Catatan Popular

Isnin, 9 April 2012

PENGETAHUAN TENTANG DIRI (NUKILAN IMAM AL GHAZALI)

Pengetahuan tentang diri adalah kunci pengetahuan tentang Tuhan, sesuai dengan Hadits:
“Dia yang mengetahui dirinya sendiri, akan mengetahui Tuhan,”
dan sebagaimana yang tertulis di dalam al-Qur’an:
“Akan Kami tunjukkan ayat-ayat kami di dunia ini dan di dalam diri mereka, agar kebenaran tampak bagi mereka.”(QS. Fushilat 41:53).
Nah, tidak ada yang lebih dekat kepada anda kecuali diri anda sendiri. Jika anda tidak mengetahui diri anda sendiri, bagaimana anda bisa mengetahui segala sesuatu yang lain. Jika anda berkata” “Saya mengetahui diri saya”- yang berarti bentuk luar anda; badan, muka dan anggota-anggota badan lainnya - pengetahuan seperti itu tidak akan pernah bisa menjadi kunci pengetahuan tentang Tuhan. Demikian pula halnya jika pengetahuan anda hanyalah sekedar bahwa kalau lapar anda makan, dan kalau marah anda menyerang seseorang; akankah anda dapatkan kemajuan-kemajuan lebih lanjut di dalam lintasan ini, mengingat bahwa dalam hal ini hewanlah kawan anda?

Pengetahuan tentang diri yang sebenarnya, ada dalam pengetahuan tentang hal-hal berikut ini:

Siapakah anda, dan dari mana anda datang? Kemana anda pergi, apa tujuan anda datang lalu tinggal sejenak di sini, serta di manakah kebahagiaan anda dan kesedihan anda yang sebenarnya berada?
Sebagian sifat anda adalah sifat-sifat binatang, sebagian yang lain adalah sifat-sifat setan dan selebihnya sifat-sifat malaikat. Mestai anda temukan, mana di antara sifat-sifat ini yang aksidental dan mana yang esensial (pokok). Sebelum anda ketahui hal ini, tak akan bisa anda temukan letak kebahagiaan anda yang sebenarnya.
Pekerjaan hewan hanyalah makan, tidur dan berkelahi. Oleh karena itu, jika anda seekor hewan, sibukkan diri anda dengan pekerjaan-pekerjaan ini. Setan selalu sibuk mengobarkan kejahatan, akal bulus dan kebohongan. Jika anda termasuk dalam kelompok mereka, kerjakan pekerjaan mereka.
Malaikat-malaikat selalu merenungkan keindahan Tuhan dan sama sekali bebas dari kualitas-kualitas hewan. Jika anda punya sifat-sifat malaikat, maka berjuanglah untuk mencapai sifat-sifat asal anda agar bisa anda kenali dan renungi Dia Yang Maha Tinggi, serta merdeka dari perbudakan nafsu dan amarah.
Juga mesti anda temukan sebab-sebab anda diciptakan dengan kedua insting hewan ini: mestikah keduanya menundukkan dan memerangkap anda, ataukah anda yang mesti menundukkan mereka dan - dalam kemajuan anda - menjadikan salah satu di antaranya sebagai kuda tunggangan serta yang lainnya sebagai senjata.
Langkah pertama menuju pengetahuan tentang diri adalah menyadari bahwa anda terdiri dari bentuk luar yang disebut sebagai jasad, dan wujud dalam yang disebut sebagai hati atau ruh. Yang saya maksudkan dengan “hati” bukanlah sepotong daging yang terletak di bagian kiri badan, tetapi sesuatu yang menggunakan fakultI-fakultI lainnya sebagai alat dan pelayannya. Pada hakikatnya dia tidak termasuk dalam dunia kasat-mata, melainkan dunia maya; dia datang ke dunia ini sebagai pelancong yang mengunjungi suatu negeri asing untuk keperluan perdagangan dan yang akhirnya akan kembali ke tanah asalnya. Pengetahuan tentang wujud dan sifat-sifatnya inilah yang merupakan kunci pengetahuan tentang Tuhan.

Beberapa gagasan tentang hakikat hati atau ruh bisa diperoleh seseorang yang mengatupkan matanya dan melupakan segala sesuatu di sekitarnya selain individualitasnya. Dengan demikian, ia juga akan memperoleh penglihatan sekilas akan sifat tak berujung dari individualitas itu.


Meskipun demikian, pemeriksaan yang terlalu dekat kepada esensi ruh dilarang oleh syariat.
Di dalam al-Qur’an tertulis:

“Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakan: Ruh itu adalah urusan Tuhanku.” (QS 17:85).

Yang bisa diketahui adalah bahwa ia merupakan suatu esensi tak terpisahkan yang termasuk dalam dunia titah, dan bahwa ia tidak berasal dari sesuatu yang abadi, melainkan diciptakan.
Pengetahuan filosofis yang tepat tentang ruh bukanlah merupakan pendahuluan yang perlu untuk perjalanan di atas lintasan agama, melainkan muncul lebih sebagai akibat disiplin-diri dan kesabaran berada di atas lintasan itu, sebagaimana dikatakan dalam al-Qur’an:

“Siapa yang berjuang di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan padanya jalan yang lurus.” (QS Al-Ankabut 29:69).


Untuk melanjutkan peperangan ruhaniah demi mendapatkan pengetahuan tentang diri dan tentang Tuhan, jasad bisa digambarkan sebagai suatu kerajaan, jiwa (nafs) sebagai rajanya serta berbagai indera dan fakultas lain sebagai tentaranya.
Nalar bisa disebut sebagai wazir atau perdana menteri, (hawa)nafsu sebagai pemungut pajak dan amarah sebagai petugas polisi. Dengan berpura-pura mengumpulkan pajak, nafsu terus-menerus cenderung untuk merampas demi kepentingannya sendiri, sementara amarah selalu cenderung kepada kekasaran dan kekerasan. Pemungut pajak dan petugas polisi keduanya harus selalu ditempatkan di bawah raja, tetapi tidak dibunuh atau diungguli, mengingat mereka memiliki fungsi-fungsi tersendiri yang harus dipenuhinya.

Tapi jika nafsu dan amarah menguasai nalar, maka - tak bisa tidak - keruntuhan jiwa pasti terjadi. Jiwa yang membiarkan fakultas-fakultas yang lebih rendah untuk menguasai yang lebih tinggi ibarat seseorang yang menyerahkan seorang bidadari kepada kekuasaan seekor anjing, atau seorang muslim kepada tirani seorang kafir.


Penanaman kualitas-kualitas setan, hewan ataupun malaikat menghasilkan watak-watak yang sesuai dengan kualitas tersebut - yang di Hari Perhitungan akan diwujudkan dalam bentuk kasat-mata, seperti nafsu sebagai babi, keganasan sebagai anjing dan serigala, serta suci sebagai malaikat. Tujuan disiplin moral adalah untuk memurnikan hati dari karat-nafsu dan amarah, sehingga bagaikan cermin yang jernih, ia memantulkan cahaya Tuhan.

Barangkali di antara pembaca ada yang akan berkeberatan, “Tapi jika manusia telah diciptakan dengan kualitas-kualitas hewan, setan dan malaikat, bagaimana bisa kita ketahui bahwa kualitas malaikat merupakan esensinya yang sebenarnya, sementara kualitas hewan dan setan hanyalah aksidental dan peralihan belaka?” Atas pertanyaan ini, saya jawab bahwa esensi tiap makhluk adalah sesuatu yang tertinggi di dalam dirinya dan khas baginya.

Kuda dan keledai kedua-duanya adalah hewan pengangkut beban, tetapi kuda lebih unggul dari keledai karena ia dimanfaatkan untuk perang. Jika gagal dalam hal ini, ia pun terpuruk ke tingkatan binatang pengangkut beban.

FakultI tertinggi di dalamnya adalah aql (atas dan bawah sekaligus, editor) yang menjadikannya bisa merenung tentang Tuhan. Jika fakultas ini dominan dalam dirinya, maka ketika mati dia tinggalkan di belakangnya segenap kecenderungan kepada nafsu dan amarah, sehingga memungkinkannya berkawan dengan para malaikat.

Dalam hal pemilikan kualitas-kualitas hewan, manusia kalah dibanding banyak hewan, tetapi nalar membuatnya lebih unggul dari mereka, sebagaimana tertulis di dalam al-Qur’an:



 “Telah Kami tundukkan segala sesuatu di atas bumi untuk manusia” (QS 45:13).

Tetapi jika kecenderungan-kecenderungannya yang lebih rendah yang menang, maka setelah kematiannya, dia akan selamanya menghadap ke bumi dan mendambakan kesenangan-kesenangan duniawi.
Selanjutnya, jiwa rasional di dalam manusia penuh dengan keajaiban-keajaiban pengetahuan maupun kekuatan. Dengan itu semua ia menguasai seni dan sains, ia bisa menempuh jarak dari bumi ke langit bolak-balik secepat kilat, dan mampu mengatur lelangit dan mengukur jarak antar bintang. Dengan itu juga ia bisa menangkap ikan dari lautan dan burung¬burung dari udara, serta bisa menundukkan binatang-binatang seperti gajah, unta dan kuda.
Pancainderanya bagaikan lima pintu yang terbuka menghadap ke dunia luar. Tetapi yang lebih ajaib dari semuanya ini, hatinya memiliki jendela yang terbuka ke arah dunia ruh yang tak kasat-mata. Dalam keadaan tertidur, ketika saluran inderanya tertutup, jendela ini terbuka dan ia menerima kesan-kesan dari dunia tak-kasat-mata; kadang-kadang bisa ia dapatkan isyarat tentang masa depan. Hatinya bagaikan sebuah cermin yang memantulkan segala sesuatu yang tergambar di dalam Lauhul-mahfuzh.
Tapi, bahkan dalam keadaan tidur, pikiran-pikiran akan segala sesuatu yang bersifat keduniaan akan memburamkan cermin ini, sehingga kesan-kesan yang diterimanya tidak jelas. Meskipun demikian setelah mati pikiran-pikiran seperti itu sirna dan segala sesuatu tampak dalam hakikat-telanjangnya. Dan kata-kata di dalam al-Qur’an pun menyatakan:  

“Telah Kami angkat tirai darimu dan hari ini penglihatanmu amat tajam.”

Membuka sebuah jendela di dalam hati yang mengarah kepada yang tak¬kasat-mata ini juga terjadi di dalam keadaan-keadaan yang mendekati ilham kenabian, yakni ketika intuisi timbul di dalam pikiran - tak terbawa lewat saluran-indera apa pun.

Makin seseorang memurnikan dirinya dari syahwat¬syahwat badani dan memusatkan pikirannya pada Tuhan, akan makin pekalah ia terhadap intuisi-intuisi seperti itu. Orang-orang yang tidak sadar akan hal ini tidak punya hak untuk menyangkal hakikatnya.


Intuisi-intuisi seperti itu tidak pula terbatas hanya pada tingkatan kenabian saja. Sebagaimana juga besi, dengan memolesnya secukupnya, ia akan bisa dijelmakan menjadi sebuah cermin. Jadi, dengan disiplin yang memadai, pikiran siapa pun bisa dijadikan mampu menerima kesan-kesan seperti itu. Kebenaran inilah yang diisyaratkan oleh Nabi ketika beliau berkata:

Setiap anak lahir dengan suatu fitrah (untuk menjadi muslim); orang tuanyalah yang kemudian membuatnya menjadi seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi.”

Setiap manusia, di kedalaman kesadarannya, mendengar pertanyaan “Bukankah Aku ini tuhanmu?” dan menjawab “Ya”. Tetapi ada hati yang menyerupai cermin yang telah sedemikian dikotori oleh karat dan kotoran sehingga tidak lagi memberikan pantulan-pantulan yang jernih. Sementara hati para nabi dan wali, meskipun mereka juga mempunyai nafsu seperti kita, sangat peka terhadap segenap kesan-kesan ilahiah.
Bukan hanya dengan nalar pengetahuan capaian dan intuitif saja jiwa manusia bisa menempati tingkatan paling utama di antara makhluk-makhluk lain, tetapi juga dengan nalar kekuatan.

Sebagaimana malaikat-malaikat berkuasa atas kekuatan-kekuatan alam, demikian jugalah jiwa mengatur anggota-anggota badan. Jiwa yang telah mencapai suatu tingkatan kekuatan khusus, tidak saja mengatur jasadnya sendiri, melainkan juga jasad orang lain. Jika mereka ingin agar seseorang yang sakit bisa sembuh, maka si sakit pun akan sembuh, atau menginginkan seseorang yang sehat agar jatuh sakit, maka sakitlah orang itu, atau jika ia inginkan kehadiran seseorang, maka datanglah orang itu kepadanya.

Sesuai dengan baik-buruknya akibat yang ditimbulkan oleh jiwa yang sangat kuat ini, hal tersebut diistilahkan sebagai mukjizat dan sihir. Jiwa ini berbeda dari orang biasa dalam tiga hal:
1. Yang hanya dilihat oleh orang-orang lain sebagai mimpi, mereka lihat pada saat-saat jaga.
2. Sementara kehendak orang lain hanya mempengaruhi jasad mereka saja, jiwa ini, dengan kekuatan kehendaknya, bisa pula menggerakan jasad-jasad di luar mereka.
3. Pengetahuan yang oleh orang lain diperoleh dengan belajar secara sungguh-sungguh, sampai kepada mereka lewat intuisi.
Tentunya bukan hanya tiga tanda ini sajalah yang membedakan mereka dari orang-orang biasa, tetapi hanya ketiganya itulah yang bisa kita ketahui.


Sebagaimana halnya, tidak ada sesuatu pun yang mengetahui sifat-sifat Tuhan yang sebenarnya, kecuali Tuhan sendiri, maka tak ada seorang pun yang mengetahui sifat sebenarnya seorang Nabi, kecuali seorang Nabi.
Hal ini tak perlu kita herankan, sama halnya dengan di dalam peristiwa sehari-hari kita melihat kemustahilan untuk menerangkan keindahan puisi pada seseorang yang telinganya kebal terhadap irama, atau menjelaskan keindahan warna kepada seseorang yang sama sekali buta.

Di samping ketidakmampuan, ada juga hambatan-hambatan lain di dalam pencapaian kebenaran ruhaniah. Salah satu di antaranya adalah pengetahuan yang dicapai secara eksternal. Sebagai misal, hati bisa digambarkan sebagai sumur dan pancaindera sebagai lima aliran yang dengan terus-menerus membawa air ke dalamnya. Agar bisa menemukan kandungan hati yang sebenarnya, maka aliran-aliran ini mesti dihentikan untuk sesaat dengan cara apa pun dan sampah yang dibawa bersamanya mesti dibersihkan dari sumur itu.
Dengan kata lain, jika kita ingin sampai kepada kebenaran ruhani yang murni, pada saat itu mesti kita buang pengetahuan yang telah dicapai dengan proses-proses eksternal dan yang sering sekali mengeras menjadi prasangka dogmatis.


Kesalahan dari jenis lain, berlawanan dengan itu, dibuat oleh orang-orang yang dangkal yang - dengan menggemakan beberapa ungkapan yang mereka tangkap dari guru-guru Sufi - ke sana ke mari menyebarkan kutukan terhadap semua pengetahuan. Ia bagaikan seseorang yang tidak capak di bidang kimia menyebarkan ucapan: “Kimia lebih baik dari emas,” dan menolak emas ketika ditawarkan kepadanya. Kimia memang lebih baik dari emas, tapi para ahli kimia sejati amatlah langka, demikian pula Sufi-sufi sejati.
Seseorang yang hanya memiliki pengetahuan yang dangkal tentang tasawuf, tidak lebih unggul daripada seorang yang terpelajar. Demikian pula seseorang yang baru mencoba beberapa percobaan kimia, tidak punya alasan untuk merendahkan seorang kaya.


Setiap orang yang mengkaji persoalan ini akan melihat bahwa kebahagiaan memang terkaitkan dengan pengetahuan tentang Tuhan. Tiap fakultas dalam diri kita senang dengan segala sesuatu yang untuknya ia diciptakan. Syahwat senang memuasi nafsu, kemarahan senang membalas dendam, mata senang melihat obyek-obyek yang indah, dan telinga senang mendengar suara-suara yang selaras.

Fungsi tertinggi jiwa manusia adalah pencerapan kebenaran, karena itu dalam mencerap kebenaran tersebut ia mendapatkan kesenangan tersendiri. Bahkan soal-soal remeh, seperti mempelajari catur, juga mengandung kebaikan. Dan makin tinggi materi subyek pengetahuan didapatnya, makin besarlah kesenangannya. Seseorang akan senang jika dipercayai untuk jabatan Perdana Menteri, tetapi betapa lebih senangnya ia jika sang raja sedemikian akrab dengannya sehingga membukakan soal-soal rahasia baginya.

Seorang ahli astronomi yang dengan pengetahuannya bisa memetakan bintang-bintang dan menguraikan lintasan-lintasannya, mereguk lebih banyak kenikmatan dari pengetahuannya dibanding seorang pemain catur. Setelah mengetahui bahwa tak ada sesuatu yang lebih tinggi dari Allah, maka betapa akan besarnya kebahagiaan yang memancar dari pengetahuan sejati tentang¬-Nya itu!

Orang yang telah kehilangan keinginan akan pengetahuan seperti ini adalah bagaikan seorang yang telah kehilangan seleranya terhadap makanan sehat, atau yang untuk hidupnya lebih menyukai makan lempung daripada roti. Semua nafsu badani musnah pada saat kematian bersamaan dengan kematian organ-organ yang biasa diperalat nafsu-nafsu tersebut. Tetapi jiwa tidak. Ia simpan segala pengetahuan tentang Tuhan yang dimilikinya, malah menambahnya.

Suatu bagian penting dari pengetahuan kita tentang Tuhan timbul dari kajian dan renungan atas jasad kita sendiri yang menampakkan pada kita kebijaksanaan, kekuasaan, serta cinta Sang Pencipta. Dengan kekuasan-Nya, Ia bangun kerangka tubuh manusia yang luar biasa dari hanya suatu tetesan belaka.
Kebijakan-Nya terungkapkan di dalam kerumitan jasad kita serta kemampuan bagian-bagiannya untuk saling menyesuaikan, Ia perlihatkan cinta-Nya dengan memberikan lebih dari sekadar organ-organ yang memang mutlak perlu bagi eksistensi - seperti hati, jantung dan otak - tetapi juga yang tidak mutlak perlu - seperti tangan, kaki, lidan dan mata. Kepada semuanya ini telah Ia tambahkan sebagai hiasan hitamnya rambut, merahnya bibir dan melengkungnya bulu mata.


Manusia dengan tepat disebut sebagi ‘alamushshaghir’ atau jasad-kecil di dalam dirinya. Struktur jasadnya mesti dipelajari, bukan hanya oleh orang-¬orang yang ingin menjadi dokter, tetapi juga oleh orang-orang yang ingin mencapai pengetahuan yang lebih dalam tentang Tuhan, sebagaimana studi yang mendalam tentang keindahan dan corak bahasa di dalam sebuah puisi yang agung akan mengungkapkan pada kita lebih banyak tentang kejeniusan pengarangnya.



Di atas semua itu, pengetahuan tentang jiwa memainkan peranan yang lebih penting dalam membimbing ke arah pengetahuan tentang Tuhan ketimbang pengetauhan tentang jasad kita dan fungsi-fungsinya.
Jasad bisa diperbandingkan dengan seekor kuda dengan jiwa sebagai penunggangnya. Jasad diciptakan untuk jiwa dan jiwa untuk jasad. Jika seorang manusia tidak mengetahui jiwanya sendiri - yang merupakan sesuatu yang paling dekat dengannya - maka apa arti klaimnya bahwa ia telah mengetahui hal-hal lain. Kalau demikian, ia bagaikan seorang pengemis yang tidak memiliki persediaan makanan, lalu mengklaim bisa memberi makan seluruh penduduk kota.

Dalam bab ini kita telah berusaha sampai tingkat tertentu untuk memaparkan kebesaran jiwa manusia. Seseorang yang mengabaikannya dan menodai kapasitasnya dengan karat atau memerosotkannya, pasti menjadi pihak yang kalah di dunia ini dan di dunia mendatang.

Kebesaran manusia yang sebenarnya terletak pada kapasitasnya untuk terus-menerus meraih kemajuan. Jika tidak, di dalam ruang temporal ini, ia akan menjadi makhluk yang paling lemah di antara segalanya - takluk oleh kelaparan, kehausan, panas, dingin dan penderitaan. Sesuatu yang paling ia senangi sering merupakan sesuatu yang paling berbahaya baginya. Dan sesuatu yang menguntungkannya tidak bisa ia peroleh kecuali dengan kesusahan dan kesulitan.

Mengenai inteleknya, sekadar suatu kekacauan kecil saja di dalam otaknya sudah cukup untuk memusnahkan atau membuatnya gila. Sedangkan mengenai kekuatannya, sekadar sengatan tawon saja sudah bisa mengganggu rasa santai dan tidurnya. Mengenai tabiatnya, dia sudah akan gelisah hanya dengan kehilangan satu rupiah saja. Dan tentang kecantikannya, ia hanya sedikit lebih cantik daripada benda-benda memuakkan yang diselubungi dengan kulit halus. Jika tidak sering dicuci, ia akan menjadi sangat menjijikkan dan memalukan.


Sebenarnyalah manusia di dunia ini sungguh amat lemah dan hina. Hanya di dalam kehidupan yang akan datang sajalah ia akan mempunyai nilai, jika dengan sarana “kimia kebahagiaan” tersebut ia meningkat dari tingkat hewan ke tingkat malaikat. Jika tidak, maka keadaannya akan menjadi lebih buruk dari orang-orang biadab yang pasti musnah dan menjadi debu.

Perlu baginya untuk –bersamaan dengan timbulnya kesadaran akan keunggulannya sebagai makhluk terbaik– belajar mengetahui juga ketidakberdayaannya, karena hal ini juga merupakan salah satu kunci kepada pengetahuan tentang Tuhan.

KU HIDUPKAN KITAB KASHF AL MAHJUB (AL HUJWIRI) : BAB 4 PAKAIAN SUFI

OLEH IMAM Al-HUJWIRI

BAB 4 PAKAIAN - IMEJ DAN LAMBANG KESUFIAN JANGAN HANYA BERSIFAT LUARAN

Selepas membicarakan tentang istilah dan asal usul tasawuf, Al-Hujwiri memberi tumpun khusus pada membicarakan tentang kaitan tasawuf dengan `suf` yang bermaksud `bulu biri-biri` dan lebih khusus dinamakan sufi kerana ada kaitan pemakaian sufi dengan baju suf, iaitu baju atau jubah yang diperbuat daripada bulu biri-biri yang ianya adalah `lambang kefakiran` yang menjadi tajuk pembicaraa - `Lambang Kefaqiran`.
Bagi mengukuhkan pendapat dan pendekatannya,  Al-Hujwiri  menampilkan bukti-bukti bahawa baju atau jubah dari biri-biri menjadi pakaian tokoh-tokoh dalam sejarah Islam yang diikuti oleh kaum sufi.

Menurutnya jubah dari bulu biri-biri adalah pakaian sunnah yang Rasulullah sendiri memakainya, di samping Baginda juga menunggang keldai. Pakaian sedemikian dianggap mesra dan manis. Baginda sendiri menampalkan baju Baginda, dan kiranya  jubah robek, digalakkan menampalnya.

Dikatakan bahawa jubah `Umar al-Khattab  r.a. penuh dengan tampalan sehingga berjumlah 30 tampalan. Sayyiduna `Ali k.w. dikatakan mempunyai jubah yang lengannya panjang hingga menutupi jari-jarinya.

Kata Hasan Basri, ``Aku melihat 70 sahabat yang berperang Badar, semuanya memakai jubah daripada bulu biri-biri. Termasuklah Sayyiduna Abu Bakar al-Siddiq. Demikian juga menurut Hasan Basri, beliau melihat Salman al-Farisi memakai `al-muraqqa`ah` - jubah yang bertampa-tampal..
Sebagaimana juga`Ali Hazim bin Hayyan meriwayatkan bahawa, dia melihat `Uwais al-Qarni memakai jubah yang bertampal.

 Demikianlah jubah yang menjadi budaya pakaian orang-orang `Arab,dengan jubah bertampal  dilihat sebagai imej dan simbol kezuhudan oleh kalangan sufi.

Sebenarnya selain daripada melambangkan kefaqiran dan kesempitan hidup, jubah adalah pakaian yang serasi dengan jiwa sufi yang berjiwa lembut dan menghendar diri dari bermegah-megah, sebaliknya  jubah dilihat sebagai imej kesufian dan menjadi lambang kezuhudan yang bukan dibuat-buat.

Lantaran itu Muhammad bin `Ali al-Hakim  al-Tirmidzi berkata, Shaykh-shaykh kalangan sufi adalah memakai jubah-jubah dari bulu biri-biri. Demikian Da`ud al-Ta`i guru dan sufi juga memakai jubah dari bulu biri-biri sebagaimana Ibrahim bin Adham ketika memngunjungi Abu Hanifah juga memakai jubah dari bulu biri-biri.

Cuma diperingatkan bahawa jubah adalah merupakan palaian luaran, maka diperingatkan  jangan jadi luaran tidak  menepati dalaman dari segi ketasawufan. Sebab itu orang banyak jangan tertipu dengan watak dan imej luaran, kerana sebahagian cuma bersifat ikut-ikutan.

Dikatakan ada empat golongan yang berjubah sufi.

Pertama mereka yang benar-benar dari kalangan sufi
Kedua mereka yang dalam keadaan berjinak-jinak mendekati kesufian
Ketiga mereka yang terpaut oleh luaran dan cuba untuk bersama tanpa kemantapan dari segi penghayatan dan amalan
Keempat mereka yang berwatak palsu yang mendekati ketasawufan lantaran mempunyai tujuan dan kepentingan tertentu, tanpa keikhlasan.

Dikatakan walaupun putih melambangkan kebersihan, tetapi bagi kalangan sufi, mereka lebih memilih jubah yang berwarna biru kelabu. Dikatakan warna  ini kelihatan buruk sesuai dengan jiwa sufi yang tidak mau menunjuk-nunjuk. Biru juga dikatakan lambang orang tertindas dan berimej dukacita dan dalam kesulitan. Selain dari kelihatan buruk ia juga melambangkan kematian.

Seorang darwish ditanya mengapa dia memilih jubah bulu berwarna biru kelabu . Beliau menjawab secara menyindir.

Beliau memakai oleh tiga sebab, kerana lambang-lambang kesufian dirampas.

Pertama  imej kefaqiran telah diguna dan diambil kesempatan oleh mereka yang berkepentingan
Kedua imej pengetahuan diambil oleh golongan yang semata-mata mengajar tanpa kerohanian
Ketiga imej kekuasaan (pedang) telah diambil golongan yang mementingkan kuasa untuk memerintah danberkuasa.
Walau bagaimana pakaian berjubah bulu biri-biri adalah besifat budaya. Pakaian kasar jubah dari bulu-bulu biri-biri memang menjadi imej kalangan rohaniawan yang memisah diri dari khalayak bagi beribadat. Tanpa mempersoalkan realiti dari segi hakikat, bahawa konsep berjubah menjadi budaya yang dihormati dan dipandang suci.

Berjubah dikaitkan dengan ulama`. Pakaian jubah dkaitkan dengan ilmu, contohnya penerima-penerima ijazah  memakai jubah atau dipakaikan jubah keilmuan sebagai penghormatan, bahkan dikaitkan dengan gelaran-gelaran. Bahkan pelajar-pelajar berjubah berwarna putih sebagai pakaian rasmi dipandang suci dan dihormati

Namun bagi kalangan sufi imej berjubah dan berserban adalah pakaian yang memberi imej dan watak kerohanian, tetapi tidak semestinya bertampal dan koyak. Dengan berpakaian lebih bersih, kemas dan menarik lebih meningkatkan imej, tapi semua ini bersiaft luaran. Ianya tidak mempunyai erti apa-apa jika dalaman adalah kekosongan dan kepura-puraan. Jiwa kesufian sebenarnya  tidak semestinya berada dibawah selubung yang berjubah, tetapi pada hati yang suci dan murni dan tidak semestinya berjubah.


HIKAM IBN ARABI

Kitab Hikam al-Syaikh al-Akbar adalah antara kitab-kitab Hikam yang masyhur dalam ilmu tasawuf selain Hikam Abi Madyan, Hikam Ibn ‘Ata’illah, Hikam al-Haddad dan lain-lain.

 Ia mengandungi berbagai hikmah dan kaedah sufiyyah, dan telah disyarah oleh beberapa ulama antaranya oleh; Syeikh Muhammad bin Mahmud bin ‘Ali al-Damauni dan Syeikh Mulla Hasan bin Musa al-Kurdi al-Bani. Sebahagiannya telah diterjemahkan ke bahasa Melayu seperti yang dapat dilihat dalam lawan sesawang Syeikh Yusuf Muhyiddin al-Bakhur al-Hasani

Di bawah ini saya pilih 21 buah hikam daripadanya untuk kita renungi dan ambil iktibar, iaitu:

كل منحة وافقت هواك، فهي محنة، وكل محنة خالفت هواك فهي منحة

1 Segala anugerah yang sesuai dengan hawa nafsumu maka itu adalah ujian, dan segala ujian yang menyalahi hawa nafsumu maka itu adalah anugerah.

ليس الزاهد من زهد في الدرهم والدينار، إنما الزاهد من زهد فيما سوى الجبار

2. Seorang zahid bukanlah orang yang zuhud dari dirham dan dinar (harta), akan tetapi seorang zahid adalah yang zuhud dari yang selain daripada Yang Maha Perkasa (Allah).

لا ينال غاية رضاه من في قلبه شيء سواه

3. Tidak akan memperoleh puncak keredhaanNYA seorang yang di dalam hatinya ada sesuatu yang selain NYA.

لا يرتجى الوصول ممن لم يتابع الرسول r

4. Tidak dapat diharapkan sampai kepada Allah dari orang yang tidak mengikuti Rasululllah SAW.

لا يعرف ما نقول إلا من اقتفى أثر الرسول r

5. Tidak akan faham apa yang kami katakan, kecuali orang yang telah mengikuti jejak Rasulullah SAW.

لا تأخذ العلم إلا عمن يعمل به

6. Janganlah engkau mengambil ilmu kecuali dari orang yang mengamalkannya.

ما دمت في طلب الحق، فلا تقف مع الخلق

7. Selama engkau dalam pencarian al-Haq (Allah), maka janganlah berdiri bersama makhluk.

من أخلص لله نيته، تولاه الله وملائكته

8. Barangsiapa yang ikhlas niatnya karena Allah semata-mata, maka Allah dan para malaikatNYA akan melindunginya.

من لم يأخذ الطريق من الرجال، فهو ينتقل من محال إلى محال

9. Barangsiapa yang tidak mengambil jalan ini (jalan menuju kepada Allah) daripada para rijal (ahli ma’rifah), maka ia terus berpindah dari mustahil kepada mustahil.

لا تكون عبدا لله، وأنت تميل إلى شيء سواه

10. Engkau tidak akan menjadi hamba bagi Allah sedang engkau cenderung (hati) kepada sesuatu yang selainNYA.

لا تصحب من الرجال إلا من كان حاله يترجم دون المقال

11. Janganlah engkau bersahabat kepada para rijal melainkan orang yang halnya (perilaku zahir dan batinnya) menterjemahkan dirinya, bukan perkataannya.

الحقيقة لا ينطق بها لسان، بل هي ذوق ووجدان

12. Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

من عرف الحق، استغنى به عن الخلق

13.  Barangsiapa telah mengenal al-Haq (Allah), maka ia tidak lagi memerlukan makhluk.

من توكل على الله في جميع أموره ووالاه، أتاه برزق من حيث لا يحتسب وتولاه

14. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah dalam semua urusan dan taat setia kepadaNYA, maka Allah akan mendatangkan rezekinya dari sumber yang ia tidak sangka-sangka dan Allah akan melindunginya.

لا تصحب من الإخوان إلا صادق اللسان

15. Janganlah engkau bersahabat kepada teman-teman melainkan yang jujur perkataannya.

أكل الشبهات يورث في القلب القساوات

16. Memakan yang subhat itu dapat mewariskan hati yang keras.

من قنع من الدنيا باليسير، هان عليه كل عسير

17. Barangsiapa yang menerima hatinya (qana’ah) dengan dunia (harta) yang sedikit, maka akan mudah baginya segala kesulitan.

من لازم ذكر الله، قطعه عن كل شيء سواه

18. Barangsiapa yang melazimkan zikir Allah, maka Allah akan memutuskan dia dari segala sesuatu selainNYA.

التوبة هي ترك الإصرار وملازمة الاستغفار

19. Taubat itu ialah meninggalkan kebiasaan membuat dosa serta melazimi istighfar.

من أصدق توجهه إلى الله، أعطاه الله كل ما يتمناه

20. Sesiapa yang jujur penumpuan hatinya menghadap kepada Allah (sidq tawajjuh) maka Allah akan memberikannya segala yang ia harapkan.

من خاف الله مولاه، خاف منه كل ما سواه

21. Barangsiapa yang takut kepada Allah sebagai Tuhannya, maka akan takut kepadanya segala yang selainNYA.

IMAN KITA “OUTSIDE” – 22 CIRI-CIRI LEMAH IMAN

Sesungguhnya penyakit lemah iman mempunyai ciri-ciri sebagai berikut ini :

1. Terjerumus kedalam kemaksiatan dan melaksanakan hal-hal yang diharamkan
Di antara orang yang maksiat adalah orang yang melaksanakan dosa yang mengikat dirinya sehingga dia tidak dapat melepaskan diri dari dosa tersebut serta sulit untuk menghentikannya. Diantara mereka juga ada yang melakukan berbagai macam kemaksiatan. Banyaknya kemaksiatan yang dilakukan akan mengakibatkan hilangnya perubahan watak dan karakter yang lembut dan halus. Kemudian karena kejelekan maksiat tersebut setahap demi setahap mengotori hatinya hinga pada titik klimak dia menjadi orang yang mujahiroh ( memamerkan dan membanggakan kemaksiatan ). Padahal Rasululloh SAW bersabda :
 ” Setiap umatku diampuni dosanya kecuali Mujahirun . Sesungguhnya mujahirun itu melakukan dosa pada malam hari, pada pagi harinya Alloh telah menutupi dosa tersebut. Namun dia malah berkata : “ wahai kisanak, malam tadi saya telah melakukan ini dan itu ( dia menceritakan dosa yang dilakukannya sendiri ). Alloh menutup aibnya pada malam hari tetapi pada pagi harinya dia sendiri yang menyingkap tabir penutup Alloh tersebut ( Bukhari )

2. Merasakan keras dan gelisahnya Hati
Orang tersebut merasakan sungguh hatinya telah berubah menjadi batu besar dan keras yang tidak pernah merembes dan keluar sedikitpun sesuatu dari batu tersebut. Padahal tidak begitu halnya dengan batu, sekeras – kerasnya batu dia masih bisa dibelah dan mengeluarkan mata air.
Sebagai mana firman Alloh Surat Albaqarah ayat 74:
“ Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya. Diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh karena takut kepada Alloh. Dan Alloh sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.”
Petuah Kematian, melihat orang mati dan mengunjungi jenajahnya tidak membuat orang yang keras hatinya tergerak kemudian tersadar. Kadang dia sendiri yang mengusung jenajahnya, memakamkan, dan menguburkannya sendiri dengan tanah. Namun hal itu seperti terjadi biasa-biasa saja tidak terkesan dan berbekas sedikitpun dalam hatinya.

3. Tidak ada kenikmatan dalam beribadah.
Diantaranya hati merasa linglung, dan gersang ditengah-tengah salat, ketika membaca al-qur’an, berdo’a dan lainnya. Tidak merenungi dan mentafakuri ma’na - ma’na dzikir. Dzikir tersebut hanya dibaca dengan lancar, formal dan verbal, dilakukan diwaktu-waktu tertentu sesuai tuntutan , namun kering dari meresapi maknanya sehingga do’a dan dzikir tersebut menjadi hampa. Alloh tidak akan menerima do’a seseorang yang hatinya linglung dan lupa.


4. Di antara ciri orang yang lemah iman adalah bermalas-malasan dalam beribadah dan menyia-nyiakan waktu.
Apabila mereka melaksanakan ketaatan tersebut dia melaksanakannya dengan hampa tanpa ruh. Apabila mereka menegakkan salat, mereka melaksanakannya dengan malas-malasan
 “ Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas” ( Annisa : 142).
Termasuk diantaranya tidak mempunyai perhatian terhadap waktu ibadah dan saat melakukan kebaikan. Hal ini menunjukkan tidak adanya kepedulian seseorang terhadap hasilnya suatu pahala. Mereka mengakhirkan haji padahal mampu melakukannya. Lalai dalam mengikuti peperangan, malah duduk santai sambil ongkang kaki, mengakhirkan solat berjamaah bahkan akhirnya meninggalkan solat jum’aat. Rasulullah bersabda :
Suatu kaum senantiasa terlambat dari barisan pertama sehingga Alloh menghadiahkan mereka neraka” ( Abu Daud dalam kitab Sohih Targib)
. Mereka tidak merasakan penyesalan yang mendalam ketika ketiduran dalam melakukan salat wajib, begitu juga ketika terlewat salat sunat rawatib, aurod-aorodnya, tidak ada perasan menyesal sedikitpun dalam dirinya. Hal ini terjadi karena tidak semangat dan tidak termotivasi untuk melakukannya. Dan tidak berusaha menggantikannya ketika terlewat baik itu amalan sunat maupun amalan fardu kifayah. Kadang mereka tidak menghadiri solat ied padahal ada beberapa ulama yang menentukan wajibnya menyaksikan solat ied. Mereka tidak melaksanakan solat khusuf baik gerhana matahari maupun gerhana bulan, tidak mementingkannya ketika menghadiri pemakaman, tidak mensalatinya. Mereka seperti tidak berminat terhadap pahala yang dijanjikan Alloh. Cukup kontradiktif dengan apa yang disifati Alloh terhadap mereka orang-orang yang beriman dalam surat Al-Anbiyah : 90 :
ِاّنَهُمْ كَانُوْ يُسَاِرعُوْنَ فِي اْلخَيِْرَاتِ َوَيْدعُوََْنَنَا رَغَبَا وَرَهَبََََََا َوكَانُوْ َلنَا خَاشِعِيْنَ
Artinya :
“ Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada kami”.
Diantara ciri bermalas-malasan dalam ketaatan adalah ogah-ogahan dalam melaksanakan solat sunat rawatib, kiyamullail. teurs untuk bersegara ke masjid dan ibadah sunat lainnya, seperti terhadap solat dhuha. Tidak terbersit hatinya untuk menambah dari rakaat-rakaat yang lebih utama dari pada solat taubat dan solat istiharoh.

5. Sempit hati dan keras tabiat
Diantara ciri lemah iman adalah merasakan sempit hati, mudah dongkol, tabiatnya keras perilakunya kasar sehingga manusia pergi menjauhinya. Dia juga cepat bosan, gelisah dan jengkel terhadap sesuatu walaupun sedikit. Merasa sempit sangat sumpek dengan aktivitas dan perilaku manusia disekitarnya. Toleransi dan kelapangan dadanya hilang. Padahal Rasul mensifati iman lewat sabdanya :
Iman itu kesabaran dan kelapangan” . Rasul juga mensifati iman dengan yang lainnya : Iman itu ramah dan harmonis, tidak ada kebaikan pada orang yang tidak ramah dan tidak harmonis” ( Silsilah sohihah nomor 427 )

6. Tidak ada pengaruh dari bacaan Al-Qur’an
Diantara ciri lemah iman adalah tidak ada dampak pengaruh dari pembacaan ayat Al-qur’an terhadap hatinya. Tidak tersentuh dan tergerak hatinya dengan janji Alloh dalam Al-qur’an, ancamannya, peringatan, larangan, dan gambaran keadaan kiamat yang banyak diceritakan dalam Al-qur’an. Orang yang lemah iman merasa bosan bila mendengar ayat Al-qur’an dan tidak mampu meneruskan bacaanya karena malas sehingga ketika dia membuka alqur’an hampir saja menutupnya kembali dengan segera.

7. Lupa terhadap Allah.
Termasuk ciri lemah iman adalah lupa terhadap Allah dalam dzikir dan do’anya. Dia merasa berat untuk berdzikir ketika mengangkat tangan untuk berdo’a, dengan cepat menurunkan kembali dan menyelesaikannya dengan cepat, sedikit dalam berdikir dan berdo’a. Sebenarnya sifat-sifat tersebut merupakan salah satu dari sifat orang-orang munafik. Allah telah menjelaskannya dalam Al-qur’an tentang sifat orang munafik ini :
ِانَّ اْلُمنَاِفِقيْنَ يُخَادِعُوْنَ الله وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَاِذَا قَامُوْا ِالَي اْلصَلاةِ قَامُوْ كُسَالَي ُيرَءُ وْنَ الّنَاسَ َولا يَذْكُرُوْنَ الله ِالا قَلِيْلا ( النسا ء : 142 )
Sesungguhnya orang-orang munafik menipu Alloh dan Alloh membalas tipu daya mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka melaksanakannya dengan malas, mereka bermaksud riya dengan shalatnya. Dan tidaklah mereka berdzikir kepada Alloh kecuali sedikit saja ( Annisa 142 )
Jadi kalau boleh kita katakan orang yang lupa dalam berdo’a, sedikit dalam berdikir dan berdo’a telah terkena penyakit kemunafikan yang membahayakan.

8. Utamakan terhadap kemaksiatan
Diantara ciri lemah iman berikutnya adalah dia tidak marah ketika larangan Alloh dilanggar. Hal itu terjadi karena lidah dan kilatan kecemburuan iman yang bersarang dalam hatinya telah padam. Maka seluruh anggotanya berhenti untuk mengingkari hal tersebut. Sehingga dia tidak melaksanakan amar bilma’ruf dan nahyi ‘anil munkar. Wajahnya tidak lagi menampakkan kemarahan dijalan Allah. Rasulullah mensifati hati yang terkena penyakit ini dengan hati yang lemah seperti sabdanya :
“ Ditimpakan fitnah terhadapa hati seperti sebuah keset yang didekatkan kepada orang sedang tertidur sedikit-sedikit, Ketika hati dirasuki fitnah tersebut maka terbitlah satu titik hitam didalam dirinya . Namun apabila tidak dimasuki timbulah titik putih yang terjaga. Sehingga akan timbul menjadi 2 titik , yang satu putih bersih . Hati seperti ini akan selamat dari fitnah sejauh langit dan bumi . Dan yang lainnya hitam memudar seperti panci terbalik tidak mengetahui yang ma’ruf dan tidak mengingkari yang ingkar kecuali mereguk hawa nafsunya” ( Hr. Muslim )
Dari sini hilanglah dalam hatinya sifat mencintai kebaikan dan membenci kemunkaran. Dalam dirinya hal itu sama saja, baik berupa hal yang ma’ruf maupun hal yang munkar. Bahkan ketika mendengar kemunkaran dilakukan dimuka bumi ini hatinya meridoi. Hal ini sama saja dengan menyaksikan dan melaksanakannya seperti sabda Rasul :
Apabila suatu kesalahan dilakukan dimuka bumi ini dan orang yang menyaksikan mengingkarinya sama dengan tidak menghadiri kegiatan tersebut ( tidak terkena getahnya ) dan barang siapa yang tidak melihat namun meridoinya sama dengan menyaksikan kesalahan tersebut” ( Abu Daud )
Inilah keridoan hati yang merupakan amalan batin tersebut ternyata sederajat dengan menyaksikan kemunkaran, artinya orang tersebut ikut bertanggung jawab.

9. Mencintai populariti
Disini ada beberapa gambaran maksud diatas yaitu sebagai berikut :
Mencintai kedudukan dan kepemimpinan, padahal tidak memiliki kemampuan, tanggung jawab dalam menanggulangi krisis dan masalah kepemimpinan tersebut. Inilah yang diwanti-wanti Rasul dalam sabdanya:
 ” Sesungguhnya kalian akan bersemangat terhadap kepemimpinan dan akan merasakan penyesalan pada hari kiamat. Alangkah baiknya murdi’ah dan alangkah jeleknya fatimah. Murdi’ah adalah awal kekuasaan dimana beserta kekuasaan itu berlimpah harta, kedudukan dan kenikmatan. Sedangkan Fatimah adalah akhir dari kekuasaan karena besertanya ada peperangan, pengasingan dan penuntutan pada hari kiamat.
Rasul meneruskan sabdanya :
“ Apabila kalian menghendaki aku akan jelaskan apa itu kekuasaan ? Awalnya cacian yang kedua penyesalan dan ketiga siksaan dihari kiamat kecuali pemimpin yang adil” ( Tobroni ).
Kalau seorang pemimpin melaksanakan kewajiban, mengemban tanggung jawab dalam proporsinya, dengan mengerahkan seluruh kemampuan dengan penuh kesungguhan, nasihat dan keadilan maka tidak akan ditemukan orang yang paling utama selain dia, seperti yang telah dilakukan oleh Nabi Yusuf. Namun yang terjadi pada saat ini adalah orang yang ambisius, keras kepala dalam pemerintahan, sok berkuasa, lebih memprioritaskan keutamaan dirinya, menomorduakan hak rakyat dan emoh untuk menjadi pusat amar ma’mur nahyi munkar.
- Mencintai kedudukan disuatu majlis. Ingin didengarkan ucapannya sedangkan dia tidak mendengarkan pendapat orang lain. Muncul dan menjadi pusat perhatian dalam suatu majlis adalah front peperangan yang diwanti - wanti rasul Rasul :
Hati-hatilah peperangan ini” ( Baihaqi )
- Dia suka kalau datang lantas orang-orangpun berdiri menghormatinya. Dia menginginkan keagungan diri yang sebenarnya sedang sakit. Rasul bersabada :
 “ Barang siapa yang karena orang lain berdiri menghormatinya menjadi senang dan tersanjung maka bersiap-siaplah untuk menduduki satu tempat di neraka” ( Bukhari)
Oleh karena itu ketika Muawiyah bin Abi sopyan keluar menuju Abdullah bin Jubair dan Ibnu Amir. Ibnu Amir berdiri sedangkan Abdullah jubair duduk saja. Muawiyah berkata kepada Ibnu Amir :
Duduklah karena sesungguhnya aku mendengar Rasululloh bersabda : “ Barang siapa yang menginginkan seorang laki-laki berdiri untuk menghormatinya maka bersiaplah untuk menduduki tempat duduknya di neraka “ ( Abu Daud )
Termasuk kedalam jenis ini adalah seseorang yang marah apabila tempat duduknya didahului orang lain sehingga ketika dia memasuki suatu majlis dia menginginkan orang itu berdiri untuk pindah dan dia duduk ditempat bekas duduknya. Celakalah dia karena Rasulullah telah melarangnya lewat sabda beliau :
Janganlah seorang laki-laki memberdirikan laki-laki lain dari tempat duduknya kemudian dia duduk ditempatnya “ ( Bukhari )

10. Kikir dan bakhil
Diantara ciri lemah iman adalah bersifat kikir dan bakhil. Sungguh Allah telah memuji kaum Ansur dalam Al-qur’an :
َويُؤْثِرُوْنَ عَلَي اَنْفُسِهِمْ وَلَوْكَانَ ِبهِمْ خَصَاصَة ( الحشر : 9)
Dan mereka ( Ansor ) mengutamakan ( muhajirin ) atas diri mereka . Sekalipun memerlukan apa yang diberikannya itu
Alloh pun telah menjelaskan bahwa orang-orang yang berbahagia adalah orang yang menjaga agar kekikiran tidak menimpa dirinya . Tidak syak lagi sesungguhnya lemah iman akan melahirkan sifat kikir . Rasul bersabda :
Kekikiran dan keimanan tidak akan berkumpul dihati seorang hamba selamanya” ( An-nasai )
Adapun bahaya dari sifat kikir dan dampaknya terhadap pelakunya telah dijelaskan Rasulullah SAW :
Hendaklah kalian menjauhi kikir karena sesungguhnya kerusakan yang dialami kaum sebelum kalian adalah karena kikir. Mereka menyuruh orang lain untuk memutuskan silaturahmi, merekapun memutuskan silaturahmi , mereka menyuruh membuat kekejian dan merekapun melaksanakan pula kekejian tersebut ( Abu Daud )
Maka sesungguhnya orang yang lemah iman hampir tidak mengeluarkan apapun karena Allah, walau diseru untuk melakukan sedakah. Ketika dzahir kepapaan ditubuh umat islam, banyak terjadi musibah ditengah mereka, tetap saja tidak bergeming hatinya untuk mengeluarkan sodakoh demi menolong teman-temannya. Firman Allah :
Ingatlah kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan hartamu dijalan Allah. Maka diantara kamu ada orang yang kikir, dan barang siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allahlah yang maha kaya sedangkan kamulah orang-orang fakir. Dan jika kamu berpaling niscaya dia akan mengggantikan kamu dengan kaum yang lain dan mereka tidak seperti kamu ini” ( Muhamad : 39 )
11. Mengatakan apa yang tidak diperbuatnya
Firman Allah SWt :

يا ايها الذين امنوا لم تقولون ما لا تفعلون * كبر مقتا عند الله ان تقولو ما لا تفعلون

Wahai orang-orang yang beriman mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. Maktan Allah ( Murka Allah yang sangat ) yang maha besar bagi orang – orang yang mengatakan apa yang tidak diperbuatnya ( Assup : 2-3)
Tidak syak lagi bahwa ini merupakan jenis kemunafikan. Barang siapa yang perkataanya tidak sesuai dengan dengan perbuatannya . Dia dicerca Allah, dibenci makhluk Suatu saat ia akan terbuka kedoknya dineraka orang yang menyuruh kepada kebaikan namun tidak kunjung melaksanakannya. Dan orang yang melarang dari kemunkaran namun kerap melaksanakannya.

12. Tertawa di atas penderitaan saudaranya yang muslim .
Diantara ciri lemah iman adalah dia merasa nikmat dan bahagia bila orang islam tertimpa bencana, kerugian, kegagalan dan kesedihan. Dia merasa karena senang bila nikmat itu telah hilang pada saudaranya, kelebihan yang dimiliki orang lain pun sirna sehingga merasa diri paling hebat saat ini karena tidak tersaingi.

13. Minimal dalam amal
Di antara ciri orang yang lemah iman adalah melihat sesuatu dari sisi dosa tidaknya, tidak melihat dari sisi baik atau buruknya. Sebagian manusia ketika bermaksud melaksanakan suatu amal dia tidak bertanya apakah amal itu baik ? melainkan bertanya apakah amal tersebut sebuah dosa atau bukan ? apakah hukumnya haram atau hanya makruh saja? Esensi pertanyaan ini akan mengarahkan penanya pada pelaksanaan hukum subhat atau makruh . Dan pada akhirnya akan menggiring penanya tersebut untuk melakukan hal yang diharamkan Allah suatu hari. Pemilik pertanyaan tersebut tidak mempunyai penghalang untuk melaksanakan hal-hal yang dimakruhkan atau hal-hal yang subhat karena dia berfikir hal itu tidak haram. Inilah esensi dari sabda Rasul :
 “ Barang siapa yang melakukan hal yang syubhat dia akan terkena yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembala kambingnya di tanah larangan hampir saja dia terkena larangan tersebut( melanggar tanah larangan tersebut )” ( Bukhori Muslim )
Bahkan sesungguhnya sebagian manusia apabila meminta fatwa tentang sesuatu dan ternyata hukumnya haram, dia masih bertanya apakah haramnya berat atau haram sekali atau sedikit saja? Atau dia bertanya seberapa besar dosanya ? besarkah atau kecil ? Pertanyaan seperti ini tidak mencerminkan perhatian yang sungguh-sungguh dalam menjauhi kemunkaran dan kesalahan bahkan didalamnya terdapat beberapa peluang awal untuk melaksanakan hal yang diharamkan Allah dan menyepelekan dosa, hal yang mengarahkan dirinya menuju apa yang diharamkan Allah serta menghapus batas antara dia dengan kemaksiatan . Oleh karena itu Rasul bersabda :
Sungguh aku mengetahui betul nasib suatu kaum dari umatku yang datang pada hari mkiamat , dengan kebaikan sebesar gunung Tihamah maka Allah menjadikannya seperti debu yang berterbangan. Sahabat berkata : Ya Rasululloh terangkanlah kepada kami tentang sifat mereka dan jelaskan hal itu pada kami, agar kami tidak seperti mereka tanpa kami sadari, Rasululloh bersabda : Sesungguhnya mereka adalah saudara-saudara kalian dan orang-orang sesudah kalian, mereka menjadikan malam sebagai ibadah sebagaimana kalian melakukannya namun mereka adalah sebuah kaum yang apabila memasuki apa yang diharamkan Allah melanggarnya “ ( Ibnu Majah )
Maka dia melaksanakan apa yang diharamkan Allah tanpa terkontrol dan tidak ada penolakan sedikitpun . Ini jauh lebih jelek dari pada orang yang melakukan dosa namun hatinya menolak dan merasa dosa. Kedua-duanya memang celaka namun yang paling celaka adalah orang yang berdosa tanpa merasa berdosa dengan enteng dan tanpa beban dia melakukannya . Ini merupakan buah dari keimannya yang lemah dia tidak melihat amal tersebut sebagai sesuatu yang munkar . Oleh sebab itu Abdullah bin Ma’ud mensifati tingkah orang mukmin dan munafik lewat pendapatnya sebagai berikut :
Sesungguhnya orang mukmin itu melihat dosanya seperti ketika dia sedang duduk dibawah gunung yang ia takuti gunung dosa tersebut akan menimpanya, sedangkan orang fujur melihat dosanya seperti seekor lalat yang lewat didepan hidungnya dan dia mengatakan “ lah Cuma segini “ ( sambil menyibakkan tangannya )” ( bukhari )

14. Merendahkan hal yang ma’ruf dan tidak mempunyai perhatian terhadap kebaikan-kebaikan yang kecil
Kita telah mengetahui betul bahwa Rasulullah melarang hal ini . Imam Ahmad meriwayatkan dari Alhujaimi dia berkata :
“ saya datang kepada Rasulullah ; maka saya berkata : “ Wahai rasulullah sesungguhnya kami adalah suatu kaum dari sebuah kampung, kami ingin mengetahui sesuatu hal yang semoga Allah memberi manfaat dengan hal tersebut. Rasul bersabda : “ Janganlah kamu menyepelekan kebaikan sekecil apapun . Walaupun kalian hanya mengerek seember air bagi orang yang akan menyiram, atau engkau berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang ramah “ ( Ahmad)
Apabila seseorang datang bermaksud mengambil air dari sumur dan kamu mengambilkannya untuk orang tersebut, ini merupakan amal yang dohirnya memang kecil namun tidak pantas bagi kita untuk menyepelekannya. Begitu juga ketika bertemu dengan saudara, kita menampakkan wajah yang ramah, membersihkan noda dan kotoran dimasjid walaupun berupa jerami kecil. Karena bisa jadi amal yang kecil tersebut menjadi sebab diampuninya dosa. Dan Allah memberikan pahala kepada hambanya dengan amal tersebut kemudian mengampuninya. Tidakkah kamu tahu bahwa sesungguhnya Rasul bersabda :
Seorang laki-laki melewati satu batang pohon yang menghalangi jalan, maka dia berkata : “ Demi Alloh aku akan menyingkirkan pohon ini agar orang-orang islam tidak terganggu karenanya, maka dia masuk surga” ( Muslim )
Sesungguhnya menyepelekan amal kebaikan yang kecil merupakan suatu kesalahan dan kecacadan. Dan cukuplah akibat dari menghinakan amal kebaikan yang kecil tersebut dengan terhalangnya dari kelebihan dan keutamaan yang besar. Rasulullah memberikan petunjuk tentang hal ini :
Barang siapa yang menyingkirkan duri dari jalan orang-orang islam dituliskan baginya satu kebaikan dan seseorang yang mempunyai kebaikan akan masuk surga ( Bukhari ).
Mu’ad bin Jabal berjalan bersama seorang laki-laki kemudian dia mengangkat dan menyingkirkan sebuah batu dari jalan. Laki-laki tersebut berkata : “ Apa ini ? Muadz Berkata : “ Saya mendengar rasul bersabda : “ Barang siapa yang mengangkat sebongkah batu dari jalan ditetapkan baginya satu kebaikan, dan barang siapa yang mempunyai kebaikan dia pasti akan masuk surga ( Tabrani )

15. Perhatian longgar terhadap urusan orang islam
Di antara ciri lemah iman adalah tidak mempunyai perhatian terhadap urusan orang islam juga tidak berinteraksi serta berkomunikasi harmonis dengannya walaupun hanya sekedar do.a, bersodakoh atau memberi pertolongan. Maksudnya apatis atau apriori terhadap apapun yang menimpa saudaranya dibelahan dunia, baik itu karena dikalahkan musuh, dijajah, ditindas dan mendapat pemaksaan. Dia hanya peduli dengan keselamatan dirinya, ini adalah akibat dari lemah iman yang menggerogori hatinya. Karena orang yang beriman tidak memiliki sifat demikian . Rasul bersabda :
 “ Seorang mukmin terhadap saudaranya yang mukmin ibarat kepala dengan badan. Orang mukmin akan merasakan sakit yang diderita temannya seperti halnya tubuh kita merasakan sakit yang dialami kepala” ( Ahmad )

16. Pecah tali persaudaraan
Diantara ciri lemah iman adalah pecahnya tali persaudaraan antara dua orang yang bersaudara. Rasul bersabda :
Tidaklah dua orang yang saling mencintai dijalan Alloh dalam islam kecuali dipisahkan oleh satu dosa yang terjadi antara keduanya, yang diceritakan oleh salah satu dari keduanya ( Bukhari )
Ini menjadi bukti bahwa sesungguhnya kesialan dari kemaksiatan adalah terkadang melemahkan ikatan persaudaraan dan memecahkannya. Keadaan menyedihkan seperti ini yang kadang ditemukan seorang manusia dengan saudaranya yang mengakibatkan lemahnya kualitas iman penyebab terjerumusnya kepada kemaksiatan. Karena sesungguhnya Allah menggugurkan orang–orang yang bermaksiat dari lingkungan hamba-hambanya sehingga kehidupan orang tersebut menjadi jelek, kedudukannya jatuh, keadaannya rendah dan hina, tidak ada kehormatan sedikitpun baginya. Begitu pula dia akan terasing dari lingkungan orang-orang yang beriman karena Allah merendahkan dan menolak dia serta menyingkirkannya dari lingkungan orang-orang yang beriman.

17. Tidak punya rasa tanggung jawab dalam berkifrah untuk dinul islam.
Dia tidak berusaha untuk menyebarkan islam, tidak berusaha mengabdikan dirinya untuk islam. Sungguh jauh berbeda dengan para sahabat Rasul yang ketika masuk islam dia merasakan tanggung jawab dakwah dengan serta merta. Inilah Ttufail bin Amar RA yang begitu besar Tanggung jawab dan obsesinya untuk mendakwahi kaumnya ketika cahaya islam telah menerangi jiwanya setelah mengucapkan kailmat syahadat dihadapan baginda Rasul. Saat itulah dia merasakan beban tanggung jawab besar untuk mendakwahkan hal ini kepada kaumnya. Maka dia memohon izin kepada Rasul untuk mendakwahi kaumnya, setelah mendapat restu dia pun pulang untuk menyeru manusia kejalan Alloh. Sedangkan saat ini banyak sekali orang yang hanya diam berpangku tangan begitu lama tak bergerak apapun. Sampai pada batas tugas yang diberikannya yaitu berdakwah.
Para sahabat Rasul serentak bangun untuk melaksanakan konsekwensi keimanan dengan memerangi kekafiran berlepas tangan dan berpisah dari mereka dalam segala aspek atau dengan istilah lain melakukan furqon. Dialah Samamah bin Asad Ra kepala suku Yamamah ( Ketua Kampung) ketika dia di tawan dan didatangkan ke masjid dihadapan Rasululloh. Rasulullah pun menawarkan islam padanya, kemudian Alloh memberikan cahaya kedalam hatinya. Samamah pun masuk islam, dia pergi melaksanakan umroh, ketika sampai di Mekkah dia berkata kepada kafir Quraisy.:
Kalian tidak akan mendapatkan sebiji gandunmpun dari Yamamah, sehingga ada izin dari Rasululullah ( Bukhari )
Isolasi dan embargo yang dilakukannya terhadap orang kafir dibidang ekonomi dan seluruh wewenang tanggung jawab yang mungkin diberikan adalah semata pengabdian dakwah yang terbersit secara spontan. Karena keimanannya menancap dengan pasti yang tercermin dalam perbuatannya.

18. Risau dan takut ketika turunnya musibah .
Di antara ciri lemah iman adalah merasa riskan, risau dan takut ketika turunnya musibah atau ketika mengalami kesulitan, dia akan terlihat gemetar tubuhnya . Pertimbangan pemikirannya kacau dan ngawur, hatinya linglung matanya terbelalak. Dia merasa bingung dalam urusan yang dihadapinya . Ketika terkena musibah atau bencana mata hatinya terkunci untuk menelorkan jalan keluar karena diliputi kebingungan. Dia tidak mampu menghadapi kenyataan dengan hati yang teguh, tabah dan lapang. Ini semua terjadi akibat imannya yang lemah. Karena kalau saja imannya kuat dia akan berdiri kokoh tegar dalam menghadapi sebesar apapun musibah. Jadi dia akan menyelesaikannya dengan penuh ketabahan dan kekuatan .

19. Banyak berdebat dan berselisih dalam hal-hal yang membuat kerasnya hati.
Rasul bersabda :
Tidaklah tersesat suatu kaum, setelah mendapatkan petunjuk kecuali bila perdebatan telah terjadi diantara mereka
Perdebatan yang tidak argumentatip, tanpa maksud yang jelas akan menjauhkan dirinya dari jalan yang lurus. Sungguh banyak terjadi saat ini perdebatan yang salah kaprah diantara manusia . Mereka berdebat tanpa ilmu , petunjuk dalam kitab yang menerangi ( Alqur,an ). Cukuplah menjadi bukti bagi kita untuk meninggalkan hal yang jelek ini dengan berpegang pada suatu hadits berikut :
“ Aku Pemimpin satu rumah di bagian surga, bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun benar

20. Terkait hatinya pada dunia , menggemari dan terbuai karenanya.
Diantara ciri lemah iman adalah bila hati terkait pada dunia sampai pada tingkatan kondisi dia merasa sakit yang sangat ketika salah satu bagian dari dunia luput darinya. Baik itu harta kedudukan, jabatan dan tempat tingal. Dia merasa dirinya sial tertipu bernasib jelek, karena tidak berhasil mendapatkan apa yang diperoleh orang lain. Bahkan rasa sakitnya menghebat ketika orang islam saudaranya mendapatkan bagian dari dunia tersebut. Sehingga timbullah rasa hasud dalam dirinya. Dia begitu menginginkan nikmat itu hilang dari orang tersebut. Hal ini bertentangan dengan prinsip keimanan. Hadits Rasul :
 “ Tidak akan berkumpul pada hati seorang hamba dua hal yaitu iman dan hasud

21. Lebih memilih perkataan manusia, gaya filosofi dalam pembahasan akalnya dari pada nilai-nilai keimanan sehingga hampir saja menombor duakan nash al-quran hadits atau perkataan salafusholihin.

22. Berlebihan dalam mementingkan urusan peribadi, baik dalam hal makanan, minuman, pakaian tempat dan kenderaan.
Kita akan melihatnya mereka sangat mementingkan kesempurnaan penampilan yang berlebihan menghiasi keanggunan, bersungguh-sungguh dalam membeli pakaian mahal, membangun rumah begitu mewah. Membelanjakan harta dan waktunya hanya demi penampilan fisik tersebut sesuatu yang tidak terlalu penting dan tidak terlalu urgen. Padahal disisi lain saudara seminan berada dalam kepayahan yang sangat. Betul-betul membutuhkan harta . Dia malah asik dengan kemewahan, kenikmatan, kenyamanan fasilitas duniawi . Hal ini jelas dilarang rasululloh
“ Janganlah kalian bersenang-senang dalam kemewahan karena sesungguhnya hamba Allah tidak bersenang-senang” ( Abu Nua’im)

Sabtu, 7 April 2012

KU HIDUPKAN KITAB KASHF AL MAHJUB (AL HUJWIRI) : BAB 3 MENGENAI TASSAWUF


OLEH IMAM Al-HUJWIRI

BAB 3 MENGENAI TASAWUF : PEMULA PEMBICARAAN

Dalam membicarakan tentang konsep tasawuf pada dasarnya tidak banyak perbezaan pembicaraan dengan yang lain  yang dibawa oleh Al-Hujwiri di dalam Kashfu al-Mahjub.
Pendekatannya bermula dengan;
1)      Rujukan kepada ayat Al-Qur`an yang berkait dengan tasawuf
2)      Perbandingan tentang Rasulullah  dari segi kerohanian
3)      Model sahabat
4)      Asal usul istilah tasawuf
5)      Perbedaan antara sufi, mutasawwif dan mustaswif
6)      Tasawuf pada pandangan sufi
7)      Realiti praktikal tasawuf.
Al-Hujwiri bertolak membicarakan tentang tasawuf dari ayat Al-Qur`an yang bermaksud:
`` Dan hamba-hamba Allah (Al-Rahman) ialah mereka yang berjalan dibumi dengan sopan santun, dan apabila orang-orang yang berkelakuan kurang adab, hadapkan kata-kata kepada mereka, mereka menjawab dengan perkataan `selamat` dari perkara yang diingini.``
Ayat mencerminkan  bahawa orang-orang berkelakuan baik – termasuk sufi, ialah orang-orang beradab, dia di dalam tenteram dan mententeramkan yang lain.
Berhubung dengan Rasul Baginda adalah model kesempurnaan insan dari segi lahiri dan maknawi. Baginda adalah yang dicahayakan oleh Allah akan hatinya dengan iman. Baginda dibarat sebagai cahaya matahari dan bulan yang mencahayakan alam dan hati rohani.
Dari segi model sahabat, Al-Hujwiri mengambil pendekatan yang biasa diambil oleh pembicara-pembicara tasawuf yang meletakkan  Abu Bakar sebagai sahabat dan Khalifah pertama. Tapi Al-Hujwiri  meletakkan Abu Bakar yang nama lengkapnya Abdullah bin Abi Quhafah adalah Pemimpin Imam  bagi segenap orang yang menuruti jalan kerohanian.
Ketika kewafatan Rasulullah dan orang ramai sedang kebingungan dan Umar Ibn al-Khattab mengancam siapa yang mengatakan Nabi Muhammad telah wafat, tetapi Abu Bakar sebagai sahabat Rasulullah dengan hati yang bersih dan tenang melihat secara jelas dari mata rohani mengatakan, bahawa siapa yang memuja Muhammad sesungguguh Muhammad telah mati dan siapa yang memuja Allah sesungguhnya Allah hidup tidak mati, lantas beliau membaca ayat bermaksud;
``Dan tidak Muhammad melainkan seorang Rasul, sesungguhnya telah berlalu sebelumnya  rasul-rasul, jika demikian jika ia mati atau terbunuh, patutkah kamu berbalik (atau berpaling tadah menjadi kafir ?) Dan ingatlah siapa yang berbalik (berpaling tadah menjadi kafir), maka ia tidak mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun. (Ali `Imran: 144).
Watak Abu Bakar mencerminkan kematangan dan hakikat kebenaran. Ia selayaknya menjadi sahabat utama Rasulullah yang digelar al-Siqqiq dan Imam dari segi kerohanian.
Contoh kematangannya, dalam menyampaikan derma untuk peperangan, beliau yang dikatakan memakai baju bulu pada masa itu menyerahkan semua hartanya dan apabila ditanya, apakah yang ditinggalkan  ? Dia menjawab, Allah dan RasulNya ! Ini mencerminkan keimanan dan ketinggigian jiwa seorang sahabat Rasulullah yang sejati.
Al-Hujwiri lebih  menekankan tasawuf dari segi istilah bererti bersih, tidak keruh  di samping menyentuh kaitannya bereti bulu, saf pertama, sifat dan sebagainya.
Al-Hujwiri membincangkan perbezaan antara sufi,  mutasawwif dan mustaswif
Sufi adalah mereka yang bersih jiwa -  zahir dan batin yang boleh meningkat kepada tahap wali.
Mutasawwif ialah yang dalam peringkat pencarian kepada tasawuf dan lebih rendah dari sufi,
Manakala mustaswif  ialah sufi palsu yang berpura-pura sufi bagi mencari kesempatan untuk mendapat pulangan dari segi harta, kekayaan dan kedudukan. Orang yang sedemikian hendaklah dicurigai.
Sebagaimana kitab-kitab tasawuf yang lain Al-Hujwiri juga membicarakan pendapat-pendapat sufi – sekadar beberapa pendapat tokoh dan tidak menyeluruh kerana terlampau banyak. Antaranya,
Dhu al-Nun al-Misri yang berkata:
`Orang sufi apabila bercakap ternyata kebenaran di dalam percakapannya.
Al-Junayd, Sufi mempunyai sifat-sifat bermutu tinggi mendekati Ilahi.
Ibn al-Jala, tasawuf pada hakikatnya tanpa bentuk.
Abu `Amrin al-Dimashqi,  Sufi melihat kejadian alam dengan mata kekurangan.
Al-Shibli, tasawuf dari  satu segi `shirk`, kerana sering  menjaga hati orang lain. Bagi sufi yang lain dari Ilahi tidak ada erti.
Muhammad bin `Ali bin al-Hasan bin `Ali bin Abi Talib: ``Tasawuf adalah kebaikan budi pekerti.``
Abu `Ali al-Murta`ish, ``Fikiran sufi selari dengan langkah kakinya.,``
Dan beberapa yang lain seperti al-Hushri, `Ali bin Bundar dan al-Muqri.
Pada penghujung pembicaraan Al-Hujwiri turun kepada realiti dan praktikal tasawuf secara muamalat, bahawa sebagaimana kata Abu Hafs* al-Haddad, Tasawuf keseluruhannya adalah adab.. Juga pendapat Abu al-Hasan al-Nuri, Tasawuf tidak bererti tanpa moral,
sebagaimana kata al-Murta`ish  ``Tasawuf adalah keelokan akhlak``.
Demikian pembicaraan Al-Hujwiri secara ringkas tentang tasawuf bagi memulakan pembicaraan tasawuf yang dikira memada untuk kefahaman. Kalau mau dibicarakan secara lengkap tentulah panjang. Pembicaraan adalah memada sebagai muqaddimah pembicaraan.