Catatan Popular

Khamis, 15 Ogos 2024

Nabi Musa AS dan Ketika Bani Israil Dikutuk Menjadi Kera

Allah SWT bersama orang-orang yang taat dan bertakwa. 

Setelah Nabi Musa AS mengabulkan permohonan kaumnya (Bani Israil) agar Sabtu dijadikan hari spesial, aktiviti sosial pada hari itu selalu sunyi dan sepi.

Seluruh kaum Bani Israil berada di rumahnya masing-masing, mereka khusyuk menjalankan ibadah, seperti yang diajarkan Nabi Musa pada saat itu. 

Persetujuan itu setelah Nabi Musa menerima wahyu, seperti ditulis dalam Alquran surah Shaad ayat ke-20. "Dan (Kami tundukan pula) burung- burung dalam keadaan berkumpul. Masing- masingnya amat taat kepada Allah SWT."

Hanya sedikit di antara kaum itu yang berada di luar melakukan aktivitasnya, tapi bukan berdagang, melaut, atau bercocok tanam, melainkan mereka saling bertemu sanak famili dan membicarakan agenda esok hari setelah Sabtu.

Sejak dahulu Allah SWT telah menetapkan satu hari dalam sepekan yang khusus diwajibkan menjalankan ibadah secara berjamaah dan menerima tuntunan-tuntunan Allah SWT dengan perantara nabi dan rasul yang diutus ke kaum masing-masing. Akan tetapi, entah mengapa, pada zaman Nabi Musa, Bani Israil memohon agar hari itu dijadikan pada Sabtu saja.

Keinginan mereka akhirnya dikabulkan Allah setelah turun ayat ke-20 dalam surah Shaad. 

Dengan begitu, terikatlah menurut syariat Nabi Musa bahwa Sabtu itu adalah hari istimewa. 

Khusus pada Sabtu itu, setiap orang tidak boleh bekerja mencari nafkah layaknya rutinitas sehari- hari. Sabtu adalah hari yang memang benar-benar diistimewakan untuk menyembah Allah, bersyukur dan untuk sebagian waktu menerima pelajaran agama Allah yang disampaikan Nabi Musa.

Tidak adanya aktiviti ekonomi seperti berdagang, melaut, dan bertani untuk membiayai kehidupan sehari-hari itu sudah menjadi syariat dan tradisi kaum Bani Israil sejak zaman Nabi Musa sampai pada zaman Nabi Daud.

Syariat dan tradisi Bani Israil itu berpengaruh pada proses ekosistem hewani yang ada di perairan luas. Ekosistem di Laut Merah, seperti ikan, setiap Sabtu, segala jenis ikan bukan main banyaknya, ikan besar dan kecil bermunculan ke permukaan. 

Anehnya, ikan-ikan terse but pada hari selain Sabtu tidak ada seekor pun yang muncul sehingga membuat jenuh sebagian kaum lain ketika melaut tidak mendapatkan ikan.

Tradisi larangan mela ku kan aktivitas selain ibadah dan bela jar itu berlanjut dari waktu ke waktu, dan semakin banyak segala jenis ikan-ikan besar dan kecil menyembul ke permu?

kaan Laut Merah. Ikan-ikan itu tampak tidak takut meski berada di depan manusia. Ikan-ikan itu seakan tahu, meski berada di dekat manusia, dia tidak akan dimangsa.

Kumpulan ikan yang begitu banyaknya berada di perairan dangkal di Laut Merah, memunculkan keinginan dan nafsu serakah Bani Israil yang tinggal di dekat Laut Merah untuk menangkap dan segera memakannya.

Perundingan Syahdan, fenomena tersebut menggiurkan sekelompok Bani Israil yang tidak taat. Mereka mencoba mengompromikan larangan tersebut dan melakukan perundingan bagaimana supaya sepakat menangkap ikan pada Sabtu. Mereka kesal, karena hanya pada hari Sabtu saja ikan-ikan itu bisa ditangkap, sementara hari-hari biasa ikan itu sulit ditangkap meski sudah menjelajahi Laut Merah sampai ke tengah.

"Kita pasti akan mendapatkan ikan banyak dengan cara yang gampang jika menangkapnya pada hari Sabtu,\" kata salah seorang kaum Bani Israil. 

Perundingan itu tak menuai kesepakatan. Muncul perbedaan. Ada yang sepakat dan ada yang tidak. Bagi kelompok yang tidak sepakat, mereka berpendapat, "Bukankan hari itu (Sabtu) dilarang melakukan aktivitas selain beribadah kepada Tuhannya Nabi Daud?"

Karena yang menolak sedikit, sementara yang setuju banyak, akhirnya pada hari Sabtu itu sebagian kaum Bani Israil menangkap ikan di Laut Merah. Benar bahwa hasil tangkapan mereka jauh lebih banyak dari hasil mereka pada hari-hari lain. 

Alangkah senang hati mereka mendapatkan ide menangkap ikan banyak.

Dengan hasil keputusan tadi, Sabtu bukan lagi untuk fokus menyembah Allah, bersyukur dan belajar ilmu agama, melainkan digunakan sebagai pesta pora karena mendapat tangkapan ikan banyak di laut. 

Sebagian kaum Bani Israil yang menolak (beriman) segera memberikan peringatan dan nasihat, tapi arahan itu tidak dihiraukan oleh mereka yang ingkar. Karena ini sudah menjadi tradisi turun- temurun, akhirnya kaum yang beriman itu berjaga- jaga di Laut Merah. Tujuannya agar tidak ada satu orang pun dari kaum manapun yang menangkap ikan pada Sabtu.

Penjagaan itu mendapat reaksi keras dari kaum yang setuju Sabtu digunakan untuk menangkap ikan. Adu mulut antara kaum Bani Israil yang taat dan tidak mulai terjadi dan hampir bentrok. 

Golongan yang ingkar berkata, "Kampung ini bukan kepunyaan kalian saja. Kami juga berhak atas kampung ini," katanya.

Karena kedua belah pihak sudah lelah menyampaikan pendapatnya akhirnya diputuskanlah kesepakatan, yakni membagi dua daerah tersebut. 

Dan, kaum beriman setuju. Persetujuan itu didasari keinginan agar tidak ada lagi perpecahan karena kaum satu dan kaum lainnya berbeda pendapat tentang tradisi dilarang melaut ketika Sabtu.

"Baiklah kita bagi dua saja daerah ini. Sehingga, kami merdeka berbuat apa saja yang kami inginkan, di kampung bagian kami, dan kalian juga merdeka pula berbuat apa yang kalian kehendaki atas hak kalian,\" katanya.

Setelah diputuskan kesepakatan itu, Sabtu menjadi waktu berpesta bagi kaum yang tidak beriman. Mereka tidak lagi menggunakan Sabtu untuk menyembah Allah SWT. Sementara, kaum yang beriman tetap mengingatkan dan menyeru keluarga dan kerabat dekatnya agar tidak meniru melakukan pesta pada hari tersebut.

Karena pelanggaran ini terj adi pada zaman Nabi Daud, akhirnya Nabi Daud berusaha keras mem peringatkan kaum yang melaut pada Sabtu. Nabi Daud juga memperingatkan kaum Bani Israil yang melaut agar tidak lagi berpesta, hanya karena mendapatkan tangkapan ikan ba nyak. 

Namun, usaha itu tidak berhasil sehingga ma sa lah ini dia serahkan kepada Allah SWT, dengan harapan agar Allah SWT saja yang mem peringatkan. 

Kemudian, turunlah ayat ke-18 surah Shaad. "Sesungguhnya kami telah menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang dan pagi.”

Orang-orang tidak mau mengikuti nasihat Nabi Daud dan semakin ingkar. Mereka tamak dalam kehidupannya, mereka mengerjakan segala macam dosa dalam hidupnya. Tabiat mereka berubah menjadi seperti kera atau beruk, tidak tahu halal dan haram, tidak kenal pematang atau pagar.

Akhirnya, bukan hanya tabiatnya yang berubah jelek, tetapi rupa dan bentuk merek juga jadi memburuk. Tabiat yang kasar dan dosa yang terlalu banyak telah meng ubah bentuk dan rupa mereka, menyerupai kera atau lebih buruk.

Pada satu hari terjadilah gempa yang begitu dasyat sehingga membuat desa itu luluh lantak. 

Gempa itu melenyapkan semua golongan ingkar yang sedang melakukan aktivitas pada Sabtu. Sementara, golongan yang beriman selamat. Mereka lah orang- orang yang taat terhadap perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Tiada ulasan: