Catatan Popular

Jumaat, 29 April 2011

CARA MERAWAT NAFSU AMMARAH KITA

  Nafsu ammarah salah satu dari tujuh nafsu dalam diri manusia. Secara zahirnya amarah bererti mengajak atau menyuruh. Sedang nafsu itu sendiri berrrti jiwa. Seperti apayang terdapat dalam tingkah laku sehari-hari.
Nafsu ammarah acap mengajak akal-fikiran manusia untuk berangan-angan. Biasanya dengan percikan-percikan yang menggiurkan: makan, minum, tidur, dan jima’ secara berlebihan.
Allah berfirman:
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahanku), karena sesungguhnya nafsu (ammarah) itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” (QS. Yusuf, 53)
“Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf, 179)
Nafsu ammarah disebut juga nafsu binatang. Bahkan, Imam Ghazali dalam bukunya yang terkenal Ihya’ Ulumuddin menyebutnya dengan lanjut: bahimiyyah dan sabu’iyyah (binatang ternak dan binatang buas).
Sifat binatang ternak dan binatang buas itu mengeram dalam diri manusia. Mulai dari jiwa sampai jasmaninya. Wujudnya dalam bentuk perilaku makan, minum, tidur, bersenggama, dan tempat yang serba berlebihan, tidak islami. Puncaknya: hubbud dun-ya wakarahatul maut (cinta dunia dan takut mati).

Pemelihara Jasmani
Ammarah salah satu nafsu yang meliputi jiwa manusia. Nafsu itu mewarnai segala perbuatannya yang serba berlebihan (tusrifu). Jika nafsu amarah telah menguasai akal-pikiran manusia, maka tabiatnya akan condong pada kehidupan yang serba mewah. Meski, untuk mencapainya harus menempuh jalan yang melanggar syariat Islam. Jika nafsu amarah telah menguasai akal-pikiran manusia, maka tabiatnya akan condong pada kehidupan yang serba mewah. Meski, untuk mencapainya harus menempuh jalan yang melanggar syariat Islam.
Namun di sisi lain nafsu ammarah juga berperanan sebagai pemelihara hidup jasmani. Ini suatu tanda bahwa semua yang diciptakan Allah tidaklah sia-sia.
Nafsu ammarah sebetulnya bukan beban bagi manusia. Sebab nafsu ammarah juga berguna bagi manusia dalam memelihara jasadnya selama hidup di dunia.

Hamba dunia
Jika nafsu amarah menguasai diri manusia maka jadilah ia sebagai orang yang tamak, rakus, loba dan berbagai macam sifat tidak terpuji lainnya. Bahkan tidak sedikit yang lalai dalam urusan agama karena disibukkan urusan dunia.
Mereka suka bermegah-megahan, gemar menimbun kekayaan tanpa menghiraukan kewajiban berzakat. Mereka lebih senang menghabiskan harta di jalan setan (maksiat) daripada di jalan Allah. Mereka telah diperbudak dunia.
Tentang hal ini, ada hadist berbunyi:
“Wahai dunia, berkhidmatlah kepada orang yang berkhidmat kepada-Ku, dan perbudaklah orang yang mengabdi kepadamu!” (HQR. Al-Qudha’I, dari Ibnu Mas’ud)
Orang sering tak sadar, kehidupan dunia ini tak lebih dari fatamorgana. Dengan nafsu ammarah manusia sering berambisi ingin “memiliki dunia”. Ada rasa tidak puas dengan apa yang telah dikaruniakan Allah baginya.
Allah berfirman:
 “Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS. Al-Imraan, 14)
Atau pada firman yang lain:
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al Anbiyaa’, 35)

Ammarah Bahimiyyah
Nafsu ammarah bersalutkan bahimiyyah itu serupa dengan laku hidup binatang ternak dalam hal memenuhi kebutuhan jasmaninya. Tidak heran, orang yang jalan pikirannya dikuasai nafsu ammarah berslutkan bahimiyyah laku-hidupnya sering seperti binatang ternak.
Dalam kaitan nafsu ammarah bersalutkan bahimiyyah kiranya perlu diperhatikan pengertian kalimat “berlebih-lebihan” atau “pemborosan” dan “sederhana”, sebagaimana acap disebut dalam Al Qur’an.
Pengertian “berlebih-lebihan” dan “pemborosan” ialah perbuatan yang melampaui batas yang wajar. Sedang “sederhana” ialah perbuatan menahan diri dari kemampuan maksimal yang dimilikinya. Dua pengertian tersebut tentu tidak lepas dari jalan-jalan syari’at islam.
Orang yang sering menggunakan hartanya untuk kemaksiatan dan kejahatan, baik lahir maupun batin, disebut “golongan manusia boros”. Pemboros, adalah saudara atau teman-teman setan. “Tidaklah setan mempunyai famili, melainkan bangsanya sendiri”.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” Al-Israa’ Ayat 27
Makan dan minum memang tidak dilarang, asal tidak berlebihan.
 Sesuai dengan firman Allah:
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”. (QS. Al A’raaf, 31)
Atau menurut Hadis Rasulullah SAW:
“Makanlah, minumlah, pakailah dan bersedakahlah jangan berlebih-lebihan dan janganlah untuk bermegah-megahan.” (HR Abu Daud dan Ahmad)
Memang, “jalan tengah” adalah yang tidak berlebih-lebihan. Termasuk urusan makan dan minum. Terbukti, penyakit kebanyakan faktor penyebab utamanya adalah berlebihan dalam soal makan dan minum. Sebab, perut biasanya sumber penyakit dan seburuk-buruk tempat.
Ada hadis yang dengan amat bijaknya mengatur urusan perut ini:
“Tidak ada satu wadahpun yang diisi oleh bani Adam lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya beberapa suap untuk memperkokoh tulang belakangnya agar dapat tegak. Apabila tidak dapat dihindari baiklah sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum dan sepertiga lagi untuk napasnya”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)

Ammarah Sabu’iyyah
Nafsu ammarah bersalutkan sabu’iyyah ialah nafsu yang sifatnya seperti binatang buas dalam cara mencari atau memenuhi kebutuhan jasmaninya. Seperti: makan, minum, tidur, kawin, dan sebagainya. Tidak heran, orang yang jalan fikirannya dikuasai nafsu ammarah bersalutkan sabu’iyyah maka dalam mencari dan memenuhi keperluan hidupnya ia sering berlaku seperti binatang buas.
Lihat saja tabiat orang yang dikuasai nafsu ammarah bersalutkan sabu’iyyah: sodok sana, sodok sini! Cengkeram sana, cengkeram sini! Sungguh sangat menjelekkan
Dengan kekuasaan, mereka merasa tinggi serta dapat mengurus si miskin. Dengan harta, mereka merasa terhormat walaupun berbuat nista dan maksiat. Tahukah mereka apakah sebetulnya harta itu?
Allah berfirman:
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al Anfaal, 28)
Memang, sudah menjadi fitrah manusia untuk mencintai dan banyak keinginan dalam meraih kehidupan dunia. Namun demikian, tetap harus difahami bahwa kenikmatan duniawi hanya sempadan kesenangan di dalam hidup yang sementara..
Firman Allah:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini (syahwat), yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali Imran, 14)

Al Qur’an sebagai penawar
Pada jiwa setiap manusia memang sudah terdapat benih nafsu ammarah bersifat bahimiyyah maupun sabu’iyyah. Hanya gelombangnya yang berbeza. Maka itu, upaya mengendalikan gerak nafsu ammarah itu perlu, sebagai ikhtiar untuk mencapai kemuliaan rohaniah.
Untuk itu, Allah telah menurunkan Al Qur’n sebagai penawar yang sangat mujarab terhadap penyakit apa saja. Penyakit lahir maupun batin. Bahkan Al Qur’an juga menjadi rahmat bagi setiap orang yang beriman, dan bukan orang yang zalim:
Sebagaimana firman-Nya:
“Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’aân itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al-Israa’, 82)

Tiga tahap Penawar Nafsu Ammarah
Penawar nafsu ammarah meliputi tiga tahapan. Iaitu:
(1) ilmu ma’rifah;
(2) dzikrullah yang berterusan, dan
(3) mujahadah.
Berkaitan ilmu ma’rifah hendaklah seseorang belajar ilmu-ilmu tentang sekitar aib nafsu. Untuk itu, tentu perlu bimbingan seorang ulama atau Syekh Mursyid. Ilmu ma’rifah tentu tidak lepas ilmu tauhid.
Untuk itu, perlu pengenalan hakikat diri lahir dan batin. Jika orang telah mengenal dirinya secara kaffah (sempurna), niscaya ia tidak akan mudah tertipu oleh dirinya sendiri. Sebab, musuh yang paling berbahaya dan pandai menipu adalah diri sendiri. Yang dimaksud diri ialah nafsu fujur (jiwa fasik) alias nafsu ammarah.
Manusia yang tidak mengenal dirinya, lahir maupun batin, akan terombang-ambing oleh tipuan nafsu ammarah. Akibatnya, ia mudah lena oleh pujuk rayu setan.
Dan setan bersembunyi di dalam dirinya sendiri.
Allah berfirman:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Az-Zalzalah, 7-8)
Zikrullah yang berterusan juga merupakan alat pembersih jiwa.
Sesuai dengan firman Allah:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat (berhubungan dengan Tuhannya)”. (QS. Al A’laa, 14-15)
Zikir yang terus menerus dapat menenangkan jiwa. Tidak akan tenang jiwa seseorang melainkan jika jiwanya dalam keadaan bersih dari kotoran maksiat. Dan tidak akan bersih jiwa seseorang melainkan dengan menjalankan zikir yang terus menerus.
Dan sebaik-baik zikrullah bagi orang-orang yang masih pada tahapan pembersihan serta menundukkan nafsu ammarah ialah zikir nafi itsbat: لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ
Laa Ilaaha Illallaah (Tidak ada tuhan kecuali Allah”. Hal itu harus dilakukan terus menerus.
 “Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berdo’a: “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Ar-Ruum, 32)
Ccara mujahadah. ertinya, memerangi hawa nafsu dengan cara menghindari segala bentuk kemaksiatan lahir maupun batin. Juga melawan gejolak kehendak jiwa yang mengajak untuk berbuat nista jahat dan yang menghalangi tujuh anggota sujud.
Jika seseorang telah mengetahui hakikat kehidupan dunia dan menetapkan zikrullah secara terus menerus, niscaya ia akan selalu kuat jiwanya dalam menghadapi segala kondisi yang memperdayakan. Akal dan pikirannya tidak mengikuti gejolak hawa nafsu yang selalu mengajak berkhayal dan berbuat kejahatan.
Maka jika seseorang telah mampu mengendalikan hawa nafsunya, niscaya nampaklah sifat dan perbuatannya tidak dibuat-buat. Atau sekadar terpaksa dalam mengamalkan syari’at Islam.
Tentang hal ini Allah pun berfirman:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna.” (QS. Almu’minun, 1-3)
Tiga tingkatan yang meliputi ilmu, zikir, dan mujahadah tersebut tentu saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Tidak dapat seseorang mencapai kebersihan diri (nafsu) bila sekadar mengamalkan zikir. atau mengamalkan salah satu di antara ketiganya.

1 ulasan:

Tanpa Nama berkata...

Janganlah persalahkan binatang kerana insan mempunyai nafsu binatang. Bukankah anda juga beriman kepada kitab taurat (yang asli) yang menyarankan insan untuk mengurangkan memakan binatang yang besar (berkaki empat). Bukankah anda kata semua yang Allah cipta tiada yang sia-sia, Janganlah menghina penciptaan, seperti anda menghina Allah juga, menyatakan Allah tersalah mencipta binatang atau iblis atau jin? Jiwa hidup yang memakan jiwa mati akan cepatlah kebinasaannya.
Insan hanya merasa nikmat melalui jasad yang dipinjamkan Allah. Melalui jasad insan menunjukkan kuasa, tanpa menyedari Allah maha berkuasa. Semua yang jasad lakukan adalah untuk menunjukkan dirinya nyata kepada insan lain. Bermegah dengan hartanya, kekuatannya, kemarahannya, kesombongannya dan segalanya, ingin menyatakan dirinya nyata. Dan yang nyata itulah segala kejadian dan ciptaan Allah. Langsung tidak menyedari dirinya yang sebenar adalah ghaib, berseorangan, tiada teman duduk jauh di dalam jasad di tempat yang gelap.
Jika insan itu sedar ia ghaib bersendiri, berkata hanya sendiri yang dengar iaitu suara di hati, tidak mungkin ia sombong, riak, bongkak dan mempunyai sifat pemarah.
Senario berikut akan berlaku, bila sebuah kenderaan memotong kereta yang dipandunya dengan laju dan membahayakan, insan itu akan hanya berkata, “terima kasih Allah, daku doakan si polan yang membawa kenderaan itu selamat dan terbuka hatinya untuk beriman pada-Mu, terima kasih ya Allah”.
Manusia itu berkehendak dan apakah kehendaknya bila dia meletakkan sebilah parang di bawah seat keretanya? Insan yang menunjukkan kuasa akan menuju kebinasaan.
“Namun di sisi lain nafsu ammarah juga berperanan sebagai pemelihara hidup jasmani. Ini suatu tanda bahwa semua yang diciptakan Allah tidaklah sia-sia.
Nafsu ammarah sebetulnya bukan beban bagi manusia. Sebab nafsu ammarah juga berguna bagi manusia dalam memelihara jasadnya selama hidup di dunia.”
Manusia hanya berkehendak dan merasa. Amarah adalah menyatakan diri berkuasa. Tindakan yang melampaui batas. Amarah bukan jiwa/insan. Jiwa/insan hanya menerima saranan dari “jiwa” nafsu dan jiwa/insan akan menimbangkan mana yang baik atau yang buruk, untuk dilakukan atau tidak. Iblis duduk di hadapan jiwa nafsu dan mendorong jiwa insan untuk menerima. Yang baik dari Allah yang buruk dari insan (surah an-nisa 2:49).
Amarah atau tindakan melampui batas adalah kehendak insan, marah berlebihan, makan berlebihan, hasad dengki berlebihan. Semua menuju kepada kebinasaan. Semua kehendak insan, bukan kehendak Allah. Hanya insan Islam menghina Allah, bila kematian atau kemalangan menimpanya akan berkata, “ keluargaku meninggal ini adalah kehendak Allah.
MrDn