, sedang setengahnya lagi adalah pengikut Fikih. Abdullah yang merangkul kedua aliran dan disetujui para pengikutnya. Sejak saat itu, ia dikenal dengan julukan “Perangkul Dua Aliran”. Ia memang mendirikan dua perguruan di Merv, yakni perguruan Hadis dan Fikih. Kemudian ia pergi lagi ke Hijaz dan berdiam di Mekah. Pada tahun-tahun tertentu, ia pasti menunaikan ibadah haji dan turut serta dalam kancah peperangan, sedang pada tahun ketiga, ia terlibat dalam dunia perdagangan. Hasil keuntungan dari perdagangannya ia bagikan kepada para pengikutnya. Ia sering juga memberi derma kurma kepada orang miskin seraya menghitung jumlah biji kurma yang dilahap mereka. Siapa yang memakan lebih banyak kurma, ia akan memberi imbalan satu dirham untuk setiap kurma. Kesalehannya tergambar dalam kisah sebuah kedai. Ia menambatkan kudanya yang mahal di kedai ketika hendak menunaikan shalat. Namun, kuda itu malah menjelajah pergi ke ladang gandum. Abdullah tak memperdulikan ulah kudanya yang melanjutkan perjalanan dengan langkah kaki seraya berkata, “Aku biarkan ia mereguk kebebasannya.”
Di saat lain, ia teguhkan diri untuk merambah jalan dari Merv ke Damaskus hanya sekadar untuk mengembalikan pena yang ia pinjam dari temannya. Suatu hari Abdullah tengah meniti jalan menuju suatu tempat. Diberitakan bahwa ada seorang buta tinggal di tempat itu. Ia disarankan untuk meminta apa pun yang dikehendaki. Oleh karenanya, ia segera menegur Abdullah. “Abdullah, singgahlah di rumahku!” Setelah Abdullah singgah di rumah itu, penghuni rumah itu mengajukan permohonan, “Tolong doakan agar penglihatanku kembali normal.” Abdullah menundukkan kepalanya seraya memanjatkan doa. Seketika itu pula si buta menemukan kembali pandangannya. Abdullah Ibn Al Mubarak dan Ali Ibn Al-Muwaffaq Abdullah tinggal di Mekkah selama satu tahun. Setelah menyempurnakan ibadah hajinya, ia terlelap tidur dan berbunga mimpi.
Dalam mimpi itu ia melihat dua malaikat turun dari langit. “Berapa orang yang menunaikan ibadah haji tahun ini?” salah satu malaikat itu mengajukan pertanyaan. “Enam ratus ribu orang,” yang lain menjawab. “Berapa orang yang ibadah hajinya diterima?” “Tidak ada.” “Ketika aku mendengar jawaban itu,” demikian kata Abdullah, “badanku terasa bergertar. “Apa?” tanyaku. “Orang-orang itu datang dari jauh menempuh perjalanan yang sarat dengan derita maupun dengan merentas padang pasir yang ganas, namun perbuatan mereka sia-sia belaka?” Malaikat itu menyahut, “Ada seorang tukang sepatu di Damaskus bernama Ali Ibn Al-Muwaffaq.
Ia memang tidak menunaikan ibadah haji, namun, hajinya dikabulkan, sementara dosanya dimaafkan.” “Usai mendengar jawaban itu,” lanjut Abdullah, “Aku bangkit seraya berkata, ‘Aku harus ke Damaskus untuk menjumpai orang itu’. Sesampai di Damaskus, aku bertanya kepada seseorang, “Siapa namamu?” jawabnya, ‘”Ali ibn Al-Muwaffaq.” tanyaku selanjutnya, “Boleh aku berbicara denganmu?” “Boleh saja,” katanya. “Apa pekerjaanmu?” “Tukang sepatu.” Kemudian aku menuturkan mimpi yang aku alami kepadanya. Dia lantas bertanya, “Siapa namamu?” “Abdullah Ibn Al Mubarak.” Begitu mendengar nama yang kusebutkan, ia jatuh pingsan tak sadarkan diri. Ketika siuman, aku berkata padanya, “Coba ceritakan kisahmu.” “Aku telah menabung sedikit demi sedikit dari jerih payahku sebagai tukang sepatu, dan saat itu tabunganku tetap berjumlah 350 dirham,” ia mengisahkan. “Sejak 30 tahun yang lalu, aku berniat untuk menunaikan ibadah haji. Aku telah mempunyai tabungan sebanyak 350 dirham dari jerih payahku sebagai tukang sepatu. Sebenarnya tahun ini aku hendak berangkat ke Mekah. Namun, suatu hari, seorang gadis cantik [baik] yang menabur aroma dari rumah seberang merajuk padaku,
 “Tolong mintakan makanan dari rumah seberang itu.” Aku segera pergi ke tetangga itu dan mengatakan maksud hatinya. Namun, tetanggaku justeru meneteskan air mata seraya berkata, “Anak-anakku telah tiga hari ini tidak makan apa pun. Maka tatkala aku melihat sebujur bangkai keledai, aku memotong-motong dagingnya dan memasaknya. Tentu saja daging itu tidak halal bagimu.” Mendengar pernyataan itu, hatiku terasa dibakar. Lantas aku ambil uangku yang berjumlah 350 dirham dan aku berikan semuanya kepada wanita itu. Kataku, “Pakailah untuk memberi nafkah anak-anakmu. Mungkin inilah hajiku.” Mendengar penuturan kisah itu Abdullah memberi komentar, “Malaikat yang terlihat dalam mimpi itu sebenarnya berbicara dari Allah, Penguasa langit pasti memberikan pengadilan yang benar.” Abdullah Ibn Al Mubarak dengan Pelayannya Seseorang melaporkan kepada Abdullah Ibn Al Mubarak tentang pelayannya. “Pelayanmu mencuri orang mati dan memberikan hasilnya kepadamu.” Berita itu membuat hati Abdullah berduka. Karenanya, suatu malam ia mengikuti jejak sang pelayan yang tengah pergi menuju kuburan. Sesampai di tempat itu ia mendapatkan sang pelayan membuka makam, memasukinya dan duduk di atas papan lalu shalat di dalamnya. Melihat kejadian itu dari kejauhan, Abdullah merangkak ke depan agar dapat melihat lebih dekat lagi. Dilihatnya sang pelayan mengenakan kain sarung dan seutas tali dililitkan di lehernya. Sambil menggosok-gosokkan mukanya ke tanah, pelayan itu meratap. Abdullah pun terenyuh sambil meneteskan air mata. Ia duduk di pojok yang lain. Pelayan itu tetap bertahan di tempat itu hingga datang fajar. Kemudian ia bangkit dari makam itu, menutupnya, dan pergi menuju Masjid untuk menunaikan shalat subuh. “Ya Allah,” keluh pelayan itu, “pagi nyaris menjelang. Tuanku pasti akan menagih uang. Namun, Engkau Maha Kaya untuk menolong orang yang sulit. Karena itu, beri aku uang untuk menutup kesulitanku dari mana pun yang Engkau kehendaki.” Tiba-tiba seberkas sinar memancar dari langit dan seperak dirham jatuh ke tangan pelayan itu. Tanpa basa-basi, Abdullah bangkit dan mendekap pelayan itu serta menciumnya. “Seribu kehidupan telah engkau reguk,” pekik Abdullah. “Oleh sebab itu, engkaulah tuan, bukan aku.” Mengetahui peristiwa yang terjadi, pelayan itu pun berseru, “Ya Allah, kini tabirku telah tersingkap, sehingga tak tersisa lagi saat tenang dan tenteram bagiku di dunia ini. Aku memohon dengan segala kebesaran dan keagungan-Mu agar Engkau tak membebaniku sebagai biang kesalahan. Ambillah nyawaku.” Tatkala ia menghembuskan nafas yang terakhir, ia masih menempel dalam pelukan Abdullah. Usai mengkafaninya, dengan selayaknya, Abdullah menguburkan jenazah pelayannya itu di tempat pemakaman yang sama. Malam itu juga Abdullah bermimpi melihat Nabi Muhammad Saw disertai dengan karib Allah, Nabi Ibrahim yang mengendarai kuda dan bertanya, “Abdullah mengapa engkau menguburkan sahabat kami dengan kain sarung?”

Abdullah Ibn Al Mubarak berkata:
Orang yang bekerja kerana Allah itu tidak akan eprnah tersiksa
Pencilkan dirimu dari manusia
Orang yang melakukan sesuatu hari ini dan itu dilakukan oleh orang bodoh tiga hari kemudian, adalah orang yang bijak

Isnin, 23 Julai 2012

SYARAH HIKAM IBN ATA’ILLAH N0 3: KETEGUHAN BENTENG TAKDIR

SYARAH VERSI TO’ FAKIR AN NASIRIN
 
KEKUATAN SEMANGAT (AZAM, CITA-CITA, IKHTIAR) TIDAK BERUPAYA MEMECAHKAN BENTENG TAKDIR.
 
Kalam Hikmat yang pertama menyentuh tentang hakikat amal yang membawa kepada pengertian tentang amal zahir dan amal batin. Ia mengajak kita memerhatikan amal batin (suasana hati) berhubung dengan amal zahir yang kita lakukan. Sebagai manusia biasa hati kita cenderung untuk menaruh harapan dan meletakkan pergantungan kepada keberkesanan amal zahir. Hikmat kedua memperjelaskan mengenainya dengan membuka pandangan kita kepada suasana asbab dan tajrid. Bersandar kepada amal terjadi kerana seseorang itu melihat kepada keberkesanan sebab dalam melahirkan akibat. Apabila terlepas daripada waham sebab musabab baharulah seseorang itu masuk kepada suasana tajrid.
 
Dua Hikmat yang lalu telah memberi pendidikan yang halus kepada jiwa. Seseorang itu mendapat kefahaman bahawa bersandar kepada amal bukanlah jalannya. Pengertian yang demikian melahirkan kecenderungan untuk menyerah bulat-bulat kepada Allah s.w.t. Sikap menyerah tanpa persediaan kerohanian boleh menggoncangkan iman. Agar orang yang sedang meninggi semangatnya tidak terkeliru memilih jalan, dia diberi pengertian mengenai kedudukan asbab dan tajrid. Pemahaman tentang makam asbab dan tajrid membuat seseorang mendidik jiwanya agar menyerah kepada Allah s.w.t dengan cara yang betul dan selamat bukan menyerah dengan cara yang melulu.
 
Hikmat ke tiga ini pula mengajak kita merenung kepada kekuatan benteng takdir yang memagar segala sesuatu. Ketika membincangkan tentang ahli tajrid, kita dapati ahli tajrid melihat kepada kekuasaan Tuhan yang meletakkan keberkesanan kepada sesuatu sebab dan menetapkannya dalam melahirkan akibat Ini bermakna semua kejadian dan segala hukum mengenai sesuatu perkara berada di dalam pentadbiran Allah s.w.t. Dia yang menguasai, mengatur dan mengurus setiap makhluk-Nya. Urusan ketuhanan yang menguasai, mengatur dan mengurus atau suasana pentadbiran Allah s.w.t itu dinamakan takdir. Tidak ada sesuatu yang tidak dikuasai, diatur dan diurus oleh Allah s.w.t. Oleh itu tidak ada sesuatu yang tidak termasuk di dalam takdir.
 
Manusia terhijab daripada memandang kepada takdir kerana waham sebab musabab. Kedirian seseorang menjadi alat sebab musabab yang paling berkesan menghijab pandangan hati daripada melihat kepada takdir. Keinginan, cita-cita, angan-angan, semangat, akal fikiran dan usaha menutupi hati daripada melihat kepada kekuasaan, aturan dan urusan Tuhan. Hijab kedirian itu jika disimpulkan ia boleh dilihat sebagai hijab nafsu dan hijab akal. Nafsu yang melahirkan keinginan, cita-cita, angan-angan dan semangat. Akal menjadi tentera nafsu, menimbang, merancang dan mengadakan usaha dalam menjayakan apa yang dicetuskan oleh nafsu. Jika nafsu inginkan sesuatu yang baik, akal bergerak kepada kebaikan itu. Jika nafsu inginkan sesuatu yang buruk, akal itu juga yang bergerak kepada keburukan. Dalam banyak perkara akal tunduk kepada arahan nafsu, bukan menjadi penasihat nafsu. Oleh sebab itulah di dalam menundukkan nafsu tidak boleh meminta pertolongan akal.
 
Dalam proses memperolehi penyerahan secara menyeluruh kepada Allah s.w.t terlebih dahulu akal dan nafsu perlu ditundukkan kepada kekuatan takdir. Akal mesti mengakui kelemahannya di dalam membuka simpulan takdir. Nafsu mesti menerima hakikat kelemahan akal dalam perkara tersebut dan ikut tunduk bersama-samanya. Bila nafsu dan akal sudah tunduk baharulah hati boleh beriman dengan sebenarnya kepada takdir.
 
Beriman kepada takdir seharusnya melahirkan penyerahan secara berpengetahuan bukan menyerah kepada kejahilan. Orang yang jahil tentang hukum dan perjalanan takdir tidak dapat berserah diri dengan sebenarnya kepada Allah s.w.t kerana disebalik kejahilannya itulah nafsu akan menggunakan akal untuk menimbulkan keraguan terhadap Allah s.w.t. Rohani orang yang jahil dengan hakikat takdir itu masih terikat dengan sifat-sifat kemanusiaan biasa. Dia masih melihat bahawa makhluk boleh mendatangkan kesan kepada kehidupannya. Tindakan orang lain dan kejadian-kejadian sering mengacau jiwanya. Keadaan yang demikian menyebabkan dia tidak dapat bertahan untuk terus berserah diri kepada Tuhan. Sekiranya dia memahami tentang hukum dan peraturan Tuhan dalam perkara takdir tentu dia dapat bertahan dengan iman. Hadis menceritakan tentang takdir:
Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah s.a.w, “Wahai Rasulullah, apakah iman?” Jawab Rasulullah s.a.w, “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan Hari Kemudian. Juga engkau beriman dengan Qadar baiknya, buruknya, manisnya dan pahitnya adalah dari Allah s.w.t”. { Maksud Hadis }
 
Pandangan kita sering keliru dalam memandang kepada takdir yang berlaku. Kita dikelirukan oleh istilah-istilah yang biasa kita dengar Kita cenderung untuk merasakan seolah-olah Allah s.w.t hanya menentukan yang asas sahaja sementara yang halus-halus ditentukan-Nya kemudian iaitu seolah-olah Dia Melihat dan Mengkaji perkara yang berbangkit baharulah Dia membuat keputusan. Kita merasakan apabila kita berjuang dengan semangat yang gigih untuk mengubah perkara dasar yang telah Allah s.w.t tetapkan dan Dia Melihat kegigihan kita itu dan bersimpati dengan kita lalu Dia pun membuat ketentuan baharu supaya terlaksana takdir baharu yang sesuai dengan perjuangan kita. Kita merasakan kehendak dan tadbir kita berada di hadapan sementara Kehendak dan Tadbir Allah s.w.t mengikut di belakang. Anggapan dan perasaan yang demikian boleh membawa kepada kesesatan dan kederhakaan yang besar kerana kita meletakkan diri kita pada taraf Tuhan dan Tuhan pula kita letakkan pada taraf hamba yang menurut telunjuk kita. Bagi menjauhkan diri daripada kesesatan dan kederhakaan yang besar itu kita perlu sangat memahami soal sunnatullah atau ketentuan Allah s.w.t. Segala kejadian berlaku menurut ketentuan dan pentadbiran Allah s.w.t. Tidak ada yang berlaku secara kebetulan. Ilmu Allah s.w.t meliputi yang awal dan yang akhir, yang azali dan yang abadi. Apa yang dizahirkan dan apa yang terjadi telah ada pada Ilmu-Nya.
 
Tidak ada sesuatu kesusahan (atau bala bencana) yang ditimpakan di bumi, dan tidak juga yang menimpa diri kamu, melainkan telah sedia ada di dalam Kitab (pengetahuan Kami) sebelum Kami menjadikannya; sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Ayat 22 : Surah al-Hadiid)
 
Maha Berkat (serta Maha Tinggilah kelebihan) Tuhan yang menguasai pemerintahan (dunia dan akhirat); dan memanglah Ia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu; - ( Ayat 1 : Surah al-Mulk )
 
Dan Yang telah mengatur (keadaan makhluk-makhluk-Nya) serta memberikan hidayah petunjuk (ke jalan keselamatannya dan kesempurnaannya); ( Ayat 3 : Surah al-A’laa)
  
Dan Kami jadikan bumi memancarkan mataair-mataair (di sana sini), lalu bertemulah air (langit dan bumi) itu untuk (melakukan) satu perkara yang telah ditetapkan. ( Ayat 12 : Surah al-Qamar )
 
Segala perkara, tidak kira apa istilah yang digunakan, adalah termasuk dalam ketentuan Allah s.w.t. Apa yang kita istilahkan sebagai perjuangan, ikhtiar, doa, kekeramatan, mukjizat dan lain-lain semuanya adalah ketentuan Allah s.w.t. Pagar takdir mengelilingi segala-galanya dan tidak ada sebesar zarah pun yang mampu menembusi benteng takdir yang maha teguh. Tidak terjadi perjuangan dan ikhtiar melainkan perjuangan dan ikhtiar tersebut telah ada dalam pagar takdir. Tidak berdoa orang yang berdoa melainkan halnya berdoa itu adalah takdir untuknya yang sesuai dengan ketentuan Allah s.w.t untuknya. Perkara yang didoakan juga tidak lari daripada sempadan ketentuan Allah s.w.t. Tidak berlaku kekeramatan dan mukjizat melainkan kekeramatan dan mukjizat itu adalah takdir yang tidak menyimpang daripada pentadbiran Allah s.w.t. Tidak menghirup satu nafas atau berdenyut satu nadi melainkan ianya adalah takdir yang menzahirkan urusan Allah s.w.t pada azali.
 
Kami datang dari Allah dan kepada Allah kami kembali.
Segala perkara datangnya dari Allah s.w.t atau Dia yang mengadakan ketentuan tanpa campurtangan sesiapa pun. Segala perkara kembali kepada-Nya kerana Dialah yang mempastikan hukum ketentuan-Nya terlaksana tanpa sesiapa pun mampu menyekat urusan-Nya.
 
Apabila sudah difahami bahawa usaha, ikhtiar, menyerah diri dan segala-galanya adalah takdir yang menurut ketentuan Allah s.w.t, maka seseorang itu tidak lagi berasa bingung sama ada mahu berikhtiar atau menyerah diri. Ikhtiar dan berserah diri sama-sama berada di dalam pagar takdir. Jika seseorang menyedari makamnya sama ada asbab atau tajrid maka dia hanya perlu bertindak sesuai dengan makamnya. Ahli asbab perlu berusaha dengan gigih menurut keadaan hukum sebab-akibat. Apa juga hasil yang muncul dari usahanya diterimanya dengan senang hati kerana dia tahu hasil itu juga adalah takdir yang ditadbir oleh Allah s.w.t. Jika hasilnya baik dia akan bersyukur kerana dia tahu bahawa kebaikan itu datangnya dari Allah s.w.t. Jika tidak ada ketentuan baik untuknya nescaya tidak mungkin dia mendapat kebaikan. Jika hasil yang buruk pula sampai kepadanya dia akan bersabar kerana dia tahu apa yang datang kepadanya itu adalah menurut ketentuan Allah bukan tunduk kepada usaha dan ikhtiarnya. Walaupun hasil yang tidak sesuai dengan seleranya datang kepadanya tetapi usaha baik yang dilakukannya tetap diberi pahala dan keberkatan oleh Allah s.w.t sekiranya dia bersabar dan rela dengan apa juga takdir yang sampai kepadanya itu.
 
Ahli tajrid pula hendaklah reda dengan suasana kehidupannya dan tetap yakin dengan jaminan Allah s.w.t. Dia tidak harus merungut jika terjadi kekurangan pada rezekinya atau kesusahan menimpanya. Suasana kehidupannya adalah takdir yang sesuai dengan apa yang Allah s.w.t tentukan. Rezeki yang sampai kepadanya adalah juga ketentuan Allah s.w.t. Jika terjadi kekurangan atau kesusahan maka ia juga masih lagi di dalam pagar takdir yang ditentukan oleh Allah s.w.t. Begitu juga jika terjadi keberkatan dan kekeramatan pada dirinya dia harus melihat itu sebagai takdir yang menjadi bahagiannya.
 
Persoalan takdir berkait rapat dengan persoalan hakikat. Hakikat membawa pandangan daripada yang banyak kepada yang satu. Perhatikan kepada sebiji benih kacang. Setelah ditanam benih yang kecil itu akan tumbuh dengan sempurna, mengeluarkan beberapa banyak buah kacang. Buah kacang tersebut dijadikan pula benih untuk menumbuhkan pokok-pokok kacang yang lain. Begitulah seterusnya sehingga kacang yang bermula dari satu biji benih menjadi jutaan juta kacang. Kacang yang sejuta tidak ada bezanya dengan kacang yang pertama. Benih kacang yang pertama itu bukan sahaja berkemampuan untuk menjadi sebatang pokok kacang, malah ia mampu mengeluarkan semua generasi kacang sehingga hari kiamat. Ia hanya boleh mengeluarkan kacang, tidak benda lain.
 
Kajian akal boleh memperakui bahawa semua kacang mempunyai zat yang sama, iaitu zat kacang. Zat kacang pada benih pertama serupa dengan zat kacang pada yang ke satu juta malah ia adalah zat yang sama atau yang satu. Zat kacang yang satu itulah ‘bergerak’ pada semua kacang, mempastikan yang kacang akan menjadi kacang, tidak menjadi benda lain. Walaupun diperakui kewujudan zat kacang yang mengawal pertumbuhan kacang namun, zat kacang itu tidak mungkin ditemui pada mana-mana kacang. Ia tidak berupa dan tidak mendiami mana-mana kacang, tetapi ia tidak berpisah dengan mana-mana kacang. Tanpanya tidak mungkin ada kewujudan kacang. Zat kacang ini dinamakan “Hakikat Kacang”. Ia adalah suasana ketuhanan yang mentadbir dan mengawal seluruh pertumbuhan kacang dari permulaan hingga kesudahan, sampai ke hari kiamat. Hakikat Kacang inilah suasana pentadbiran Allah s.w.t yang Dia telah tentukan untuk semua kejadian kacang. Apa sahaja yang dikuasai oleh Hakikat Kacang tidak ada pilihan kecuali menjadi kacang.
 
Suasana pentadbiran Allah s.w.t yang mentadbir dan mengawal kewujudan keturunan manusia pula dinamakan “Hakikat Manusia” atau “Hakikat Insan”. Allah s.w.t telah menciptakan manusia yang pertama, iaitu Adam a.s menurut Hakikat Insan yang ada pada sisi-Nya. Pada kejadian Adam a.s itu telah disimpankan bakat dan keupayaan untuk melahirkan semua keturunan manusia sehingga hari kiamat. Manusia akan tetap melahirkan manusia kerana hakikat yang menguasainya adalah Hakikat Manusia.
 
Pada Hakikat Manusia itu ada hakikat yang menguasai satu individu manusia dan hubungkaitnya dengan segala kejadian alam yang lain. Seorang manusia yang berhakikatkan “Hakikat Nabi” pasti menjadi nabi. Seorang manusia yang berhakikatkan “Hakikat Wali” pasti akan menjadi wali. Suasana pentadbiran Allah s.w.t atau hakikat itu menguasai roh yang berkaitan dengannya. Roh bekerja mempamerkan segala maklumat yang ada dengan hakikat yang menguasainya. Kerja roh adalah menjalankan urusan Allah s.w.t iaitu menyatakan hakikat yang ada pada sisi Allah s.w.t.
 
Dan katakan: “ Roh itu dari perkara urusan Tuhanku”. ( Ayat 85 : Surah Al-Israa’ )
 
Pentadbiran Allah s.w.t menguasai roh dan mengheret roh kepada mempamerkan ketentuan-Nya yang berada pada azali. Allah s.w.t telah menentukan hakikat sesuatu sejak azali lagi. Tidak ada perubahan pada ketentuan Allah s.w.t. Segala sesuatu dikawal oleh hakikat yang pada sisi Allah s.w.t. Unta tidak boleh meminta menjadi kambing. Beruk tidak boleh meminta menjadi manusia. Manusia tidak boleh meminta menjadi malaikat. Segala ketentuan telah diputuskan oleh Allah s.w.t.