Catatan Popular

Ahad, 22 Disember 2019

PENJELASAN: tentang segeranya berbulak-balik hati dan terbaginya hati dalam perobahan dan ketetapan.

Ketahuilah kiranya, bahwa hati sebagaimana telah kami sebutkan diliputi oleh sifat-sifat yang telah kami sebutkan dahulu. Dan ditegakkan kepada hati, bekas-bekas dan keadaan-keadaan dari pintu-pintu yang telah kami sifatkan itu. Seolah-olah hati itu tujuan yang selalu mendapat bahaya dari semua penjuru.

Maka apabila sesuatu menimpa kepada hati, yang membekas padanya, niscaya menimpa kepadanya dari segi lain sesuatu yang berlawanan dengan yang tadi. Lalu berobahlah sifat hati. Kalau setan bertempat pada hati, lalu diajaknya hati kepada mengikuti hawa nafsu, niscaya turunlah malaikat pada hati dan memalingkan hati itu dari setan. Kalau setan menarikkan hati kepada suatu kejahatan, lalu setan yang lain menarikkannya kepada lain kejahatan. Kalau malaikat menarikkan hati kepada suatu kebajikan, niscaya malaikat yang lain menarikkannya kepada lain kebajikan. Sekali, hati itu terjadi perebutan diantara dua malaikat. Dan pada lain kali, diantara dua setan. Pada lain kali lagi, diantara malaikat dan setan.

Tidaklah hati itu sekali-kali diabaikan. Kepada yang demikianlah, diisyaratkan oleh firman Allah Ta’ala: “Kami putar hati dan pemandangan mereka”. S 6 Al An’aam ayat 110.

Dan karena dilihat oleh Rasulullah saw keajaiban perbuatan Allah Ta’ala pada keajaiban hati dan berbulak-baliknya, lalu beliau bersumpah dengan hati, dengan sabdanya: “Tidak, demi Yang Membulak-balikkan hati”. Banyak kali Nabi saw berdoa: “Wahai Yang Membulak-balikkan hati ! tetapkanlah hatiku pada agamaMu !”. Lalu para sahabat bertanya: “Adakah engkau takut, wahai Rasulullah ?”. Beliau menjawab: “Apakah yang menjamin keamanan bagiku ?”. Dan hati itu diantara dua anak jari dari anak jari Tuhan Yang Maha Pengasih, dibulak-balikkanNya menurut kehendakNya”. Menurut bunyi yang lain dari hadits, yaitu: “Jika dikehendakiNya akan ditegakkannya, niscaya ditegakkannya. Dan jika dikehendakiNya akan dimiringkannya, niscaya dimiringkannya”. Rasulullah saw memberi 3 contoh untuk yang demikian, dengan sabdanya: “Hati itu seperti burung pipit, yang bulak-balik pada setiap saat”.

Nabi saw bersabda: “Hati itu dalam berbulak-baliknya adalah seperti kuali, apabila berkumpul gelagaknya”.
Dan Nabi saw bersabda: “Hati itu seperti bulu ayam pada tanah sahara, dibulak-balikkan oleh angin, muka belakang”.

Semua perbulak-balikan ini dan segala keajaiban perbuatan Allah Ta’ala pada membulak-balikkannya, dimana ma’rifah tidak mendapat petunjuk kepadanya, maka ia tidak diketahui, selain oleh orang-orang yang bermuraqabah (memperhatikan, mengintip, menjaga) dan menjaga keadaannya serta Allah Ta’ala.

Tentang tetapnya hati itu diatas kebajikan dan kejahatan serta pulang-perginya diantara keduanya itu terbagi 3:

Pertama: hati yang dibangun dengan ketaqwaan, bersih dengan latihan dan suci dari segala kekejian akhlak, terhunjam ke dalamnya gurisan-gurisan kebajikan dari perbendaharaan ghaib dan tempat-tempat masuk alam malakut. Maka menjuruslah akal kepada pemikiran tentang apa yang terguris baginya. Untuk mengetahui kebajikan-kebajikan yang halus padanya dan menoleh kepada rahasia-rahasia faedahnya. Lalu tersingkaplah bagi yang demikian, mukanya dengan nur mata-hati. Maka ia menetapkan, bahwa tak boleh tidak mengerjakannya. Lalu ia terdorong kepadanya dan mengajaknya untuk mengerjakannya.
Dan malaikat memandang kepada hati itu, lalu memperolehnya yang baik pada jauhar (benda/barang)nya, suci dengan ketaqwaannya, bercahaya dengan cahaya akal, dibangun dengan nur ma’rifah (ilmu mengenal Allah Ta’ala). Lalu malaikat itu melihat hati tersebut, pantas untuk tempat ketetapan dan singgahannya. Ketika itu, dibantunya hati tadi dengan tentara yang tiada kelihatan. Dan ditunjukinya kepada kebajikan-kebajikan yang lain. Sehingga kebajikan menarik kepada kebajikan. Begitulah terus-menerus ! dan tiada berkesudahan pertolongannya, dengan penggemaran kepada kebajikan.

Dan memudahkan urusan kepadanya. Dan kepada inilah diisyaratkan oleh firman Allah Ta’ala:
“Siapa yang memberi (untuk kebaikan) dan memelihara dirinya dari kejahatan. Dan membenarkan (mempercayai) yang baik. Kami akan memudahkan kepadanya menempuh (jalan) yang mudah”. S 92 Al Lail ayat 5-6-7.

Hati yang seperti ini, bercemerlanglah sinar lampu dari lobang ketuhanan (misykatir-rububiyah). Sehingga tidak tersembunyi padanya lagi syirik khafi (kemusyrikan yang tersembunyi), yang lebih tersembunyi daripada merangkaknya semut hitam dalam malam yang gelap-gulita.
Maka pada cahaya ini, tiada sesuatu yang tersembunyi dan tiada laku suatupun daripada godaan setan. Bahkan setan itu berdiri dari jauh dan mengeluarkan kata-kata yang terpesona untuk penipuan. Tetapi tidak mendapat perhatian. Hati ini sesudah sucinya dari semua yang membinasakan, maka dalam masa dekat menjadi makmur dengan semua yang melepaskan dari kebinasaan, yang akan kami sebutkan, yaitu: syukur, sabar, takut, harap, fakir, zuhud, kasih-sayang, ridha, tawakkal, tafakkur, mengoreksi diri dll. Itulah hati yang dihadapkan oleh Allah ‘Azza Wa Jalla dengan wajahNya. Yaitu: hati yang tenang, yang dimaksudkan dengan firmanNya Yang Maha Tinggi: “Ketahuilah, bahwa dengan mengingati Allah, hati menjadi tentram”. S 13 Ar Ra’d ayat 28.
Dan dengan firman Allah Ta’ala: “Hai jiwa yang tenang tentram”. S 89 Al Fajr ayat 27.

Hati kedua: hati yang terhina, terisi dengan hawa nafsu, yang kotor dengan akhlak tercela dan kekejian, terbuka padanya semua pintu setan dan tersumbat semua pintu malaikat. Permulaan kejahatannya, ialah: bahwa terhujam padanya gurisan hawa nafsu dan terguris di dalamnya. Lalu hati itu memandang kepada hakim akal, untuk meminta fatwa. Dan menyingkirkan wajah kebenaran padanya. Maka adalah akal, telah menyusun pelayanan hawa nafsu, berjinak-jinakkan, berkekalan mencari daya-upaya baginya dan kepada menolong hawa nafsu itu. Lalu hawa nafsu berkuasa dan menolong akal.

Maka terbukalah dada dengan hawa nafsu dan berkembanglah padanya kegelapan, untuk menahan tentara akal daripada mempertahankan akal. Lalu kuatlah kekuasaan setan, karena luas tempatnya, disebabkan berkembangnya hawa nafsu. Maka dihadapkan kepada akal dengan penghiasan diri, tertipu dan banyak angan-angan. Dan diilhami dengan demikian, hiasa kata-kata untuk penipuan. Maka lemahlah kekuasaan iman dengan balasan baik (wa’ad) dan balasan buruk (wa’id).

Dan padamlah cahaya keyakinan untuk takut kepada akhirat. Karena naik dari hawa nafsu itu, asap yang menggelapkan hati, yang memenuhi tepi-tepinya. Sehingga padamlah cahayanya. Lalu jadilah akal itu seperti mata, yang dipenuhi asap pelupuk-pelupuknya. Maka ia tidak sanggup melihat. Begitulah kekerasan nafsu syahwat berbuat kepada hati ! sehingga tidak ada lagi bagi hati, kemungkinan mengetahui dan melihat. Jikalau juru nasehat memperlihatkan dan memperdengarkannya apa yang benar kepadanya, niscaya ia buta dari pemahaman dan tuli dari pendengaran.

Dan berkobarlah nafsu syahwat padanya. Berkuasalah setan dan bergeraklah semua anggota badan, sesuai dengan hawa nafsu. Maka lahirlah perbuatan maksiat ke alam kenyataan dari alam ghaib, dengan qodo dan qadar daripada Allah Ta’ala.

Hati yang seperti inilah yang diisyaratkan dengan firmanNya Yang Maha Tinggi: “Tiadakah engkau perhatikan orang yang mengambil kemauan nafsunya menjadi tuhannya? engkaukah yang menjadi penjaganya? atau apakah engkau mengira, bahwa kebanyakan mereka mendengar atau mengerti? tidak! mereka adalah sebagai binatang ternak.Bahkan lebih tersesat lagi jalannya”. S 25 Al Furqaan ayat 43-44.

Dan dengan firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya sudah semestinya akan berlaku perkataan bagi kebanyakan mereka dan mereka tiada beriman”. S 36 Yaa Siin ayat 7.

Dan dengan firman Allah Ta’ala: “Sama saja untuk mereka, engkau beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman”. S 2 Al Baqarah ayat 6.

Banyaklah hati yang begini keadaannya, dengan mempertautkan kepada sebahagian hawa nafsu. Seperti orang yang menjaga diri (bersikap wara’) dari sebahagian perkara. Akan tetapi apabila ia melihat muka yang cantik, lalu tidak dapat menguasai lagi matanya dan hatinya. Akalnya hilang dan pegangan hatinya jatuh. Atau seperti orang yang tiada menguasai lagi dirinya, tentang sesuatu yang ada padanya kemegahan, menjadi kepala dan kesombongan. Tidak ada padanya lagi pegangan untuk ketetapan pendirian, ketika muncul sebab-sebab yang tersebut.

Atau seperti orang yang tiada menguasai dirinya lagi ketika marah, bagaimanapun ia memperoleh kehinaan dan disebutkan kekurangan-kekurangannya. Atau seperti orang yang tiada menguasai dirinya lagi, ketika sanggup mengambil sedirham atau sedinar uang. Bahkan ia terjerumus binasa seperti orang hina yang kehilangan akal. Lalu melupakan harga diri dan taqwa. Semua itu karena naiknya asap hawa nafsu kepada hati. Sehingga gelap dan padam semua cahayanya. Lalu padamlah cahaya malu, harga diri dan iman. Dan berusaha mencapai maksud setan.

Hati ketiga: yaitu, hati yang kelihatan padanya gurisan hawa nafsu. Lalu diajaknya kepada kejahatan. Lalu dihubungi oleh gurisan iman, maka diajaknya kepada kebajikan. Lalu tergeraklah nafsu dengan keinginannya untuk menolong gurisan kejahatan. Maka kuatlah nafsu syahwat, enaklah bersenang-senang dan memperoleh kenikmatan. Lalu akal bangkit kepada gurisan kebajikan, menolak pihak nafsu syahwat, menjelekkan perbuatannya dan mengatakannya perbuatan orang bodoh. Dan menyerupakannya dengan binatang ternak dan binatang buas, tentang penyerbuannya kepada kejahatan serta kurang perhatiannya kepada segala akibat. Lalu nafsu itu cenderung kepada nasehat akal.

Maka setan membawa beban kepada akal. Ia menguatkan penyeru hawa nafsu, seraya setan itu berkata: “Apakah artinya dosa yang dingin itu ?”. Mengapa engkau mencegah diri dari nafsu keinginan, lalu engkau menyakitkan dirimu ? adakah engkau melihat seseorang dari orang-orang masa engkau, yang menyalahi nafsu keinginanya ? atau meninggalkan maksudnya ? apakah engkau membiarkan mereka dengan kesenangan dunia, yang mereka bersenang-senang dengan kesenangan itu ? dan engkau menahan diri engkau, sehingga engkau tinggal, tidak memperolehnya, dalam keadaan celaka dan payah. Engkau ditertawakan oleh orang-orang sezaman engkau. Apakah engkau ingin bertambah kedudukan engkau dari si Anu dan si Anu ? mereka telah berbuat seperti apa yang engkau ingini. Mereka tidak menahan diri. Apakah tidak engkau lihat ulama Anu tidak menjaga diri seperti engkau ? jikalau adalah yang demikian itu kejahatan, niscaya ulama itu mencegah diri dari perbuatan tersebut”. Lalu hawa nafsupun cenderung kepada setan dan berbalik kepadanya.

Maka malaikatpun membawa pikulan kepada setan. Malaikat itu berkata: “Adakah yang binasa, selain orang yang mengikuti kesenangan sekarang dan lupa akan akibat ?. Adakah engkau merasa puas dengan kesenangan yang sedikit dan engkau meninggalkan kesenangan dan kenikmatan sorga yang berkekalan selama-lamanya ? ataukah engkau merasa berat kepedihan sabar, menahan diri dari hawa nafsumu ? dan engkau tidak merasa berat kepedihan api neraka ? adakah engkau tertipu dengan sebab kelalaian manusia lain dari dirinya dan mereka mengikuti hawa nafsu dan menolong setan ?.

Sedang azab neraka tidak akan diringankan dari engkau oleh perbuatan maksiat orang lain. Adakah engkau memperhatikan, jikalau engkau berada pada musim panas, yang sangat terik dan semua manusia berdiri pada matahari dan engkau mempunyai rumah yang dingin, adakah engkau akan menolong manusia banyak ? atau engkau mencari kelepasan bagi diri engkau sendiri ? maka bagaimanakah engkau menyalahi orang lain, karena takut dari kepanasan matahari dan engkau tiada menyalahi mereka karena takut dari kepanasan api neraka ?”. Maka ketika itu, nafsu tersebut mengikuti perkataan malaikat. Maka selalulah ia ragu-ragu diantara dua tentara, tarik-menarik diantara dua golongan. Sehingga membawa kemenangan kepada hati, mana yang lebih utama. Jikalau sifat-sifat yang ada dalam hati, dimenangi oleh sifat-sifat kesetanan yang telah kami sebutkan, niscaya menanglah setan. Dan cenderunglah hati kepada golongan setan yang sejenis dengan dia, meninggalkan partai Allah Ta’ala dan wali-waliNya.

Dan menjadi penolong partai setan dan musuh-musuh Allah. Berlakulah pada anggota tubuhnya, dengan taqdir yang mendahului, apa yang menjadikan sebab jauhnya dari Allah Ta’ala. Jikalau yang memenangi pada hati, sifat-sifat malaikat, niscaya hati tidak akan mendengar tipuan setan, hasungannya kepada terburu-buru dan penghinaannya akan urusan akhirat. Bahkan ia cenderung kepada partai Allah Ta’ala. Dan muncullah ketaatan, disebabkan qodo Tuhan yang telah terdahulu pada anggota-anggota badannya. Hati mu’min itu diantara dua anak jari dari anak jari Tuhan Yang Maha Pengasih. Artinya: diantara tarik-menarik dua tentara itu. Itulah yang menang. Ya’ni: kebulak-balikan dan perpindahan dari satu partai ke satu partai.

Adapun tetap berkekalan serta partai malaikat atau serta partai setan, maka adalah jarang dari kedua pihak itu. Segala perbuatan taat dan perbuatan maksiat itu lahir dari perbendaharaan ghaib ke alam kenyataan, dengan perantaraan perbendaharaan hati. Karena hati adalah dari perbendaharaan alam malakut yang tinggi. Dan juga apabila lahir, mempunyai tanda-tanda, yang memperkenalkan kepada yang empunya hati itu, telah didahului oleh qodo Tuhan YME.

Siapa yang djadikan untuk sorga, niscaya mudahlah baginya sebab-sebab untuk berbuat taat. Dan siapa yang dijadikan untuk neraka, niscaya mudahlah baginya sebab-sebab berbuat maksiat. Dan berkuasa padanya teman-teman jahat. Dan dijatuhkan ke dalam hatinya hukum setan.

Karena setan itu dengan bermacam-macam hukum, menipu orang-orang bodoh dengan perkataannya: “Bahwa Allah itu Maha Pengasih. Maka jangan engkau hiraukan ! bahwa manusia itu semua tiada takut kepada Allah, maka janganlah engkau menyalahi mereka ! bahwa umur itu panjang, maka bersabarlah, sehingga engkau dapat bertaubat besok !”. Setan itu menjanjikan kepadamu dan membuat angan-angan bagimu. Dan apa yang dijanjikan setan itu, adalah penipuan belaka. Ia menjanjikan taubat dan memberikan angan-angan pengampunan kepada manusia. Lalu manusia itu dibinasakannya dengan izin Allah Ta’ala, dengan segala daya-upaya dan hal-hal lain yang berlaku seperti itu. Lalu ia meluaskan hatinya untuk menerima penipuan dan menyempitkannya daripada menerima kebenaran. Semua itu dengan qodo dan qadar daripada Allah.

Tersebut pada firmanNya: “Siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk ditunjukinya, maka dilapangkan dadanya untuk Islam. Dan siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk disesatkannya, niscaya dadanya dijadikan sesak dan sempit, seolah-olah ia naik ke langit”. S 6 Al An’aam ayat 125.

Dan firman Allah Ta’ala: “Jikalau kamu ditolong oleh Allah, maka tiadalah yang menang diatas kamu. Dan jikalau kamu dihinakan olehNya, maka siapakah yang menolong kamu sesudahNya ?”. S 3 Ali ‘Imran ayat 160.

Dialah yang menunjukkan dan yang menyesatkan. DiperbuatNya apa yang dikehendakiNya. DihukumNya menurut Kemauan (kehendak)Nya. Tiada yang menolak akan hukumNya dan tiada yang membuat akibat terhadap qodoNya. DijadikanNya sorga dan dijadikanNya penduduk untuk surga itu. Lalu dipakaikanNya mereka itu dengan perbuatan taat. DijadikanNya neraka dan dijadikanNya penduduk untuk neraka itu.

Lalu dipakaikanNya mereka dengan perbuatan maksiat. DiperkenankanNya kepada makhluk akan tanda ahli sorga dan ahli neraka.
Ia berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang baik berada dalam kesenangan. Dan orang-orang yang jahat berada dalam neraka”. S 82 Al Infithaar ayat 13-14.

Kemudian, Allah Ta’ala berfirman, menurut yang dirawikan daripada Nabi saw: “Mereka itu dalam sorga dan tiada Aku perdulikan. Dan mereka itu dalam neraka dan tiada Aku perdulikan”. Maha Suci Allah, Yang Maha memiliki dan Yang Maha Benar ! tiada ditanyakan tentang apa yang diperbuatNya dan manusia itu yang ditanyakan. Dan marilah kita ringkaskan sekedar ini yang sedikit, tentang penyebutan keajaiban hati ! untuk menyelidikinya lebih mendalam, tiada layak dengan ilmu mu’amalah (pengurusan/perniagaan/yang diminta mengetahuinya hendaklah diamalkan).

Dan sesungguhnya yang kami sebutkan daripadanya, ialah yang diperlukan untuk mengetahui dalamnya ilmu mu’amalah (pengurusan/perniagaan/yang diminta mengetahuinya hendaklah diamalkan) dan rahasianya. Supaya dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang tiada merasa puas dengan ilmu-dhahir saja. 

Dan tiada merasa cukup dengan kulit saja, tanpa isi. Tetapi ia rindu untuk mengetahui hakekat sebab-sebab yang halus. Dan tentang apa yang telah kami sebutkan, rasanya cukup dan memuaskan bagi orang tersebut –insya Allah Ta’ala. Wallahu walijjut-taufiq ! Tammatlah Kitab Keajaiban Hati. Segala pujian dan cita-cita kepada Allah. Dan akan diiringi oleh Kitab Riyadlatun-Nafsi (Kitab Latihan Jiwa) dan Tahdzibul-Akhlaq. Segala pujian bagi Allah Yang Maha Esa. Dan rahmat Allah kepada semua hambaNya yang terpilih menjadi rasul

PENJELASAN: bahwa bisikan hati, adakah tergambar menjadi terputus secara keseluruhan ketika berdzikir atau tidak ?


Ketahuilah kiranya, bahwa para ulama yang mengintip hati, yang memperhatikan sifat-sifat dan keajaiban-keajaiban hati, berbeda pendapat tentang persoalan ini dalam 5 golongan.

Suatu golongan berkata, bahwa: bisikan (bisikan setan) itu, terputus dengan mengingati Allah (berdzikir). Karena Nabi saw bersabda: “Apabila mengingati Allah, niscaya hati itu mengendap (al-chansu)”. Al-chansu itu, ialah diam. Seakan-akan hati itu diam.

Suatu golongan berkata, bahwa: pokoknya bisikan itu tiada menghilang. Akan tetapi berjalan di dalam hati dan tiada mempunyai bekas. Sebab apabila hati itu tenggelam dalam dzikir (menyebut dan mengingati Allah), niscaya ia terhijab (terdinding) daripada berbekas dengan bisikan itu, seperti orang yang sibuk dengan cita-citanya. Kadang-kadang ia berkata-kata dan tiada dipahaminya yang diperkatakan itu, walaupun suara itu terlintas pada pendengarannya.

Suatu golongan berkata, bahwa bisikan setan itu tiada hilang dan bekasnya juga tiada hilang. Tetapi yang hilang, ialah mengerasnya pada hati. Seakan-akan hati itu dibisikkan dari jauh dan bisikan lemah.

Suatu golongan berkata, bahwa bisikan itu seketika menghilang, ketika mengingati Allah (berdzikir). Dan pada seketika yang lain, dzikir itu menghilang. Dan ganti-berganti keduanya pada waktu-waktu yang berdekatan, yang diduga karena berdekatannya, bahwa waktu-waktu itu bersamaan. Yaitu, seperti bola yang ada padanya titik-titik yang bercerai-berai. Apabila anda putarkan bola itu dengan cepat, niscaya anda melihat titik-titik itu bundaran-bundaran, disebabkan cepat bersambungnya dengan gerak. Mereka itu mengambil dalil, bahwa pengendapan itu telah tersebut pada hadits. Dan kita menyaksikan bisikan setan itu serta dzikir. Dan tiada dasar bagi yang demikian, kecuali inilah.

Suatu golongan berkata, bahwa bisikan setan dan dzikir itu, selalu berjalan bergandengan pada hati, yang tiada putus-putusnya. Dan sebagaimana manusia kadang-kadang melihat dengan kedua matanya dua bentuk dalam suatu keadaan, maka begitu pulalah hati, kadang-kadang menjadi tempat berlalunya dua benda. Nabi saw bersabda: “Masing-masing hamba Allah (manusia) mempunyai 4 biji mata. 2 biji pada kepalanya, untuk melihat urusan dunianya. Dan dua biji pada hatinya, untuk melihat urusan agamanya”. Kepada inilah, Al-Muhasibi berjalan. Dan yang benar menurut kami, ialah bahwa semua mazhab (aliran) ini betul. Tetapi, semuanya adalah singkat, daripada meliputi dengan segala macam bisikan itu. Masing-masing mereka hanya memandang kepada semacam saja dari bisikan, lalu menerangkannya.

Bisikan (waswas) itu bermacam-macam:

Pertama: bahwa adalah itu dari segi penipuan kepada kebenaran. Sesungguhnya setan itu kadang-kadang ia membuat penipuan dengan kebenaran. Ia berkata kepada manusia: “Tinggalkanlah bersenang-senang dari segala kesenangan. Sesungguhnya umur itu panjang. Dan sabar dari segala nafsu syahwat sepanjang umur, kepedihannya adalah berat”. Ketika itu, apabila hamba mengingati akan agungnya kebenaran Allah Ta’ala, besarnya pahala dan siksaNya dan ia berkata kepada dirinya, bahwa sabar dari nafsu syahwat itu berat, akan tetapi sabar dari api neraka lebih berat lagi. Dan tak boleh tidak daripada salah satu daripadanya”. Apabila hamba mengingati akan janji balasan baik (wa’ad) dan balasan buruk (wa’id) daripada Allah Ta’ala dan ia memperbarui iman dan keyakinannya, niscaya setan itu mengendap dan lari. Karena ia tidak sanggup berkata kepada hamba itu, bahwa: api neraka lebih mudah daripada sabar diatas perbuatan maksiat. Dan tidak mungkin setan itu berkata, bahwa perbuatan maksiat tidak membawa kepada api neraka. Karena imannya kepada Kitab Allah ‘Azza Wa Jalla, menolaknya daripada yang demikian. Lalu hilanglah bisikan setan (waswas) tersebut. Begitupula setan itu membisikkan kepada hamba: perasaan bangga (keta’juban) atas karyanya.

Maka setan itu berkata: “Mana ada orang yang mengenal Allah, seperti yang kamu kenal ? dan menyembahNya seperti yang kamu sembah ? maka alangkah tinggi tempatmu pada sisi Allah Ta’ala. Lalu hamba itu ketika itu teringat, bahwa ma’rifahnya, hatinya dan segala anggota tubuhnya, dimana ia berbuat dan berilmu dengan anggota tubuh itu, semuanya adalah makhluk Allah Ta’ala. Maka darimanakah ia dapat menyombongkan diri ? lalu mengendaplah (mundurlah) setan itu. Karena tidak mungkin ia berkata: “Tidaklah ini daripada Allah”. Sesungguhnya ma’rifah dan iman itu, menolaknya. Maka ini adalah semacam dari waswas, yang terputus secara keseluruhan dari orang-orang ma’rifah (‘arifin), yang berpemandangan jauh dengan cahaya iman dan ma’rifah.

Macam kedua: adanya waswas itu dengan penggerakan dan berkobarnya nafsu syahwat. Dan ini terbagi kepada: yang diketahui oleh hamba Allah itu dengan yakin, bahwa itu perbuatan maksiat. Dan kepada apa yang disangkanya dengan keras sangkaan. Kalau diketahuinya dengan yakin, niscaya setan itu mengendap (mundur), daripada pengobaran yang membekas kepada penggerakan nafsu syahwat. Dan setan itu tidak mundur daripada usaha pengobaran itu. Walaupun itu merupakan sangkaan saja. Kadang-kadang tetap membekas, dimana memerlukan kepada mujahadah (bersungguh-sungguh). pada menolaknya. Jadi waswas (bisikan setan) itu ada. Akan tetapi, dia tertolak, tidak menang.

Macam ketiga: bahwa adanya waswas itu dengan gurisan hati semata-mata, mengingati hal-hal yang biasa dan berpikir pada bukan shalat –umpamanya. Apabila ia menghadap kepada dzikir, niscaya tergambar bahwa bisikan itu tertolak sebentar dan kembali, tertolak dan kembali lagi. Maka silih bergantilah diantara dzikir dan waswas. Dan tergambarlah, bahwa keduanya itu datang beriringan. Sehingga pengertian itu melengkapi diatas pemahaman arti bacaan dan diatas gurisan-gurisan yang di dalam hati. Seakan-akan keduanya pada dua tempat dari hati. Dan jauh sekali bahwa dapat tertolak pengendapan setan itu secara keseluruhan, dimana tidak terguris lagi di dalam hati. Akan tetapi yang demikian itu tidak mustahil. Karena Nabi saw pernah bersabda: “Siapa yang mengerjakan shalat 2 rakaat, dimana hatinya tiada berkata sesuatu dari urusan duniawi, niscaya diampunkan dosanya yang telah berlalu”. Jikalau yang demikian itu tidak tergambar akan terjadi, niscaya tidak disebutkan oleh Nabi saw. Hanya yang demikian itu tidak akan tergambar jadinya, selain pada hati yang telah dikuasai oleh kecintaan kepada Tuhan. Sehingga ia menjadi seperti orang kehilangan akal. Kita kadang-kadang melihat orang, yang dilengkapi hatinya dengan musuh, yang merasa kesakitan dengan tindakan musuh itu.

Kadang-kadang ia bertafakkur selama 2 rakaat dan beberapa rakaat shalat, mengenai pertengkaran dengan musuhnya, dimana tidak terguris di hatinya, selain pembicaraan musuhnya. Begitupula orang yang tenggelam dalam kecintaan. Kadang-kadang ia bertafakkur dalam percakapan kekasihnya dengan hatinya. Dan ia terbenam dalam pikirannya, dimana tidak terguris di hatinya, selain pembicaraan kekasihnya. Kalau orang lain berbicara dengan dia, niscaya tidak didengarnya. Kalau ada seseorang yang melintasi di hadapannya, niscaya seakan-akan tidak terlihatnya. Apabila ini tergambar mengenai ketakutan kepada musuh dan pada kelobaan kepada harta dan kemegahan, maka bagaimanakah tidak tergambar pada ketakutan kepada api neraka dan kelobaan kepada surga ?. Tetapi yang demikian itu, sukar karena kelemahan iman kepada Allah Ta’ala dan hari akhirat.

Apabila anda memperhatikan jumlah bahagian-bahagian tersebut dan jenis-jenis bisikan setan (waswas), niscaya anda tahu, bahwa masing-masing aliran dari aliran-aliran itu, mempunyai segi. Akan tetapi pada tempat tertentu. Kesimpulannya, bahwa untuk terlepas dari setan pada waktu sekejap mata atau seketika dari waktu, adalah tidak jauh dari kejadian (bisa saja terjadi). Tetapi untuk terlepasnya sepanjang umur (waktu yang lama) dari pengaruh setan, adalah jauh sekali daripada bisa tercapai dan suatu hal yang mustahil dapat terwujud. Jikalau dapatlah seseorang terlepas dari bisikan setan dengan segala gurisan di dalam hati dan pengobaran keinginan hawa nafsu, niscaya terlepaslah Rasulullah saw dari yang demikian.

Diriwayatkan, bahwa “Nabi saw memandang kepada bendera yang tergambar pada kainnya dalam shalat. Maka setelah beliau memberi salam dari shalat itu, lalu kain itu dilemparnya, seraya bersabda: “Kain itu menggangguku dari shalat”. Dan seterusnya, beliau bersabda: “Bawalah kain ini kepada Abi Jahm dan bawalah kepadaku anbijaniyahnya (kain lain yang tidak bergambar)”. Tersebut pada hadits lain: “Pada tangan Nabi saw ada sebentuk cincin emas. Lalu beliau lihat kepadanya, sedang beliau berada diatas mimbar. Kemudian, beliau lempar cincin itu, seraya bersabda: “Sekali memandang kepadanya dan sekali memandang kepadamu”. Adalah yang demikian itu, karena bisikan setan, dengan menggerakkan keenakan memandang kepada cincin emas dan gambar bendera pada kain tersebut. Dan adalah yang demikian, sebelum diharamkan emas. Maka karena itulah,

Nabi saw memakainya. Kemudian, beliau melemparkannya. Maka gangguan harta benda dunia dan emas peraknya, tidak akan hilang, selain dengan melemparkan dan berpisah dengan benda-benda tersebut. Selama masih memiliki sesuatu di luar keperluannya, walaupun satu dinar, maka dia tidak akan ditinggalkan oleh setan dari bisikan, dalam memikirkan dinarnya. Yaitu, bagaimana ia menjaganya, pada apa ia membelanjakannya dan bagaimana ia menyembunyikannya, sehingga tiada seorangpun yang tahu. Atau bagaimana ia menonjolkannya, sehingga ia dapat membanggakannya. Dan begitulah seterusnya dengan bisikan-bisikan yang lain.

Maka barangsiapa menancapkan kukunya dalam dunia, lalu mengharap terlepas dari setan, adalah seperti orang yang membenamkan tangannya dalam air madu dan menyangka, bahwa lalat tiada akan jatuh padanya. Itu adalah hal yang mustahil. Maka dunia adalah pintu besar untuk bisikan setan. Dan setan itu tidak mempunyai satu pintu saja, tetapi mempunyai banyak pintu. Seorang ahli hikmah (philosof) berkata, bahwa setan itu datang kepada manusia dari pihak perbuatan maksiat. Kalau manusia itu tidak mau, niscaya setan itu datang dari segi nasehat. Sehingga dilemparkannya manusia itu dalam perbuatan bid’ah (yang diada-adakan).

Kalau manusia itu enggan juga, niscaya disuruhnya menjaga diri dari dosa (taharruj) dan bersikap keras. Sehingga diharamkannya apa yang tidak haram. Kalau enggan juga, niscaya diragukan nya pada wudhu’ dan shalatnya. Sehingga dikeluarkannya dari ilmu. Kalau enggan juga, niscaya diringankannya kepadanya amalan kebajikan. Sehingga ia dilihat orang sebagai seorang yang sabar dan terpelihara dari perbuatan yang tidak baik (‘afif). Lalu cenderunglah hati mereka kepadanya. Maka timbullah sifat perasaan bangga diri. Dan binasalah ia dengan demikian. Pada waktu yang demikian, bersangatanlah keperluan, karena itu adalah akhir tingkat dalam perjuangan melawan setan. Dan tahulah kiranya, apabila dapat melewatinya, niscaya terlepaslah ia dari setan, menuju ke sorga.


PENJELASAN: tentang bisikan hati, cita-citanya, segala yang terguris padanya dan maksud-maksudnya


tentang bisikan hati, cita-citanya, segala yang terguris padanya dan maksud-maksudnya, yang disiksakan seorang hamba dengan yang tersebut itu dan apa yang dimaafkan, tiada disaksikan dengan yang demikian

Ketahuilah kiranya, bahwa ini adalah hal yang tersembunyi, yang memerlukan kepada penguraian. Ayat-ayat dan hadits-hadits yang bertentangan, telah membentangkannya, yang meragukan jalan untuk mengumpulkannya. Kecuali pada ulama-ulama yang ahli tentang agama. Telah diriwayatkan daripada Nabi saw, bahwa beliau bersabda: “Dimaafkan daripada umatku, apa yang dibisikkan oleh hatinya, bila tidak dikatakannya atau dikerjakannya”.

Abu Hurairah berkata: “Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman kepada para malaikat penjaga: “Apabila hambaKu bercita-cita perbuatan keji, maka janganlah kamu tuliskan ! kalau dikerjakannya, maka tulislah satu kekejian ! apabila ia bercita-cita perbuatan yang baik yang tidak dikerja kan nya, maka tulislah satu kebaikan ! dan kalau dikerjakannya, maka tulislah 10 kebaikan”. Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam “Shahih”nya.

Dan itu adalah dalil tentang dimaafkan pekerjaab dan cita-cita hati akan perbuatan keji. Dan pada kata-kata yang lain dari Nabi saw tersebut, yang artinya: “Orang yang bercita-cita perbuatan baik, lalu tidak dikerjakannya, maka dituliskan suatu kebaikan baginya. Dan orang yang bercita-cita suatu perbuatan baik, lalu dikerjakannya, maka dituliskan baginya 700 gandanya. Dan orang yang bercita-cita perbuatan keji, lalu tidak dikerjakannya, maka tidak dituliskan. Dan kalau dikerjakannya, maka dituliskan”. Dan pada kata-kata yang lain dari Nabi saw tersebut, yang artinya: “Apabila seseorang berkata akan mengerjakan suatu pekerjaan keji, maka aku akan mengampunkannya selama tidak dikerjakannya”. Semua yang tersebut tadi menunjukkan kepada pemaafan.

Adapun yang menunjukkan kepada penyiksaan, ialah firman Allah swt:
“Sekiranya kamu terangkan apa yang dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah akan memperhitungkan kamu juga. Allah mengampuni orang yang dikehendakiNya dan menyiksa orang yang dikehendakiNya”. S 2 Al Baqarah ayat 284.

Dan firman Allah Ta’ala:
 “Dan janganlah engkau turut apa yang tidak engkau ketahui, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan menerima pertanyaan”. S 17 Al Israa’ ayat 36.
Firman itu menunjukkan, bahwa perbuatan hati adalah seperti perbuatan pendengaran dan penglihatan. Tidak dimaafkan.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah menyembunyikan kesaksian ! siapa yang menyembunyikan kesaksiannya itu, sesungguhnya hatinya berdosa”. S 2 Al Baqarah ayat 283.
Dan firman Allah Ta’ala:
“Allah tidak mengadakan tuntutan kewajiban karena sumpahmu yang tidak disengaja. Tetapi Ia mengadakan tuntutan kewajiban terhadap apa yang dikerjakan hatimu”. S 2 Al Baqarah ayat 225.

Sebenarnya pada kami tentang persoalan ini, tidak dapat dipahami, sebelum diliputi dengan uraian pekerjaan hati, dari permulaan lahirnya sampai kepada lahirnya perbuatan pada anggota badan.

Maka sekarang kami terangkan, bahwa:
Yang pertama datang pada hati, ialah gurisan, sebagaimana –umpamanya- terguris pada hati seseorang, rupa seorang wanita. Dan wanita itu dibelakangnya di jalan. Jikalau ia berpaling kepadanya, niscaya dilihatnya.

Yang kedua, berkobar-kobar keinginan melihat. Dan itu, adalah gerakan nafsu syahwat yang menjadi sifat manusia. Dan ini terjadi dari gurisan yang pertama itu. Dan kami namakan: kecenderungan tabiat. Dan yang pertama tadi, dinamakan: kata hati (haditsun-nafsi).

Yang ketiga, keputusan hati, bahwa seyogyalah itu dikerjakan. Artinya: seyogyalah bahwa ia akan memandang wanita itu. Karena tabiat (karakter manusia) apabila cenderung kepada sesuatu, niscaya kemauan dan niat itu tidak bergerak, sebelum segala penghalang tersingkirkan. Kadang-kadang ia dicegah oleh malu atau takut menoleh. Dan tidak adanya penghalang-penghalang itu, kadang-kadang dengan perhatian. Yaitu, pada umumnya itu suatu ketetapan dari pihak akal. Dan ini dinamakan: tekad (keyakinan). Dan tekad itu mengikuti gurisan dan kecenderungan hati.

Dan yang keempat, keputusan azam (cita-cita) untuk menoleh kepada wanita tersebut dan keyakinan niat hati pada yang demikian. Dan inilah yang kami namakan: cita-cita, niat dan maksud mengerjakannya. Cita-cita itu kadang-kadang mempunyai dasar yang lemah. Tetapi apabila hati mendengar kepada gurisan yang pertama, sehingga panjang penarikannya kepada jiwa, niscaya cita-cita itu menjadi kuat. Dan menjadi kemauan yang diyakini. Apabila kemauan telah diyakini, kadang-kadang timbul penyesalan sesudah keyakinan itu. Lalu ditinggalkan mengerjakannya. Dan kadang-kadang lupa disebabkan oleh sesuatu penghalang. Lalu tidak dikerjakan dan tidak menoleh kepadanya. Dan kadang-kadang dicegah oleh sesuatu pencegah, lalu sulit mengerjakannya.

Maka disini ada 4 hal bagi hati, sebelum dikerjakan dengan anggota badan.

Yaitu: gurisan, ya’ni: kata hati.
Kemudian: kecenderungan, kemudian: tekad, kemudian: cita-cita.

Maka kami jelaskan, bahwa gurisan itu, tidak dikenakan tuntutan. Karena ia tidak termasuk dalam ikhtiar (pilihan atau usaha).

Begitu pula: kecendrungan dan berkobarnya nafsu syahwat. Keduanya tidak juga termasuk dalam ikhtiar.

Dan itulah yang dimaksudkan oleh sabda Nabi saw:
“Dimaafkan daripada umatku, apa yang dibisikkan oleh hatinya”.

Maka kata-hati itu, merupakan gurisan-gurisan yang membisik dalam hati (jiwa). Dan tidak diikuti oleh cita-cita mengerjakannya.

Adapun cita-cita dan azam, maka tidak dinamakan: kata hati. Akan tetapi kata-hati, adalah sebagaimana diriwayatkan dari Usman bin Madl’un, dimana ia mengatakan kepada Nabi saw: “Wahai Rasulullah ! hatiku mengatakan kepadaku, supaya aku ceraikan Khaulah !”.

Lalu Nabi saw menjawab: “Hati-hati ! sesungguhnya, diantara sunnahku, ialah: kawin (nikah)”. Usman bin Madh’un berkata lagi: “Hatiku mengatakan kepadaku, supaya aku potong alat nafsu syahwatku”. Nabi saw menjawab: “Hati-hati ! memutuskan alat nafsu syahwat umatku, ialah membiasakan berpuasa”. Usman bin Madh’un berkata pula: “Hatiku mengatakan kepadaku, supaya aku menjadi padri”.

Nabi saw menjawab: “Hati-hati ! kepadrian umatku, ialah jihad dan hajji”. Usman bin Madh’un berkata lagi: “Hatiku mengatakan kepadaku, supaya aku meninggalkan makan daging”. Nabi saw menjawab: “Hati-hati ! sesungguhnya aku menyukai daging. Jikalau aku memperolehnya, niscaya aku makan. Dan jikalau aku minta pada Allah, niscaya diberikanNya kepadaku”. Semua gurisan ini yang tidak disertai oleh azam mengerjakannya, adalah: kata hati (haditsun-nafsi). Dan karena itulah Usman bin Madh’un bermusyawarah dengan Rasulullah saw. Karena tidak ada padanya azam dan cita-cita dengan perbuatan itu.

Adapun yang ketiga, yaitu: tekad dan keputusan hati, bahwa seyogyanya ia mengerjakannya, maka ini adalah keragu-raguan (taraddud), diantara terpaksa atau dengan pilihan (ikhtiar) mengerjakannya. Dan keadaan berbeda-beda padanya. Yang ikhtiar (dengan pilihan dan kemauan sendiri) dilakukan tuntutan. Dan yang idltirari (yang terpaksa dikerjakan), tidak dilakukan tuntutan.

Adapun yang keempat, yaitu: cita-cita mengerjakannya, maka dilakukan tuntutan. Kecuali, kalau tidak dikerjakannya, maka itu diperhatikan. Kalau ditinggalkannya karena takut kepada Allah Ta’ala dan menyesal diatas cita-citanya itu, niscaya dituliskan untuknya suatu kebaikan. Karena cita-citanya itu keji. Dan pencegahan diri dan mujahadahnya (kesungguhannya) akan hawa nafsunya itu, suatu kebaikan. Dan cita-cita yang sesuai dengan tabiat itu, termasuk diantara yang menunjukkan kepada sempurnanya kelalaian kepada Allah Ta’ala. Dan mencegah diri dengan mujahadah (bersungguh-sungguh). itu menyalahi tabiat (keinginan hawa nafsu), yang memerlukan kepada kekuatan besar. Maka sesungguhnya menyalahi tabiat itu, adalah amalan karena Allah Ta’ala.

Dan amalan karena Allah Ta’ala itu, lebih berat daripada kesungguhannya menyetujui setan dengan menyetujui tabiat (keinginan hawa nafsu) itu. Lalu dituliskan suatu kebaikan baginya. Karena ia menguatkan kesungguhannya mencegah diri dan cita-citanya yang tersebut, daripada cita-citanya mengerjakan perbuatan itu.

Kalau ia tercegah dari perbuatan itu disebabkan oleh sesuatu pencegah atau ditinggalkannya disebabkan sesuatu halangan, bukan karena takut kepada Allah Ta’ala, niscaya dituliskan suatu kekejian kepadanya. Karena cita-citanya itu merupakan suatu perbuatan ikhtiari dari hati. Alasan atas uraian ini, ialah apa yang diriwayatkan dalam kitab “Shahih”, yang terurai pada kata-kata hadits. Rasulullah saw bersabda: “Para malaikat itu berkata: “Wahai Tuhanku ! orang itu hambaMu, yang bermaksud berbuat kekejian, sedang ia lebih melihatnya”. Maka Allah berfirman: “Intiplah dia ! kalau dikerjakannya, maka tulislah kejahatan itu seperti yang dikerjakannya! kalau ditnggalkannya, maka tulislah suatu kebaikan baginya ! sesungguhnya ia meninggalkan kekejian itu, dari karenaKu”. Sekiranya dikatakan: “Jikalau tidak dikerjakan kekejian itu”, dimaksudkan, ialah ditinggalkannya, karena Allah.

Adapun, apabila seseorang berazam kepada perbuatan keji, lalu berhalangan disebabkan oleh sesuatu sebab atau karena lupa, maka bagaimanakah kekejian itu ditulisan baginya suatu kebaikan ? Naib saw bersabda: “Manusia itu dibangkitkan menurut niatnya”. Kita mengetahui, bahwa siapa yang berazam pada malamnya, bahwa pada paginya ia akan membunuh orang Islam atau akan berzina dengan seorang wanita, lalu mati ia pada malam itu, niscaya ia mati diatas kemaksiatan. Dan ia dibangkitkan nanti menurut niatnya. Ia telah bercita-cita dengan perbuatan keji dan tidak dikerjakannya.

Keterangan yang kuat tentang itu, ialah hadits yang diriwayatkan daripada Nabi saw, yang bersabda: “Apabila bertemu dua orang muslim dengan pedang di tangannya masing-masing, maka si pembunuh dan yang terbunuh itu dalam neraka. Lalu ditanyakan: “Wahai Rasulullah ! ini si pembunuh ! maka bagaimana halnya yang terbunuh ? Nabi saw menjawab: “Karena itu bermaksud membunuh temannya”. Ini adalah suatu ketegasan (nash) tentang jadinya isi neraka dengan semata-mata kehendak. Sedang dia terbunuh dengan teraniaya. Maka bagaimana menjadi sangkaan, bahwa Allah Ta’ala tiada mengadakan tuntutan (Siksaan) dengan niat dan cita-cita ? bahkan semua cita-cita itu masuk dalam pilihan (ikhtiar) seseorang hamba. Ia dituntut (disiksa) dengan yang demikian. Kecuali ditutupnya dengan kebaikan. Dan meruntuhkan azam dengan penyesalan itu kebaikan. Maka karena itulah, dituliskan baginya suatu kebaikan.

Adapun luputnya yang dimaksud lantaran halangan, maka tidaklah dinamakan kebaikan. Gurisan-gurisan hati, kata hati dan berkobarnya keinginan, tidaklah semua ini masuk dalam ikhtiar. Mengadakan tuntutan (siksaan) dengan yang tersebut, adalah memberatkan sesuatu yang tiada disanggupi.
Dan karena itulah, tatkala turun firman Allah Ta’ala:
“Sekiranya kamu terangkan apa yang dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah akan memperhitungkan kamu juga”. Al-Baqarah ayat 284,
lalu: datanglah banyak dari para sahabat kepada Rasulullah saw seraya berkata: “Kami diberati dengan yang tiada kami sanggupi. Bahwa seseorang dari kami berkata dalam hatinya, dengan yang tiada disukainya tetap dalam hatinya. Kemudian ia diperkirakan, yang demikian”. Nabi saw menjawab: “Mungkin kamu mengatakan seperti dikatakan oleh orang Yahudi: “Kami mendengar dan kami ingkari”. Katakanlah: “Kami mendengar dan kami taati”. Lalu para sahabat itu berkata: “Kami mendengar dan kami taati”.
Maka Allah Ta’ala menurunkan kelapangan sesudah setahun dengan firmanNya:
“Allah tiada memikulkan kewajiban kepada seorang, melainkan sekedar kekuatannya”. S 2 Al Baqarah ayat 286.

Maka jelaslah, bahwa semua pekerjaan hati yang tidak masuk dalam kelapangan, adalah yang tidak diadakan tuntutan (siksaan). Maka ini adalah penyingkapan tutup daripada keraguan itu. Tiap-tiap orang yang menyangka, bahwa semua yang berlaku dalam hati dinamakan: kata-hati dan tidak diperbedakannya diantara 3 bahagian itu, maka pastilah ia salah. Bagaimana tidak diadakan tuntutan (siksaan) dengan pekerjaan hati, seperti: sombong, membanggakan diri, ria, nifaq, dengki dan sejumlah perbuatan hati yang keji-keji lainnya ? bahkan pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya diminta tanggung jawab. Artinya: yang tidak masuk dalam ikhtiar (dalam pilihan dan kemauan sendiri). Kalau jatuh pandangan tanpa ikhtiar, kepada wanita yang bukan mahramnya, maka tidak diadakan tuntutan (siksaan). Kalau diikutinya dengan pandangan kedua, maka diadakan tuntutan (siksaan). Karena sudah dengan pilihan dan kemauannya.

Maka begitupula semua gurisan hati berlalu seperti ini. Bahkan hati itu lebih utama diadakan tuntutan (siksaan), karena dia adalah pokok. Nabi saw bersabda: “Taqwa itu disini… lalu Nabi saw menunjukkan kepada hati”. Allah Ta’ala berfirman:
Tiada akan sampai daging dan darahnya itu kepada Allah, hanya yang sampai kepadaNya, ialah taqwa daripadamu”. S 22 Al Hajj ayat 37.
Nabi saw bersabda:
“Dosa itu membekas pada hati”.

Nabi saw bersabda:
“Kebajikan itu ialah yang menentramkan hati, walaupun mereka meminta fatwa pada engkau dan mereka meminta fatwa pada engkau”.

 Sehingga kami dapat mengatakan, bahwa apabila hati yang memberi fatwa, menetapkan dengan kepositipan sesuatu dan ia bersalah dalam hal itu, maka ia memperoleh pahala.

Bahkan, siapa yang menyangka bahwa ia suci (mempunyai wudhu’), maka bolehlah ia mengerjakan shalat. Kalau ia sudah mengerjakan shalat, kemudian teringat, bahwa ia tiada berwudhu’, niscaya baginya pahala dengan perbuatannya itu. Kalau ia teringat, kemudian ia tinggalkan (tiada dikerjakannya shalat), niscaya ia disiksa. Siapa yang mendapati seorang wanita pada tempat tidurnya, lalu menyangka bahwa wanita itu isterinya, niscaya ia tidak maksiat dengan menyetubuhinya, walaupun ternyata kemudian, wanita itu orang lain. Kalau disangkanya wanita itu orang lain, lalu disetubuhinya, niscaya ia maksiat, walaupun ternyata kemudian, wanita itu isterinya. Semua itu dipandang kepada hati, tidak kepada anggota badan.

PENJELASAN: penguraian tempat-tempat masuknya setan ke dalam hati


Ketahuilah, bahwa contohnya hati itu seperti benteng. Dan setan itu musuh, yang bermaksud masuk ke dalam benteng. Lalu ia memilikinya dan menguasainya. Dan tidak sanggup menjaga benteng dari musuh, selain dengan menjaga pintu-pintu benteng, tempat-tempat masuk dan tempat-tempat lobangnya. Dan tidak sanggup menjaga pintu-pintunya, oleh orang yang tiada mengetahui pintu-pintu itu. Maka menjaga hati dari bisikan setan itu wajib. Yaitu: fardlu ‘ain (wajib dikerjakan) atas tiap-tiap orang mukallaf (sudah baligh dan berakal).

Dan sesuatu yang menyampaikan kepada wajib, juga menjadi wajib. Dan tidak sampai dapat menolak setan, selain dengan mengetahui tempat-tempat masuknya. Lalu mengetahui tempat-tempat masuknya itu menjadi wajib. Tempat-tempat masuk setan dan pintu-pintunya, ialah: sifat-sifat hamba. Dan itu banyak. Tetapi, kami akan menunjukkan kepada pintu-pintu yang besar, yang berlaku seperti jalan-jalan yang tidak sempit dari banyaknya tentara setan. Diantara pintu-pintu setan yang besar, ialah: marah dan nafsu syahwat. Marah, ialah binasanya akal. Apabila lemah tentara akal, niscaya tentara setan menyerang. Manakala manusia itu marah, niscaya setan bermain dengan dia, seperti anak-anak bermain dengan bola.

Diriwayatkan, bahwa Musa as dijumpai oleh Iblis. Lalu Iblis itu berkata kepadanya:
“Hai Musa ! engkau yang dipilih oleh Allah menjadi rasulNya dan berkata-kata dengan engkau. Dan aku adalah salah satu daripada makhlukNya, yang telah berdosa. Aku mau bertaubat. Maka bersyafaatlah engkau kepadaku pada Tuhanku, kiranya Ia menerima taubatku !”. Musa menjawab: “Boleh !”. Tatkala Musa as naik diatas bukit dan berkata-kata dengan Tuhan ‘Azza Wa Jalla dan mau turun, lalu Tuhan berfirman kepadanya: “Tunaikanlah amanah !”. Maka Musa as menjawab: “Wahai Tuhanku ! hambaMu Iblis ingin bertaubat !”. Lalu Allah Ta’ala mewahyukan kepada Musa: “Wahai Musa ! engkau telah menunaikan hajat engkau. Suruhlah Iblis itu bersujud kepada kuburan Adam, sehingga diterima taubatnya”.
Kemudian, Musa menemui Iblis dan berkata kepadanya: “Aku telah tunaikan hajatmu.
Kamu disuruh bersujud kepada kuburan Adam, sehingga diterima taubatmu”. Lalu Iblis itu marah dan menyombong, seraya berkata: “Aku tidak sujud kepadanya waktu dia masih hidup. Apakah aku akan sujud kepadanya, setelah ia mati ?”. Kemudian, Iblis itu berkata kepada Musa as: “Hai Musa ! engkau mempunyai hak atasku, disebabkan engkau memberi syafaat bagiku kepada Tuhan engkau. Ingatlah akan aku pada 3 hal, yang tidak akan aku binasakan engkau padanya: ingatlah aku ketika engkau marah. Sesungguhnya rohku dalam hati engkau. Mataku pada mata engkau.

Aku lalu pada engkau pada tempat lalunya darah. Ingatlah aku apabila engkau marah. Sesungguhnya apabila manusia sudah marah, niscaya aku hembuskan dalam hidungnya. Lalu ia tidak tahu apa yang akan diperbuatnya. Ingatlah aku ketika engkau berada di garis perang. Maka sesungguhnya, aku akan mendatangi manusia, ketika berada di garis perang. Lalu aku ingatkan dia akan isterinya, anaknya dan keluarganya. Sehingga ia berpaling dari garis perang. Jagalah diri dari duduk-duduk dengan wanita yang bukan mahram. Aku adalah utusannya kepada engkau dan utusan engkau kepadanya. Maka selalu aku demikian, sehingga aku membuat fitnah diantara engkau dengan dia dan aku membuat fitnah diantara dia dengan engkau”. Setan itu menunjukkan dengan yang demikian, kepada nafsu syahwat, marah dan rakus. Melarikan diri dari garis perang (perjuangan), adalah rakus kepada dunia. Enggannya setan daripada sujud kepada Adam as yang sudah wafat adalah: dengki. Dan dengki itu tempat masuknya yang terbesar.

Telah disebutkan, bahwa sebahagian wali-wali berkata kepada Iblis: “Perlihatkanlah kepadaku, bagaimana engkau mengalahkan anak Adam (manusia). Iblis menjawab: “Aku ambil dia ketika marah dan ketika datang hawa nafsunya”. Menurut cerita, Iblis itu datang pada seorang biarawan Bani Israil. Lalu biarawan itu bertanya kepadanya: “Budi pekerti yang mana dari manusia, yang lebih menolong kamu ?”. Iblis itu menjawab: “Cepat marah. Apabila manusia, yang lebih menolong kamu ?”. Iblis itu menjawab: “Cepat marah. Apabila manusia itu lekas marah, niscaya kami bulak-balikkan dia, seperti anak-anak membalik-balikkan bola”.

Ada yang mengatakan, bahwa setan itu berkata: “Bagaimana aku dikalahkan oleh manusia ? apabila ia suka, aku datang. Sehingga aku berada dalam hatinya. Apabila ia marah, aku terbang. Sehingga aku berada pada kepalanya”. Diantara pintu-pintu setan yang besar, ialah: dengki dan rakus. Manakala manusia itu rakus terhadap tiap-tiap sesuatu, niscaya kerakusan itu membutakan dan menulikannya, karena Nabi saw bersabda: “Kesukaanmu kepada sesuatu, membutakan dan menulikan kamu”. Sinar mata hati itulah yang memperkenalkan tempat-tempat masuknya setan. Apabila manusia itu ditutup oleh dengki dan rakus, niscaya ia tidak dapat melihat. Maka ketika itu, setan mendapat kesempatan. Lalu baguslah pada orang yang rakus, semua yang dapat menyampaikannya kepada nafsu syahwatnya, meskipun barang itu munkar dan keji.

Diriwayatkan, bahwa Nabi Nuh as tatkala memasuki kapalnya, lalu membawa masing-masing berpasangan, jantan dan betina, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala. Lalu ia melihat dalam kapal itu seorang tua yang tidak dikenalnya.
Nuh as bertanya: “Apakah yang menyebabkan engkau masuk kemari ?”. Orang tua itu menjawab: “Aku masuk, untuk mendatangkan bencana ke dalam hati teman-temanmu. Lalu hati mereka bersama aku dan badannya bersama kamu”. Lalu Nuh as berkata: “Keluar dari kapal ini, hai musuh Allah ! engkau sesungguhnya terkutuk”. Lalu Iblis itu berkata: “5 perkara yang membinasakan manusia dan akan aku ceritakan kepada engkau 3 perkara daripadanya. Dan yang 2 perkara tidak akan aku ceritakan”.
Lalu Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada Nuh as, bahwa: “Engkau tidak memerlukan yang 3 perkara itu. Dan hendaklah diterangkannya kepada engkau yang 2 perkara lagi”. Lalu Nuh as bertanya kepada Iblis tersebut: “Mana yang 2 perkara itu ?”. Iblis itu menjawab: “Keduanya yang tidak membohongi aku. Keduanya yang tidak menyalahi aku. Dengan keduanya itu, manusia binasa: rakus dan dengki. Dengan sebab dengki, aku terkutuk dan aku mejadi setan terkutuk. Adapun rakus, maka telah dibolehkan bagi Adam sorga seluruhnya, selain sepohon kayu. Maka aku memperoleh hajatku daripadanya disebabkan kelobaannya”. Diantara pintu-pintu setan yang besar, ialah: kenyang dari makanan, walaupun makanan itu halal dan bersih. Karena kenyang menguatkan nafsu syahwat. Dan nafsu syahwat itu senjata setan.

Diriwayatkan, bahwa Iblis datang kepada Nabi Yahya dan Zakaria as.
Beliau melihat pada Iblis itu, perkakas tempat menggantungkan daging dari segala sesuatu. Lalu beliau bertanya kepada Iblis itu: “Apakah perkakas-perkakas penggantung ini ?”. Iblis menjawab: “Inilah nafsu syahwat yang aku jadikan bencana kepada anak Adam. Lalu Nabi Yahya as bertanya: “Adakah bagiku padanya sesuatu ?”. Iblis itu menjawab: “Kadang-kadang engkau kenyang, lalu kami beratkan engkau daripada shalat dan dzikir”. Nabi Yahya as bertanya lagi: “Adakah yang lain dari itu ?”. Iblis menjawab: “Tidak !”. Maka Nabi Yahya as berkata: “Menjadi kewajibanku bagi Allah, bahwa aku tiada akan memenuhkan perutku selama-lamanya dengan makanan”. Lalu Iblis menyambung: “Menjadi kewajibanku bagi Allah, bahwa aku tiada akan memberi nasehat selama-lamanya kepada orang Islam”.

Dikatakan mengenai banyaknya makan, ada 6 perkara yang tercela:
Pertama:  menghilangkan takut kepada Allah dari hatinya.
Kedua:    menghilangkan belas kasihan dari hatinya kepada orang lain. Karena ia menyangka, semua orang itu kenyang.
Ketiga:    banyak makan itu memberatkan dari berbakti (taat).
Keempat: apabila ia mendengar perkataan hikmat, ia tidak memperoleh kehalusan jiwanya.
Kelima:   apabila ia berkata-kata dengan pangajaran dan hikmat, tidak berkesan pada hati manusia.
Keenam:   bahwa banyak makan itu mendatangkan penyakit.

Diantara pintu-pintu setan, ialah menyukai penghiasan dengan perabot rumah, kain dan rumah. Setan apabila melihat yang demikian mengerasi pada hati manusia, niscaya ia bertelur didalam hati dan menetas. Lalu senantiasalah setan mengajak manusia itu untuk membangun rumah, menghiasi loteng dan dinding nya, meluaskan bangunan-bangunannya. Dan mengajak untuk menghiaskan diri dengan kain dan binatang kendaraan dan menggunakannya sepanjang umurnya. Apabila setan telah dapat menjatuhkan manusia pada yang demikian, maka setan itu tidak perlu lagi kembali kepada manusia tadi untuk kedua kalinya. Karena sebahagian yang demikian itu menghela kepada sebahagian yang lain. Lalu senantiasalah manusia itu melaksanakannya dari sesuatu kepada sesuatu yang lain, sampai ajalnya tiba. Maka iapun mati. Sedang ia pada jalan setan dan mengikuti hawa nafsu. Dan dari yang demikian itu, ditakuti akan buruk akibatnya dengan kekufuran. Kita berlindung dengan Allah daripadanya !.

Diantara pintu-pintu setan yang besar, ialah sifat loba pada manusia. Karena apabila loba itu telah mengerasi pada hati, niscaya senantiasalah setan itu berusaha pada manusia tadi, supaya menyukai membuat-buat dan menghiasi terhadap orang yang ia mengharapkan sesuatu padanya, dengan bermacam-macam ria dan kepalsuan. Sehingga yang dilobakan itu seolah-olah menjadi sembahannya. Maka senantiasa ia berpikir berdaya-upaya supaya orang itu menyukai dan mencintainya. Dan ia masuki semua tempat masuk untuk sampai kepada yang demikian. Sekurang-kurang, tingkah-lakunya, memuji orang itu dan berminyak-minyak air dengan dia dengan meninggalkan amar-ma’ruf dan nahi-munkar.

Shafwan bin Salim meriwayatkan, bahwa Iblis datang kepada Abdullah bin Handhalah, seraya berkata kepadanya:
“Hai anak Handhalah ! hafalkanlah daripadaku sesuatu yang akan aku ajarkan kepadamu !”. Ibnu Handhalah menjawab: “Aku tiada memerlukan sesuatu itu”. Setan itu berkata: “Perhatikanlah ! jikalau itu baik, engkau ambil dan jikalau buruk, engkau tolak. Hai anak Handhalah ! jangan engkau meminta suatu permintaan kegemaran pada seseorang, selain pada Allah ! perhatikanlah, bagaimana engkau apabila marah ! sesungguhnya aku yang memiliki engkau, apabila engkau marah”. Diantara pintu-pintunya yang besar, ialah terburu-buru dan meninggalkan ketetapan tentang semua urusan.

Nabi saw bersabda:
Terburu-buru itu dari setan dan pelan-pelan itu dari Allah Ta’ala”. Allah Ta’ala berfirman: “Manusia itu diciptakan bersifat tergesa-gesa”. S 21 Al Anbiyaa’ ayat 37.

Allah Ta’ala berfirman:
Dan manusia itu adalah tergesa-gesa”. S 17 Al Israa’ ayat 11.

Allah Ta’ala berfirman kepada NabiNya saw:
Dan janganlah engkau tergesa-gesa tentang Alquran itu, sebelum selesai diwahyukan kepada engkau !”. S 20 Thaahaa ayat 114.

Demikianlah, karena semua perbuatan itu seyogyalah adanya sesudah memperhatikan dengan penglihatan yang mendalam dan mengetahuinya. Perhatian yang mendalam itu memerlukan kepada pemerhatian dan pelan-pelan. Sikap tergesa-gesa menghalangi daripada yang demikian. Dan ketika tergesa-gesa, setan itu melakukan kejahatannya kepada manusia, dimana manusia itu tiada mengetahuinya.

Dirwayatkan, bahwa ketika Isa putera Maryam as dilahirkan, datanglah setan-setan kepada Iblis. Mereka mengatakan: “Patung-patung berhala telah terjungkir balik kepalanya”. Iblis menjawab: “Ini adalah suatu kejadian, yang telah terjadi. Kamu harus tetap pada tempatmu”. Lalu Iblis itu terbang, sehingga sampai kedua ufuk bumi. Ia tiada memperoleh apa-apa. Kemudian, ia mendapati Isa as telah lahir dan para malaikat mengelilinginya. Lalu Iblis itu kembali kepada setan-setan tadi, seraya berkata: “Bahwa seorang nabi telah lahir kemarin.

Tidak ada seorangpun wanita yang mengandung dan melahirkan, melainkan aku hadir kepadanya, kecuali ini. Maka putuslah kiranya harapanmu, bahwa patung-patung berhala itu akan disembah orang sesudah malam ini. Akan tetapi, datangilah anak Adam dari pihak tergesa-gesa dan memandang enteng terhadap sesuatu pekerjaan !”. Diantara pintu-pintunya yang besar, ialah: dirham, dinar dan bermacam-macam harta lainnya, dari harta benda, binatang ternak dan tanah ladang. Sesungguhnya semua yang melebihi dari sekedar makanan penting dan yang diperlukan, adalah tempat ketetapan setan. Orang yang mempunyai makanan yang perlu, maka hatinya kosong dari kesusahan hidup. Kalau ia memperoleh 100 dinar umpamanya dengan suatu jalan, niscaya tergeraklah dari hatinya 10 nafsu syahwat. Masing-masing nafsu syahwat itu memerlukan kepada 100 dinar lain. Sehingga tiada mencukupilah apa yang diperolehnya.

Akan tetapi ia memerlukan kepada 900 lain. Sebelum ada yang 100 itu, ia merasa cukup. Lalu sekarang, setelah diperolehnya 100 tadi, maka ia menyangka bahwa ia telah kaya. Dan ia memerlukan kepada 900 tadi, untuk membeli rumah yang akan ditempatinya. Dan untuk membeli seorang budak perempuan. Untuk membeli perabot rumah. Dan membeli pakaian yang megah. Masing-masing dari yang tersebut itu memerlukan yang lain lagi, yang layak dengan dia. Dan yang demikian itu tiada berkesudahan. Akhirnya jatuhlah ia ke dalam jurang, yang berkesudahan neraka jahannam yang dalam. Tiada penghabisannya selain dari itu.

Tsabit Al-Bannani berkata:
“Tatkala Rasulullah saw diutus, lalu Iblis berkata kepada setan-setannya: “Telah terjadi suatu kejadian, maka lihatlah apa kejadian itu !”. Maka setan-setan itu berjalan kesana-kemari, sehingga mereka payah. Kemudian, mereka datang dan berkata: “Kami tidak tahu. Lalu Iblis itu berkata: “Aku akan sampaikan kepada kamu berita itu”. Iblis itupun pergi, kemudian datang dan berkata: “Allah telah mengutus Muhammad saw”. Lalu Iblis itu mengutus setan-setannya kepada sahabat-sahabat Nabi saw. Mereka itu kembali dengan kecewa dan mengatakan: “Tiada kami temui suatu kaumpun seperti mereka. Kami memperoleh mereka dengan bisikan, kemudian mereka berdiri kepada shalat. Maka terhapuslah yang demikian”. Lalu Iblis berkata: “Pelan-pelanlah dengan mereka ! mudah-mudahan Allah membuka dunia kepada mereka, lalu kita memperoleh hajat kita dari mereka”.

Diriwayatkan, bahwa Isa as pada suatu hari berbantal dengan batu. Lalu lewatlah Iblis, seraya berkata: “Hai Isa ! engkau suka pada dunia ?”. Maka Isa as mengambil batu itu, melemparkan Iblis tadi dari bawah kepalanya, seraya berkata: “Ini untukmu bersama dunia !”. Pada hakekatnya, orang yang memiliki sebuah batu, dimana ia berbantal dengan batu itu ketika tidur, sesungguhnya ia telah memiliki dari dunia, apa yang mungkin menjadi senjata setan terhadap dirinya. Karena orang yang bangun malam umpamanya untuk shalat, manakala sebuah batu itu dekat kepadanya, yang mungkin dibantalinya, maka senantiasalah batu itu mengajaknya kepada tidur dan kepada membatalinya.

Jikalau tidaklah demikian, niscaya tidaklah terguris yang demikian itu pada hatinya. Dan tidaklah tergerak keinginannya kepada tidur. Ini mengenai batu ! maka betapa pula dengan orang yang mempunyai bantal empuk, tikar licin dan tempat istirahat yang baik. Maka kapankah ia rajin beribadah kepada Allah Ta’ala ? Diantara pintu-pintunya yang besar, ialah: kikir dan takut miskin. Yang demikian itu mencegah daripada membelanjakan harta dan bersedekah. Dan mengajak kepada menyimpan, gudang dan azab yang pedih. Dan itulah yang dijanjikan bagi orang-orang yang membanyak-banyakkan harta, sebagaimana yang dituturkan oleh Alquran Mulia.

Khaitsamah bin Abdurrahman berkata: “Setan itu berkata: “Aku tidak dapat dikalahkan oleh anak Adam. Maka tidak dapat ia mengalahkan aku pada 3 hal, yaitu: aku suruh dia mengambil harta yang bukan haknya, membelanjakannya pada bukan haknya dan melarangkannya pada haknya”.

Sufyan Ats-Tsuri berkata:
“Setan itu tiada mempunyai senjata, seperti: sifat takut miskin. Apabila manusia menerima yang demikian dari setan, niscaya ia berbuat yang batil/salah, mencegah yang hak, berkata-kata dengan hawa nafsu dan menyangka Tuhannya dengan sangkaan buruk”. Diantara bahaya kikir, ialah: rakus kepada mengharuskan diri tinggal di pasar-pasar, untuk mengumpulkan harta. Pasar-pasar itu adalah tempat berkumpulnya setan-setan.

Abu Umamah berkata,
bahwa Rasulullah saw bersabda: “Bahwa Iblis itu, tatkala turun ke bumi, lalu berdoa: “Wahai Tuhanku ! Engkau turunkan aku ke bumi dan Engkau jadikan aku terkutuk, maka buatlah bagiku sebuah rumah !”. Allah Ta’ala menjawab: “Rumahmu kamar mandi !”. Iblis itu meneruskan doanya: “Buatlah bagiku sebuah tempat duduk !”. Allah Ta’ala menjawab: “Tempat dudukmu pasar-pasar dan tempat-tempat berkumpul di jalan-jalan raya”. Iblis itu meneruskan doanya: “Buatlah bagiku suatu makanan !”.

Allah menjawab: “Makananmu yang tidak disebutkan nama Allah (tidak dibacakan: Bismillah) padanya”. Iblis itu meneruskan doanya: “Buatlah bagiku suatu minuman !”. Allah Ta’ala menjawab: “Minumanmu semua yang memabukkan”. Iblis itu meneruskan doanya: “Adakanlah bagiku seorang muadz-dzin !”. Allah Ta’ala menjawab: “Muadz-dzinmu, yaitu: suling-suling”. Iblis itu meneruskan doanya: “Buatlah bagiku Quran !”. Allah Ta’ala menjawab: “Quranmu yaitu: sya’ir”. Iblis itu meneruskan doanya: “Buatlah bagiku sebuah kitab !”. Allah Ta’ala menjawab: “Kitabmu, ialah: tatto (lukisan dan garisan-garisan pada badan)”. Iblis itu meneruskan doanya: “Buatlah bagiku hadits !”. Allah Ta’ala menjawab: “Haditsmu, yaitu: dusta”. Iblis itu meneruskan doanya: “Buatlah bagiku tempat memancing !”. Allah Ta’ala menjawab: “Yaitu: wanita”. Diantara pintu-pintu setan yang besar, ialah: fanatik mazhab, hawa nafsu, dengki kepada musuh, memandang kepada musuh dengan pandangan rendah dan hina. Yang demikian itu, termasuk yang membinasakan hamba dan orang-orang fasik sekalian. Sesungguhnya mencaci orang dan asyik menyebut kekurangan mereka adalah sifat yang terjadi pada tabiat manusia, diantara sifat-sifat binatang buas.

Apabila setan mendatangkan khayalan kepada manusia, bahwa yang demikian itu adalah benar dan bersesuaian dengan nalurinya, niscaya bersangatanlah manisnya pada hati manusia. Lalu ia melakukannya dengan seluruh kemauannya. Dan ia dengan yang demikian itu merasa senang dan gembira. Ia menyangka, bahwa ia berbuat dalam bidang agama, padahal ia berbuat mengikuti setan.

Anda melihat, seseorang dari mereka, fanatik kepada Abubakar Siddik ra, sedang ia memakan yang haram. Lidahnya terlepas dengan kata yang sia-sia dan dusta dan berbuat dengan segala macam kerusakan. Jikalau Abubakar melihatnya, niscaya dia musuhnya yang pertama. Karena pengikut Abubakar, ialah orang yang mengambil jalannya, berjalan menurut jalannya dan menjaga apa yang diantara janggut dan kumisnya (mulutnya).

Dan adalah diantara perjalanan hidup Abubakar ra meletakkan batu pada mulutnya, untuk mencegah lidahnya daripada berkata-kata yang tidak berfaedah. Maka bagaimana bagi orang yang berkata dengan yang sia-sia ini, mendakwakan dirinya mengikuti dan mencintai Abubakar ra, sedang ia tidak bertingkah-laku dengan tingkah laku Abubakar ?

Kita melihat seorang yang lain yang berkata dengan sia-sia, bahwa ia fanatik kepada Ali ra, sedang diantara zuhudnya Ali dan tingkah lakunya, bahwa beliau waktu menjadi khalifah, membeli pakaiannya dengan harganya 3 dirham dan memotong ujung kedua lengan bajunya sampai ke pergelangan tangannya. Dan kita melihat orang fasik itu memakai kain sutera dan menghiaskan diri dengan harta, yang diusahakannya dari yang haram. Ia berbuat mencintai Ali ra dan mendakwakannya, sedang sebenarnya ia adalah musuh Ali yang pertama pada hari kiamat.

Alangkah samanya dengan orang yang mengambil seorang anak yang amat dikasihi oleh orang tuanya, yang menjadi hiasan matanya dan buah hatinya. Lalu dipukulinya anak itu, dicubitnya, dicabuti rambutnya dan dipotong nya dengan gunting kain. Dalam pada itu, ia mendakwakan, bahwa ia mencintai bapaknya dan mematuhinya. Maka bagaimanakah keadaannya orang itu pada siayah anak tadi ? Sebagaimana diketahui, bahwa Abubakar ra, Umar ra, Usman ra, Ali ra dan para sahabat lainnya, lebih mencintai agama dan syara’ (agama) daripada keluarga dan anak. Bahkan dari diri mereka itu sendiri.

Orang-orang yang melemparkan dirinya ke dalam perbuatan maksiat sepanjang agama, adalah orang-orang yang mengoyak-ngoyakkan syara’ (agama) dan memotong-motongnya dengan gunting-gunting nafsu syahwat. Dan mereka memperoleh kasih-sayang musuh Allah dan musuh para walinya, yaitu: Iblis. Maka anda akan melihat, bagaimana keadaan mereka pada hari kiamat di sisi para sahabat dan di sisi para wali Allah Ta’ala. Bahkan, jikalau terbukalah tutup dan mereka itu mengetahui apa yang disukai oleh para sahabat pada umat Rasulullah saw, niscaya mereka itu malu membawa kepada lidahnya akan menyebutkan para sahabat, sedang perbuatan mereka itu demikian kejinya.

Kemudian, setan itu mengkhayalkan kepada mereka, bahwa orang yang mati dengan mencintai Abubakar dan Umar, maka api neraka tidak akan mengelilingi kelilingnya. Dan kepada orang lain, setan itu mengkhayalkan, bahwa apabila ia mati dengan mencintai Ali, niscaya ia tidak akan mengalami ketakutan.
Ini Rasulullah saw bersabda kepada Fatimah ra dan Fatimah itu sepotong daging daripadanya: “Beramallah, hai Fatimah ! sesungguhnya aku tidak memerlukan sesuatu daripada engkau dari Allah”.
Inilah contoh yang kami kemukakan dari jumlah hawa nafsu. Dan begitu pulalah hukumnya orang-orang yang fanatik kepada Asy-Syafi’i, Abu Hanifah, Malik, Ahmad dan imam-imam yang lain. Semua orang yang mendakwakan berpegang dengan mazhab seseorang imam, sedang ia tidak menjalankan yang dijalankan oleh imam tersebut, maka imam itu adalah musuhnya pada hari kiamat.

Karena imam itu berkata kepadanya: “Mazhabku adalah kerja, tidak bicara dengan lidah. Bicara dengan lidah adalah untuk bekerja, tidak untuk yang sia-sia. Maka sebagaimana halmu ?. Kamu menyalahi aku dalam pekerjaan dan perjalanan hidup, yang menjadi mazhabku dan jalanku yang aku tempuh selalu dan aku berjalan padanya kepada Allah Ta’ala. Kemudian, kamu dakwakan mazhabku itu yang bohong”. Inilah tempat masuk yang benar diantara tempat-tempat masuknya setan, yang telah membinasa kan kebanyakan orang alim.

lah diserahkan sekolah-sekolah kepada golongan-golongan yang sedikit takutnya kepada Allah dan lemah mata-hatinya pada agama, kuat keinginannya kepada dunia dan bersangatan kerakusannya mengikuti hawa nafsu. Mereka tidak tetap mengikuti hawa nafsu dan menegakkan kemegahan, selain dengan kefanatikan. Lalu mereka tahan yang demikian dalam dadanya dan tidak memberitahukan kepada mereka, tempat-tempat godaan setan. Bahkan mereka itu menggantikan setan, pada pelaksanaan godaannya. Maka terus meneruslah manusia diatas yang demikian. Dan mereka lupa akan induk-induk agamanya. Maka merekapun binasa dan membinasakan. Kiranya Allah Ta’ala menerima taubat kita dan taubat mereka.

Al-Hasan berkata:
“Sampai kepada kami berita, bahwa Iblis berkata: “Aku hiaskan perbuatan maksiat pada umat Muhammad. Lalu mereka potong punggungku dengan istighfar (membaca istighfar, memohon ampunan Tuhan). Lalu aku hiaskan dosa kepada mereka, dimana mereka tiada memohon ampunan Allah Ta’ala daripadanya. Yaitu: hawa nafsu”. Benarlah yang terkutuk itu. Karena umat itu tiada mengetahui, bahwa yang demikian adalah sebahagian dari sebab-sebab yang menarik kepada maksiat. Maka bagaimana mereka meminta ampun daripadanya”. Diantara tipu daya setan yang besar, ialah: setan itu menyibukkan manusia dari urusan dirinya, dengan perselisihan-perselisihan yang terjadi diantara sesama manusia, tentang mazhab-mazhab dan permusuhan-permusuhan.

Abdullah bin Mas’ud berkata:

“Suatu kaum duduk berdzikir kepada Allah Ta’ala. Lalu datanglah setan kepada mereka, untuk membangunkannya dari duduknya dan untuk mencerai-beraikan diantara mereka. Rupanya setan itu tidak sanggup. Lalu ia mendatangi rombongan lain, yang sedang asyik berbicara dengan pembicaraan dunia. Lalu setan itu mendatangkan kerusakan diantara mereka. Lalu mereka itu bangun berbunuh-bunuhan. Sebenarnya setan itu tidak bermaksud demikian terhadap mereka tadi. Maka bangunlah mereka yang berdzikir kepada Allah Ta’ala, berusaha melerai mereka yang bunuh-bunuhan itu. Lalu bercerai-berailah kaum yang berdzikir tadi dari majelis dzikirnya. Dan inilah yang dimaksudkan oleh setan itu dari mereka”.
Diantara pintu-pintu setan itu, ialah: membawa orang awam yang tiada berkecimpung dalam bidang ilmu dan tidak mendalaminya, kepada berfikir tentang zat Allah Ta’ala, sifat-sifatNya dan mengenai hal-hal yang tiada sampai batas pemikiran mereka kepadanya. Sehingga meragukan mereka tentang pokok agama. Atau mengkhayalkan kepada mereka tentang Allah Ta’ala dengan khayalan-khayalan (imajinasi-imajinasi), yang Maha Sucilah kiranya Allah Ta’ala daripada nya. Yang membuatnya dengan demikian, menjadi kafir atau orang bid’ah.

Sedang dia dengan demikian, merasa senang gembira, bersuka-ria, dengan apa yang terjadi dalam dadanya. Ia menyangka yang demikian itu suatu ma’rifah (pengenalan kepada Allah) dan bashirah (penglihatan dengan mata hati). Dan yang demikian itu terbuka baginya dengan kecerdikan dan kelebihan akalnya. Manusia yang paling bodoh, ialah orang paling kuat kepercayaannya kepada akalnya sendiri. Orang yang paling berketetapan akal, ialah orang yang sangat curiga kepada dirinya sendiri dan yang lebih banyak bertanya kepada orang yang berpengalaman (para alim-ulama).

‘Aisyah berkata: “Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya setan itu datang kepada salah seorang kamu. Lalu ia bertanya: “Siapakah yang menjadikan kamu ?”. Maka salah seorang kamu itu menjawab: “Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi”. Lalu setan itu bertanya lagi:“Siapakah yang menjadikan Allah ?”. Apabila salah seorang kamu menjumpai yang demikian, maka hendaklah ia menjawab: “Aku beriman kepada Allah dan RasulNya. Maka dengan demikian, setan itu pergi daripadanya”. Nabi saw tiada menyuruh membahas tentang pengobatan bisikan setan ini. Karena, ini adalah bisikan yang dijumpai oleh kebanyakan manusia, tidak dijumpai oleh para ulama. Hak orang kebanyakan ialah: beriman dan Islam. Dan berbuat ibadah dan segala keperluan hidup. Dan menyerahkan ilmu untuk para alim ulama. Orang awam, jikalau berzina dan mencuri, niscaya adalah lebih baik baginya daripada memperkatakan tentang ilmu.

Karena orang yang memperkatakan tentang Allah dan agamaNya, tanpa pengetahuan yang kokoh, bisa jatuh dalam kekufuran, dimana ia tiada mengetahuinya, seperti orang yang berlayar di laut yang dalam, sedang ia tiada tahu berenang. Dan tipuan setan mengenai yang berhubungan dengan aqidah dan mazhab itu, tiada terhingga. Dan sesungguhnya kami kemukakan, dengan apa yang telah kami kemukakan dahulu dengan contoh.

Diantara pintu-pintu setan, ialah: jahat sangka kepada kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman ! jauhilah kebanyakan purbasangka (kecurigaan), karena sebagian dari purbasangka itu dosa !”. S 49 Al Hujuraat ayat 12. Barangsiapa menghukum jahat orang lain, dengan purbasangka, niscaya setan membawanya untuk panjang lidahnya dengan mengumpat orang. Lalu ia binasa. Atau teledor melaksanakan kewajibannya. Atau memandang rendah untuk memuliakan orang itu. Dan melihat kepadanya dengan pandangan kehinaan. Dan melihat dirinya sendiri lebih baik dari orang tersebut. Dan semuanya itu termasuk membinasakan. Dan karena itulah, syara’ (agama) melarang melakukan tuduhan-tuduhan kepada orang.

Nabi saw bersabda:
“Takutlah akan tempat-tempat yang bisa menimbulkan tuduhan”.
Sehingga Rasulullah saw menjaga diri daripada yang demikian. Diriwayatkan dari Ali bin Husain, bahwa Shafiyyah binti Huyay bin Akh-thab, menerangkan kepadanya: “Bahwa Nabi saw beri’tikaf dalam masjid”. Shafiyyah meneruskan ceritanya: “Lalu aku datang kepada Rasulullah saw. Aku bercakap-cakap dengan beliau. Tatkala telah sore hari, lalu aku pergi.

Maka Rasulullah saw pun bangun berdiri, berjalan bersama aku. Lalu lewat di situ dua orang anshar dan memberi salam kepada Rasulullah saw. Kemudian keduanya pergi.
Lalu Rasulullah saw memanggil keduanya, seraya bersabda: “Dia ini Shafiyyah binti Huyay”. Maka keduanya menjawab: “Wahai Rasulullah ! kami tiada menyangka apa-apa pada engkau, selain yang baik”. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya setan itu berjalan pada anak Adam, pada tempat jalannya darah dari tubuhnya. Aku takut, setan itu masuk pada engkau berdua”. Perhatikanlah, bagaimana Rasulullah saw berusaha terhadap agama kedua orang anshar tadi, lalu menjaganya. Dan bagaimana beliau berusaha terhadap umatnya, lalu mengajarkan mereka jalan menjaga dari tuduhan.
Sehingga orang alim, wara’, yang terkenal dalam semua tingkah-lakunya dengan agama, tidak akan begitu bermudah-mudah, lalu mengatakan: “Orang seperti aku ini, tidak disangka orang apa-apa, selain yang baik saja”, karena menyombong dengan dirinya. Orang yang paling wara’, paling taqwa dan paling alim, tidak akan dipandang oleh semua manusia kedapanya dengan semacam pandangan.

Tetapi sebahagian mereka memandangnya dengan pandangan suka dan sebahagian yang lain, memandangnya dengan pandangan marah. Karena itulah, seorang penyair bermadah, sbb:
“Apabila kita senang kepada orang,
segala kekurangannya tidak tampak.
Tetapi, bila marah kepada orang,
segala keburukannya akan tampak”.
Maka haruslah menjaga diri dari jahat sangka dan dari menuduh orang-orang jahat. Karena orang-orang jahat itu tidak menyangka semua orang lain, melainkan jahat pula. Maka manakala anda melihat seseorang, yang berjahat sangka kepada orang lain, yang mencari segala kekurangannya, maka ketahuilah, bahwa orang itu busuk hatinya. Dan demikian itu, kebusukannya, yang tersaring dia daripadanya. Dan ia melihat orang lain, menurut dirinya sendiri.

Sesungguhnya orang mu’min meminta kemaafan, sedang orang munafik, mencari kekurangan. Orang mu’min itu sejahtera dadanya terhadap hak semua makhluk Tuhan. Inilah sebahagian tempat-tempat masuknya setan ke dalam hati manusia. Jikalau aku bermaksud menyelidiki semuanya, niscaya aku tidak sanggup. Dan dengan sekedar ini, dapatlah memberitahukan kepada yang lain. Maka tidak ada pada manusia suatu sifat yang tercela, melainkan sifat itu menjadi senjata setan dan salah satu tempat masuknya. Jikalau anda bertanya: “Apakah obatnya untuk menolak setan itu ? adakah memadai pada yang demikian, dengan mengingati Allah (berdzikir) dan manusia mengucapkan: “Laa haula wa laa quwwata illaa billaah” (tiada daya dan upaya, selain dengan Allah) ?”. Ketahuilah, bahwa obat hati pada yang demikian itu, ialah: menyumbat tempat-tempat masuknya setan, dengan membersihkan hati dari sifat-sifat tercela itu.

Dan itu termasuk hal-hal yang panjang uraiannya. Dan maksud kami dalam Rubu’ ini dari Kitab Ihya’ ini, ialah: menerangkan obat sifat-sifat yang membinasakan. Dan masing-masing sifat itu memerlukan kepada kitab tersendiri, menurut uraian yang akan datang. Benar, apabila pokok-pokok sifat tersebut dipotong dari hati, niscaya setan mempunyai tempat singgahan dan bahaya yang lain pada hati. Dan dia tidak mempunyai tempat ketetapan. Dan ia dicegah dari singgahan itu, oleh mengingati Allah Ta’ala (berdzikir). Karena hakekat dzikir itu tidak dapat menetap pada hati kecuali sesudah hati itu dibangun dengan taqwa. Dan disucikannya dari sifat-sifat tercela. Kalau tidak demikian, maka adalah dzikir itu merupakan kata diri saja.
Tiada berkuasa kepada hati. Lalu tidak dapat menolak kekuasaan setan.
Karena itulah, Allah Ta’ala berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa, apabila mereka ditipu oleh setan yang datang berkunjung, mereka ingat kembali dan ketika itu mereka menjadi orang-orang yang mempunyai pemandangan”. S 7 Al A’raaf ayat 201.

Allah Ta’ala mengkhususkan yang demikian kepada orang yang bertaqwa. Karena setan itu adalah seperti anjing lapar, yang mendekati engkau. Kalau tidak ada di muka engkau roti atau daging, maka anjing itu terkejut dengan perkataanmu kepadanya: “Pergi !”. Maka semata-mata suara, dapat menolaknya untuk pergi. Jikalau ada daging dihadapan engkau dan anjing itu lapar, niscaya ia menyerang kepada daging. Dan ia tidak dapat ditolak untuk pergi dengan semata-mata perkataan. Maka hati yang kosong dari makanan setan itu, ia terkejut dengan semata-mata dzikir.

Adapun nafsu syahwat apabila telah bersangatan pada hati, niscaya ia menolak hakekat dzikir kepada pinggir-pinggir hati. Lalu dzikir itu tidak menetap di dalam hati. Akan  tetapi setan yang menetap di dalam hati. Adapun hati orang-orang muttaqin, yang terlepas dari hawa nafsu dan sifat-sifat tercela, maka ia diketuk oleh setan. Tidak untuk nafsu syahwat, akan tetapi supaya hati itu kosong, disebabkan lalai daripada dzikir. Maka apabila ia kembali kepada dzikir, niscaya setan itu mengendap.

Dalilnya yang demikian itu, ialah firman Allah Ta’ala: “Maka bermohonlah perlindungan kepada Allah, dari setan yang terkutuk!”. S 16 An Nahl ayat 98.

Hadits-hadits dan ayat-ayat yang lain, yang menerangkan tentang dzikir.

Abu Hurairah berkata:

“Telah bertemu setan orang mu’min dengan setan orang kafir. Setan orang kafir itu berminyak rambutnya, gemuk dan berpakaian, sedang setan orang mu’min itu kurus, tidak teratur rambutnya, berdebu dan telanjang. Lalu setan orang kafir bertanya kepada setan orang mu’min: “Mengapa kamu kurus ?”. setan orang mu’min itu menjawab: “Allah (membaca Bismillah), maka senantiasalah aku lapar. Apabila ia minum, ia menyebut nama Allah, maka senantiasalah aku haus. Apabila ia berpakaian, ia menyebut nama Allah, maka senantiasalah aku dalam keadaan telanjang. Apabila ia memakai minyak rambut, ia menyebut nama Allah, maka senantiasalah rambutku tidak teratur”. Lalu setan orang kafir itu berkata: “Tetapi aku bersama seorang laki-laki yang tiada berbuat suatupun dari yang demikian. Aku bersekutu dengan dia pada makanannya, minumannya dan pakaiannya”.

Muhammad bin Wasi’ berdoa tiap-tiap hari sesudah shalat Shubuh, yaitu: “Wahai Allah Tuhanku ! sesungguhnya Engkau menguasakan diatas diri kami, seorang musuh yang dapat melihat kekurangan-kekurangan kami, baik oleh dia sendiri atau golongannya, sedang kami tidak dapat melihat mereka. Wahai Allah Tuhanku ! jadikanlah dia berputus-asa daripada menipu kami, sebagaimana Engkau menjadikannya berputus-asa daripada rahmat Engkau ! jadikanlah ia berputus-asa daripada menipu kami, sebagaimana Engkau menjadikannya berputus-asa daripada kemaafan Engkau ! jauhkanlah diantara kami dan dia, sebagaimana Engkau jauhkan, diantara dia dan rahmat Engkau ! sesungguhnya Engkau Maha-kuasa atas segala sesuatu”. Yang meriwayatkan peristiwa ini menerangkan: “Lalu pada suatu hari, Iblis itu berdiri dihadapan Muhammad bin Wasi’ pada jalan ke masjid, seraya berkata: “Hai Ibnu Wasi ! adakah engkau mengenal aku ?”. Ibnu Wasi’ menjawab: “Siapa engkau ?”. Iblis itu menjawab: “Aku Iblis”. Lalu Ibnu Wasi’ bertanya: “Apa maksud engkau ?”. Iblis itu menjawab: “Aku ingin, supaya engkau tiada mengajarkan seorangpun, doa meminta perlindungan diri (al-isti’adzah) tadi. Dan aku tidak akan datang-datang kepada engkau”. Ibnu Wasi’ menjawab: “Demi Allah ! aku tidak akan melarang al-isti’adzah itu kepada siapa saja yang mengingininya. Buatlah apa yang engkau mau !”.

Dari Abdurrahman bin Abi Laila, yang mengatakan:
“Adalah setan itu datang kepada Nabi saw dan di tangannya api yang bernyala-nyala. Lalu ia berdiri di hadapan Nabi saw dan Nabi saw sedang shalat. Maka Nabi saw membaca ayat Alquran dan berlindung dari setan yang terkutuk (membaca A’uudzu billaahi minasy-syaithaanir-rajiim). Tetapi setan itu tidak pergi. Maka datanglah malaikat Jibril as kepada Nabi saw, seraya mengatakan kepada Nabi saw: “Aku berlindung dengan kalam Allah yang sempurna, yang tidak dilampaui oleh orang baik dan orang zalim, dari kejahatan sesuatu yang masuk dalam bumi dan yang keluar daripadanya, dari sesuatu yang turun dari langit dan yang naik padanya, dari segala fitnah malam dan siang, dari segala yang datang pada malam dan siang, kecuali yang datang dimana datangnya itu dengan kebajikan, wahai Tuhan Yang Maha Pemurah !”. Lalu Nabi saw membaca yang tersebut itu. Maka padamlah apinya dan setan itu jatuh tersungkur”.

Al-Hasan berkata:

“Diceritakan orang kepadaku, bahwa malaikat Jibril as datang kepada Nabi saw, seraya berkata: “Bahwa jin ifrit akan memperdayakan engkau. Apabila engkau pergi ke tempat tidur, maka bacalah: ayat Al-Kursyyi. Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya setan telah datang kepadaku, lalu ia bertengkar dengan aku. Kemudian, ia bertengkar lagi dengan aku. Lalu aku pegang lehernya. Demi Allah yang mengutuskan aku dengan kebenaran ! aku tidak melepaskan nya, sehingga aku dapati kedinginan air lidahnya pada tanganku. Jikalau tidaklah doa saudaraku Sulaiman as, niscaya jadilah aku tercampak dalam masjid”. Nabi saw bersabda: “Umar tiada menjalani sesuatu jalan, melainkan setan menjalani sesuatu jalan yang tiada dijalani oleh Umar”. Fahamilah ini ! karena hati itu disucikan dari tempat gembalaan dan kekuatan setan. Yaitu: nafsu syahwat. Manakala anda mengharap, bahwa tertolaknya setan dari anda dengan dzikir semata-mata, sebagaimana tertolaknya dari Umar ra, maka yang demikian itu mustahil.

Anda adalah seperti orang yang mengharap meminum obat sebelum mengosongkan perut dari makanan. Dan perut besar (maiddah) itu sibuk dengan makanan-makanan berat. Dan orang itu mengharap bahwa obat tersebut bermanfaat kepadanya, sebagaimana bermanfaatnya obat yang diminum sesudah perut kosong dan pengosongan perut besar. Dzikir itu obat dan taqwa itu pengosongan perut. Yaitu: pengosongannya hati dari segala nafsu syahwat. Maka apabila dzikir bertempat pada hati yang kosong dari selain dzikir, niscaya tertolaklah setan, sebagaimana tertolaknya penyakit dengan bertempatnya obat dalam perut yang kosong daripada makanan.

Allah Ta’ala berfirman:
Sesungguhnya hal yang demikian itu menjadi pengajaran bagi siapa yang mempunyai hati (pengertian)”. S 50 Qaaf ayat 37.

Allah Ta’ala berfirman:
Telah ditetapkan, bahwa siapa, yang mengikut setan itu, sudah tentu akan disesatkannya dan akan dipimpinnya menuju siksaan api yang menyala”. S 22 Al Hajj ayat 4.

Siapa yang menolong setan dengan perbuatannya, maka dia adalah pengikut setan, walaupun ia menyebut Allah dengan lidahnya. Dan walaupun anda mengatakan, bahwa telah datang hadits secara mutlak, yang menerangkan, bahwa dzikir (menyebut Allah) itu menolak setan. Anda tidak memahami, bahwa kebanyakan hal yang bersifat umum bagi agama itu dikhususkan dengan syarat-syarat yang dinukilkan oleh ulama-ulama agama. Maka lihatlah kepada diri anda. Tidaklah kabar itu seperti dilihat sendiri.

Dan perhatikanlah, bahwa kesudahan dzikir anda dan ibadah anda itu, ialah: shalat ! Maka awasilah hati anda, apabila anda berada dalam shalat ! bagaimana hati itu ditarik oleh setan ke pasar-pasar, mengadakan perhitungan dengan orang-orang yang berjual-beli dan bersoal-jawab dengan orang-orang yang menantang ? bagaimana setan itu membawa anda dalam lembah-lembah dunia dan tempat-tempat yang membinasakan ? sehingga anda tidak teringat apa yang telah anda lupakan dari segala tetek bengek dunia, selain dalam shalat anda. Dan setan itu tidak berdesak-desak pada hati anda, selain apabila anda mengerjakan shalat. Maka shalat itu adalah batu penguji hati. Pada shalat, lahirlah segala kebaikan dan keburukan hati. Shalat itu tidak diterima dari hati yang penuh dengan segala hawa nafsu dunia. Tidak dapat dibantah, bahwa setan itu tidak terusir dari anda, bahkan kadang-kadang bertambah bisikannya pada anda.

Sebagaimana obat sebelum kosongnya perut kadang-kadang menambahkan kemelaratan kepada anda. Jikalau anda bermaksud terlepas dari setan, maka dahulukanlah kekosongan perut dengan taqwa ! kemudian, iringilah dengan obat dzikir, yang akan melarikan setan daripada anda, sebagaimana setan itu lari daripada Umar ra.

Karena itulah Wahab bin Munabbih berkata: “Bertaqwalah kepada Allah ! janganlah anda memaki setan secara terang-terangan, sedang anda temannya secara rahasia. Artinya: anda patuh kepadanya”. Sebahagian mereka berkata: “Alangkah mengherankan, orang yang mendurhakai orang yang berbuat baik, sesudah diketahuinya akan kebaikan orang itu. Dan mentaati akan orang yang terkutuk, sesudah diketahuinya akan kedurhakaannya”.

Dan sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
Mendoalah kepadaKu, nanti Kuperkenankan (permintaan) kamu itu”. S 40 Al Mukmin ayat 60.

Anda mendoa kepadaNya dan Ia tidak memperkenankan untuk anda. Maka seperti itu pulalah, anda mengingati Allah (berdzikir) dan setan tidak lari dari anda, karena ketiadaan syarat-syarat dzikir dan doa.

Orang bertanya kepada Ibrahim bin Adham:
“Bagaimana kami ini berdoa, maka tidak diperkenankan doa kami itu ? padahal Allah Ta’ala berfirman: “Mendoalah kepadaKu, nanti Kuperkenankan (permintaan) kamu itu ?”. Ibrahim bin Adham menjawab: “Karena hatimu itu mati”. Orang tersebut bertanya lagi: “Apakah yang mematikan hati itu ?”. Ibrahim bin Adham menjawab: “8 perkara: engkau mengetahui akan hak Allah, lalu engkau tidak bangun menegakkan hakNya, engkau membaca Alquran dan engkau tidak mengerjakan menurut batas-batas yang ditentukan oleh Alquran, engkau berkata: kami mencintai Rasulullah saw dan engkau tidak melaksanakan menurut sunnahnya, engkau mengatakan: kami takut kepada mati dan kamu tidak mengadakan persiapan untuk mati.

Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya setan itu musuh kamu. Sebab itu, perlakukanlah dia sebagai musuh !”. S 35 Faathir ayat 6.
Lalu kamu sepakat dengan setan itu pada perbuatan maksiat. Engkau mengatakan: kami takut kepada api neraka dan engkau membawa susah badanmu ke dalam api neraka. Engkau mengatakan: kami mencintai sorga dan engkau tidak berbuat untuk sorga. Dan apabila kamu bangun dari tempat tidurmu, kamu lemparkan kekurangan-kekuranganmu ke belakang punggungmu. Dan kamu bentangkan kekurangan orang lain di hadapanmu.
Kamu telah memarahkan Tuhanmu, maka bagaimanakah Ia memperkenankan doamu ?”. Kalau anda bertanya: “Yang mengajak kepada maksiat yang bermacam-macam itu, apakah setan itu satu atau setan-setan yang bermacam-macam ?”. Ketahuilah, bahwa tidak perlu bagi anda mengetahui yang demikian pada ilmu-mu’amalah (pengurusan/perniagaan/yang diminta mengetahuinya hendaklah diamalkan). Bekerjalah menolak musuh dan jangan anda bertanya tentang sifatnya ! makanlah sayur-sayuran dari mana saja datangnya dan janganlah anda tanyakan tentang tempat tumbuhnya sayuran itu ! akan tetapi yang terang dengan cahaya penglihatan pada penyaksian-penyaksian hadits, ialah: mereka itu adalah tentara yang berbaris. Masing-masing macam dari maksiat itu, mempunyai setan yang tertentu dan yang mengajak kepadanya.

Adapun jalan penglihatan, untuk menyebutkannya adalah panjang. Dan mencukupilah untuk anda, sekedar yang telah kami sebutkan itu. Yaitu: bahwa perbedaan yang menyebabkannya, menunjukkan kepada perbedaan sebab-sebab, sebagaimana yang telah kami sebutkan tentang cahaya api dan hitam asap.
Adapun hadits, maka Mujahid telah mengatakan:
“Iblis itu mempunyai 5 anak. Masing-masing dari anak itu dijadikan sesuatu yang menjadi urusannya. Ke-5 anak ialah: Tsabur, A’war, Mabsuth, Dasim dan Zalambur.
Tsabur, yaitu: yang punya segala bencana, yang menyuruh dengan kebinasaan, merobekkan baju, menampar pipi dan dakwaan jahiliah.
Adapun A’war, yaitu: yang punya zina, yang menyuruh dan menghiaskan kezinaan.
Adapun Mabsuth, yaitu: yang punya kebohongan.
Dan Dasim, ialah: yang masuk bersama orang laki-laki kepada keluarganya, yang menuduh mereka, dengan kekurangan pada laki-laki itu dan yang membuat laki-laki itu marah kepada keluarganya.
Dan Zalambur, yaitu: yang punya pasar. Lalu dengan sebab Zalambur, mereka itu senantiasa mendapat kezaliman.

Setan shalat, dinamai: Khanzab. Dan setan wudhu’, dinamai: Walhan. Mengenai yang demikian, telah tersebut pada banyak hadits. Sebagaimana setan pada mereka itu banyak, maka begitu pulalah malaikatpun banyak. Dan telah kami sebutkan pada “Kitab Syukur” tentang rahasia banyaknya malaikat dan masing-masing mereka mempunyai tugas khusus yang tersendiri.

Abu Amamah Al-Bahili berkata:

“Rasulullah saw bersabda: “Diwakilkan dengan orang mu’min 160 malaikat, yang mempertahankannya, apabila ia tidak sanggup mempertahankan dirinya dari yang demikian. Bagi penglihatan (mata) mempunyai 7 malaikat, yang mempertahankannya, sebagaimana lalat ditolak-jauh dari piring madu pada hari panas. Jikalau tampaklah bagi kamu malaikat itu, niscaya kamu melihatnya, pada tiap-tiap lembah dan bukit. Masing-masing mereka menghamparkan tangannya dan membuka mulutnya. Dan jikalau diwakilkan hamba mu’min itu kepada dirinya sendiri sekejap mata niscaya ia disambar oleh setan-setan”.

Yunus bin Yazid berkata:

 “Ada berita yang sampai kepada kami, bahwa lahir anak-anak jin bersama anak-anak manusia. Kemudian mereka itu jadi bersama anak-anak manusia”. Jabir bin Abdullah meriwayatkan, bahwa Nabi Adam as tatkala turun ke bumi, berdoa: “Wahai Tuhanku ! Iblis ini yang Engkau jadikan permusuhan diantaraku dan dia. Jikalau Engkau tidak menolong aku, niscaya aku tiada sanggup menghadapinya”. Allah berfirman: “Apabila engkau melahirkan anak, maka diwakilkan seorang malaikat kepadanya”. Nabi Adam as berdoa: “Wahai Tuhanku, tambahkanlah kepadaku !”. Allah berfirman: “Aku balas satu kejahatan dengan satu. Dan satu perbuatan kebaikan, Aku balas 10, sampai sebanyak yang Aku kehendaki”. Nabi Adam as berdoa lagi: “Wahai Tuhanku, tambahlah kepadaku !”. Allah berfirman: “Pintu taubat itu terbuka, selama masih ada nyawa dalam badan”.

Dan Iblis berdoa: “Wahai Tuhanku ! hambaMu itu Engkau muliakan terhadap aku, jikalau tidak Engkau menolong aku terhadapnya, niscaya aku tidak sanggup menghadapinya”. Allah berfirman: “Apabila dilahirkan untuk Adam seorang anak, maka untukmu dilahirkan seorang anak pula”. Iblis berdoa: “Wahai Tuhanku, tambahkanlah untukku !”. Allah berfirman: “Engkau berjalan pada mereka pada tempat jalan darahnya dan engkau mengambil dada mereka menjadi rumahmu”. Iblis mendoa lagi: “Tambahlah, wahai Tuhanku !”. Allah berfirman: “Dan kerahkanlah mereka dengan pasukan engkau yang berkuda dan jalan kaki dan berserikatlah dengan mereka tentang harta dan anak-anak dan janjikanlah (apa-apa) kepada mereka. Dan apa yang dijanjikan oleh setan itu kepada mereka, tiada lain dari tipuan belaka”. S 17 Al Israa’ ayat 64.

Dari Abid-Darda ra yang mengatakan:

“Rasulullah saw bersabda: “Allah Ta’ala menjanjikan jin 3 macam: semacam seperti ular, kala dan binatang-binatang kecil di bumi. Semacam seperti angin di udara. Dan semacam lagi, pada mereka pahala dan siksa. Allah Ta’ala menjadikan manusia 3 macam: semacam seperti hewan  sebagaimana firman Allah Ta’ala: “…….mereka mempunyai hati (tetapi) tidak memahamkan dengan hatinya, mempunyai mata, (tetapi) tidak melihat dengan matanya dan mempunyai telinga, (tetapi) tidak mendengarkan dengan telinganya. Orang-orang itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat”. S 7 Al A’raaf ayat 179.
Semacam lagi, tubuhnya tubuh manusia dan nyawanya nyawa setan. Dan semacam lagi dalam naungan Allah Ta’ala pada hari kiamat, hari yang tak ada naungan padanya, selain naungan Allah”.

Wahib bin Al-Ward berkata:

“Sampai kepada kami cerita, bahwa Iblis merupakan diri seperti manusia, dihadapan Nabi Yahya bin Zakaria as. Iblis itu berkata: “Aku bermaksud menasehati engkau”. Nabi Yahya as menjawab: “Aku tiada memerlukan akan nasehatmu. Akan tetapi terangkanlah kepadaku tentang anak Adam !”. Lalu Iblis itu menjawab: “Mereka pada kami 3 macam. Semacam dari mereka itu, adalah macam yang sangat sulit kepada kami. Kami hadapi salah seorang dari mereka, sehingga kami fitnahkan dia dan kami berketetapan padanya.

Lalu ia berlindung dengan pembacaan istighfar dan taubat. Maka rusaklah semua yang telah kami peroleh daripadanya. Kemudian, kami kembali lagi kepadanya, lalu iapun kembali kepada istighfar dan taubat. Kami tiada berputus-asa daripadanya dan kami tiada memperoleh hajat kami daripadanya. Kami hanya payah saja menghadapinya. Yang semacam lagi, mereka itu dalam tangan kami, seperti bola dalam tangan anak-anakmu. Kami balik-balikkan mereka menurut kehendak kami. Mereka menjaga dari kami, diri mereka.

Adapun macam ke-3, mereka adalah seperti engkau, yang terpelihara dari kesalahan. Kami tidak sanggup berbuat sesuatu terhadap mereka”. Kalau anda bertanya, bagaimana setan itu membuat dirinya menyerupai dengan sebahagian manusia dan tidak dengan sebahagian yang lain ? apabila dilihat bentuknya, maka apakah itu bentuknya yang sebenarnya atau contoh yang memberi bentuk setan dengan demikian ? jikalau setan itu menurut bentuk yang sebenarnya, maka bagaimana ia dapat terlihat dengan bentuk yang bermacam-macam ? dan bagaimana ia dapat terlihat pada satu waktu di dua tempat dan dengan dua bentuk? sehingga ia dapat dilihat oleh dua orang dengan dua bentuk yang berlainan. Ketahuilah kiranya, bahwa malaikat dan setan, masing-masing mempunyai dua bentuk. Yaitu: hakekat bentuk keduanya.

Dan hakekat bentuk keduanya itu tidak dapat diketahui dengan menyaksikan, kecuali dengan nur kenabian. Nabi saw tiada melihat malaikat Jibril as dalam bentuknya, kecuali 2 kali. Yang demikian, ialah: bahwa Nabi saw meminta kepada Jibril as supaya memperlihatkan dirinya kepada Nabi saw menurut bentuknya. Lalu Jibril as menjanjikannya di Baqi’. Dan tampaklah Jibril as kepada Nabi saw di Hara’. Maka tertutuplah ufuk dari Timur (masyriq) sampai ke Barat (maghrib).

Dan sekali lagi, Nabi saw melihat Jibril as menurut bentuknya pada malam mi’raj di sisi Sadratul-muntaha. Biasanya Nabi saw melihat Jibril as itu dalam bentuk manusia. Nabi saw melihat Jibril as menurut bentuk Dahiyah Al-Kalabi. Dahiyah adalah seorang laki-laki yang cantik mukanya.

Yang kebanyakan, malaikat Jibril as itu membuka kepada ahli-diminta untuk mengetahuinya saja dari orang-orang yang mempunyai hati, dengan contoh bentuknya. Lalu setan menampakkan contoh bentuknya bagi ahli diminta untuk mengetahuinya saja itu waktu jaga (tidak tidur). Maka ia melihat setan tersebut dengan matanya dan mendengar perkataannya dengan telinganya. Lalu yang demikian itu berkedudukan pada kedudukan hakekat bentuknya, sebagaimana tersingkap dalam tidur bagi kebanyakan orang-orang saleh. Yang tersingkap pada waktu juga, yaitu: yang telah sampai kepada tingkat, yang tidak dapat dicegah dari diminta untuk mengetahuinya saja yang ada dalam tidur, oleh kesibukan pancaindra dengan dunia. Lalu ia melihat dalam jaga itu, apa yang dilihat oleh orang lain dalam tidur.

Sebagaimana diriwayatkan dari Umar bin Abdul-‘aziz ra, bahwa seorang laki-laki, meminta kepada Tuhannya, supaya Tuhan memperlihatkan kepadanya tempat setan dalam hati manusia. Lalu ia melihat dalam tidurnya (bermimpi) tubuh seorang laki-laki yang menyerupai batu yang bersih berkilat. Kelihatan dalamnya dari luarnya. Dan ia melihat setan itu dalam bentuk katak, yang duduk atas lembung kiri orang itu, diantara lembungnya dan telinganya.

Katak itu mempunyai belalai halus, yang dimasukkannya dari lembung kiri orang itu ke dalam hatinya, dimana dibisikkan kepadanya hal-hal yang tidak baik. Apabila orang itu mengingati Allah Ta’ala (berdzikir), niscaya setan itu mengendap. Hal yang seperti ini, kadang-kadang disaksikan dengan mata pada waktu jaga. Sebahagian golongan kasyaf (orang yg terbuka hijabnya) melihat setan itu, dalam bentuk anjing bertelungkup atas bangkai. Ia mengajak manusia kepada bangkai itu. Dan bangkai itu adalah contoh dunia. Ini berlaku sebagai penyaksian bentuk setan itu yang hakiki. Sesungguhnya hati itu tak boleh tidak akan lahir maknanya, dari wajahnya yang berhadapan dengan alam malakut.

Dan ketika itu cemerlanglah bekasnya, atas wajahnya yang berhadapan dengan alamul-mulki wasy-syahadah (alam yang tampak, dapat disaksikan). Karena salah satu daripada keduanya bersambung dengan yang satu lagi. Dan telah kami terangkan, bahwa hati itu mempunyai dua wajah: wajah ke alam ghaib, yaitu: tempat masuknya ilham dan wahyu. Dan wajah ke alam syahadah(alam penyaksian). Maka yang lahir daripada nya pada wajah yang mengiringi pihak alam syahadah (alam penyaksian), adalah merupakan bentuk khayalan. Karena seluruh alam syahadah(alam penyaksian) itu khayalan.

Hanya khayalan itu sekali berhasil dari pandangan dengan pancaindra kepada zahiriah alam syahadah (alam yg dapat dilihay dengan mata). Maka bolehlah bentuk itu tidak bersesuaian dengan maksud. Sehingga terlihat orang yang cantik bentuknya, padahal dia itu kotor batinnya dan keji rahasianya. Karena alam penyaksian itu alam yang banyak penyelewengan. Adapun bentuk yang berhasil dalam khayalan, dari cemerlangnya alam malakut (alam yg disaksikan dengan batin) diatas batin rahasia hati, adalah merupakan peniruan sifat dan penyesuaian bagi sifat. Karena bentuk pada alam malakut itu, mengikuti sifat dan penyesuaian bagi sifat. Maka tak dapat dibantah, bahwa maksud yang keji akan terlihat dengan bentuk yang keji.

Maka setan itu akan terlihat dalam bentuk anjing, katak, babi dll. Dan malaikat akan terlihat dalam bentuk yang cantik. Maka bentuk itu adalah judul maksud dan yang menerangkan maksud itu dengan sebenarnya. Karena itulah, beruk dan babi dalam tidur (mimpi) menunjukkan kepada manusia keji. Kambing menunjukkan kepada manusia yang sejahtera isi dadanya. Begitulah semua pintu mimpi dan penta’birannya (pengertian mimpi). Dan inilah rahasia-rahasia ajaib. Yaitu: diantara rahasia-rahasia keajaiban hati. Dan tidak layak menyebutkannya dengan Ilmu-Mu’amalah (pengurusan/perniagaan/yang diminta mengetahuinya hendaklah diamalkan). Dan yang dimaksudkan, ialah; anda membenarkan, bahwa setan itu tersingkap, bagi orang-orang yang mempunyai hati (arbabil-qulub). Begitupula malaikat, sekali dengan jalan percontohan dan peniruan, sebagaimana ada yang demikian itu dalam tidur.

Dan sekali dengan jalan hakekat yang sebenarnya. Dan yang kebanyakan, ialah: percontohan dengan bentuk yang memberi arti. Yaitu: contoh arti, tidak arti itu sendiri. Hanya yang demikian itu, dapat disaksikan dengan penyaksian yang hakiki dengan mata. Dan ahli kasyaf (terbuka hijab)  saja yang dapat menyaksikannya, tidak orang kelilingnya, seperti orang yang tidur.