Catatan Popular

Khamis, 9 Februari 2017

PERTAUBATAN SYEIKH YUSUF BIN AL-HUSAIN AR-RAZI

Kehidupan spiritual Yusuf bin al-Husain ar-Razi dimulai sebagai berikut:

Ia melakukan perjalanan bersama sahabat-sahabatnya di negara Arab. Ketika sampai ke suatu daerah kekuasaan suatu suku, seorang puteri kepala suku itu melihatnya, lantas tergila-gila kepada Yusuf yang memang berwajah tampan. Setelah menanti saat-saat yang tepat, akhirnya di gadis dapat menghadang Yusuf. Dengan tubuh gemetar Yusuf meninggalkan si gadis dan berangkat menuju perkampungan yang lebih jauh letaknya.

Suatu malam, ketika Yusuf tertidur dengan menyandarkan kepala ke lututnya, ia bermimpi sedang berada di suatu tempat yang belum dikenalnya. Seseorang sedang duduk di atas sebuah tahta dengan segala kebesaran sebagaimana layaknya seorang raja, di sekelilingnya berdiri pengawal-pengawal berjubah hijau. Karena rasa ingin tahu siapa mereka, Yusuf menghampiri mereka. Semua memberi jalan kepada Yusuf dan bersikap hormat kepadanya.
"Siapakah kalian?" tanya Yusuf.
"Kami adalah malaikat-malaikat, dan yang duduk di atas tahta itu adalah Yusuf as. Ia datang berkunjung kepada Yusuf bin al-Husain".
Marilah kita dengarkan lanjutan kisah ini menurut penuturan Yusuf bin al-Husain sendiri.
Aku tak dapat menahan air mataku dan berseru: "Siapakah aku ini sehingga Nabi Allah sendiri telah datang untuk mengunjungiku?"
Yusuf as, turun dari tahtanya dan merangkulku. Kemudian ia mendudukkan aku ke atas tahta itu. Aku bertanya kepadanya,
"Wahai Nabi Allah, siapakah aku sehingga engkau sedemikian baiknya terhadapku?"
Yusuf as, menjawab: "Ketika gadis jelita itu menghadangmu tetapi engkau menyerahkan diri kepada Allah dan minta perlindungan-Nya, Allah menunjukkan dirimu kepadaku dan para malaikat ini. Dan Allah berkata padaku "Lihatlah wahai Yusuf! Engkau adalah Yusuf yang berahi terhadap Zulaiha dan menolaknya. Tetapi dia ini adalah Yusuf yang tak berahi terhadap puteri seorang raja
Arab dan melarikan dirinya. Allah sendiri mengutusku beserta malaikat-malaikat ini - untuk mengunjungimu. Ia sampaikan kabar gembira padamu bahwa engkau adalah salah seorang di antara manusia-manusia kesayangan-Nya".
Kemudian Yusuf as menambahkan: "Di dalam setiap zaman ada seorang penunjuk jalan. Penunjuk jalan pada zaman ini adalah Dzun Nun al-Mishri, Dia telah mengetahui yang terbesar di antara nama-nama Allah. Pergilah kepadanya.
Ketika Yusuf bin al-Husain terjaga (pengisah meneruskan kisah-nya). hatinya sangat terharu. Hasratnya menggelora. Ia sangat ingin mengetahui yang terbesar di antara nama-nama Allah. Berangkatlah ia ke negeri Mesir. Sesampainya di masjid Dzun Nun iapun mengucapkan salam dan duduk. Dzun Nun membalas salamnya. Setahun lamanya Yusuf duduk di sudut masjid itu. Ia tak berani bertanya kepada Dzun Nun. Setelah setahun barulah Dzun Nun bertanya kepadanya.
"Anak muda, dari manakah engkau?"
"Dari Rayy", jawab Yusuf.
Setahun pula Dzun Nun tidak menegur-negurnya dan Yusuf tetap duduk di pojoknya. Pada akhir tahun yang kedua itu Dzun Nun bertanya kepadanya.
"Anak muda, apakah tujuanmu kemari?" "Untuk menemuimu" jawab Yusuf.
Setelah itu setahun pula lamanya Dzun Nun tidak berkata-kata kepadanya.
"Anak muda apakah yang engkau kehendaki?"
"Aku datang supaya engkau mengatakan kepadaku Nama Yang Terbesar", jawab Yusuf.
Setahun pula Dzun Nun membisu. Kemudian diberikannya kepada Yusuf sebuah tabung kayu yang tertutup dan berkata:
"Pergilah ke seberang sungai Nil. Di suatu tempat ada seorang tua. Berikanlah tabung ini kepadanya dan ingatlah apa-apa yang dikatakannya kepadamu".
Yusuf menerima tabung kayu itu dan pergilah ia menyeberangi sungai Nil. Di tengah perjalanan hatinya tergoda.
"Apakah yang bergerak-gerak di dalam tabung ini?", ia bertanya di dalam hati. Tabung itu dibukanya dan seekor tikus meloncat keluar, kemudian melarikan diri, Yusuf merasa bingung.
"Kemanakah aku harus pergi sekarang? Haruskah aku ke orang tua itu atau kembali kepada Dzun Nun?"
Akhirnya ia memutuskan untuk menjumpai si orang tua itu. Menyaksikan kedatangan Yusuf yang menenteng tabung kayu yang telah kosong itu, si orang tua tersenyum dan menegurnya:
"Engkau menanyakan nama Allah yang terbesar kepada Dzun Nun?"
"Ya", jawab Yusuf.
"Dzun Nun mengetahui sikapmu yang tidak sabar dan oleh karena itu dititipkannya seekor tikus kepadamu. Maha Besar Allah, seekor tikus saja tidak dapat engkau jaga, apalagi Nama Yang Terbesar itu'
Yusuf malu sekali, iapun kembali ke masjid Dzun Nun. Dzun Nun menyambutnya:
"Kemarin, tujuh kali aku memohon izin Allah untuk menyampaikan nama-Nya yang terbesar itu, tetapi Allah tidak memperkenankannya. Hal ini berarti, belum tiba saatnya. Kemudian Allah menunjukiku: 'Cobalah ia dengan seekor tikus' Dan setelah engkau kucoba ternyata beginilah jadinya. Kembalilah ke negeri asalmu dan tunggulah hingga saat yang tepat".
"Sebelum aku meninggalkan tempat ini, berilah aku sebuah petuah" Yusuf bermohon kepada Dzun Nun.
"Akan kuberi padamu tiga petuah", jawab Dzun Nun. 'Yang satu besar, yang satu sedang, dan yang terakhir kecil. Petuah yang besar adalah. Lupakanlah segala sesuatu yang telah engkau baca dan hapuskanlah segala sesuatu yang telah engkau tulis, agar selubung penutup matamu terbuka".
"Petuah ini tak dapat kulaksanakan" sela Yusuf.
"Petuah yang sedang adalah: Lupakanlah aku dan jangan bicara-kan diriku dengan siapa pun juga. Jika seseorang berkata, muridku mengatakan begini' atau 'guruku mengatakan begitu', sesungguhnya semua itu memuji dirinya sendiri".
"Petuah inipun tak dapat kulaksanakan", sela Yusuf.
"Yang terakhir yang kecil adalah: Serulah manusia kepada Tuhan mereka".
"Petuah ini insya Allah dapat kulaksanakan", sahut Yusuf.
"Tetapi dengan satu syarat, bahwa dalam menyeru manusia itu engkau bukan menyeru mereka karena mereka".
"Aku penuhi syarat tersebut".
Maka berangkatlah Yusuf ke Rayy. Ia adalah dari keluarga terhormat dan karena itu warga kota datang menyambut kedatangan-nya. Ketika memulai khotbahnya, Yusuf mengemukakan realitas-realitas mistik. Mendengar ajaran-ajaran ini, penduduknya yang hanya mengenai doktrin eksoteris mulalui pengajaran formal, marah dan menentang Yusuf. Nama Yusuf jatuh sehingga akhirnya tak seorang pun yang mau datang mendengar ceramahnya.
Seperti biasanya, suatu hari iapun tampil untuk berceramah. Tetapi ketika itu tak seorang pun yang hadir mendengarkannya, iapun bermaksud pulang. Saat itu, seorang perempuan tua berseru:
"Bukankah engkau telah berjanji kepada Dzun Nun bahwa engkau akan menyeru manusia bukan karena mereka tetapi karena Allah semata?"

Yusuf tersentak mendengar kata-kata ini. Iapun memulai khotbahnya. Demikian dilakukannya secara terus menerus selama lima puluh tahun, baik ada yang mendengar atau tidak.

Tiada ulasan: