Catatan Popular

Isnin, 30 Oktober 2017

TAFSIR AL JAILANI SURAH 78 AN NABA, AYAT 36 - 40



TAFSIR AL JAILANI OLEH SYEIKH ABDUL QADIR AL JAILANI (QUTUBUL GHAUTS)

JUZ AMMA

Ayat 36.

Mereka diberi ganjaran seperti itu (جَزَاءً) [sebagai balasan] yang berasal (مِّنْ رَّبِّكَ) [dari Rabbmu], wahai Rasul yang paling sempurna, (عَطَاءً) [dan pemberian] dari-Nya kepada mereka, sebagai bentuk anugerah dan kebaikan-Nya kepada mereka (حِسَابًا) [yang cukup banyak] dan berlimpah, di mana kebaikan ini tidak akan dikurangi dan tidak perlu ditunggu oleh mereka.

Ayat 37.

Kenapa Allah s.w.t. tidak memberikan anugerah kepada para wali-Nya, padahal Dia adalah (رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ) [Rabb yang memelihara langit dan bumi] (662), yakni yang memelihara segala sesuatu yang berada di atas dan di bawah. (وَ مَا بَيْنَهُمَا) [dan apa yang ada di antara keduanya] dari berbagai macam hal yang saling bercampur-baur; sebab Dialah Dzat (الرَّحْمنِ) [Yang Maha Pemurah] (673) yang duduk di atas semua singgasana dengan rahmat-Nya yang umum, penguasaan-Nya yang sempurna, kekuatan-Nya yang memaksa, dan kekuatan-Nya yang berlimpah, dan juga dengan kehendak dan pilihan-Nya. Sebab (لَا يَمْلِكُوْنَ) [mereka tidak dapat] dan tidak mampu, yakni para penghuni langit dan bumi, (مِنْهُ خِطَابًا) [berbicara dengan Dia] maksudnya: Allah s.w.t. tidak memberikan kemampuan kepada mereka untuk bisa berbicara kepada-Nya dan untuk meminta penambahan pahala dan pengurangan dosa dari-Nya. Sebab dengan Dzat-Nya, Dia Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki menurut nama-nama dan sifat-sifatNya, dengan kehendak dan pilihan-Nya sendiri. Dia tidak ditanya tentang perbuatan-Nya karena Dia Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Ayat 38.

Kenapa Allah s.w.t. justru menguasakan dan menyerahkan titah-Nya kepada orang-orang yang sesat dan binasa dalam keterbatasan diri mereka, meskipun (يَوْمَ يَقُوْمُ الرُّوْحُ) [pada hari ketika roh] yakni: wujud tambahan yang mengalir pada struktur identitas, yang berasal dari pantulan cahaya wujud mutlak, (وَ الْمَلَائِكَةُ) [dan para malaikat] yakni: nama-nama dan sifat-sifat Ilahi yang terbebas dari berbagai ketergantungan secara mutlak, (صَفًّا) [berdiri bershaf-shaf] dan berbaris dengan teratur sambil terdiam karena keterkaguman mereka yang sempurna saat melihat besarnya kekuasaan Dzat Yang Maha Memaksa. (لَّا يَتَكَلَّمُوْنَ) [Mereka tidak berkata-kata] pada waktu itu, dan tidak pula mampu berucap sepatah kata pun (إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ) [kecuali siapa yang diberi izin kepadanya oleh Rabb Yang Maha Pemurah] melalui syafa‘at dan permohonan, maka ia bisa berbicara atas izin-Nya, (وَ قَالَ صَوَابًا) [dan ia mengucapkan kata yang benar] dan diridhai di sisi Allah s.w.t.

Ayat 39.

Ringkasnya: (ذلِكَ الْيَوْمُ) [Itulah hari] maksudnya: hari keputusan dan kiamat, adalah hari (الْحَقُّ) [yang pasti terjadi] di mana keberadaannya tidak boleh diperselisihkan maupun diragukan. (فَمَنْ شَاءَ) [Maka barang siapa yang menghendaki] berada dalam perlindungan dari fitnah dan terbebas dari siksanya, (اتَّخَذَ) [niscaya ia menempuh] dan meniti ketika berada di dunia, (إِلَى رَبِّهِ مَآبًا) [jalan kembali kepada Rabbnya] dengan berpaling menuju kepada-Nya dan memohon belas kasih-Nya serta mendekatkan diri dengan melakukan berbagai amal shaleh dan akhlak yang baik.
Ayat 40.
Jadi (إِنَّا أَنذَرْنَاكُمْ) [Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu] wahai orang-orang yang berpaling dari Allah s.w.t., tidak mau mentaati-Nya, dan tidak mau menyembah-Nya, akan adanya (عَذَابًا قَرِيْبًا) [siksa yang dekat] yang bakal menimpa kalian dengan tiba-tiba, sedang kalian tidak merasakan isyarat maupun tanda-tanda awalnya. (يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ) [Pada hari manusia melihat] dan menyaksikan semua (مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ) [yang telah diperbuat oleh kedua tangannya], baik yang berupa kebaikan maupun keburukan, dan yang memberi manfaat maupun menimbulkan bahaya; (وَ) [dan] setelah melihat semuanya pada hari itu, ia tidak melihat adanya kebaikan dan keburukan yang berasal darinya. Sementara itu (يَقُوْلُ الْكَافِرُ) [orang kafir berkata] – setelah melihat semua perbuatannya sebagai perbuatan yang buruk dan semua amalnya sebagai amal yang rusak – dengan penuh penyesalan, kesedihan, dan mengharapkan kebinasaan dirinya, (يَا لَيْتَنِيْ كُنْتُ تُرَابًا) [“alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah”] maksudnya: alangkah baiknya sekiranya dahulu aku tidak diciptakan dan tidak dibebani tanggungjawab sehingga aku tidak berhak mendapatkan celaan dan kehancuran ini.
“Ya Allah, karuniakanlah kepada kami rahmat, dari sisi-Mu. Sebab hanya Engkaulah Dzat Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun.”

Penutup Surah an-Naba’
Wahai orang yang mengimani keesaan Allah s.w.t. dan mengikuti jejak Nabi Muammad s.a.w., kamu harus mempersiapkan diri untuk menghadapi hari pembalasan dengan cara menjauhkan diri dari perkara yang diharamkan Allah s.w.t., menjauhi semua larangan-Nya, menjalankan perintah-Nya, dan berakhlak dengan akhlak-Nya, sehingga kamu tidak merasa malu kepada Allah s.w.t. pada hari pembalasan dan tidak mengharapkan kebinasaan dan kehancuran dirimu, seperti orang yang mengingkari dan bermaksiat kepada-Nya.
Kamu harus senantiasa mengerjakan perkara yang hukumnya wajib, mustaabb, maupun yang disunnahkan dari berbagai macam shalat, zakat, dan ketaatan; mendekatkan diri kepada Allah s.w.t. dengan berbagai macam ketaatan, shalat sunnah, sedekah, dan memberikan bantuan kepada semua hamba-Nya dengan anggota tubuh dan media yang ada; berusaha untuk mencari penghidupan dari sumber yang baik; dan berijtihad di jalan kebaikan dan meninggalkan keburukan serta kemunkaran secara mutlak sehingga kamu terbebas dari siksa akhirat dan sampai ke taman-taman surga, lalu kamu menggapai kemenangan dengan meraih berbagai macam kebahagiaan dan kemuliaan.
Semoga Allah s.w.t. memasukkan kita semua ke dalam golongan orang-orang yang mendapat hidayah dan anugerah-Nya, dan memberikan kemudahan kepada kita untuk sampai ke pusat ketauhidan dan kebenaran dengan karunia dan kedermawanan-Nya.

TAFSIR AL JAILANI SURAH 78 AN NABA, AYAT 31 - 35



TAFSIR AL JAILANI OLEH SYEIKH ABDUL QADIR AL JAILANI (QUTUBUL GHAUTS)

JUZ AMMA

Ayat 31.

(إِنَّ لِلْمُتَّقِيْنَ) [Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa], beriman, dan menjaga diri mereka dari berbagai hal yang diharamkan Allah s.w.t. karena takut pada siksaan-Nya dan mengharapkan fadhilah-Nya; akan (مَفَازًا) [mendapat kemenangan], kebebasan, dan keselamatan dari segala musibah yang menimpa orang-orang kafir dan pelaku maksiat.

Ayat 32.

Mereka akan mendapatkan (حَدَائِقَ) [kebun-kebun] yang elok, indah, dan bersih: (وَ أَعْنَابًا) [dan buah anggur], baik yang tumbuh dengan dahan menjalar di atas terali maupun yang tidak.

Ayat 33.

(وَ) [Dan] di dalam surga mereka mendapatkan pasangan yang berupa (كَوَاعِبَ) [gadis-gadis remaja] yang montok, di mana putaran payudara gadis-gadis itu seperti buah delima, dan (أَتْرَابًا) [yang sebaya] lagi perawan, yang sebelumnya tidak tersentuh sama sekali manusia maupun jin.

Ayat 34.

(وَ كَأْسًا دِهَاقًا) [Dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman)] yang berupa anggur kecintaan Ilahi.

Ayat 35.

(لَّا يَسْمَعُوْنَ فِيْهَا) [Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan] maksudnya: di dalam surga, saat meminum anggur kecintaan Ilahi, mereka tidak mendengar perkataan (لَغْوًا) [yang sia-sia] dan tidak berguna, (وَ لَا كِذَّابًا) [dan tidak (pula perkataan) dusta] maksudnya: mereka tidak mendengarkan pengingkaran yang dilakukan oleh sebagian mereka atas sebagian yang lain, sebagaimana yang terjadi di antara para peminum minuman dunia.

TAFSIR AL JAILANI SURAH 78 AN NABA, AYAT 26 - 30



TAFSIR AL JAILANI OLEH SYEIKH ABDUL QADIR AL JAILANI (QUTUBUL GHAUTS)

JUZ AMMA

Ayat 26.

Secara garis besar, mereka diberi balasan di neraka dengan (جَزَاءً وِفَاقًا) [pembalasan yang setimpal], sesuai dan selaras dengan perbuatan yang telah mereka lakukan saat di dunia.

Ayat 27.

Ringkasnya, (إِنَّهُمْ) [Sesungguhnya mereka] pada saat secara sengaja melakukan maksiat dan berniat melakukan berbagai perbuatan dosa, (كَانُوْا لَا يَرْجُوْنَ) [tidak takut] dan tidak mengharapkan adanya (حِسَابًا) [hisab] serta tidak takut pada siksa.

Ayat 28.

(وَ) [Dan] karena inilah (كَذَّبُوْا) [mereka mendustakan] ayat-ayat Kami yang menunjukkan betapa sempurna kekuasaan dan kemampuan Kami untuk memberikan berbagai kenikmatan dan pembalasan. Mereka juga mendustakan para rasul Kami yang dikirim kepada mereka dengan membawa (بِآيَاتِنَا كِذَّابًا) [ayat-ayat Kami dengan sungguh-sungguhnya], namun mereka tetap mendustakannya dengan kedustaan yang kuat dan pengingkaran yang sangat keras sampai mereka mencemooh ayat-ayat dan para rasul yang Kami utus.

Ayat 29.

(وَ كُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ كِتَابًا) [Dan segala sesuatu sudah Kami catat dalam suatu kitab] maksudnya: meskipun mereka melakukan pendustaan dan penentangan yang sangat keras, Kami tetap memerinci amalan dan mencatat semua kebiasaan buruk mereka dalam catatan amal mereka. Lalu mereka akan dihisab berdasarkan catatan tersebut dan dibalas sesuai dengan isinya. Setelah mereka dihisab dan dihukum, maka – sebagai celaan dan teguran – , dikatakan kepada mereka:

Ayat 30.

(فَذُوْقُوْا) [Karena itu rasakanlah] wahai orang-orang yang melampaui batas. (فَلَنْ نَّزِيْدَكُمْ) [Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu] berdasarkan perbuatan dan kedustaan kalian, (إِلَّا عَذَابًا) [selain daripada azab] di atas azab.
Dalam sebuah hadits dikatakan: “Ayat ini merupakan ayat paling keras dalam al-Qur’an yang ditujukan kepada penghuni neraka.” (651)
Kemudian Allah s.w.t. mengiringi ancaman yang ditujukan kepada ahli neraka dengan janji yang ditujukan kepada kaum Mukmin demi untuk memperbesar siksaan yang mereka terima, dan juga untuk menegaskan bahwa: