Catatan Popular

Khamis, 26 November 2020

SHILLAH BIN ASYIM AL ADAWI AHLI SHALAT YANG DIESEGANI BINATANG BUAS

SYEIKH SHILLAH BIN ASYIM AL ADAWI adalah seorang ahli ibadah dari Bashrah yang terkenal dengan shalatnya. Suatu saat beliau ikut serta dalam sebuah pertempuran di kota Kabul (Afghanistan).

 

Di saat waktu malam pasukan mulai beristirahat, Zaid seseorang yang ikut serta dalam pasukan itu ingin tahu amalan yang hendak dilakukan oleh Shillah secara diam-diam.

 

Zaid memperhatikan bahwa Shillah melaksanakan shalat Isya’ kemudian berbaring, menunggu sampai orang-orang tertidur. Zaid pun menyeru,”Orang-orang sudah tertidur”, kemudian ia melihat Shillah segera bangkit dan bergegas mencari air wudhu dan menuju sebuah celah tebing yang ada di dekatnya, kemudian ia melaksanakan shalat.

 

Namun Zaid kemudian menyaksikan seekor singa datang mendekati tempat Shillah melaksanakan shalat, Zaid sendiri ketakutan hingga ia memanjat pohon untuk berlindung. Ia melihat singa itu menoleh ke arah Shillah yang sedang bersujud, ia pun berkata dalam hati,”Singa itu hendak menyerangnya (Shillah)”.

 

Zaid menyaksikan Shillah duduk kemudian melakukan salam. Setelah itu Shillah berkata kepada singa itu,”Wahai binatang buas, carilah rizkimu di tempat lain”. Singa itu pun lantas pergi meninggalkannya.

SA’DUN AL MAJNUN ORANG GILA INI MINTA HUJAN DAN LANGSUNG DIKABULKAN

Diceritakan pada masa Syekh Ata’ As-Silmy, Allah SWT memberikan cobaan kepada para penduduk kota dengan tidak menurunkan hujan selama beberapa waktu.

Kemudian Syekh Ata’ As-Silmy mecoba untuk mengajak kepada para warga desa untuk melakukan sholat istisqo’. Beliau bersama para penduduk berencana untuk sholat dan berdoa kepada Allah agar Dia menurunkan hujan.

 

Ketika berada di tengah perjalanan menuju padang lapang, Syekh Ata’ As-Silmy bertemu dengan Sa’dun Al-Majnun yang berada di sekitar lokasi pemakaman atau kuburan.

Sa’dun mendapatkan julukan Al-Majnun artinya gila, beliau adalah salah satu kekasih Allah yang benar-benar berniat untuk hidup karena Allah semata, sehingga beliau lupa dengan semua urusan duniawi. Ini membuat beliau melakukan aktivitas yang tidak biasa dan terlihat seperti orang gila, untuk itu mengapa beliau mendapatkan julukan Al-Majnun atau gila.

 

Kemudian, Sa’dun Al-Majnun menoleh kepada Syeh Ata’ As-Silmy dan berkata “Wahai Ata’, apakah ini adalah hari dimana manusia dikumpulkan dan dibangkitkan dari alam kubur ?”.

Syekh Ata’ As-Silmy pun menjawab “Bukan, tetapi hujan kerap tidak turun kepada kami, sehingga kami keluar untuk berdoa meminta hujan”.

 

Sa’dun Al-Majnun berkata lagi “Wahai Ata’, dengan hati bumi atau hati langit ?” (Maksudnya dari hati bumi adalah hati yang masih ternoda dan terlena oleh urusan dunia dan maksiat, sedangkan hati langit adalah hati yang benar-benar bersih dan menginginkan rohmat Allah).

 

Syehk Ata’ As-Silmy pun menjawab “Tidak, tetapi dengan hati langit”.

 

Sa’jun Al-Majnun berkata lagi “Aduh wahai Ata’, katakan kepada orang-orang yang melakukan dosa secara terang-terang, jangan melakukan dosa secara terang-terang !!! Karena sesungguhnya Dzat yang Maha meneliti selalu melihat”.

 

Kemudian Sa’dun Al-Majnun menegadahkan kepala ke atas langit sambil memejamkan mata dan berdoa

“Wahai Tuhanku, Wahai Bagindaku, janganlah Engkau menghancurkan negara-negara-Mu karena dosa hamba-hamba-Mu. Demi rahasia yang tersimpan dari asma-asma-Mu dan sesuatu yang bisa membuka hijab dari keluhuran-Mu, maka turunkanlah hujan yang deras dan lebat kepada kami, yang bisa menghidupi hamba-hamba-Mu dan menyegarkan negara-negara-Mu. Wahai Dzat yang berkuasa atas segala sesuatu”.

 

Maka sebelum doa tersebut dipanjatkan secara sempurna, maka tak henti-henti langit mengeluarkan suara guntur dan kilat, lalu hujan turun dengan sangat lebat.

Sa’jun Al-Majnun pun segera menyingkir sambil menyanyikan sebuah lagu :

Beruntung orang-orang yang zuhud dan orang-orang yang ahli ibadah,Karena kepada Tuan mereka, mereka mengosongkan perut,Mereka tidak memejamkan mata karena cinta, Mereka menghabiskan malam-malam mereka sambil terjaga mata mereka,Mereka sibuk beribadah kepada Allah, sehingga,Orang-orang menyangka bahwa di antara mereka ada orang gila.

(Lagu yang dinyanyikan oleh Sa’jun Al-Majnun adalah syair arab, seperti itulah terjemah dari lagu tersebut). Semoga Allah senantiasa menjaga hati dan iman kita,

QADHI ABU SAID AL HARAWI Cari Ilmu dari Balik Tikar

QADHI ABU SAID AL HARAWI meski dipandang sebagai ulama besar, namun untuk masalah ilmu apapun beliau akan melakukan demi memperolehnya.

Hingga suatu saat beliau mendengar bahwa Imam Abu Thahir Ad Dabasi yang bermadzhab Hanafi meringkas seluruh madzhab Hanafi menjadi 17 kaidah.

Maka, Qadhi Al Harawi pun melakukan perjalanan dari Harat kampungnya menuju wilayah seberang sungai Jaihun, yakni Asia Tengah.

 

Imam Abu Thahir Ad Dabasi sendiri adalah ulama buta, dan beliau mengulang-ulang kaidah itu di masjidnya setelah para jama’ah keluar semua. Qadhi Al Harawi pun sembunyi di balik tikar hingga seluruh manusia keluar dari masjid sedangkan Imam Abu Thahir menutup pintu masjid dan mengulangi hingga kaidah yang ke 7.

Namun di saat itu Qadhi Al Harawi batuk. Merasakan ada seseorang, Imam Abu Thahir pun memukul Qadhi Al Harawi dan menyuruhnya keluar, hingga akhirnya beliau tidak mengulangi lagi kaidah itu di masjid.

 

Setelah itu Qadhi Al Harawi pun pulang kembali ke kampungnya, beliau menyampaikan kaidah 7 itu kepada para muridnya.

Beginilah Ulama Besar Sembunyikan Amalannya

SYEIKH MUHAMMAD BIN ASLAM adalah ulama besar kurun ke dua hijriyah yang berupaya keras menyembunyikan amalan-amalannya.

Muhammad bin Qasim, ”Aku menyertai Muhammad bin Aslam selama lebih dari 20 tahun, dimana aku tidak mengetahui ia melakukan dua rakaat shalat sunnah, kecuali pada hari Jumat.

Dan aku mendengar dari dia ke sekian kalinya di mengatakan, ’jika aku mampu melakukan ibadah sunnah tanpa diketahui kedua malaikat, maka akan aku lakukan karena takutku terhadap riya”.

Muhammad bin Aslam biasanya masuk ke rumah dan menutup pintunya, hingga tidak ada yang tahu apa yang dia lakukan.

Hingga suatu saat ada seorang anak kecil masuk ke rumahnya, lalu ia pun menangis.

Dari kejadian itu diketuhui bahwa Muhammad bin Aslam membaca Al Qur`an dan menangis. Dan jika ia hendak keluar, maka ia membasuh mukanya dan mengenakan celak, hingga tidak terlihat bekasnya.

PENGUASA INI TIDAK RENTUNG DIBAKAR KERANA GEMAR SEDEKAH

Dalam kitab Irgham Auliyais Syaithan bi Dzikri Auliair Rahman Diceritakan bahawa Khumarawaih Bin Ahmad Bin Thulun adalah penguasa Mesir yang ahli ibadah dan saleh.

 

Dunia berada di genggamannya namun tidak di hatinya. Kekayaannya dalam satu tahun mencapai 400 ribu dinar. Ia juga banyak melakukan perjalanan haji yang mana dalam sekali perjalanan menghabiskan harta sebesar 50 ribu dinar.

 

Khumarawaih sendiri meninggal setelah dibunuh oleh orang-orang yang rapat dengannya dan istananya juga dibakar. Ketika itu mereka juga ingin membakar jenazah Khumarwaih dengan diletakkan di tungku besar yang digunakan untuk memanasi air di bilik air awam dalam beberapa hari. Namun setelah dikeluarkan tidak ada yang berubah dengan jasadnya.

 

Hingga setelah peristiwa itu, ada seseorang yang bermimpi bertemu dengan Khumarawaih, dan ia pun bertanya mengenai peristiwa itu. Ia pun menjawab,”itu adalah jasad yang dicegah oleh sedekah.”

IBNU JARIR ATH THABARI Kisah Kantong Berisi 1000 Dinar

Nama Imam Ibnu Jarir Ath-Thobary tentunya sudah tidak asing lagi di telinga kaum muslimin. Terutama bagi mereka yang berkonsentrasi untuk mendalami ilmu agama. Beliau  adalah seorang sejarawan dan pemikir muslim dari Persia, lahir di daerah Amol, Tabaristan (sebelah selatan Laut Kaspia). Nama lengkapnya adalah Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali ath-Thabari.

 

Kitab tafsir Ath-Thabari adalah salah satu buah karya tulis beliau yang sangat popular.

 

Tafrir Ath-Thabari menjadi salah satu rujukan utama dalam ilmu tafsir Al-Qur’an. Selain ahli di bidang tafsir beliau juga ahli di bidang sejarah. Buktinya adalah sebuah kitab karangan beliau yang berjudul Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk (Sejarah Para Nabi dan Raja), atau lebih dikenal sebagai Tarikh ath-Thabari. Kitab ini berisi sejarah dunia hingga tahun 915, dan terkenal karena keakuratannya dalam menuliskan sejarah Arab dan Muslim.

 

Sebelum Imam ath-Thabari dikenal banyak orang sebagai ulama yang pakar di berbagai disiplin ilmu. Imam Ibnu Jarir muda ternyata menyimpan sebuah kisah yang unik dan inspiratif yang terselip di antara lembaran kehidupannya. Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari pernah menyaksikan suatu peristiwa yang sangat menyentuh nuraninya dan selalu membekas dalam ingatannya.

 

Ketika itu imam ath-thabari sedang menunaikan ibadah haji di Makkah.

 

Kemudian beliau menyaksikan ada seorang pria dari khurasan yang berteriak di jalanan,”Wahai para jama’ah haji dan penduduk Mekah,baik yang hadir maupun yang tidak, saya kehilangan kantong yang berisi 1000 dinar.

 

Barang siapa yang bisa mengembalikannya kepada saya, maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan, menjauhkan dari api neraka, memberinya rezeki dan kesenangan di hari pembalasan.”

 

Tidak disangka tiba-tiba datang seorang pria Arab yang tua dan miskin dengan baju yang lusuh mendekati pria dari khuarasan tersebut, lalu berkata,”Wahai orang Khuarasan, kota ini sangat keras, hari-hari haji terbatas, musim haji sudah ditentukan, pintu untuk membuat keuntungan telah ditutup, maka biasa saja uang anda  jatuh ke tengan orang miskin yang  membutuhkannya.Barangkali yang menemukan mau mengembalikan bila Anda mau berbagi sedikit? Orang Khurasan itu mengatakan,”Berapa banyak yang ia mau?”Orang tua itu mengatakan,”Barang kali seper sepuluhnya (100 dinar).”Namun ternyata orang Khurasan itu enggan untuk memberikannya.

 

Dalam hati Imam ath-Thabari, ia menduga bahwa orang tua miskin itulah yang menemukan uang itu. Maka Imam ath-Thabari berinisiatif untuk mengikuti orang tua itu sampai rumahnya  secara diam-diam. Firasat beliau ternyata terbukti benar. Setelah tiba di rumahnya pria tua itu menemui istrinya yang bernama Lubabah dan menceritakan pertemuannya dengan sang pemikik uang. ia mengadu pada istrinya bahwa sang pemilik uang ternyata tidak mau memberikan hadiah kepada orang yang menemukan uangnya. Padahal ia ingin segera mengembalikan uang itu karena takut kepada Allah dan takut dosanya dilipatgandakan.

 

Kemudian istrinya berkata,”Wahai suamiku, kita telah berjuang dan menderita kemiskinan selama 50 tahun terahir. Engkau memiliki 4 anak perempuan, 2 saudara perempuan, ibuku, diriku, dan engkau, semuanya sembilan. Jangan berikan uang itu ke pemiliknya; beri kami makan karena kami sedang kelaparan, pakaian kami pun telah usang. Engkau tahu, kondisi kita lebih buruk dari yang lain. Bisa jadi Allah yang maha perkasa, akan membuatmu kaya dengan itu dan kau bisa mengembalikan uang itu setelah memberi makan anak-anak. Atau, Allah akan membayar hutang-hutangmu pada hari ketika seluruh kerajaan kembali kepada Allah.”

 

Dia berkata kepada istrinya,”Apakah saya akan memakan barang haram setelah 86  tahun menahan darinya, dan membakar tubuh ini dengan api setelah saya bersabar dengan kemiskinan ini, kemudian mendapat kemurkaan Allah?! Tidak, Demi Allah, saya tidak akan melakukannya!”

Ucapan inilah yang membuat Imam at-Thabari menjadi begitu takjub kepada keimanan pria tua tersebut. Karena ucapannya mengisaratkan akan keimanannya yang kuat kepada Allah. Disaat kemiskinan begitu mencekiknya, kelaparan begitu menyiksanya namun itu semua tidak menggoyahkan sedikitpun rasa takutnya kepada Allah dan hari Pembalasan.

 

Esok harinya,orang Khurasan yang kehilangan uang kemarin berteriak di kerumunan orang untuk mengumumkan uangnya yang hilang. Kemudian Ibnu Jarir at-Thabari meliahat pria tua yang kemudian diketahui bernama Abu Ghayath kembali mendatangi orang Khurasan itu. Abu Ghayath berkata padanya,”Wahai orang Khurasan, saya telah memberitahumu kemarin bahwa tanah kami gersang. Jadi, berilah hadiah kepada orang yang menemukan uang itu agar ia tidak tergoda melanggar hukum-hukum Allah. Saya telah menyarankan kepada anda untuk membayar si penemu 100 dinar, tapi anda menolak. Jika  uangmu jatuh ke tangan orang yang takut kepada Allah Yang Maha Perkasa, kau cukup memberinya 10 dinar saja, bukan 100 dinar.”Namun ternyata orang Khurasan itu tetap enggan memberikan upah kepada si penemu.

 

Beberapa saat kemudian orang-orang pun bubar. Kemudian Abu Ghayath kembali menemui orang Khurasan itu untuk yang kesekian kalinya. Kemudian ia berkata padanya dengan nada yang  sangat memelas,”Wahai orang Khurasan, saya berkata pada anda kemarin uantuk memberi si penemu 100 dinar, namun anda menolak. Lalu saya menyarankan Anda untuk memberinya 10 dinar, Anda pun menolaknya juga. Jadi, berilah si penemu satu dinar saja, sehingga ia dapat membeli barang-berang yang ia butuhkan, serta dapat memberi makan kepada istri dan anak-anaknya yang kelaparan!”

 

Orang Khurasan itu masih tetap pada jawabanya yang semula,”Saya tidak akan melakukannya. Saya akan mengadu kepada Allah pada hari aku bertemu dengannya. Cukuplah Allah bagiku dan Dia-lah sebaik-baik dzat yang dipercaya.” Abu Ghayath pun marah,”Ambil uang Anda biar saya bisa tidur mala mini. Karena menemukan uang itu, hidupku tidak tenang!” bentaknya.

 

Setelah itu, Abu Ghayath pergi bersama orang Khurasan itu. Imam at-Thabari terus mengikuti mereka, hingga sampailah mereka di rumah Abu Ghayath. Kemudian ia menggali lubang di tanah dan mengeluarkan kantong berisi uang  tersebut, lalu menyerahkan kepada si pemilik uang.

 

Orang Khurasan itu menerima uangnya dengan wajah yang sumringah. Setelah berterima kasih kepada Abu Ghayath dan mendo’akannya ia pun bermaksud pergi, tapi ketika sampai di pintu rumah ia berbalik dan berkata,”Wahai orang tua, ayahku telah meninggal--semoga Allah mengampuninya. Ia meninggalkan 3.000 dinar dan berpesan agar mengambil sepertiga dari uang ini (1.000 dinar) dan berikan kepada seseorang yang sangat membutuhkannya.

 

Oleh karena itu, saya ikat uang itu dalam kantong sehingga saya dapat memberikannya kepada orang yang layak menerima. Demi Allah, saya tidak melihat seorang pun sejak meninggalkan Khurasan sampai sekarang, yang lebih layak selain Anda. Oleh karena itu, ambilah 1.000 dinar ini. Semoga Dia memberimu pahala yang besar atas iman yang kau jaga serta kesabaran dalam kemiskinan.” Kemudian orang Khurasan itu menyerahkan kantong berisi uang itu kepada Abu Ghayath dan setelah itu ia pun pergi.Abu Ghayath menerima uang itu sembari menangis sendu dan berdo’a kepada Allah,”Semoga Engkau memberkati pemilik uang dalam kuburnya dan Semoga Engkau memberkati putranya”.

 

Peristiwa ini sungguh begitu menyentuh Imam ath-Thabari. Bagaimana seorang yang miskin namun sangat takut kepada Allah. Disaat ia bisa menggunakan uang yang ia temukan itu untuk keperluan keluarganya namun karena tidak ingin memakan barang yang bukan haknya ia tidak melakukannya. Ia ikhlas memerima apa yang Allah berikan padanya sebagai jatah rizkinya.

Namun kisahnya tidak berhenti disini.

 

Ketika imam at-Thabari hendak beranjak pergi, ternyata pria tua itu menghampirinya kemudian menariknya. Ia meminta Imam ath-thabari untuk duduk. Ia berkata,”Saya melihat Anda mengikuti saya sejak hari pertama. Anda telah mengetahui kondisi kami kemarin dan hari ini. Saya telah mendengar bahwa Nabi bersabda,’Jika kamu mendapat rahmat dari Allah, tanpa mengemis atau meminta maka terimalah dan jangan kau menolaknya’ Jadi ini adalah hadiah dari Allah untuk semua orang yang hadir.”

 

Pria tua itu kemudian memanggil anak perempuan, saudara perempuan, istr dan ibunya. Mereka semua kemudian duduk. Ia pun menyuruh Imam at-Thabari yang saat itu belum terkenal untuk duduk. Semuanya ada 10 orang. Dia membuka kantong dan berujar,”Bentangkan pakaian di atas kaki kalian!” ia pun membagikan uang dalam kantong tersebut secara bergilir dinar demi dinar. Ia selalu berkata,”Ini adalah dinar.” Ia terus membagikannya hingga kantong itu kosong. Setiap orang mendapatkan 100 dinar. Sukacita memenuhi hati imam at-Thabari karena melihat kebahagiaan yang terpancar dari keluarga tersebut , yang sangat mensyukuri setiap dinarnya.

 

Ketika Imam at-Thabari ingin pulang, orang tua itu berkata,”Wahai anak muda, semoga engkau diberkahi. Pergunakan uang ini untuk membeli sesuatu yang halal. Engkau tahu bahwa diriku biasa bangun untuk shalat subuh dengan kemeja basah ini. Setelah selesai, saya bergantian dengan anakku agar bisa shalat satu per satu. Lalu, saya akan pergi bekerja antara waktu Dhuhur dan Ashar, kemudian pulang pada sore hari membawa rizki dari Allah berupa kurma dan potongan roti kering. Ketika saya bekerja, kemeja itu dipakai putri saya untuk shalat Dhuhur dan Ashar. Begitu pun dengan shalat Maghrib dan Isya’. Kami sekeluarga tidak pernah bermimpi untuk melihat uang ini. Semoga Allah membimbing kita untuk memanfaatkan dinar ini uantuk kebaikan. Semoga Allah juga memberkahi pemilik uang dalam kuburnya dan memperbanyak pahala baginya.”

 

Imam at-Thabari pun mengucapkan selamat tinggal kepadanya, dan mengambil 100 dinar yang diberikan untuknya. Ia pun menggunakan uang tersebut untuk menulis berbagai disiplin ilmuselama dua tahun. Ia mempergunakannya untuk membeli kertas dan membayar sewa rumah. Setela 16 berlalu, ia kembali ke Mekah dan bertanya tentang orang tua yang dulu pernah memberinya uang. ia pun mendapat kabar ternyata orang tua itu sudah meninggal beberapa bulan setelah peristiwa itu. Istrinya meninggal, bersama dengan ibu dan kedua saudara perempuannya. Satu-satunya yang tersisa hanyalah anak-anak perempuannya. Saya pun bertanya tentang mereka. Ternyata mereka masing-masing telah menikah dengan raja dan pangeran. Ketika ia mengunjungi mereka, mereka pun menghormatinya dan memperlakukannya dengan baik.

 

Kisah ini akan terus menjadi pelajaran bagi mereka yang mau mengambil pelajaran. Bahwa Allah tidak akan mentelantarkan hambanya yang bertakwa dan takut pada-Nya. Bahkan Allah menjanjikan bagi mereka jalan keluar dari setiap kesulitan dan limpahan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Allah berfirman dalam Al-Qur’an,

"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (3 )Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Qs.At-Thalaq: 2-3)

IBNU HAJAR AL ASQALANI KISAH ANAK BATU

Ibnu Hajar Al Asqalani, beliau adalah seorang anak yatim, Ayahnya meninggal pada saat beliau masih berumur 4 tahun dan ibunya meninggal ketika beliau masih balita. Di bawah asuhan kakak kandungnya, beliau tumbuh menjadi remaja yang rajin, pekerja keras dan sangat berhati-hati dalam menjalani kehidupannya serta memiliki kemandirian yang tinggi. Beliau dilahirkan pada tanggal 22 sya’ban tahun 773 Hijriyah di pinggiran sungai Nil di Mesir.

 

Nama asli beliau adalah Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-Qabilah yang berasal dari Al-Asqalan. Namun ia lebih masyhur dengan julukan Ibn Hajar Al Asqalani. Ibnu Hajar berarti anak batu sementara Asqalani adalah nisbat kepada ‘Asqalan’, sebuah kota yang masuk dalam wilayah Palestina, dekat Ghuzzah.

 

Suatu ketika, saat beliau masih belajar disebuah madrasah, ia terkenal sebagai murid yang rajin, namun ia juga dikenal sebagai murid yang bodoh, selalu tertinggal jauh dari teman-temannya. Bahkan sering lupa dengan pelajaran-pelajaran yang telah di ajarkan oleh gurunya di sekolah yang membuatnya patah semangat dan frustasi.

 

Beliaupun memutuskan untuk pulang meninggalkan sekolahnya. Di tengah perjalanan pulang, dalam kegundahan hatinya meninggalkan sekolahnya, hujan pun turun dengan sangat lebatnya, memaksa dirinya untuk berteduh didalam sebuah gua. Ketika berada didalam gua pandangannya tertuju pada sebuah tetesan air yang menetes sedikit demi sedikit jatuh melubangi sebuah batu, ia pun terkejut. Beliau pun berguman dalam hati, "sungguh sebuah keajaiban". Melihat kejadian itu beliaupun merenung, bagaimana mungkin batu itu bisa terlubangi hanya dengan setetes air. Ia terus mengamati tetesan air itu dan mengambil sebuah kesimpulan bahwa batu itu berlubang karena tetesan air yang terus menerus.

Dari peristiwa itu, seketika ia tersadar bahwa betapapun kerasnya sesuatu jika ia di asah terus menerus maka ia akan manjadi lunak. Batu yang keras saja bisa terlubangi oleh tetesan air apalagi kepala saya yang tidak menyerupai kerasnya batu. Jadi kepala saya pasti bisa menyerap segala pelajaran jika dibarengi dengan ketekunan, rajin dan sabar.

 

Sejak saat itu semangatnya pun kembali tumbuh lalu beliau kembali ke sekolahnya dan menemui Gurunya dan menceritakan pristiwa yang baru saja ia alami. Melihat semangat tinggi yang terpancar dijiwa beliau, gurunya pun berkenan menerimanya kembali untuk menjadi murid disekolah itu.

 

Sejak saat itu perubahan pun terjadi dalam diri Ibnu Hajar. Beliau menjadi murid yang tercerdas dan melampaui teman-temannya yang telah manjadi para Ulama besar dan ia pun tumbuh menjadi ulama tersohor dan memiliki banyak karangan dalam kitab-kitab yang terkenal dijaman kita sekarang ini. Di antara karya beliau yang terkenal ialah: Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari, Bulughul Marom min Adillatil Ahkam, al Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Tahdzibut Tahdzib, ad Durarul Kaminah, Taghliqut Ta’liq, Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan lain-lain.

 

Bahkan menurut muridnya, yaitu Imam asy-Syakhawi, karya beliau mencapai lebih dari 270 kitab. Sebagian peneliti pada zaman ini menghitungnya, dan mendapatkan sampai 282 kitab. Kebanyakan berkaitan dengan pembahasan hadits, secara riwayat dan dirayat (kajian).

Catatan: “Kisah Beliau diatas bisa menjadi motivasi bagi kita semua, bahwa sekeras apapun itu dan sesusah apapun itu jika kita betul-betul ikhlas dan tekun serta continue dalam belajar niscaya kita akan menuai kesuksesan. Jangan pernah menyerah atau putus asa, karena kegagalan itu hal yang biasa, tapi jika Anda berhasil bangkit dari kegagalan, itu baru luar biasa.

 

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sampai ia sendirilah yang mengubah keadaan mereka sendiri” ( QS. Ar Rad : 11 )

Kisah Syeikh As Syadzili Penemu Kopi

Syeikh Ali bin Umar As-Syadzili Al-Yamani dikenal sebagai Syeikh Abul Hasan As-Syadzili.

Kisah penemuan kopi pertama kali berawal dari perjalanan beliau.


Dikisahkan, ketika beliau dalam perjalanan untuk uzlah dan khalwat (mengasingkan diri) dari segala hiruk pikuk dunia, beliau terus berjalan sepanjang hari. Saat malam hari datang, beliau tiba di suatu daerah yang memiliki pepohononan lebat. Tempat itu juga dipenuhi dengan binatang liar dan buas.

Maka Imam As-Syadzili memutuskan untuk memanjat suatu pohon yang tinggi untuk menghidari serangan binatang buas. Ketika sampai di atas, beliau menemukan pohon dipenuhi dengan buah-buahan yang berupa biji-bijian kecil. Lalu beliau memetiknya dan memakannya.

Anehnya, setelah itu beliau tidak merasakan mengantuk sama sekali sepanjang malam. Saat pagi menjelang, beliau mengambil kembali beberapa dari biji-biji tersebut untuk dimakan di dalam perjalanannya, dengan tujuan menghilangkan rasa ngantuk.

Ketika biji-biji itu mulai kering, beliau tidak langsung memakannya, melainkan memanggangnya terlebih dahulu di atas api. Kemudian menyeduhnya dengan air dan meminum air seduhan tersebut. Akhirnya menyebarlah minuman kopi ke berbagai penjuru 

Kisah Ulama Diselamatkan dari Maut oleh Binatang Buas

Kes mati karena binatang buas sudah banyak dijumpai.

Cerita selamat dari keganasan binatang  berbahaya juga kerap kita dengar.

Namun, bagaimana dengan kes lepas dari maut justru karena pertolongan binatang mematikan? Yang terakhir ini kedengarannya aneh tapi betul-betul dialami Abu Hamzah al-Khurasani, ulama sufi pada abad pertengahan.

 

*****

Dalam sebuah perjalanan ibadah haji, entah bagaimana, ia tiba-tiba terperosok ke lubang sumur.

Tentu saja ia sukar kembali ke atas. Di tengah ancaman keselamatan jiwanya itu, Abu Hamzah al-Khurasani sempat akan berteriak minta tolong tapi diamkan diri.

"Tidak. Demi Allah aku tak akan berteriak minta tolong."

 

Belum habis gumam batinnya itu berujar, tiba-tiba ada dua orang melintas di bibir sumur. Tahu ada lubang di dekat mereka, salah seorang di antara keduanya bertutur, "Mari kita tutup bibir sumur ini agar tak ada orang jatuh ke dalamnya."

 

Bibir sumur pun ditutupi rerimbunan pohon tebu hingga penuh. Ingin sekali Al-Khurasani berteriak.

Namun lagi-lagi hatinya melarang. "Aku akan berteriak kepada yang lebih dekat ketimbang mereka berdua (yakni Allah)," gumamnya.

 

Al-Khurasani akhirnya cuma bisa diam. Tak disangka, beberapa saat kemudian bibir sumur terbuka kembali.

Lalu ada yang menurunkan kakinya dan seperti menyuruh al-Khurasani untuk memegangnya. Al-Khurasani pun bergelayutan dengan kaki itu dan keluar dari sumur dengan selamat.

 

Ia baru sadar bahwa kaki yang menolongnya itu adalah kaki seekor binatang buas (sabu'). Sabu' juga bisa berarti singa.

Kemudian terdengarlah suara, "Wahai Abu Hamzah, bukankah ini lebih baik? Kami selamatkan kami dari kematian dengan hewan mematikan."

 

Cerita tersebut menggambarkan betapa kuatnya keyakinan al-Khurasani terhadap pertolongan Allah. Ia tak berteriak minta tolong karena sedang membersihkan hati dari ketergantungan kepada selain-Nya, bukan lantaran menolak ikhtiar, apalagi bermalas-malasan.

Ia sedang menampilkan sikap tawakal yang mutlak, di saat bersamaan meyakini bulat-bulat akan kehadiran Allah setiap saat.

 

Kes pertolongan oleh binatang buas yang tak lazim tersebut bisa dilihat sebagai kemuliaan (karomah) dari Allah atas kesungguhan Abu Hamzah al-Khurasani dalam bersabar dan berpasrah diri secara penuh kepada-Nya.

Ulama yang Menyiapkan Sandal Untuk Istrinya yang Seorang perempuan Tua

SYEIKH ABDULLAH AL MANUFI adalah seorang ulama madzhab Maliki, murid dari Syeikh Khalil penulis Mukhtashar Al Khalil, fiqih Maliki.

Ulama ini merupakn ulama sufi yang tawadhu’ yang berkhidmat kepada gurunya hingga sang guru wafat.

Pernah ditunjuk sebagai mursyid zawiyah Sa’id Sa’adah namun ia menolak, karena dalam wakaf tertulis bahwa makanan di zawiyah hanya untuk para sufi, sedangkan ia merasa bukan seorang sufi.

Syeikh Abdullah Al Manufi menikah dengan seorang budak perempuan yang sudah tua, yang selalu keluar ingus dari hidungnya.

Meski demikian Syeikh Abdullah Al Manufi selalu menyiapkan sandal untuk istrinya tersebut.

Syeikh Abdullah Al Manufi juga berkata kepada sang istri,”Tolong maafkan saya, saya tidak pentas menjadi suami Anda.”

 

HABIB ABDULLAH AL HADDAD DAN KITAB KITAB BERTERBANGAN

 Dikisahkan oleh Sulthonul 'Ilm, Al-'Allamah Al-Habib Salim bin Al-Quthub Abdullah bin 'Umar As-Syathiri hafizhohulloh :


Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi yang merupakan murid kesayangan Shohibur Ratib Quthbul Irsyad Al-Habib Abdullah bin 'Alawi Al-Haddad Rodhiyallohu 'anhuma, pernah bertanya-tanya dalam hatinya bagamanakah al-Imamul Haddad menyusun berbagai macam kitabnya yang begitu rapih & tersusun indah sedangkan beliau adalah seorang yang tidak bisa melihat (buta).

 

Sebab sebelumnya, Al-Imam Al-Haddad pernah berkata kepadanya bahwa janganlah ia memasuki ruangan baca (perpustakaannya), karena ditempat itulah beliau menyusun berbagai kitabnya.

 

Hingga suatu saat, ketika Beliau sedang menyusun kitab dengan pintu perpustakaan yang tidak tertutup rapat, tanpa sengaja al-Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi melewati ruangan itu, dan dilihatlah Al-Imam Al-Haddad sedang duduk bersila layaknya seorang yang sedang berdzikir, namun kitab-kitab di dalam ruangan itu sedang berterbangan layaknya burung dan pena-pena serta tintanya sedang menulis apa yang sedang difikirkan oleh Shohibur Rotib dalam menyusun kitabnya.

 

Hal tersebut membuat gemetar tubuh al-Habib Ahmad bin Zein, sehingga ia pun jatuh pingsan karena begitu kuatnya Karomah Sang Guru.

 

Namun, ketika tersadar, ia melihat gurunya berada di hadapan wajahnya seraya berkata, "Janganlah kau ceritakan kejadian ini kepada orang lain selama aku masih ada.." Maka al-Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi, ia-pun menutup mulutnya untuk tidak menyebarkan kisah yang disaksikannya sendiri itu selama gurunya masih hidup.

 

 

Rabu, 25 November 2020

Sufi Besar yang Miskin : Abdul Wahhab Asy Syaarani i

Abdul Wahhab Asy-Sya’rani adalah seorang sufi luar biasa. Beliau adalah keturunan Sayyidina Ali dari jalur Muhammad bin Al-Hanafiyyah. 


Sesuai pengakuan beliau dalam al-Minan (buku otobiografi beliau), beliau sudah hafal Alquran sejak usia tujuh tahun, hafal Jurumiyah, Alfiyah Ibn Malik dan Iraqi, Minhaj, Jam’ul Jawami’, dan banyak kitab-kitab pokok lain. Beliau hafal semuanya di luar kepala.


Beliau juga muthala’ah (membaca dan mengkaji) ratusan jilid kitab fikih semua mazhab, tafsir, tarikh, kamus, tasawuf, syarah hadis, dan lain-lain. Beberapa di antaranya beliau baca berulang-ulang hingga puluhan kali. Bahkan beliau sering menulis komentar di kertas khusus karena beliau tidak sanggup membeli kitab.

 

Sejak umur delapan tahun beliau tidak pernah meninggalkan salat secara sengaja kecuali sekali, yakni ketika beliau ke Hijaz dan lupa tidak niat jamak ta’khir. Sejak kecil beliau sudah terbiasa mengkhatamkan Alquran dalam sekali salat.

 

Beliau hidup sederhana di zawiyah-nya. Beliau seringkali diberi hadiah oleh pejabat terkemuka namun beliau tolak. Hidup sederhana ini sudah menjadi pilihan beliau. 


Bahkan suatu ketika beliau pernah hendak melamar seorang wanita, namun wanita tersebut memberinya syarat-syarat duniawi yang harus beliau penuhi. Akhirnya beliau mundur dan tidak jadi melamarnya karena tidak memiliki cukup harta. Namun akhirnya wanita itu terharu dan akhirnya menikah dengan beliau.

 

Demikianlah sedikit di antara banyak biografi ulama sufi zuhud yang bisa dijadikan teladan.

RAHSIA ILMU KAUM MUQARRABIN : BAB 25 HUBUNGAN NALURI DAN AKAL

Habib Muhammad Bin Abdullah Alaydrus Bin Abu Bakar As-Sakran

Hubungan Naluri Dengan Akal

Sehubungan dengan apa yang telah kujelaskan, sesungguhnya ada sekelompok manusia yang tercela. Tabiat mereka buruk dan suka menipu. Keadaan mereka menyerupai orang-orang berakal. Namun sebenarnya mereka bukan dari kelompok orang yang berakal sebagaimana yang akan kujelaskan. Kamu akan melihat orang yang berakhlak tercela ini memiliki akhlak syaitan dan otak yang cemerlang. Mereka menggunakan naluri (idrak) untuk memahami berbagai hal. Sumber naluri (idrak) adalah nafs. Aku menjelaskan erti akal dan penipuan agar tujuan penulisan buku ini tercapai.

Keterangan:
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah Taala dengan taufiq dan hidayahNya mengizinkan kita sampai kepada bab terakhir didalam kitab “Rahsia Ilmu Kaum Muqarabbin” yang diilhamkan oleh Habib Muhammad Bin Abdullah Alaydrus. Semoga Allah Taala memberi keselamatan dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad saw dan Ahlul Baitnya serta para Sahabat-sahabatnya. Amin. Sehubungan dengan tajuk diatas yang telah dijelaskan oleh Habib Muhammad, ada segolongan manusia yang tercela. Golongan ini berperangai buruk dan sangat suka menipu @ bertopeng. Mereka seolah-olah menyerupai orang-orang yang berakal dan suka bersama dengan mereka yang mempunyai akal. Tetapi hakikat sebenarnya mereka bukan terdiri dari golongan yang berakal yang mendapat taufiq dan hidayah dari Allah Taala. Golongan yang berperangai buruk ini memiliki akhlak (tata cara) syaitan dan yang anehnya, memiliki otak yang cemerlang. Mereka mengunakan gerak hati untuk memahami berbagai perkara dan sumber gerak hati mereka datangnya dari nafs. Oleh kerana golongan yang berperangai buruk ini memiliki otak yang cemerlang dan mendapat dorongan dari nafsnya supaya penipuan dan tujuan mereka tercapai”.

Sesungguhnya agama disusun berdasarkan akal. Telah disebutkan bahawa agama seseorang sesuai dengan kemampuan akalnya. Menipu adalah perilaku yang sangat buruk. Si penipu memiliki pemahaman mendalam tentang hal-hal yang tercela dan dapat dengan cepat memanfaatkannya. Kemampuannya ini ia peroleh dari kekuatan naluri (idrak), sama sekali tidak ada hubungan dengan akal. Kelompok ini sangat hina dalam pandangan orang-orang yang berakal. Hati mereka buta dan pandangan mereka buruk. Andaikata mereka memiliki pemikiran dan pendapat yang baik tentu keadaan mereka tidak akan kacau. Dan mereka tidak akan memilih kedudukan yang hina dengan melakukan perbuatan buruk, menyakiti hati orang lain dan merendahkan mereka.

Keterangan:
Ketahuilah, agama itu disusun berdasarkan akal. Dan setiap manusia menyakini agama yang dianuti mengikuti dengan kemampuan akalnya. Sifat suka menipu adalah perangai yang sangat buruk dan dilarang keras oleh agama Islam. Akhlak si penipu ini diberikan kefahaman yang mendalam tentang perkara-perkara yang buruk lagi hina dan dengan kecepatan dapat mengunakan kefahaman menipu dengan cepat dan tepat. Kemampuan menipu yang diperolehi datangnya dari kekuatan gerak hati dan sama sekali tidak ada kena mengena dengan akal. Golongan ini sangat-sangat hina dalam pandangan orang-orang yang berakal. Hati mereka buta dan pandangan mereka buruk. Ini dikeranakan hati mereka gelap dan pencarian mereka hanya tertumpu pada melakukan perkara keburukan dan tujuan mereka adalah menarik perhatian orang-orang berakal berpaling daripada Allah Taala. Sekiranya mereka ada pemikiran dan pendapat yang baik sudah tentu mereka tidak akan membuat kacau dimuka bumi ini. Dan sekali gus, mereka tidak akan memilih untuk duduk pada tempat yang hina dengan melakukan perbuatan buruk, suka menyakiti orang lain dan suka merendahkan mereka”.

Naluri (idrak) bukan merupakan suatu keutamaan dan pemiliknya tidak boleh digolongkan sebagai orang yang berakal. Sebab, banyak haiwan yang nalurinya (idrak) lebih kuat dari manusia. Bukan kah kamu melihat bagaimana burung dapat mengetahui pergantian musim dalam setahun dan perbezaan waktu yang bahkan tidak diketahui oleh orang-orang cerdas dan mulia sekali pun. Namun kemampuan burung tersebut bukanlah suatu keutamaan. Kemuliaan adalah bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang memiliki pemikiran baik dan akhlak terpuji, yang suka berbuat baik dan hatinya selamat.

Keterangan:
Mereka yang bersandarkan gerak hati bukan merupakan suatu keutamaan dan pemiliknya tidak digolongkan sebagai orang yang berakal. Banyak haiwan seperti burung yang mempunyai gerak hati yang lebih kuat dari manusia dimana mereka mengetahui pergantian musim dalam setahun dan juga perbezaan waktu, malah tidak diketahui oleh orang-orang yang cerdas dan mulia sekali pun. Ingat, kemampuan burung tersebut bukanlah satu keutamaan. Kemuliaan terletak pada orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mempunyai pemikiran baik dan akhlak mulia, suka berbuat baik dan hati yang selamat. Sekiranya seseorang memperagakan seperti seorang yang berakal maka lihatlah dimana dia menyalurkan akalnya! Hati yang selamat adalah hati yang mengetahui untuk menghalang daripada melakukan perbuatan buruk, menyakiti orang lain, merendahkan orang lain dan apa saja yang dilarang oleh agama. Itulah maksud hati yang selamat”.

Kamu akan melihat si penipu ini sangat pandai berbuat buruk dan menundukkan masyarakat, tapi tidak pandai mengurus dirinya sendiri. Andaikata akalnya waras, tentu ia akan berbuat baik kepada dirinya, sebab sebuah pemikiran (tsamaratul ‘aql) pasti berupa kegiatan yang baik.

Keterangan:
Orang yang suka menipu sangat pandai berbuat buruk dan boleh menundukkan masyarakat dengan ilmu buruknya itu. Tetapi mereka tidak tahu mengurus diri mereka sendiri. Sekiranya mereka mempunyai akal yang waras, sudah tentu mereka akan mengerjakan perbuatan baik keatas diri mereka dan terhadap orang lain, kerana pemikiran yang sempurna akan membuahkan perbuatan yang baik”.

Bukankah kamu pernah mendengar ucapan Imam Syafie rhm, “Andaikan ada seseorang mewasiatkan 1/3 hartanya untuk diberikan kepada orang yang paling berakal, aku berpendapat agar harta tersebut diberikan kepada orang-orang yang suka berzuhud di dunia”. Pendapat ini beliau sampaikan kerana beliau melihat para ahli zuhud telah melakukan suatu perbuatan yang sangat baik bagi dirinya, yakni meninggalkan dunia yang hina. Berkat usaha mereka yang baik ini, maka Syafie memandang mereka sebagai orang yang paling berakal. Fahamilah keterangan yang jelas ini.

Keterangan:
“Lihatlah pada pendapat dan sanjungan kedudukan yang diberikan Imam Syafie rhm kepada orang berakal yang berzuhud. Dimana beliau mewasiatkan, mengeluarkan 1/3 daripada harta dan menyokongkan kepada sesiapa yang berkeinginan berbuat demikian. Ini tidak lain kerana beliau melihat ahli zuhud melakukan sesuatu perbuatan yang baik bagi dirinya dengan meninggalkan dunia yang tergila-gilakan oleh manusia. Oleh kerana berkat usaha mereka Imam Syafie memandang mereka sebagai orang yang paling berakal kerana dunia tidak dapat membudakkan mereka”.

Jarang dalam diri seseorang terhimpun akal yang sihat dan naluri (idrak) yang kuat. Bahkan hampir tidak ada. Pada umumnya, semakin kuat naluri (idrak) seseorang, maka semakin kurang sempurna akalnya. Dan semakin sempurna akalnya, maka semakin buruk nalurinya (idrak). Sebab, orang yang berakal selalu berpikir, sibuk mengurai dan membeza-bezakan segala hal, sehingga (otaknya) sulit untuk menghafal dan bersikap teliti.

Keterangan:
Tidak terhimpun (memiliki) akal yang sihat dan gerak hati yang kuat pada seseorang sekali gus! Secara keseluruhan, kalau gerak hatinya kuat maka kurang sempurna akalnya dan kalau sempurna (baik) akalnya maka lemahlah gerak hatinya. Kedua keadaan itu berbeza kerana orang yang berakal senantiasa berpikir mengenai dirinya yang senantiasa lemah dan melakukan dosa, mereka sibuk dengan meneliti diri mereka dan senantiasa melihat perbuatan yang ingin dilakukan samada manfaat ataupun tidak, sehingga mereka tidak ada masa dan susah untuk menghafal sesuatu kerana keinginan untuk bersikap meneliti yang diutamakannya mereka”.

Orang yang lemah akalnya sedikit berfikir, sehingga nalurinya (idrak) lebih mampu untuk meneliti dan menghafal segala sesuatu. Inilah sebabnya orang yang memiliki naluri (idrak), mempunyai daya hafal yang lebih kuat dan kemampuan berfikir yang lebih rendah. Kerana kesempurnaan itu sangat jarang, maka jarang dalam diri seseorang terhimpun kemampuan berpikir dan menghafal.

Keterangan:
Bagi orang yang lemah akalnya, mereka sedikit pada berfikir hinggakan gerak hati mereka lebih kuat untuk meneliti dan menghapal sesuatu. Fahamilah, orang yang memiliki gerak hati mempunyai kekuatan menghafal yang lebih kuat dan kemampuan untuk berfikir yang lebih rendah. Jarang sekali dalam diri seseorang terkumpul berfikir dan menghafal kerana kesempurnaan sangat jarang”.

Segala sesuatu di alam ini saling melengkapi dan dapat diperhitungkan. Jika seseorang mempunyai kelebihan dalam suatu segi, maka ia akan memiliki kekurangan dalam segi yang lain. Sebagaimana dalam masalah akal dan harta, jarang kedua hal ini terhimpun pada diri seseorang. Setiap kali agama, akal dan muruah seseorang membaik, maka keadaan duniawinya memburuk dan mengecil. Bahkan ia hampir tidak memperoleh bahagian duniawi sama sekali. Kaedah ini hampir tidak pernah meleset. Dikatakan bahawa Allah berfirman kepada Daud as,
Sesungguhnya Aku tidak akan menghimpun kecerdasan dan rezeki dalam diri seseorang”. Keadaan seperti ini bertingkat-tingkat dalam masyarakat. Setiap kali kedudukan seseorang meningkat dan mendekati kesempurnaan, maka keberuntungannya akan berkurang sebesar itu pula, dan dunia akan bermuka masam dan lari meninggalkannya. Dalam keadaan inilah manusia akan (menjadi) sendiri, menghadapi sedikit masalah kehidupan dan sebagian besar usahanya tidak membuahkan hasil. Inilah salah satu rahsia alam dan sunnah yang berlaku.

“Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah”

QS Al-Ahzab, 33:62

Keterangan:
Ketahuilah, akal dan muruah (usaha seseorang untuk melaksanakan semua perkara yang dianggap baik dan menjauhi semua perkara yang dianggap buruk oleh masyarakat) seseorang meningkat, maka keadaan dunianya akan hina. Kadang-kadang hampir ia tidak mendapat bahagian dunia sama sekali seperti yang difirmankan oleh Allah Taala kepada Daud as: ”Aku tidak akan mengumpulkan cerdas dan rezeki dalam diri seseorang”. Hendaknya kamu ketahui tingkat-tingakat dalam masyarakat berbeza, setiap kali kedudukkan seseorang meningkat dan mendekati kesempurnaan, maka keuntungannya akan berkurang dan dunia akan lari meninggalkannya kerana dunia mengetahui bahawa dirinya tidak lagi diperlukan. Dalam keadaan begini manusia akan menjadi sendirian dan menghadapi sedikit masalah kehidupan dan sebahagian besar usahanya tidak mendatangkan hasil. Itulah rahsia alam dan sunnah yang berlaku”.

Orang-orang yang berakal menganggap penipu sangat bodoh, tolol dan tidak memiliki
pemikiran (pertimbangan). Sebab, penipuan dan kebodohan adalah 2 sisi kekurangan.
Sedangkan akal terletak di tengah-tengahnya, dan kamu telah mengetahui bahawa
:

“Sebaik-baik perkara adalah yang tengah-tengah” (HR Ibnu Sam’ani)

HR Ibnu Sam’ani

Keterangan:
Orang yang berakal menganggap penipu sangat bodoh dan tidak memiliki pemikiran untuk mempertimbangkan kelakuan yang ingin dilakukan. Sebenarnya penipuan dan kebodohan adalah 2 perkara yang berbeza. Penipuan dilakukan oleh orang yang berakal sedangkan kebodohan hanya dilakukan oleh orang yang akalnya gelap. Kerana perbuatan menipu memerlukan akal untuk mengetahui cara-cara menipu sedangkan kebodohan adalah mereka yang tidak dapat memahami cara-cara untuk menipu oleh kerana akal gelap yang dimilikinya”.

Penipu kadang kala adalah seorang yang berilmu dan berpenampilan menarik, tapi kerana akalnya tidak bercahaya dan ia tidak berbuat baik, maka masyarakat merendahkan dan menghinakannya. Sedangkan orang berakal yang baik, meski ilmunya sedikit, tapi kerana memiliki jiwa yang bersinar dan hati yang selamat, maka masyarakat memuliakan dan mengagungkannya. Dikatakan bahawa seorang penipu adalah mitra orang yang ditipu, hanya saja keadaan dan akibat yang akan ditanggung oleh penipu jauh lebih buruk.

Keterangan:
Kadang kala seorang yang berilmu dan berpenampilan gagah penuh dengan pemakaian sunnah-sunnah Rasul tetapi sebenarnya adalah seorang penipu. Dia ingin menghidupkan sunnah Rasul tetapi malangnya merasa besar diri ala ulama, seperti orang yang memiliki ilmu dan sebagainya. Mereka ini hanya nampak apa yang digayakan pada alim ulama tetapi tidak mahu mencontohi mereka dari segi ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhi dunia. Maka masyarakat akan mengenal mana yang tulin mana yang palsu. Manakala orang yang berakal baik, walaupun ilmunya sedikit tetapi mereka memiliki jiwa yang bercahaya dan hati yang selamat dari perbuatan mungkar, maka masyarakat akan memuliakan dan mengagungkannya. Ketahuilah bahawa seorang penipu mudah mengenal penipu, sebab kedua-duanya penipu. Begitu juga dengan orang mukmin mudah mengenal orang mukmin kerana keduanya mukmin. Itulah yang dikatakan cermin”.

Ketahuilah, syarat untuk memiliki akal yang sihat adalah keharusan untuk berbuat baik dan berhati selamat. Dan syarat untuk menjadi seorang penipu adalah kegemaran untuk berbuat buruk dan berhati kotor.

 

RAHSIA ILMU KAUM MUQARRABIN : BAB 24 ORANG BAIK MUDAH DITIPU

Habib Muhammad Bin Abdullah Alaydrus Bin Abu Bakar As-Sakran

Orang Baik Mudah DiTipu?

Ketahuilah bahwa orang-orang yang baik (ahli khair) yang berhati lembut dan mulia itu mudah tertipu.

Nabi saw bersabda:

“Seorang mukmin itu tidak berpengalaman (mudah tertipu, tapi) mulia, sedangkan orang fajir itu suka menipu dan rendah”

HR Turmudzi dan Abu Dawud

Lihatlah orang-orang yang baik (sering) kalah, kerana mereka memiliki hati yang selamat (salimah). Jika ada yang mengundang, mereka datang, jika ada yang menyukai, mereka juga suka kepadanya, dan jika ada yang menipu, mereka pun tertipu.

Semua ini terjadi kerana mereka terlampau halus, batin mereka selamat (salamah), mereka jauh dari sikap khianat dan tidak banyak bersiasat.

Keterangan:
Kita sering melihat orang-orang yang baik disisi Allah selalu kalah. Mengapakah mereka yang dicirikan sebagai orang baik (ahli khair) dapat dikalahkan? Ini disebabkan mereka memiliki hati yang lembut dan selamat (salimah) serta mulia. Oleh kerana pemilikan itulah mereka sering kalah dan mudah ditipu seperti sabda Nabi saw diatas: Maksudnya, Orang Mukmin disisi Allah Taala tidak mempunyai pengalaman untuk menipu. Mereka juga tidak tahu bagaimana hendak menipu.

Mereka bukan termasuk dalam golongan orang yang lemah akal dan mempunyai akhlak yang pandai penipu. Mereka (orang mukmin) sangat-sangat lurus. Jika ada yang menjemput, mereka hadir. Jika ada yang mencintai, mereka pun juga mencintai dan jika ada yang menipu, mereka pasti tertipu. Semua ini adalah kerana hati mereka terlampau halus (latif) dan batin mereka selamat (salamah) kerana mereka tidak mengetahui bagaimana harus bersikap khianat.

Hati dan akal mereka hanya melihat ‘segala perbuatan yang dari ciptaan Allah Taala itu semuanya baik’, bersangka baik terhadap segala makhluk Allah Taala. Bilamana sudah melihat segalanya baik pada segala tindak tanduk makhluk Allah Taala, bagaimana mereka hendak menyiasat?”

Kelompok yang lain, yang lebih tinggi kedudukannya dari kelompok ini, adalah orang-orang yang memiliki akal unggul (superior) dan wibawa. Mereka melaksanakan semua urusannya dengan teratur, hati-hati, penuh kewaspadaan dan kecerdikan. Mereka hampir tidak pernah tertipu, kecuali atas kemahuan mereka dan demi kemuliaan mereka, dan itu pun dalam hal-hal yang mereka anggap remeh. Sesungguhnya seorang yang mulia akan pura-pura tertipu ketika kamu tipu, tapi ia tidak akan menunjukkan kepadamu (bahawa ia tahu jika sedang ditipu).

Keterangan:
Golongan yang lain dimana kedudukkannya lebih tinggi dari golongan ini, adalah orang-orang yang memiliki akal unggul (akal yang hebat) dan berwibawa. Golongan ini selalunya melaksanakan semua urusan dengan teratur, berhati-hati, penuh waspada dan dengan kecerdikan. Mereka ini hampir saja tidak pernah tertipu, kecuali atas kemahuan mereka sendiri, itu pun dalam perkara-perkara yang kecil dan ringan. Mereka akan berpura-pura tertipu ketika kamu menipu, semata-mata kerana kemuliaan mereka tetapi ia tidak akan menunjukkan kepada kamu bahawa mereka mengetahui bahawa mereka sedang ditipu. Inilah kemuliaan mereka terhadap para penipu”.

Umar bin Khattab ra berkata, “Aku bukanlah seorang penipu, tapi tidak akan ada seorang penipu yang mampu menipuku”. Mughirah bin Syu’bah berkata, “Umar bin Khattab ra terlalu pandai untuk ditipu dan terlalu mulia untuk menipu”. Kerana cahaya-cahaya Allah pada diri mereka, dan kurnia-kurniaNya yang indah, maka kamu akan melihat mereka memiliki haibah dan mampu menguasai nafs. Bila bertemu dengan mereka, jiwa mahu tidak mahu akan mengagungkan dan tunduk kepada mereka. Kelompok terakhir ini menduduki tingkatan tertinggi. Fahamilah keteranganku ini!

Keterangan:
Begitulah keadaan mereka yang memiliki akal yang bercahaya yang didatangkan dari Allah Taala keatas diri mereka dan juga bermacam ragam kurnia-kurniaNya yang indah belaka. Mereka memiliki haibah dan mampu menguasai nafs mereka. Bilamana bertemu dengan mereka, mahu atau tidak, kita akan secara otomatik mengagungkan dan tunduk hormat pada mereka. Inilah golongan yang terakhir yang menduduki tingkatan tertinggi“. Fahamilah keteranganku ini!