Catatan Popular

Selasa, 18 September 2018

KAMUS ILMU TASAWWUF (’H’)


HA/HIYA
Dia (muannats).


HADRAH
Kehadiran sifat Tuhan
Dari segi istilah/definisi, hadhroh menurut tasawuf adalah suatu metode yang bermanfaat untuk membuka jalan masuk ke “hati”, karena orang yang melakukan hadhrah dengan benar terangkat kesadarannya akan kehadiran Allah yang senantiasa hadir dan senantiasa meliputi, pada asalnya hadhroh ini merupakan kegiatan para sufi yang biasanya melibatkan seruan atas sifat – sifat Alloh yang maha hidup ( Al-Hayyu ), dapat dilakukan sambil berdiri, berirama dan bergoyang dalam kelompok- kelompok. Sebagian kelompok berdiri melingkar, sebagian berdiri dalam barisan, dan sebagian duduk berbaris atau melingkar, pria di satu kelompok, dan wanita di kelompok lain yang terpisah. Kebanyakan tarekat sufi mempraktikkan dzikrullah dengan berirama atau menyanyi, dengan sekali-sekali menggunakan instrumen musik, terutama genderang. Musik telah memasuki praktik tarekat sufi secara sangat terbatas, dan sering untuk jangka waktu sementara di bawah tuntunan seorang syekh sufi. Di anak-benua India, kaum sufi mendapatkan bahwa orang Hindu sangat menyukai musik, sehingga mereka pun menggunakan musik untuk membawa mereka ke jalan kesadaran-diri, dzikrullah dan kebebasan yang menggembirakan. Maka walaupun peralatan musik digunakan untuk maksud dan tujuan itu, namun pada umumnya mereka dianggap sebagai penghalang yang tak perlu. Kebanyakan bait- bait yang dinyanyikan adalah mengenai jalan rohani dan tak ada hubungannya dengan nyanyian biasa. Sering merupakan gambaran tentang bagaimana membebaskan diri dari belenggunya sendiri dan bagaimana agar terbangun. Jadi, nyanyian dan tarian sufi merupakan bagian dari praktik menumpahkan kecemasan duniawi dan menimbulkan kepekaan dalam diri dengan cara sama , (mendengar).



HADRAT
Rasa kehadiran Allah s.w.t yang dialami oleh hati, seperti rasa kehampiran-Nya, keperkasaan-Nya, keelokan-Nya dan sebagainya.


HADRAT ILAHI
Tuhan melampaui segala sesuatu. Tidak ada satu pun perbuatan manusia yang memberi kesan kepada Tuhan. Tidak ada kebaktian manusia yang sampai kepada Tuhan. Tidak ada doa dan rayuan manusia yang boleh masuk ke dalam majlis keesaan Tuhan. Jadi, dalam menyembah Allah s.w.t adakah manusia hanyalah sebuah robot yang berdiri, rukuk dan sujud? Adakah dalam melakukan kebaktian kepada Allah s.w.t manusia hanyalah sebuah jentera yang bergerak? Apakah kerana Allah s.w.t melampaui segala sesuatu maka tidak ada sebarang cara perhubungan hamba dengan-Nya?

Seorang lelaki bekerja mencari batu-batu permata di dalam gua. Satu hari, ketika dia sedang asyik mengumpulkan batu-batu permata, tiba-tiba muncul seekor ular besar di hadapannya. Dia ketakutan dan lari sekuat-kuat tenaganya. Sejak kejadian itu setiap kali dia melihat kepada gua dia akan ‘ternampak' ular besar. Kehadiran ular besar menguasai hatinya.

Dua orang lelaki bersahabat baik dan saling berkasih sayang. Suatu hari, salah seorang daripada mereka meninggal dunia. Sahabat yang masih hidup itu sering mengunjungi anak sahabatnya yang telah meninggal itu. Lelaki itu ‘melihat' kehadiran sahabatnya pada si anak itu.

Dalam sebuah negeri ada seorang perempuan pelacur yang sangat cantik, menawan, memberahikan dan mempesonakan sebarang lelaki yang memandang kepadanya. Tidak ada lelaki yang dapat menahan keinginannya apabila melihat perempuan tersebut. Setiap hari perempuan itu akan menunggu pelanggannya dengan mempamerkan wajahnya di jendela rumahnya. Lelaki yang melintasi rumahnya pasti akan berhenti apabila melihat kepadanya. Perempuan itu tidak pernah kecewa menarik lelaki kepadanya. Pada suatu hari lalu seorang lelaki salih dihadapan rumahnya. Lelaki salih itu adalah seorang ahli ibadat yang tidak pernah berbuat maksiat. Secara tidak sengaja lelaki salih itu terpandang kepada perempuan tadi. Seperti besi di tarik oleh besi berani kaki lelaki salih itu berjalan ke arah rumah perempuan tersebut dan masuk ke dalamnya. Perempuan itu bersedia melayaninya. Lelaki salih itu pun sudah ada keinginan terhadap perempuan cantik itu. Tetapi sebaik sahaja lelaki salih itu menyentuh perempuan itu, tangan lelaki salih itu tiba-tiba menggeletar. Tubuhnya menggigil dan mukanya pucat. Perempuan itu berasa hairan lalu menanyakan keadaan tersebut. Salih itu memberitahu perempuan itu bahawa Tuhan Melihat perbuatannya dan Mendengar perkataannya. Dia sangat takutkan Tuhan. Penyaksiannya terhadap Tuhan itulah yang menjadikan sekalian tubuhnya menggigil dan mukanya pucat. Kehadiran Tuhan menguasai hatinya.

Al-Quran menceritakan tentang peristiwa yang di alami oleh Nabi Yusuf a.s.

Dan sebenarnya perempuan itu telah berleinginan sangat kepadanya, dan Yusuf pula (mungkin timbul) keinginannya kepada perempuan itu; kalaulah tidak ia menyedari kenyataan Tuhannya (tentang kejinya perbuatan zina itu). Demikianlah (takdir Kami) untuk menjauhkan dari Yusuf perkara-perkara yang tidak baik dan perbuatan keji, kerana sesungguhnya ia dari hamba-hamba Kami yang ikhlas (dibersihkan dari segala dosa). ( Ayat 24 : Surah Yusuf )

Pada saat yang genting itu Nabi Yusuf a.s menyaksikan kehadiran Tuhannya. Kehadiran Tuhan yang dialami oleh hati itu diistilahkan sebagai Hadrat Ilahi. Hamba-hamba yang ikhlas dengan Allah s.w.t, yang telah dipersucikan, dikurniakan makam ihsan, iaitu menyaksikan Hadrat Tuhan atau merasai kehadiran-Nya. Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud: "Sembahlah Tuhanmu seolah-olah kamu melihat-Nya. Sekalipun kamu tidak melihat-Nya, ketahuilah Dia melihat kamu". Hamba-hamba yang ikhlas dan dipersucikan menyembah Allah s.w.t dalam keadaan hati mereka merasai kehadiran Allah s.w.t. Suasana hati yang demikian dikatakan hati menyaksikan Hadrat Ilahi. Itulah ihsan.

Banyak ayat-ayat al-Quran yang menceritakan tentang Hadrat Tuhan. Tuhan berfirman:

Allah jualah nur bagi semua langit dan bumi ( Ayat 35 : Surah an-Nur )
Ke mana sahaja kamu menghadap muka kamu di sana ada Wajah Allah. Sesungguhnya Allah itu Maha Luas, Maha Mengetahui. ( Ayat 115 : Surah al-Baqarah )

Kemudian Dia bersemayam di atas Arasy. ( Ayat 4 : Surah al-Hadiid )

Dan Dia beserta kamu walau di mana kamu berada. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan. ( Ayat 4 : Surah al-Hadiid )

Bukan kamu yang membunuh mereka tetapi Allah yang membunuh mereka. Dan bukan kamu yang melempar tatkala kamu melempar, tetapi Allah yang melempar. (Ayat 17 : Surah al-Anfaal)

HADHRAT AL ILLAHIYYAH AL KHAMIS
Lima prinsip kehadiran Ketuhanan
Menurut Abu Talib al Makki (w 386h/996M) secara menurun keliam prinsiptersebut ialah:
1 Hahut (Esensi)
2 Lahut (Tuhan)
3 Jabarut (alam malaikat)
4 Malakut (alam ghaib)
5 Nasut (alam manusia)


HADATS
Menunjukkan pada sesuatu yang sebelumnya tidak    ada lalu ada



HADITS/HADIS                     
Perkataan, perbuatan dan diam Hadhrat Nabi s.a.w.


HAIBAH
Kesirnaan


HAIRAH:
1. Kebingungan atau keheranan; 2. Menunjukan sebuah momen yang sangat membingungkan ketika pikiran berhenti bekerja dan tidak mampu menemu-kan jawaban atas kebuntuan spiritual, yang hanya dapat dicapai atas rahmat Allah; 3 Puncak kebi-ngungan dimiliki oleh kaum arif dan para pecinta Tuhan; 4. Menurut Syekh Abdurrauf Singkel (washitah ke 29), hairah dan al-‘ajz (merasa dan mengetahui dirinya lemah) dua hal ini merupakan puncak tercapainya makrifat kepada Allah



HAJJ (HAJI)
1. Perjalanan ke Mekah dalam rangka me-nunaikan ibadah haji (rukun Islam ke 5); 2. (Syath) Perjalanan puncak menuju pengetahuan tentang Allah yang bersemayam di hati nurani, ruh dan rasa; 3. (Syath) Panggilan Allah untuk membuktikan ‘arifun billah. Sebab al Hajju ‘arafatu. Prakteknya harus wukuf di padang arafah. Berhenti sejenak dari segala urusan dunia, untuk kembali konsentrasi sepenuhnya pada Allah Sang Pencipta. Wukuf berarti berhenti. Menghentikan semua hal yang menjadikan hijabnya mata hati hingga tidak akan dapat menyaksikan DiriNya Illahi. Semua rukun haji merupakan simbol-simbol untuk mencapai keadaan tersebut.


HAK ALLAH
 1. (Syath) Kewajiban-kewajiban manusia yang diperin-tahkan-Nya; 2. (Syath) Meninggalkan larangan-larangan-Nya; 3. (Syath) Hak untuk dike-tahui wujud Dzat Al-Ghaib yang sangat dekat sekali dan ditempatkan pada tempatnya hingga dapat me-menuhi perintah-Nya sebagaimana QS. Al A’raf, 205.


HAK RASULULLAH SAW
 1. (Syath) Risalahnya tersebar /disampaikan hingga hari kiamat. 2. (Syath) Hak untuk membimbing umatnya hingga kiamat dan su-paya selalu tetap berada pada tempatnya, ditengah-tengah kaumnya; 3. (Syath) Berkenaan dengan ada-nya Imam (penerus Rasul) yang selalu ada secara gilir gumanti dalam sebuah rantai silsilah sejak Nabi Muhammad SAW hingga kini sampai kiamat nanti.


HAK MALAIKATAN
(Syath) Alam ajaib yang ditunjukan Allah kepada seseorang yang dikehendaki-Nya, yang dibukakan sehingga tahu bicaranya segala makhluk Tuhan termasuk segala macam tumbuh-tumbuhan, segala macam binatang. Pandai dan wasis berbicara dengan segala bahasa manusia dan bahasa hewan serta tumbuh-tumbuhan.
Hak Mardus Sarpin :
 (Syath) Alam ajaib yang ditun-jukan Allah kepada seseorang yang dikehendaki-Nya; akan mengetahui segala macam penyakit beserta obatnya.


HAKIKAT :

Kebenaran.

Unsur ketiga selepas syariah dan tarekat.

Disebut juga ’Lubb’ . Untuk mencapai hakikat (inti) anda harus mampu menghancurkan kuli.
Dalam dunia sufi, Hakikat diertikan sebagai aspek batin dari syariat, sehingga ia dianggap aspek yang paling penting dalam setiap amal, inti dan rahsia dari syariat yang merupakan tujuan si salik.

Ada beberapa makna yang ada kaitan degan hakikat:
a)    Hakikat al faydh (Hakikat pancaran)
b)    Hakikat al Haqaiq (Kebenaran nsegala kebenaran)
c)    Hakikat Irsyad (Hakikat bimbingan(
d)    Hakikat al Jazbah (Hakikat ketertarikan)
e)    Hakikat at Tawajjuh (Hakikat penglurusan)
f)     Hakikat at tawassul (Hakikat keterhubungan)
Dalam Tasawuf hakikat adalah imbangan kata syariat yang identik dengan aspek kerohanian dalam ajaran Islam.

Untuk merintis jalan mencapai hakikat seseorang harus memulai dengan aspek moral yang dibarengi aspek ibadah. Bila kedua aspek ini diamalkan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan akan dapat meningkatkan kondisi mental seseorang dari tingkat rendah secara bertahap ke tingkat yang lebih tinggi.

Pada posisi tertinggi Tuhan akan menerangi hati sanubarinya dengan nur-Nya, sehingga ia betul-betul dapat dekat dengan Tuhan, mengenal Tuhan dan melihat-Nya dengan mata hatinya.

Di kalangan Sufi orang yang telah mencapai tingkatan ini disebut ahli hakikat. Kalau dihubungkan dengan Tuhan, hakikat adalah sifat-sifat Allah SWT, sedangkan Zat Allah disebut al-Haqq. Sufi yang dikenal dengan faham hakikat adalah Abu Yazid al-Bustami dan al-Hallaj yang pernah menyatakan “Ana al-Haqq”.


Kebenaran yang tulen dan sejati mengenai sesuatu perkara.

Kebenaran yang paling benar adalah yang pada sisi Tuhan dan hanya Tuhan yang mengetahuinya dan ia dinamakan hakikat kepada sesuatu perkara itu. Manusia diberikan sedikit ilmu sahaja mengenai hakikat tersebut.



HAKIKAT ABDUL RAB
Kewujudan hamba dalam ilmu Allah s.w.t. Dalam perjalanan kerohanian selepas peringkat fana seseorang itu memasuki peringkat baqa. Dalam kebaqaan itulah dia menyaksikan hakikat dirinya yang pada sisi Tuhan sebagai hamba Tuhan. Sebelum alam diciptakan wujud kehambaannya sudah pun ada pada sisi Tuhan. Hakikat dirinya itu tidak berpisah dengan Tuhan sejak azali sehinggalah kepada yang abadi. Penyaksian yang demikian membuatnya merasakan kekal atau baqa bersama-sama Allah s.w.t.



HAKIKAT ADAM/ADAMIYAH
Hakikat kepada Nabi Adam a.s. Ia adalah kewujudan pada sisi Tuhan, dalam ilmu Tuhan, yang berdasarkan kepadanya Adam a.s dan keturunannya diciptakan. Apa sahaja yang diciptakan oleh Tuhan menunjukkan bahawa perkara tersebut sudahpun ada pada sisi-Nya sebelum ia diciptakan. Salik bertembung dengan Hakikat Adamiyah ketika terjadi keasyikan pada peringkat kalbu. Kesan pertembungan dengan Hakikat Adamiyah menyebabkan muncul cahaya nur berwarna kuning yang bergemerlapan pada cermin hati salik. Nur yang menyinari hati salik itu mendorong salik untuk kuat bertaubat kepada Allah s.w.t dan memperbanyakkan ibadatnya.



HAKIKAT AHMAD/AHMADIYAH:
 Urusan pentadbiran Tuhan mengenai roh yang paling latif yang menjadi penjana kepada sekalian kehidupan. Ia adalah roh Nabi Muhammad s.a.w atau biasanya dipanggil Roh Muhammad. Dalam suasana roh ia dinamakan Ahmad.



HAKIKAT ALAM
Kewujudan alam dalam ilmu Tuhan.



HAKIKAT ASMA’:
Kewujudan pada sisi Tuhan, dalam ilmu Tuhan, dinamakan Hakikat. Ia adalah hal atau keadaan Tuhan ataupun suasana pentadbiran dan urusan Tuhan, samada mengenainya diri-Nya ataupun makhluk-Nya. Salah satu hal-hal mengenai Tuhan adalah nama-nama-Nya. Nama Tuhan adalah wujud Hakikat, iaitu wujud pemerintah yang menguasai sekalian makhluk. Boleh juga dikatakan bahawa nama-nama Tuhan adalah bakat-bakat ketuhanan atau Rububiah. Dalam pengalaman kerohanian seseorang sampai kepada peringkat menyaksikan hubungan nama-nama Tuhan dengan Diri-Nya yang menguasai nama-nama tersebut dan kekuatan serta bakat ketuhanan yang ada pada nama-nama Tuhan terhadap sekalian makhluk. Pengalaman yang demikian dikatakan dia mengalami Hakikat Asma'.



HAKIKAT HABIBALLAH
Nabi Muhammad s.a.w boleh dilihat dari beberapa aspek. Baginda s.a.w adalah rasul-Nya yang membawa perkhabaran mengenai-Nya secara sempurna. Dalam aspek kerasulan yang paling lengkap dan sempurna ini baginda s.a.w dilihat sebagai bekas yang mempamerkan apa yang ada pada sisi Tuhan yang dinamakan Hakikat Muhammad. Baginda s.a.w adalah makhluk yang paling mengenali Allah s.w.t. Baginda adalah yang paling mengetahui cara-cara pengabdian kepada-Nya. Baginda juga merupakan orang yang paling mengasihi Allah s.w.t dan baginda jugalah makhluk yang paling dikasihi oleh Allah s.w.t. Allah s.w.t menjadikan Nabi Muhammad s.a.w sebagai rahmat kepada sekalian alam. Apabila melihat Nabi Muhammad s.a.w dalam aspek rahmaniat Tuhan baginda s.a.w dipanggil Habiballah atau kekasih Allah. Habiballah adalah hamba Tuhan yang paling benar dan paling diredai-Nya. Baginda s.a.w telah menunjukkan jalan yang paling benar dan paling diredai itu. Dalam pengalaman kerohanian seseorang menyaksikan Nabi Muhammad s.a.w dalam berbagai-bagai aspek seperti Hakikat Muhammad, Nur Muhammad, Muhammad Insan Kamil dan lain-lain. Semua aspek-aspek tersebut adalah kewujudan dalam ilmu Allah s.w.t. Penghayatan, daya rasa, ingatan dan kesedaran di dalam ilmu itu bercampur dengan kemabukan, kefanaan dan kebaqaan atau dikatakan berada dalam suasana hakikat. Apabila seseorang dapat melihat Nabi Muhammad s.a.w sebagai Habiballah yang berjalan sebagai manusia biasa di atas muka bumi, memakai sifat-sifat dan nilai kemanusiaan, baharulah dia dapat kembali kepada kesedaran biasa dengan sempurna atau baharulah dia boleh keluar dari makam hakikat dan masuk sepenuhnya kepada makam syariat. Penghijrahan dari makam hakikat kepada makam syariat sukar dilakukan kerana kesan kefanaan, kemabukan, zauk dan kebaqaan sukar hilang dari hati salik.



HAKIKAT HAIWAN
Kewujudan dalam ilmu Tuhan yang mengawal penciptaan keturunan semua haiwan.



HAKIKAT HAMBA TUHAN
Sama seperti Hakikat Abdul Rab.



HAKIKAT IBRAHIM/IBRAHIMIYAH
Hakikat kepada Nabi Ibrahim a.s iaitu kewujudan hakikat yang pada sisi Tuhan yang mengawal penciptaan Nabi Ibrahim a.s. Hakikat nabi-nabi mempunyai pengaruh dan kesan terhadap hakikat-hakikat yang lain. Hakikat Nabi Muhammad s.a.w mempunyai kesan dan pengaruh yang paling besar dan paling kuat terhadap semua hakikat-hakikat. Di bawah daripada itu adalah hakikat nabi-nabi yang lain termasuklah Hakikat Nabi Ibrahim a.as. Hakikat adalah suasana ketuhanan mengenai makhluk-Nya. Apa sahaja urusan Tuhan dinyatakan sebagai nur. Malaikat yang menjalankan urusan Tuhan adalah nur. Kesan hakikat yang diterima oleh cermin hati adalah dalam suasana nur juga. Hakikat Ibrahimiyah diterima oleh hati ketika berlaku keasyikan pada makam roh, iaitu roh haiwani yang menghidupkan jasad.. Pertembungan dengan kesan Hakikat Ibrahimiyah tersebut membuat mata hati menyaksikan nur atau cahaya berwarna merah yang bergemerlapan. Ini bukan bermakna Hakikat Ibrahimiyah itu berwarna merah. Kesan daripada hakikat umpama haba yang ‘memanaskan' cermin hati dan hasilnya muncullah cahaya api dalam cermin hati itu. Begitu juga keadaannya apabila berlaku pertembungan hati dengan kesan hakikat-hakikat yang lain. Pancaran nur Hakikat Ibrahimiyah itu mendorong hati supaya kuat berserah diri kepada Allah s.w.t dan kuat bersabar dalam menempuh ujian.


HAKIKAT INSAN
Suasana, keadaan atau hal Pentadbiran Tuhan yang mengenai umat manusia dan menguasai kewujudannya. Apa sahaja yang Tuhan tentukan untuk umat manusia sejak azali sampailah kepada yang abadi telah ada pada suasana Hakikat Insan yang pada sisi Tuhan. Apa sahaja yang terzahir daripada penguasaan Hakikat Insan akan menjadi manusia.



HAKIKAT INSAN KAMIL:
Hakikat Insan Kamil adalah suasana kerohanian pada permulaan baqa, setelah melepasi peringkat fana. Dalam suasana tersebut sering muncul kesedaran tentang kesatuan wujud (wahdatul wujud) di mana Wujud Tuhan dengan wujud hamba disaksikan sebagai satu. Hakikat Insan Kamil merupakan pertemuan makam kehambaan dengan makam ketuhanan. Dalam suasana inilah ucapan "ana al-Haq!" selalu keluar dari mulut orang yang sedang karam di dalam kesedaran Insan Kamil itu. Ada juga orang yang memasuki suasana ini tanpa hilang kesedaran kehambaannya. Dia hanya menyaksikan Insan Kamil bukan menjadi Insan Kamil. Dalam hal ini Insan Kamil menjadi titik permulaan untuk dia menyaksikan hakikat kehambaan dirinya di dalam ilmu Allah s.w.t atau pada sisi-Nya.

HAKIKAT ISA/ISAWIYAH
 Pertembungan hati dengan Hakikat Isaiyah berlaku ketika terjadi keasyikan pada peringkat kebatinan yang dinamakan khafi. Kesan pertembungan itu menyebabkan cermin hati tertangkap cahaya nur yang berwarna hitam yang bergemerlapan. Ketika ini gelombang kefanaan sedang kuat melambung hati salik. Kesedaran pancainderanya sudah tidak ada lagi. Dalam suasana yang demikian akan lahirlah sifat-sifat dan perwatakan yang dianggap sebagai tidak normal mengikut penilaian orang ramai. Nur yang terpancar melalui pertembungan dengan Hakikat Isaiyah itu membuat hati bertambah kasih kepada Tuhan dan ingatan hanya tertuju kepada-Nya semata-mata. Hubungan salik dengan yang selain Allah s.w.t tidak aktif. Pada tahap ini ingatan dan kesedaran salik hanyalah tertumpu kepada Allah s.w.t hinggakan dia tidak tahu dirinya dan makhluk lainnya.



HAKIKAT KEMANUSIAAAN
Sama seperti Hakikat Insan, iaitu suasana pentadbiran Tuhan mengenai generasi manusia.



HAKIKAT KENABIAN
Suasana pentadbiran Tuhan yang berhubung dengan penciptaan nabi-nabi. Hakikat ini adalah Hakikat Muhammadiah yang menjadi penjana ilmu nabi-nabi. Setiap nabi memperolehi bahagian tertentu daripada pancaran nur Hakikat Muhammadiah, sementara Nabi Muhammad s.a.w memperolehi pancaran tersebut secara penuh.



HAKIKAT MUHAMADIYAH
Hakikat kepada semua hakikat-hakikat:



HAKIKAT KEWALIAN
Suasana pentadbiran Tuhan yang berhubung dengan penciptaan wali-wali. Wali-wali menerima kesan pancaran nur Hakikat Insan Kamil dan Hakikat Abdul Rab. Darjat seseorang wali itu bergantung kepada kekuatan nur Insan Kamil dan Abdul Rab yang diterimanya.



HAKIKAT KHALIFAH
Setelah menemui hakikat dirinya sebagai Hakikat Abdul Rab salik memperolehi sepenuhnya kesedaran kemanusiaannya yang hilang ketika fana dan mula kembali sedikit demi sedikit ketika baqa. Pancaran nur Hakikat Khalifah memberi kekuatan dan bimbingan kepada salik untuk menguruskan hal-ehwal kehidupannya dan juga bidang yang diamanahkan kepadanya. Salik yang telah sampai ke peringkat ini sudah melepasi kesan kemabukan dan kefanaan dan dia boleh kembali kepada kehidupan orang ramai tanpa menimbulkan fitnah dan kekeliruan.



HAKIKAT MALAIKAT
Suasana pentadbiran Tuhan berhubung dengan penciptaan malaikat-malaikat.



HAKIKAT MANUSIA
Sama seperti Hakikat Insan.



HAKIKAT MAUT
Bakat ketuhanan atau Rububiah yang mengawal dan berkuasa dalam bidang mematikan setiap yang hidup. Nur Rububiah yang menguasai maut itu menyinari malaikat Izrail, maka Izrail memperolehi pengetahuan tentang perjalanan maut dan bakat serta keupayaan mematikan dipikul oleh Izrail.



HAKIKAT MUHAMMAD/Muhammadiah:
Hakikat yang menyeluruh iaitu Hakikat yang menguasai sekalian hakikat-hakikat. Semua hakikat-hakikat yang lain merupakan bahagian-bahagian daripada Hakikat yang satu ini. Hakikat Muhammadiah adalah Hakikat yang penuh dan lengkap dan hakikat yang lain mempamerkan apa yang ada dengan Hakikat Muhammadiah itu. Gabungan semua hakikat-hakikat itu baharu menyamai Hakikat Muhammadiah ini. Apa sahaja yang selain Allah s.w.t bermula atau dijanakan oleh Hakikat Muhammadiah. Apabila Hakikat Muhammadiah dilihat sebagai urusan Allah s.w.t dan dalam aspek hubungannya dengan Allah s.w.t ia dikenali sebagai Nur Allah. Apabila ia dilihat dalam aspek penjana kewujudan Nabi Muhammad s.a.w ia dikenali sebagai Nur Muhammad. Apabila ia dilihat dalam segi penjana manusia-manusia yang sempurna ia dikenali sebagai Insan Kamil. Apabila ia dilihat dalam segi penjana kepada sekalian kewujudan makhluk ia dinamakan Hakikat Insan atau Hakikat Alam. Pertembungan hati salik dengan Hakikat Muhammadiah berlaku dalam kefanaan, ketika ingatan dan kesedaran terhadap diri sendiri dan makhluk sekaliannya sudah tidak ada lagi. Pandangan mata hati kepada Hakikat Muhammadiah menimbulkan makrifat tentang urusan pentadbiran Tuhan yang meliputi segala sesuatu. Pengalaman kerohanian yang mengenai Hakikat Muhammadiah ini berlaku pada alam kebatinan yang dinamakan akhfa, iaitu batin atau kesedaran kerohanian yang paling dalam. Kesan daripada pancaran nur Hakikat Muhammad atau Nur Muhammad menyebabkan muncul cahaya hijau yang bergemerlapan pada cermin hati salik.



HAKIKAT MUSA/MUSAWIYAH
 Hakikat kepada Nabi Musa a.s. Pertembungan hati salik dengan Hakikat Musawiyah berlaku dalam keasyikan pada makam Sir, iaitu Roh Insan yang menerima tiupan daripada hakikat roh atau dipanggil Roh Allah. Sinaran nur Hakikat Musawiyah melahirkan kecintaan kepada Allah s.w.t yang tidak berbelah bahagi.



HAKIKAT NUH/NUHIYAH
Hakikat kepada Nabi Nuh a.s. Peranannya dan makamnya sama dengan Hakikat Ibrahimiyah. Sinaran nur Hakikat Nuhiyah menambahkan kekuatan salik untuk memperbetulkan jalannya menuju Allah s.w.t.



HAKIKAT ROH
Urusan Tuhan yang berhubung dengan roh-roh. Ia dinamakan Roh Allah, iaitu hakikat yang berada pada sisi Allah s.w.t yang menguasai semua roh-roh.



HAKIKAT SYARIAT
Kebenaran yang sebenar mengenai syariat yang diturunkan oleh Tuhan. Kefahaman mengenai hakikat syariat dan hakikat-hakikat yang lain dibukakan oleh Tuhan kepada sesiapa sahaja daripada kalangan hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, sekadar yang dikehendaki-Nya. Kefahaman sebenar tentang hakikat hanya terjadi melalui pembukaan Tuhan bukan melalui pembelajaran.



HAKIKAT YANG MENYELURUH
Hakikat Muhammadiah.



HAKIKAT WALI
Suasana, keadaan atau hal pentadbiran Tuhan yang menguasai kewalian. Sesiapa yang menerima penguasaan Hakikat Wali akan menjadi wali.



HALAT
Ekstase



HAL
Keadaan rohani secara spontan pada diri @ Keadaan kerohanian yang menguasai diri. Pengalaman kerohanian mengenai Tuhan yang dialami oleh hati. Pengalaman hubungan hati dengan Tuhan itu membentuk rasa, zauk atau hal yang melahirkan pengenalan tentang Tuhan.

1. Keadaan mistis; 2. Keadaan spiritual yang me-nguasai hati. Hal masuk masuk kedalam hati sebagai anugerah dan karunia dari Rahmat Allah yang tidak terbatas pada hambaNya. Hal tidak dapat dicapai melalui usaha, keinginan atau undangan. Ia datang dengan tidak diduga-duga dan pergi tanpa diduga;   3. Kejadian tersembunyi yang, dari alam lebih tinggi, kadang-kadang turun ke hati murid, datang dan pergi sampai ketertarikan Illahi memba-wanya dari tahapan paling rendah menuju ketahap-an paling tinggi. (lih. tujuh macam



HALAQAH
Majlsi zikir @ jamaah kerohanian



HAMBA RABBANI
Hamba yang sampai kepada tahap bersesuaian kehendaknya dengan kehendak Allah s.w.t. Apa sahaja yang sampai dan keluar daripadanya semuanya sudah ditapis dan diredai oleh Allah s.w.t. Hamba yang demikian menjadi wakil-Nya dan diizinkan untuk menggunakan cop mohor-Nya dalam melaksanakan tugasnya. Perkara-perkara luarbiasa selalu muncul daripada hamba-hamba yang demikian.


HAMBALI
Mazhab Imam Ahmad Bin Hambal Rahmatullah ‘alaih.



HANAFI
 Mazhab Imam Abu Hanifah Rahmatullah ‘alaih.


HAQQUL YAKIN
Keyakinan yang sebenar-benarnya. Dalam suasana haqqul yaqin, ilmu dan pengalaman kerohanian, termasuklah penemuan melalui kasyaf, adalah bersesuaian dengan al-Quran dan as-Sunah.

Keyakinan hakiki. Ia merupakan tahap terakhir menuju Allah sebelum sampai pada Islam Hakiki.
Dalam Tasawwuf terdapat 3 tahap keyakinan iaitu:
1)    Ilm al Yakin (Ilmu Keyakinan)
2)    Ain al Yakin (Penyaksian keyakinan)
3)    Haqq al Yakin (Keyakinan hakikai)



HAQ:
Yang Sebenarnya, iaitu Tuhan.Allah Azawajala



HARI AKHIRAT
Suasana alam dan sekalian makhluk selepas berlakunya kiamat. Walaupun ia dinamakan hari tetapi ia tidak terlibat lagi dengan masa kerana sukatan masa diukur dengan peredaran bumi mengelilingi matahari. Dalam suasana akhirat tidak ada lagi neraca pengukur masa. Masanya ialah tanpa kesudahan atau abadi.




HARI KEBANGKITAN
Hari akhirat.



HARI KIAMAT
Saat atau ketika Allah s.w.t menghancur-leburkan sekalian makhluk. Ikut hancur ialah sistem sebab musabab dan sistem alam. Kemudian Allah s.w.t bina alam yang baharu dengan sistem yang baharu. Dalam alam yang baharu itu tidak ada lagi ruang untuk beramal. Apa juga amalan yang hendak dilakukan mestilah dilakukan sebelum berlaku kiamat.



HAULA DAN KUWWATA
 Kekuatan dan kekuasaan Allah s.w.t yang daripadanya makhluk memperolehi daya, upaya dan bakat yang dengan itu makhluk boleh memiliki berbagai-bagai kebolehan seperti bergerak, berkehendak, mendengar, melihat, merasa, berfikir dan lain-lain.



HAMM
Mengisyaratkan pada semua cita-cita, kemudian dijadikan sebagai satu tujuan dan cita-cita


HASAD :
1. Dengki; 2. Suatu keadaan psikis ketika sese-orang menginginkan hilangnya suatu karunia, kemampuan atau kebaikan, secara nyata atau kha-yal, yang dimiliki oleh orang lain.


HATI (QALBU)
Pembahagaian hati:
1. Hati yang Selamat (Sehat)
2. Hati yang mati
3. Hati yang mengandung penyakit-penyakit (sakit)

1. Hati yang Selamat (Sehat) / Qalbin Saliim
adalah Hati yang hanya dengannya manusia dapat datang dan berjumpa Allah Ta'ala
dengan Selamat di hari Kiamat.

" Pada hari di mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat. Kecuali manusia yang
datang kepada Allah dengan Hati yang Selamat (Sehat). " QS 26:88-89

Qalbu yang Selamat ini adalah Qalbu yang Selamat dari setiap hawa /
keinginan / kehendak yang menyalahi Kehendak / Perintah Allah Ta'ala, Selamat
dari setiap syubhat dan kesalahfahaman yang bertentangan dengan Kebaikan
(Kebenaran), sehingga sang Hati ini Selamat dari penghambaan kepada selain Allah
Ta'ala, dan Lepas dari perbuatan yang menjadikan hakim selain Rasulullah Saw..
Sehingga akhirnya membuahkan KEIKHLASAN dalam setiap perilaku (yang sesungguhnya
pun merupakan rangkaian Ibadah) kita semata-mata Hanya kepada Allah Ta'ala,
penuh dengan segenap Mahabbah, Tunduk, Pasrah dan Tawakal, Taubat, Takut dan
Penuh Harap hanya kepada Allah Ta'ala...
Bila ia mencintai sesuatu, maka ia mencintainya hanya karena Allah
Ta'ala... Dan bila ia membenci sesuatu, maka ia pun membencinya hanya karena
Allah Ta'ala jua..
Bila ia memberi, hanyalah karena Allah Ta'ala, dan bila ia melarang ataupun
mencegah sesuatu, itupun hanya karena Allah Ta'ala...
Bahkan tidak hanya sampai di situ, ia pun terlepas dari segala ke-tunduk-an
dan per-tahkim-an kepada setiap hal yang bertentangan dengan Ajaran Rasulullah
Saw. Qalbu (Hati) nya terikat sangat Kuat kepada ajaran ataupun contoh
Rasulullah Saw... baik dalam setiap ucapan maupun perbuatan.

" Wahai orang-orang yang ber-Iman ! Janganlah kalian mendahului Allah dan
Rasul-Nya, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. " QS 49:1

2. Qalbu (Hati) yang mati
adalah hati yang Tidak Mengenal Allah Ta'ala, Tidak Beribadah kepada-Nya..
dengan Tidak Menjalankan Perintah dan hal apapun yang diRidhai-Nya...

Hati yang seperti ini selalu berada dan berjalan bersama hawa / keinginan /
kehendaknya, walaupun itu diBenci dan diMurkai Allah Ta'ala.. Ia tidak peduli
apakah Allah Ta'ala ridha kepadanya ataukah tidak..
Bila ia mencintai sesuatu, maka ia mencintai sesuatu karena mengikuti hawa
(nafsu) nya / keinginannya.. dan bila ia membenci sesuatu, maka ia membencina
karena hawa (nafsu) nya.. Begitu juga apabila ia menolak atau mencegah
sesuatu... hawa nya telah menguasainya dan menjadi pemimpin sekaligus pengendali
bagi dirinya...
Kebodohan dan kelalaian adalah supirnya.. Ia diselubungi... dipenjara oleh
kecenderungan / kecintaannya kepada dunia (yaitu hal-hal selain Allah Ta'ala dan
Rasul-Nya).. Hatinya telah ditutupi oleh selubung kabut gelap cinta kehidupan
dunia dan hawa nafsunya...
Ia tidak menyambut dan menerima panggilan Allah Ta'ala... seruan Allah
Ta'ala.. seruan tentang Hari Kiamat.. karena ia mengikuti syetan yang
menunggangi hawa (nafsu) nya.. Hawa nya telah membuatnya tuli dan buta, sehingga
ia tidak tahu lagi manakah yang batil dan manakah yang haq...
Maka berteman dan bergaul dengan orang-orang yang Hatinya telah mati seperti ini
berarti mencari Penyakit..

3. Qalbu (Hati) yang sakit
adalah hati yang Hidup namun mengandung Penyakit-penyakit.

Hati semacam ini mengandung 2 unsur :
1. Di satu pihak mengandung Iman, Ikhlas, Tawakal, Mahabbah, dan sejenisnya..
yang membuatnya menjadi Hidup
2. namun di pihak lain mengandung kecintaan / kecenderungan kepada hawa (nafsu),
seperti cinta / senang pada kehidupan dunia, sombong, ego, harga diri tinggi,
keluhan, iri (dengki), dan sifat-sifat lain yang dapat mencelakakan dan
membinasakannya...

Hati seperti ini diisi oleh 2 jenis santapan : santapan berupa seruan
(panggilan) dan Perintah Allah Ta'ala dan Rasul-Nya akan Hari Kiamat... dan
santapan lain berupa panggilan / kecintaan kepada dunia..
Yang akan disambutnya dari kedua seruan (panggilan) inilah yang paling dekat
kepadanya..

Maka... Hati yang pertama itulah yang Selamat karena Sehat dari berbagai macam
Penyakit Hati, senantiasa Khusyu', Tunduk, Ikhlas, Ridha, bersifat Lembut..
Sedangkan hati jenis kedua itulah hati yang mati... dan hati jenis ketiga yaitu
hati yang sakit karena mengandung Penyakit, yang mungkin bisa kembali dengan
Selamat (Sehat)... atau ia akan Celaka (Mati)...


HATI ADAM
1. Hati yang membuktikan kebenar-an kalimat tauhid; membuktikan apa saja, akon-akon dunia dan wujud jiwa raga, zat, sifat dan af’al-nya hamba, semua telah mati, semua telah tiada (‘adam)



HATI SANUBARI
Hati sanubari iaitu mereka ini adalah yang mencintai dunia (Hubbu Dunia)
Hati yang wataknya menuruti keinginan-keinginan jasmani-lahiriah.

Adapun hati sanubari atau jantung Sanubari itu, adalah terkletak 2” di bawah tetek kiri dan 90 darjah letaknya di sebelah kiri. Ia termasuk sanubari yang dimiliki pleh semua manusia dan binatang.

Hati Sanaburi ini di kaitkan kepada dua iaitu:
a)     Bangsa Haiwan
b)     Bangsa Syaitan.

Adapun bangsa haiwan atau jiwa kotor itu ialah di kenali dengan:
a)     Nafsu Ammarah – rupanya anjing hitam
b)     Nafsu Lawammah- rupanaya babi
c)     Nafsu sawiah – rupanya kambing

Adapun bangsa syaitan itu ialah:
a)     Namanya Ajmaun
b)     Namanya Hawa
c)     Namanya Syahwat dll

Adapun orang-orang yang hanya mempunyai hati sanubari itu mempunyai derejat:
a)     taraf Haiwan
b)    taraf Iblis

Adapun isi dan sifat hati sanubari itu ialah:
a)     Biadap
b)     Bohong
c)     Chuvenisme
d)     Darah hitam
e)     Dengki
f)      Dusta
g)     Egoisme
h)     Hawa
i)      Lawammah
j)      Loba
k)     Mungkir janji
l)     Tamak

Maka hati sanubari ini adalah semulajadi  yang bernama makhluk. Ia boleh dilapah dan dimakan, kerana seketul daging zahir tempat nafsu yang hina.


HATI NURANI
1. Hati jantung, letaknya tepat ditengah-tengah dada, tandanya detak jantung.
2. Wujud lembut yang dibangsakan gaib, tetapi bukan Al-Ghaib, bukan Diri-Nya Tuhan Zat Yang Al-Ghaib; yang dijadikan Allah dari cahaya. Supaya wataknya seperti para Malaikat-Nya, harus diisi dengan ilmu yang menjadikannya terbuka supaya dapat tembus langsung pada keberadaan Diri-Nya, Zat Yang Al-Ghaib yang sangat dekat sekali dengan rasa hati. Hati nurani ini kewajiban-nya adalah melaksanakan tarekat (lih. tarekat). Af’al-nya selalu mengajak kepada kebajikan, sifat-nya ya’rifullaha, zatnya muqabilatun ilallah. Hati ini ‘adam (lih: hati yang ‘adam)
Hati Nurani itu tidak dimiliki oleh mana-mana makhluk, tetapi dikehendaki manusia bersifat demikian rupa. Hati nurani atau hati jamal (Mukmin) ini dikenali dengan nama-nama seperti:
a)    Nafsu Mulhimah ialah menjadi perangai malaikat dan nyawa malaikat
b)    Nafsu Mutmainnah atau Roh Mutamainnah yang tarafnya jadi jadi nafsu nabi dan perangainya jadi perangai nabi.

Maka Hati Nurani inilah yang dikehendaki kepada tiap-tiap muslim yang mengucap kalimah Allah.

Hati manusia ini, ia diibaratkan sebagai sebuah negeri yang ada dua raja. Bila hati itu baik dinamakan Hati Malaikat. Bila jahat dinamakan hati iblis. Alangkah susahnya kalau satu negeri ada dua raja, maka jadilah hati itu berbolak-balik kerana diperintah oleh dua raja, maka di sinilah dikatakan perang Fisabilillah, kerana nilai manusia di sisi Allah ialah hati Nurani yang bersih yang tidak setititk pun terdapat noda-noda hitam.

Firman Allah Taala:

” Hari yang tidak ada gunanya harta dan anak-anak, hanya yang Allah anugerahkan kepada Hati Yang Salim (hati Nurani)”

Sabda Rasulullah saw:

”Bahawasnya Allah tidak memandang kepada pakaian dan rupa paras kamu, melainkan memandang hati kamu yang bersih (hati nurani)”

Maka untuk mengenali hati dan hati supaya jadi nurani atau hati Mukmin Rumah Allah, terpaksalah dengan adanya Ilmu hati yang dinamakan Ilmu tasawwuf, tanpa ilmu tasawwuf, hati seseorang itu tidak akan bersih, kerana tiap-tiap satu ilmu yang jadi rahsia Tuhan adalah mempunyai tingkat-tingkat dan aturan-aturan menurut pelajaran Ilmu rahsia Tuhan.
Maka asas ilmu rahsia Tuhan ialah menegnali Ilmu Rohani yang sebenar-benar Rohani yang suci yangr bertaraf Amar rabbi.

Sebagaimana yang di nyatakan dalam Firman Allah Taala:

”Bertanya mereka itu orang-orang yahudi kepada engkau daripada Roh, katakanlah oleh mu Ya Muhammad, bagi ”roh itu adalah urusan Tuhan ku”

Barangsiapa yang tidak memahami dan mengalami apa dia Rohani, iaitu Dirinya yang menjadi hakikat itu, tentulah tidak akan melangkah ke hadapan.
Bahawa dengan mengetahui Rohani yang sebenar-benarnya , maka tidak ada lagi tereqat padanya, kerana tareqat itu hanya jalan, maka jalan itu membawa kepada tempat yang di tuju, maka tempat yang dituju itu ialah hakikat diri masing-masing.
Dengan mengenal Rohani yang sebenar-benarnya dan Rohani yang sempurna yang dinamakan A’ayan sabitah, maka seseorang itu akan maju lagi selangkah ke depan berkenaan Ilmu tauhid kepada Allah Taala yang sebenar benar tauhid. Bukan tauhid pada orang –orang awam atau ahli-ahli syari’at atau ahli-ahli tareqat. Maka setelah menegenal rohnya maka di sanalah mendapat hasil dinamakan hakikat dan makrifat.



HAUQALAH
Untuk menyatakan kalimat yang berkali-kali diungkapakan iaitu kalimat La haulawala quwwata ila billah. Khusus diucapkna bila dilanda kegelisahan.



HAWARIYUN
Al Hawariyun berasal dari kata tunggal Hawariy yang mempunyai erti penolong. Jumlah wali Hawariy ini hanya ada satu orang sahaja di setiap zamannya. Jika seorang wali Hawariy meninggal, maka kedudukannya akan di-ganti orang lain. Di zaman Nabi hanya sahabat Zubair Bin Awwam saja yang mendapatkan darjat wali Hawariy seperti yang dikatakan oleh sabda Nabi:

"Setiap Nabi mempunyai Hawariy. Hawariyku adalah Zubair ibnul Awwam".

Walaupun pada waktu itu Nabi mempunyai cukup banyak sahabat yang setia dan selalu berjuang di sisi beliau. Tetapi beliau saw berkata demikian, kerana beliau tahu hanya Zubair sahaja yang meraih darjat wali Hawariy. Kelebihan seorang wali Hawariy biasanya seorang yang berani dan pandai berhujjah.



HAWA   
Kecebderungan nafsu kepada Syahwat. Potensi kalbu untuk mrngerakkan kemahuan. Ada keinginan untuk keduniaan



HAYA’
Dengan rasa malu.
Pengertian dari pada Al-Haya itu; "Al haya adalah bagian iman yang utama,"Hasan ibnu atiah dari abi umammah; 'Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda;"Malu dan diam adalah cabang dari iman, sedangkan keji, keras (banyak omong) adalah cabang dari nifaq. "Hadist ibnu mas'ud ra, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassallam bersabda;"Malulah kalian terhadap Allah, sebenar benarnya Malu? 'kemudian Sahabat bertanya, Bagaimana cara kita malu terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala yang sebenar benarnya.,? 'Rasulullah menjawab;"Barang siapa yang memelihara kepala, dan apa yang ada dalam perut dan isinya, serta meninggalkan hiasan kehidupan dunia,mengingat mati dan kesusahan, maka dia malu kepada Allah yang sebenar benarnya. "Sesungguhnya setiap agama memiliki aturan akhlak, dan akhlak dalam Islam adalah malu" (HR Malik dan Ibnu Majah) "Malu dan Iman merupakan dua hal yang tidak bisa di pisahkan, jika yang satu tiada, maka yang lain pun tiada pula" (HR Hakim) "Malu termasuk bagian dari Iman, dan iman itu di dalam surga, sedang sifat mencela itu merupakan kebengisan, Dan itu dalam Neraka (HR Ahmad dan Tirmidzi) "Ukuran Moral Islam terletak pada sifat malu, sejauh mana seseorang itu punya perasaan Malu, sampai disitulah batas dari kesempurnaan iman seseorang, Karena sifat malu adalah suatu tindakan batin, Ia bersemayam dalam Qalbu dan akan memancarkan cahaya indah dalam setiap gerak langkah,Malu adalah sejenis perasaan, yang karenanya secara hakiki tidak bisa di buat dusta, "seseorang yang mempunyai sifat malu akan membuahkan sifat terpuji., karena ia akan bertaubat dan menyesal apabila dirinya melakukan kesalahan , 'jika ia mendapat kebaikan ia merasakan sebagai taufik dari Allah, ia menjadi orang yang rendah hati, karena ia merasa apa yang dilakukan senantiasa diketahui oleh Allah., "Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda;"Malu itu tidak datang (membuahkan hasil), melainkan membawa dan membuahkan kebaikan." "Al haya, Malu terhadap manusia semakna dengan muru'ah yaitu sifat menjaga kehormatan diri di hadapan manusia.,"Al haya, Malu terhadap diri sendiri yaitu sifat iffah yaitu memelihara kebersihan jiwa dari sifat tercela meskipun dalam keadaan menyendiri.,"Al haya merupakan ciri seseorang yang dekat kepada Allah (Muraqabah)dan selalu ingat dengan, Firmannya"Sesungguhnya telah Kami jadikan Manusia dan Kami mengetahui apa yang telah dibisikan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya" (QS Qaaf 16) "Al Haya, adalah malu tapi malu bukan karena bersalah, atau sebab lain yang di sebabkan perasaan jelek.,"Al haya, adalah malu yang di dorong perasaan Hormat dan segan terhadap sesuatu yang di pandang dapat membuat dirinya terhina. Sssttt jangan lihat kanan kiri depan belakang, ayo kita lihat diri kita masing-masing, Adakah Rasa Malu itu dalam diri kita????



HIDAYAT/HIDAYAH
Pimpinan dari Tuhan.
1. Petunjuk; 2. Berkaitan dengan petunjuk dan bimbingan dari Allah.

Cara Menggapai Hidayah
Setelah mengetahui hal ini, lantas bagaimana upaya kita untuk mendapatkan hidayah? Bagaimana caranya membuat orang lain mendapatkan hidayah?
Di antara sebab-sebab seseorang mendapatkan hidayah adalah:
1. Bertauhid
Seseorang yang menginginkan hidayah Allah, maka ia harus terhindar dari kesyirikan, karena Allah tidaklah memberi hidayah kepada orang yang berbuat syirik. Allah berfirman yang artinya “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kesyirikan, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-an’am:82).
2. Taubat kepada Allah
Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang yang tidak bertaubat dari kemaksiatan, bagaimana mungkin Allah memberi hidayah kepada seseorang sedangkan ia tidak bertaubat? Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya”.
3. Belajar Agama
Tanpa ilmu (agama), seseorang tidak mungkin akan mendapatkan hidayah Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya “Jika Allah menginginkan kebaikan (petunjuk) kepada seorang hamba, maka Allah akan memahamkannya agama” (HR Bukhori)
4. Mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi hal yang dilarang.
Kemaksiatan adalah sebab seseorang dijauhkan dari hidayah. Allah berfirman yang artinya “Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka),dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami,dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (An-nisa: 66-68).
5. Membaca Al-qur’an, memahaminya mentadaburinya dan mengamalkannya.
Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus” (QS. Al-Isra:9)
6. Berpegang teguh kepada agama Allah
Allah berfirman yang artinya “Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali-Imron:101).
7. Mengerjakan sholat.
Di antara penyebab yang paling besar seseorang mendapatkan hidayah Allah adalah orang yang senantiasa menjaga sholatnya, Allah berfirman pada surat Al-Baqoroh yang artinya “Aliif laam miim, Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya dan merupakan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”
Siapa mereka itu, dilanjutkan pada ayat setelahnya “yaitu mereka yang beriman kepada hal yang ghoib, mendirikan sholat dan menafkahkah sebagian rizki yang diberikan kepadanya” (QS. Al-baqoroh:3).
8. Berkumpul dengan orang-orang sholeh
Allah berfirman yang artinya “Katakanlah: “Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): “Marilah ikuti kami.” Katakanlah:”Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am:71).

Macam-macam hidayah
Hidâyah al-ilham al-Fithri
Hidâyah yang diberikan Allâh sejak manusia baru lahir, sehingga butuh dan bisa makan dan minum. Seorang bayi suka menangis jika lapar atau dahaga, padahal tidak ada yang mengajarinya.

Tanpa melalui proses pendidikan, bayi juga bisa tertawa tatkala bahagia. Hidâyah ini diberikan oleh Allâh tanpa usaha dan tanpa permintaan manusia.


Hidâyah al-Hawas.
Hidâyah ini diberikan Allâh kepada manusia dan hewan. Bedanya kalau kepada hewan diberikannya secara sekaligus, dan sempurna sejak dilahirkan induknya. Sedangkan pada manusia hidâyah al-hawas diberikan secara berangsur. Dengan hidayah ini, manusia bisa membedakan rasa asin, pahit, manis, enak, lada, bau, harum, kasar atau pun halus, tanpa melalui peroses pembelajaran. Pembelajaran dalam hal ini berfungsi untuk memfungsikan Hidâyah al-Hawas secara optimal. ini dikenal juga dengan Panca-Indra yang terdiri atas: lidah sebagai alat rasa; mata sebagai alat melihat; telinga sebagai alat mendengar; hidung sebagai alat hirup yang mengetahui bau atau harum; dan kulit bisa merasa panas, dingin atau keras dan lunak . Itu semua termasuk hidâyah al-hawas.


Hidâyah al-’Aqli .
Seorang manusia, bisa membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, karena ia diberi hidâyah al-’aqli . Jadi fungsi hidayatul-Aqli adalah untuk meluruskan pandangan hidâyah al-ilham dan hidâyah al-hawas yang kadang-kadang salah tanggapannya.

Hidâyah al-Din
Nama lain Hidâyah diniyah atau hidâyah syar’iyah. Ialah petunjuk Allâh berupa ajaran dan hukum-hukum yang meluruskan kekeliruan yang muncul akibat aqal yang dipengaruhi nafsu. Untuk meluruskan pendapat akal itu, maka Allâh memberi manusia Hidâyah al-Din pedoman hidup yang berfungsi membimbing manusia ke jalan yangbenar. Allâh berfirman:

Ùˆَ Ù‡َــدَ ÙŠْÙ†َــاهُ النَّجْــدَ ÙŠْÙ†ِ

Dan telah Kami beri petunjuk dua jalan hidup (Qs. QS Al Balad (90):10)

Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa menurut ayat ini, Allâh memberikan jalan hidup itu terdiri atas baik dan yang buruk. Manusia dengan aqalnya dipersilakan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Hidâyah al-din membimbing manusia untuk mengambil jalan yanglurus. Namun hidayah ini tidak bisa diperoleh manusia tanpa melalui perosespembelajaran. Hanya orang yang mempelajari syari'ah, yang meraih hidâyah al-Din.

Ø¥ِÙ†َّ Ù‡َØ°َا الْÙ‚ُرْØ¡َانَ ÙŠَÙ‡ْدِÙŠ Ù„ِÙ„َّتِÙŠ Ù‡ِÙŠَ Ø£َÙ‚ْÙˆَÙ…ُ Ùˆَ ÙŠُبَØ´ِّرُ الْÙ…ُؤْÙ…ِÙ†ِينَ الَّØ°ِينَ ÙŠَعْÙ…َÙ„ُونَ الصَّالِØ­َاتِ Ø£َÙ†َّ Ù„َÙ‡ُÙ…ْ Ø£َجْرًا Ùƒَبِيرًا

Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjukkepada jalan yang lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang yang beriman yang beramal shalih, sesungguhnya bagi mereka itu pahala yang maha besar. (QS. AlIsra (17): 9)


HIJAB
Kegelapan yang menutupi hati daripada menyaksikan kepada Alam Malakut dan hal-hal ketuhanan. Hati berhubung dengan Alam malakut dan hal-hal ketuhanan melalui nur. Kegelapan nafsu, tarikan anasir-anasir alam dan waswas syaitan menutupi cermin hati daripada menerima nur yang datangnya dari alam ghaib.

1. Tutup; tirai; kain selubung; cadar;
2. Sesuatu yang menghalangi hati seorang hamba terhadap Tuhan-Nya Dzat Al Ghaib Yang Wajib Wujud-Nya


SUSAHNYA UNTUK MENYIBAK HIJAB
Pergulatan Menyibak Hijab
Semua manusia, hakikatnya berjalan menuju Allah. Namun jalan yang harus ditempuh tidaklah mudah, karena di sana terhampar ribuan hijab yang menghalangi. Untuk itu, dibutuhkan ketangguhan iman dan ilmu agar dapat memenangkan pergulatan demi pergulatan menyibak hijab, sehingga selamat sampai di Mahligai-Nya.

Anugerah terbesar bagi seorang hamba adalah ketika boleh mengenal dan berjumpa dengan Allah. Ketika itu tidak ada lagi istilah sabagai hamba dan Tuhan, yang ada adalah ke-Esa-an wujud-Nya.

Tetapi untuk boleh berjumpa dengan Allah, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu beramal shaleh dan tidak syirik  dalam beribadah walau dengan seorang juapun. Sebagaimana firman-Nya:

"Barangsiapa yang ingin berjumpa dengan Tuhannya maka beramal shaleh dan tidak menyukutukan seorang jua pun dalam ibadahnya." (Al Kahfi: 110).

Dalam muqadimah kitab Ad Durun Nafis dijelaskan:

Salah satu yang dapat menghalangi untuk sampai kepada Allah adalah syirik, baik syirik jali (nyata) maupun syirik khafi (tersembunyi). Tidak sedikit orang yang syirik dalam menjalankan ibadah, seperti berharap kepada selain Allah, padahal seorang hambahanya boleh berharap kepada Allah. Syirik dapat menjelma jadi hijab yang menutup dan membutakan mata hati. Akibatnya, seseorang tidak dapat memandang hakikat di balik yang dipandang dan hanya terjebak pada pandangan lahiriah.

 "Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat
(nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang
benar)." (Al Isra': 72).

Buta yang dimaksud dalam ayat tersebut, bukan buta lahiriah melainkan buta secara batiniah, yaitu buta mata hati. Buta mata hati, menyebabkan seseorang tidak memiliki kepekaan menangkap tanda-tanda kebesaran Tuhan, sehingga tidak dapat menyaksikan keindahan sifat-sifat Allah yang bertebaran di wilayah ruhani
dan duniawi.

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal." (Al'Imran: 193)


HIJAB DENGAN ALLAH
Syahwat duniawi
Ada dua faktor yang dapat menghijabi hamba dalam memandang Allah, yaitu syahwat duniawi dan syahwat ruhani.

Dua syahwat tersebut berpotensi menjadi hijab seseorang, antara lain keinginan untuk meraih derajat dunia dan akhirat. Dunia kaitannya dengan adat tabiat, sedangkan akhirat berkaitan dengan derajat ruhani.

Syahwat duniawi ialah rasa cinta yang berujung ingin memiliki dan menguasai apa saja yang ada di sekeliling kehidupannya. Sehingga seluruh ruang hatinya dipenuhi oleh rasa cinta sesuatu, hingga lupa kepada Allah.

Contohnya: Rasa cinta yang tumbuh kepada suami, istri, anak, harta, dan lain sebagainya seperti diisyaratkan dalam firman-Nya:

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga)." (Al-Imran: 14).

Ketika seorang suami sangat mencintai istrinya, kemudian dengan cintanya itu sampai lupa memandang Allah, maka perempuan tersebut menjadi hijab bagi suaminya. Selama seorang suami mencintai istri, tidak mungkin mencintai Allah. Begitu juga sebaliknya, seorang istri yang mencintai suaminya, tidak akan bisa mencintai Allah. Perlu dipahami di sini, bahwa sesungguhnya Allah itu pencemburu. Jika ada seorang hamba yang berani mengambil resiko dengan mencintai selain diri-Nya, maka jangan harap akan sampai keharibaan-Nya. Tapi jika suami istri tersebut menerapkan cintanya sesuai dengan kaidah tauhid, yakni sebagai penjabaran dari cintanya kepada Allah. Maka cintanya itu tidak menjadi hijab, bahkan bisa menjadi pemicu untuk merobek tirai-tirai Ilahi.

Syahwat ruhani

Di samping syahwat duniawi, ada pula syahwat ruhani yang menjadi hijab. Syahwat ruhani itu bersifat kemegahan dan kenikmatan akhirat, termasuk di dalamnya keinginan untuk mendapatkan rahasia-rahasia yang ada wilayah ruhaniah.
Seperti mendambakan derajat ruhani yang tinggi sampai ma'rifah, mendapat anugerah boleh keluar masuk alam jin, jadi waliyullah yang boleh bertamasya melihat-lihat syurga dan neraka, bahkan ingin jadi orang yang sempurna di wilayah ruhani dan sebagainya.
Semua keinginan tersebut, sekalipun baik maksudnya, namun bisa menjadi hijab bagi orang yang sedang menuju Allah. Karena keinginan tersebut, merupakan angan-angan yang muncul dari syahwat yang tersembunyi (syahwatul
khafiah). Hal itu juga dapat memalingkan perjuangan orang yang menuju Allah.


Cinta  dan Hijab

Pertama kali Allah menebar hijab adalah ketika Adam as. dan Hawa di ciptakan. Dalam hubungan Adam-Hawa itulah mula-mula adanya gambaran jelas tentang hijab.

Kemudian contoh konflik antar para Malaikat ketika menyikapi penciptaan manusia. Konflik berlanjut di syurga tatkala para Malaikat diperintahkan untuk menghormati Adam as., ternyata ada Malaikat yang menolak, karena dirinya merasa lebih tinggi derajatnya dari manusia, terutama dari asal penciptaan Adam as. sebagai manusia pertama. Ketidak patuhan Malaikat tersebut akibat terhijab oleh keangkuhannya.

Tidak hanya sampai disitu, ternyata Allah pun memberi rambu-rambu di syurga, tatkala Adam as. di pertemukan dengan Hawa, sebagaiman dibentangkan larangan untuk tidak mendekati sebatang pohon, yang ternyata berbuah khuldi. Pergulatan Adam as. dalam menghadapi larangan Allah, tidaklah ringan. Karena di sana Adam as., di uji cintanya kepada Hawa sekaligus kepatuhannya pada Allah. Sejarah mencatat, ternyata keimanan Adam as., dapat diruntuhkan oleh rasa cintanya kepada Hawa, sehingga ia berani mengambil resiko untuk memetik buah khuldi. Itulah hijab cinta yang ada pada diri Adam as. Pelajaran penting yang dapat dipetik dari peristiwa tersebut. Yang baik dan benar: Mencintai suami atau istri, wajib dilandasi oleh kepatuhannya kepada Allah, bukan sebatas cinta yang dipicu oleh syahwat.

Pada kes lain, dapat dilihat dalam sejarah Nabi Ibrahim as. dengan anaknya Nabi Ismail as. Betapa berat pergulatan batin Nabi Ibrahim as. ketika beliau harus meninggalkan istri dan anaknya yang baru dilahirkan, hanya untuk memenuhi panggilan Allah berdakwah ke negeri lain. Selama bertahun-tahun Siti Hajar juga harus berjuang membesarkan anaknya seorang diri di tengah padang pasir yang tandus. Pergulatan batin Siti Hajar pun tidak ringan.

Namun ternyata tidak hanya sampai di situ. Ujian bagi Nabi Ibrahim as. dan Siti Hajar, berlanjut dengan turunnya perintah Allah pada Nabi Ibrahim as., untuk menyembelih anak semata wayang yang baru dijumpainya. Namun karena Nabi Ibrahim as. sangat patuh dan mengutamakan kecintaannya kepada Allah, ketimbang kecintaannya kepada anak dan istrinya, maka luluslah Nabi Ibrahim as. dalam ujian tersebut. Sejarah itu merupakan tonggak awal munculnya ibadah nusuk (pengorbanan), yang kini disempurnakan menjadi ibadah haji. Nabi Muhammad saw.pun banyak mengikuti syariat Nabi Ibrahim as. yang dikenal sebagai Abu Tauhid (bapak ahli Tauhid).

"Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah
dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan" (An-Nahl: 123).

Dengan semakin majunya peradaban manusia, yang dibarengi dengan pesatnya perkembangan teknologi dan pengetahuan, ternyata tidak serta merta membuat manusia menjadi tambah santun dalam menghadapi konflik kehidupan. Berbagai persoalan kerap dinilai hanya sebatas lahiriahnya. Itu adalah salah satu akibat dari kesibukan mengurus kebutuhan duniawi yang tak ada habis-habisnya, sehingga kekurangan waktu untuk merenung dan menyadari keberadaan Allah di setiap kejadian.

Bagaimana mungkin bisa mendekatkan diri pada Allah (taqarrub), selama hati seorang salik masih diliputi oleh rasa cinta kepada istri, suami, anak, keluarga, harta benda dan sebagainya. Karenanya, "ceraikan" semua itu dari dalam hati, cukup ditempatkan dalam jiwa. Cintailah Allah dengan sepenuh hati, jangan
biarkan sesuatu selain Allah memenuhinya. Karena hati orang yang beriman itu rumah Allah. Rumah Allah, haruslah bersih dari segala sesuatu selain diri-Nya. Sebab anak, istri, suami, harta, pangkat, dan jabatan itu bisa menjadi hijab untuk mencintai Allah dan sekaligus menjadi ujian dan cobaan.

"Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar". (At Taghaabun: 15).

Karena itu, jangan mudah terpesona pada segala sesuatu yang terjadi di dunia ini. Karena dunia diciptakan sebagai ujian bagi orang-orang yang beriman. Bagi para ahli tasawuf dunia bahkan dianggap sebagai penjara yang terlaknat. Sebagaimana yang tertera pada kitab Siarus Salikin: "Dunia itu terlaknak, bagi barangsiapa yang ada di dalamnya, maka ia akan ikut terlaknat, kecuali yang berada di jalan Allah". Pada hakikatnya seseorang tidak bisa menguasai dunia, karena apa yang dimiliki hanya sebatas yang dipakai, seperti baju dan perhiasan. Begitu pula rumah mewah, hanya bisa dinikmati sebatas yang di tempati.Singkatnya, apa saja yang ada pada seorang hamba hakikatnya milik Allah. Karena itu, jalan terbaik satu-satunya adalah mengembalikan semuanya kepada Allah.


RIBUAN HIJAB DENGAN ALLAH

Banyak hal di dunia ini dapat menjadi hijab bagi seseorang dalam memandang Allah.

Dalam hadis qudsi dinyatakan: "Bahwa Allah menghijabi diri-Nya dengan 70.000 hijab."

Pengertian 70.000 hijab jangan difahami secara lafzhiah (tekstual), namun lebih tepat dipahami secara maknawi (subtansi).

Artinya, bahwa Allah sengaja menciptakan ribuan hijab, supaya orang yang berjalan menuju kepada-Nya melakukan perjuangan menyingkap hijab. Sehingga dengan demikian, kualiti keimanan dan keyakinan seseorang teruji.

Perjuangan untuk berjumpa dengan Allah dengan segala rintangannya diibaratkan orang mencari mutiara di laut. Untuk mendapatkan mutiara berkualitas baik, seseorang harus mampu menyelam sampai ke dasar. Padahal semakin dalam menyelam, panorama laut semakin indah.

 Meski ikan berwarna warni dan karang yang mempesona terkadang menyimpan bahaya, namun kebanyakan orang tidak menyadarinya. Dan bagi siapapun yang tidak waspada, semua itu dapat melenakan dan membuat lupa pada tujuan utamanya (mendapatkan mutiara).

Ungkapan tersebut di atas, merupakan metafor yang menyiratkan betapa sulitnya proses menyingkap hijab dalam perjalanan menuju Sang Khaliq.

Sesungguhnya bukan sesuatu yang menghijabi Allah, bukan pula sesuatu yang menjadikan Allah majhul (bodoh), melainkan pandangan seorang hamba yang terhijab.

Hakikatnya yang menjadi hijab adalah zhan atau prasangka), apakah itu prasangka baik atau pun prasangka buruk dalam memandang sesuatu. Allah sendiri menyuruh hamba-bamba-Nya untuk menjauhi prasangka.

"Wahai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari sangka-sangka, sesungguhnya sebagaian dari sangka-sangka adalah dosa." (Al Hujarat: 12).

Sesungguhnya Allah tidak terhijabi. Namun manusia dengan segala keterbatasan pandangnya yang kerap membuat Allah terhalang. Hal itu bisa terjadi karena zhan atau prasangka yang dibiarkan tumbuh subur dalam hati dan pikirannya. Padahal zhan atau prasangka itu ibarat virus kanker yang mematikan. Sekecil apapun pemunculannya, harus diwaspadai dan segera diambil tindakan agar penyebarannya tidak menjalar keseluruh tubuh.

Zhan atau prasangka tersebut muncul dalam berbagai sendi kehidupan.Diantaranya pangkat, jabatan, materi, anak dan masih banyak lagi.Kelebihan maupun kekurangan fisik juga termasuk zhan yang terkadang
membuat seseorang salah persepsi terhadap Allah. Kecantikan berlebih memunculkan kesombongan, sementara cacat fisik bisa membuat seseorang sibuk merasa rendah diri sehingga tidak sempat mencari tahu makna dari rencana penciptaan Yang Maha Kuasa. Untuk menjernihkan hati dan mengembalikan kesadaran, perlu proses panjang melalui riyadhah dan mujahadah.


Wujud hijab

Hijab itu pada hakikatnya tidak berwujud, karena tidak ada wujud apapun selain wujud Allah.

Sebagaimana Syekh Ibn 'Athaillah menyatakan: "Dan salah satu yang menunjukkan wujud Ke-Maha Perkasaan Allah adalah terhijabnya kamu oleh sesuatu yang sebenarnya tidak ada wujudnya."

Para arifin billah telah sepakat bahwasanya sesuatu selain Allah hakikatnya 'adam mahdhi artinya: tidak ada wujud yang berdiri dengan sendirinya, melainkan manifestasi dari wujud-Nya.

Apabila menganggap ada wujud yang berdiri sendiri selain wujud Allah, berarti telah terjebak pada syirik dan hilanglah kemurnian tauhid yang sesungguhnya.

Faktor penyebab hijab bagi orang yang menuju kepada Allah, adalah memandang wujud selain Allah itu ada. Allah menciptakan segala wujud akwan (keadaan) ini dari-Nya dan kembali kepada-Nya.

Karena wujud tiap sesuatu itu hakikatnya adalah dengan-Nya, bagi-Nya dan serta-Nya.

Alam semesta hakikatnya 'adam (tidak ada).Keadaan apapun hakikatnya juga tidak ada, karena yang maujud (ada) hanya Allah.Karena wujud alam pada hakikatnya tidak ada, jika menjadi ada dalam pandangan seseorang, maka itulah yang menjadi hijab dalam memandang wujud Allah.

Syekh Abul Hasan As Sadzili ra.berkata, " Bahwasanya kami memandang Allah dengan mata Iman dan yaqin.Hal itu telah menjadi alasan kami untuk senantiasa memandang Allah. Dan kami bertanya tentang keberadaan makhluk, adakah wujud makhluk sebagai sesuatu selain Allah?

Jawabnya: Ternyata kami tidak menemukan wujud selain Allah. Apabila ada wujud selain Allah, maka hal itu merupakan sebuah fatamorgana yang bila dicari dan dikejar tidak akan ditemukan."

Pada hakikatnya tidak ada sesuatu yang mendindingi Allah, kecuali diri makhluk itu sendiri. Kalau ada yang menganggap Allah terhijabi, berarti orang tersebut belum mengerti hakikat hijab. Bagaimana mungkin Allah bisa dihijabi oleh sesuatu, padahal Allah Maha segala-galanya. Kalau Allah terhijab sesuatu, berarti ada suatu kekuatan lain yang mampu menghijabi Allah. Kalau ada sesuatu yang lebih kuat menghijabi Allah, berarti Allah majhul (terpedaya), berarti juga ada yang lebih dominan daripada Allah. Maha Suci Allah dari sangkaan orang-orang yang tertutup mata hatinya.


TIADA HIJAB HANYA ADA KEDEKATAN DENGANNYA

Bagaimana Allah terhijabi sementara Dia begitu dekat kepada hamba-hamba-Nya.

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya." (Qaaf: 16 )

Ayat tersebut menegaskan keberadaan Allah yang sangat dekat kepada hamba-hamba-Nya. Jika dibuat misal, maka kedekatan Allah dengan hamba bagaikan ruh dengan jasad. Bagaimana bisa, jasad mencari ruh, sementara ruh meliputi jasad. Ruh tak akan tampak tanpa adanya jasad. Jasad tak akan hidup tanpa adanya ruh.

Kendatipun dua hal tersebut berbeda wujud, namun hakikatnya satu dalam arti melengkapi pada kenyataan wujud. Tergantung dari sisi mana melihatnya. Apapun yang terlalu dekat, bisa menjadi hijab. Begitu juga sebaliknya, sesuatu yang jauh juga bisa tidak terlihat. Maka tidak terlihat itu juga hijab. Sengaja Allah menciptakan hijab bagi diri-Nya dibalik alam semesta ini, karena tidak ada yang mampu menghijabi Allah kecuali Allah. Karena hakikatnya tidak ada suatu apapun melainkan perwujudan-Nya.

Allah menghijabi diri-Nya dengan berbagai cara, diantaranya dengan menciptakan akal dan nafsu.

Akal dapat menjadi hijab bagi hamba dalam memandang Allah karena akal bersandar kepada dalil-dalil logika yang rasional. Dengan rasionalitasnya akal akan menuntut fakta yang riil dan menolak hal-hal yang bersifat abstrak dan irasional. Sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh akal, tidak riil dan tidak rasional, dianggap sebagai kemustahilan bagi akal. Disitulah munculnya hijab.

Sementara akal dan rasio tidak akan mampu menjangkau kedalaman wilayah ketuhanan. Ada keterbatasan-keterbatasan yang membelenggu akal dan rasio dalam memahami wilayah ketuhanan. Karena keterbatasannya itu, maka dalam memahami wilayah ketuhanan harus memakai akal yang didasari iman.

Sedangkan nafsu dapat menjadi hijab dalam memandang Allah karena nafsu menghendaki kesenangan duniawi semata. Maka bagi orang yang terpedaya dengan nafsunya niscaya akan sulit memandang Allah. Sebab salah satu karakter nafsu adalah selalu mengajak untuk berpaling dari Allah.

Sesungguhnya hijab adalah selimut diri-Nya. Dibalik hijab tersimpan sebuah rahasia wujud Kemaha Perkasaan-Nya dan ke-Elokan-Nya. Jika seorang hamba telah menyingkap hijab, maka akan menemui dirinya fana' (sirna) dan bersemayam di baqa' billah (kekal dengan Alah).

Setelah memahami berbagai hijab, baik hijab dunia maupun hijab ruhani, dapat dimengerti betapa hidup seorang hamba dipenuhi oleh pergulatan demi pergulatan untuk menyingkap hijab. Dimanapun, kapanpun, bahkan dalam setiap tarikan nafasnya. Adalah merupakan sebuah anugerah, bila diberi kemampuan dapat
mencermati setiap pergulatan menuju kepada-Nya. Karena sesungguhnya hanya Allah sajalah yang dapat menyingkap hijab-hijab wujud-Nya.
 

HIJAB AL IZZATI:
Hijab ketuhanan iaitu kekuasaan Tuhan yang menghalang segala sesuatu daripada menceroboh keesaan-Nya. Tidak ada makhluk yang dapat duduk bersebelahan dengan Allah s.w.t. Tidak ada ilmu dan makrifat yang dapat membatasi-Nya.



HIJAB KETEGUHAN
Hijab al-‘Izzati.



HIJRAH
Bagi penempuh jalan ruhani, hijrah adalah berpindah dari alam jasmani menuju alam rohani.
Dalam tarekat Syaziliyyah hanya untuk sampai kepada Allah , bukan untuk dapatkan Fath atau Kusyufat (kemampuan untuk melihat Keghaiban)
Makna Hijrah dalam Tarekat Ghaziliyyah yang pendorong untuk mendapatkan Fath dan Kusyufat.



HIKMAH
Kearifan
“Lafash al-hikmah tersebut dalam Al-Qur’an sebanyak duapuluh kali, dalam 19 ayat dan 12 surat. Di antara ahli tafsir terdapat perbedaan dalam mengartikan kata al-hikmah yang terdapat dalam ayat-ayat Allah tersebut.
Ar-Razi mengatakan, bahwa kata al-hikmah di dalam Al-Qur’an ditafsirkan ke dalam 4 aspek :

Pertama, bermakna pengajaran Al-Qur’an, seperti tersebut dalam surat Al-Baqarah: 231
“Dan apa yang telah diurunkan Allah kepadamu yaitu Al-Kitab ( Al-Qur’an ) dan al-hikmah, Allah memberikan pengajaran ( mau’izhah ) kepadamu dengan apa yang diturunkannya itu “

Kedua, bermakna pemahaman dan ilmu, seperti tersebut dalam firman_Nya :
“Kami berikan kepadanya al-hikmah selagi dia masih kanak-kanak.” ( Maryam:12 )
“Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Luqman.” ( Luqman :12 )
Makna al-hikmah dalam kedua ayat di atas adalah pemahaman dan ilmu.
Dalam ayat yang lain disebutkan :
“Mereka itulah orang-orang yang telah kami berikan kepada mereka kitab, hikmah, dan nubuwwah.” ( Al-An’am : 89 )
Maksud kata hikmah di sini adalah pemahaman dan ilmu agama.

Ketiga, al-hikmah bermakna An-Nubuwwah.
Firman Allah :

“Sesungguhnya Kami telah berikan Al-Kitab dan hikmah ( Nubuwwah ) kepada keluarga Ibrahim. “ ( An-Nisa :54 )
“Dan kami berikan kepadanya hikmah (nubuwwah ) dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.” (Shad:20)

Keempat, al-hikmah bermakna Al-Qur’an yang mengandung keajaiban-keajaiban dan penuh rahasia, seperti tersebut dalam firman-Nya:
“Barangsiapa yang dikaruniai hikmah, ia benar-benar telah dikaruniai kebajikan yang banyak.” ( Al-Baqarah:269;, dan lihat Al-Hikah, halama 14 )



HIKMAH MUTA’ALIYAH
Pertama kali digunakan oleh Mulla Sadra. Kemudian ia menjadi terkenal apabila murid-murid beliau menyebutnya sebagai aliran mazhabnya.
Hikmah ini didasarkan kepada 3 prinsip:
1.    Dzauq atau Isyraq
2.    Aql
3.    Syariat



HIMMAH       
Kekuatan yang paling kuat dalam diri manusia
Himmah artinya "konsentrasi" atau "ketetapan hati". Merupakan kualitas keteguhan hati dan usaha keras untuk menuju kepada Tuhan. Himmah merupakan lawan dari kata al-Hiss ("kegaduhan" atau sensasi"), yakni kekacauan atau ketidakteguhan dalam berkonsentrasi kepada Tuhan.

Mengenai pengertian Himmah ini, Abu Ismail al-Harawi, pengarang kitab Manazil As-Sairin berkata, "Himmah ialah suatu kekuatan yang secara rnurni mendorong kepada maksud, yang pelakunya tidak bisa dibendung dan dia tidak bisa berpaling darinya."

Jika Himmah seorang hamba bergantung kepada Alllah S.w.t. Secara benar dan tulus, itulah himmah yang tinggi, yang pelakunya tidak bisa dibendung, atau tidak bisa diabaikan, karena tekadnya yang kuat dan keuletannya untuk mencari tujuan yang diinginkan. Orang yang memiliki himmah ini akan sangat cepat mencapai tujuannya dan mendapatkan apa yang dicarinya, selama tidak ada sesuatu yang menghalanginya.

Ada tiga (3) tingkatan himmah, yaitu sebagai berikut.

1). Himmah yang menjaga hati dari menyenangi hal-hal yang fana (dunia dan isinya), maksudnya berzuhud, lalu membawanya untuk menyenangi Dzat Yang Kekal, Allah S.w.t dan membersihkan hati dari noda kelambanan dan kesantaian, karena hal itu dapat menyebabkan kelalaian.

2). Himmah yang mewariskan kesinisan terhadap ketidakpedulian karena beberapa alasan, penurunan amal dan keyakinan terhadap harapan.

Orang yang memiliki tingkatan ini mencurigai himmah dan hatinya, andai kata ia meremehkan karena alasan-alasan tertentu. Ia tidak puas jika perhatiannya hanya tertuju kepada rupa amal dan terbatas kepada tujuan saat beramal, karena yang demikian itu dapat menurunkan amal. Sedangkan keyakinan terhadap harapan dapat menimbulkan kesantaian. Sementara orang yang mempunyai himmah tidak seperti itu, sebab ia dalam keadaan terbang dan tidak berjalan kaki.

3). Himmah yang naik meninggalkan keadaan dan muammal, tidak terikat kepada imbalan atau pengganti, derajat, dan meninggalkan sifat untuk menuju Dzat.

Himmah ini terlalu tinggi jika pemiliknya bergantung kepada keadaan atau pengaruh amal atau bergantung kepada muamalah. Akan tetapi, maksudnya bukan meniadakan muamalah itu, tetapi tetap melaksanakannya tanpa bergantung kepadanya. Himmah ini tampak semakin tinggi karena pelakunya tidak terikat kepada imbalan dan derajat yang akan diperolehnya. Karena imbalan dan derajat itu justru dapat menurunkan himmah. Ia lupa atau tidak tertarik sarna sekali kepada imbalan apapun, karena ia melihat sesuatu yang lebih Tinggi, lebih Besar, dan lebih Kekal, yaitu Allah S.w.t.



HIRAH
Suatu kejadian spontan yang datang di hati orang-   orang arif ketika mareka sedang merenung, tafakkur dan fokus (kehadiran hati) lalu halang        mereka untuk berfikir dan merenung
      


HISS
Simbol muncul dari sifat dari nafs


HOSH     
Sedar.


H0SH DAR DAM
Sedar dalam nafas.
Hosh bererti sedar, Dar bererti dalam dan Dam bererti napas, yakni sedar dalam napas. Seseorang Salik itu hendaklah berada dalam kesedaran bahawa setiap napasnya yang keluar masuk mestilah beserta kesedaran terhadap Kehadiran Zat Allah Ta’ala. Jangan sampai hati menjadi lalai dan leka dari kesedaran terhadap Kehadiran Zat Allah Ta’ala. Dalam setiap napas hendaklah menyedari kehadiran ZatNya.
Menurut Hadhrat Khwajah Maulana Syeikh Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih bahawa, “Seseorang Salik yang benar hendaklah menjaga dan memelihara napasnya dari kelalaian pada setiap kali masuk dan keluarnya napas serta menetapkan hatinya sentiasa berada dalam Kehadiran Kesucian ZatNya dan dia hendaklah memperbaharukan napasnya dengan ibadah dan khidmat serta membawa ibadah ini menuju kepada Tuhannya seluruh kehidupan, kerana setiap napas yang disedut dan dihembus beserta KehadiranNya adalah hidup dan berhubung dengan Kehadiran ZatNya Yang Suci. Setiap napas yang disedut dan dihembus dengan kelalaian adalah mati dan terputus hubungan dari Kehadiran ZatNya Yang Suci.”
Hadhrat Khwajah Maulana Syeikh ‘Ubaidullah Ahrar Rahmatullah ‘alaih berkata, “Maksud utama seseorang Salik di dalam Tariqah ini adalah untuk menjaga napasnya dan seseorang yang tidak dapat menjaga napasnya dengan baik maka dikatakan kepadanya bahawa dia telah kehilangan dirinya.”
Hadhrat Syeikh Abul Janab Najmuddin Al-Kubra Rahmatullah ‘alaih berkta dalam kitabnya Fawatihul Jamal bahawa, “Zikir adalah sentiasa berjalan di dalam tubuh setiap satu ciptaan Allah sebagai memenuhi keperluan napas mereka biarpun tanpa kehendak sebagai tanda ketaatan yang merupakan sebahagian dari penciptaan mereka. Menerusi pernapasan mereka, bunyi huruf ‘Ha’ dari nama Allah Yang Maha Suci berada dalam setiap napas yang keluar masuk dan ianya merupakan tanda kewujudan Zat Yang Maha Ghaib sebagai menyatakan Keunikan dan Keesaan Zat Tuhan. Maka itu amatlah perlu berada dalam kesedaran dan hadir dalam setiap napas sebagai langkah untuk mengenali Zat Yang Maha Pencipta.”
Nama Allah yang mewakili kesemua Sembilan Puluh Sembilan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah dan Af’alNya adalah terdiri dari empat huruf iaitu Alif, Lam, Lam dan Ha.
Para Sufi berkata bahawa Zat Ghaib Mutlak adalah Allah Yang Maha Suci lagi Maha Mulia KetinggianNya dan DiriNya dinyatakan menerusi huruf yang terakhir dari Kalimah Allah iaitu huruf Ha. Huruf tersebut apabila ditemukan dengan huruf Alif akan menghasilkan sebutan Ha yang memberikan makna “Dia Yang Ghaib” sebagai kata ganti diri. Bunyi sebutan Ha itu sebagai menampilkan dan menyatakan bukti kewujudan Zat DiriNya Yang Ghaib Mutlak (Ghaibul Huwiyyatil Mutlaqa Lillahi ‘Azza Wa Jalla). Huruf Lam yang pertama adalah bermaksud Ta‘arif atau pengenalan dan huruf Lam yang kedua pula adalah bermaksud Muballaghah yakni pengkhususan. Menjaga dan memelihara hati dari kelalaian akan membawa seseorang itu kepada kesempurnaan Kehadiran Zat, dan kesempurnaan Kehadiran Zat akan membawanya kepada kesempurnaan Musyahadah dan kesempurnaan Musyahadah akan membawanya kepada kesempurnaan Tajalli Sembilan Puluh Sembilan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah. Seterusnya Allah akan membawanya kepada penzahiran kesemua Sembilan Puluh Sembilan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah dan Sifat-SifatNya yang lain kerana adalah dikatakan bahawa Sifat Allah itu adalah sebanyak napas-napas manusia.
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih menegaskan bahawa hendaklah mengingati Allah pada setiap kali keluar masuk napas dan di antara keduanya yakni masa di antara udara disedut masuk dan dihembus keluar dan masa di antara udara dihembus keluar dan disedut masuk. Terdapat empat ruang untuk diisikan dengan Zikrullah. Amalan ini disebut Hosh Dar Dam yakni bezikir secara sedar dalam napas. Zikir dalam pernapasan juga dikenali sebagai Paas Anfas di kalangan Ahli Tariqat Chistiyah.
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih berkata, “Tariqat ini dibina berasaskan napas, maka adalah wajib bagi setiap orang untuk menjaga napasnya pada waktu menghirup napas dan menghembuskan napas dan seterusnya menjaga napasnya pada waktu di antara menghirup dan menghembuskan napas.”
Udara Masuk - Allah Allah Antara - Allah Allah Udara Keluar - Allah Allah Antara - Allah Allah
Perlu diketahui bahawa menjaga napas dari kelalaian adalah amat sukar bagi seseorang Salik, lantaran itu mereka hendaklah menjaganya dengan memohon Istighfar yakni keampunan kerana memohon Istighfar akan menyucikan hatinya dan mensucikan napasnya dan menyediakan dirinya untuk menyaksikan Tajalli penzahiran manifestasi Allah Subhanahu Wa Ta’ala di mana-mana jua.


HU/HUWA
Dia (muzakkar)



HUBB
Cinta. Pendorong sang pencinta (muhibb) untuk menatap sang kekasih (mahbub) dengan sepenuh tatapan. Contoh orang yang memiliki ahwal hub (cinta)
Sufi yang masyhur dalam sejarah tasawuf dengan pengalaman cinta adalah seorang wanita bernama Rabi’ah Al-Adawiyah (713-801) dari Basrah, cintanya yang mendalam kepada Allah memalingkan dirinya dari segala sesuatu selain Allah. Dalam doanya, dia tidak minta dijauhkan dari neraka dan tidak pula meminta masuk surga. Yang ia pinta adalah dekat dengan Allah. Ia bermunajat, “Ya Tuhanku, jika aku puja engkau karena takut kepada neraka, bakarlah aku karena Engkau. Janganlah sembunyikan keindahanmu yang kekal itu dari pandanganku.”



HUBB AL ILLAHI
Cinta suci iaitu cinta cinta abadi dari yang Maha Kuasa yang merupakan sumber dari segala cinta


HUBB AR RUHANIi
Cinta kerohanian adalah rasa cinta terhadap yang dicintai (Mahbub) disesbakan oleh yang dicintai dan diri si pencinta (Muhibb) sendiri.



HUBB ATH THABII
Cinta alami yakni cinta yang didasarkan atas kehendak kepuasan diri sendiri


HUDHUR
Kehadiran bersama Allah
Adapun Hadhur adalah keberadaan “hadir” bersama Al-Haqq karena jka seseorang mengalami ghaibah (gaib) dari keberadaan semua makhluk, maka dia “hadir” (hadhur) bersama Al-Haqq. Artinya, keberadaannya seakan-akan “hadir” dikarenakan dominasi ingatan Al-Haqq (zikir) pada hatinya. Dia hadir dengan hatinya dihadapan Tuhannya. Dengan demikian, ke-ghaibah-annya dari keberadaan makhluk menjadikannya hadhur(hadir) bersama Al-Haqq. Jika semua yang ada ini pada sirna, maka keberadaan hadhur mengada menurut tingkat ghaibah-nya. Jika dikatakan “fulan hadir”, artinya dia hadir dengan hatinya ke haribaan Tuhannya dan lupa pada selain-Nya, kemudian dalam ke-hadhur-annya segalanya menjadi tersingkap menurut derajatnya dengan curahan sejumlah makna( pengertian, kesadaran, dan kerahasiaan ketuhanan) yang dikhususkan Allah untuknya.

Terkadang dikatakan (bahwa keberadaan hadhur) dikarenakan kembalinya Salik pada rasanya dengan ahwal jiwanya, dan ahwal kemakhlukan yang kembali (kepada Tuhannya)dari alam ghaibah-nya. Yang pertama hadhur denganAl-Haqq, dan yang kedua hadhur dengan makhluk. Ahwal manusia dalam maqam ghaibah berbeda-beda. Sebagian mengalaminyatidak terlalu lama, sebagian lagi dalam masa yang abadi (sampai mati).

Dikisahkan bahwa DzunNun Al-Mishri, seorang guru sufi besar, pernah mengutus seseorang dari pengikutnya dating ke rumah Abu Yazid Al-Busthami untuk mempelajari sifat-sifatnya. Setibanya di kota Bustham, utusan ini bertanya pada seseorang tentang rumah Abu Yazid, kemudian pergi menuju tempat yang ditunjuk dan bertamu kerumahnya. Di sana terjadi dialog teologis yang sangat menawan.

“Apa yang kamu kehendaki?” Tanya Abu Yazid

“Tuan Abu Yazid.”

Siapakah Abu Yazid? Di mana Abu Yazid? Saya sendiri dalam pencarian Abu Yazid?”

Utusan ini keluar seraya berteriak, “Dia Gila!” Kemudian dia kembali ke rumah gurunya, Dzun Nun dan melaporkan semua yang disaksikan. Tiba-tiba Dzun Nun menangis, “Saudaraku. Abu Yazid telah pergi bersamaorang-orang yang pergi menuju Allah.”



HULUL
Berarti menempati atau mengambil tempat. Dalam Tasawuf, Hulul berarti suatu keadaan (hal) yang dicapai seorang Sufi ketika aspek an-nasut (sifat kemanusiaan) Allah SWT bersatu dengan aspek al-Lahut (sifat ketuhanan) yang ada pada manusia. Hulul merupakan salah satu bentuk kebersatuan antara Allah SWT dan manusia. Kondisi ini dapat terjadi apabila manusia dapat mencapai Fana’ dengan menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan yang dimilikinya sehingga yang tersisa hanyalah sifat-sifat ketuhanannya.

Dalam keadaan Hulul seorang Sufi dapat mengeluarkan kata-kata yang aneh dalam pendengaran awam, seperti yang diucapkan oleh al-Hallaj: “Ana al-Haqq (Aku adalah Yang Maha Benar)”. Dalam istilah Sufi ungkapan-ungkapan seperti ini disebut Syatahat. Munculnya istilah seperti ini disebabkan oleh rasa cinta yang berlimpah.

Menurut faham Hulul al-Hallaj, sebenarnyalah yang mengeluarkan kata-kata tersebut bukan roh al-Hallaj, melainkan unsur an-nasut Allah yang sedang mengambil tempat bersatu dengan unsur al-lahut al-Hallaj. Bukan pula pada Zat Allah, melainkan unsur an-nasut-Nya yang mengambil tempat pada unsur lahut manusia. Hal ini terlihat dari ungkapan syairnya: “Aku adalah Rahasia Tuhan Yang Maha Benar, dan bukanlah yang Maha Benar itu Aku, Aku hanya satu dari yang benar, bedakanlah antara kami atau aku dan Dia Yang Maha Benar”.

Dalam Hulul proses kemanunggalan Allah SWT dan manusia itu adalah Allah SWT turun mengisi dan memasuki serta mengambil tempat pada tubuh-tubuh manusia yang Ia pilih, sedangkan dalam Ittihad roh manusia naik (Mi’raj), lebur manunggal di alam Ketuhanan.



HUWA :
1. Dia; 2.  Dia yang tersembunyi di dalam hati, naluri atau suara hati; 3. Ia adalah diri tinggi wujud ghaib. Huwa menunjukan esensi itu sendiri yang senantiasa berada dalam kegaiban dan tetap tidak terbandingkan pada dirinya sendiri; 4. Dia yang AsmaNya Allah, Yang Wajib WujudNya Dzat Yang Al Ghaib.



HUJUM
Perbuatan orang yang mengalami al ghalabat ( tidak mempu kendali diri) @ Sesuatu mendatangi hati mu dengan cara yang tak dibua-buat
      


HUQUQ
Jamak dari al Haq/ berbagai amalan dan ibadah
      
HURRIYAH
Mengisyaratkan pada puncak hakikat penghambaan kepada Allah (kemerdekaan)
      


HUWIYYAT
Kediaan, peringkat hahut



HUZHUZH     
Kesenangan nafsu dan sifat manusiawi


Tiada ulasan: