Catatan Popular

Isnin, 24 Jun 2019

SAHABIYYAH PENGUKIR SEJARAH Romantisme Kisah Sang Pengantin Bermaharkan Islam


Lembaran kehidupan Rumaisha binti Milhan tak pernah lekang dari ingatan muslimah. Ummu Sulaim, demikian umat mengenal sosoknya. Ialah sang wanita di belakang medan perang, sang janda bermaharkan Islam, ibu yang sangat sabar menghadapi kematian putranya, serta istri yang melapangkan hati suami saat takdir pahit kematian itu terjadi.

Betapa banyak hikmah yang bisa dipetik dari kehidupan Ummu Sulaim. Dalam berumah tangga, beliau Rhadiyallahu ‘anha merupakan sosok yang romantis dan menjadi panutan muslimah di penjuru dunia hingga hari akhir. Sikapnya di hadapan sang suami, yakni Abu Thalhah, menjadi pelajaran berharga tentang menjadi seorang istri.

Mahar Agama

Saat Abu Thalhah datang melamar, Ummu Sulaim merupakan seorang janda. Namun Ummu Sulaim tak buru-buru menerima lamaran pria. Padahal ia harus mencari nafkah untuk merawat anak-anaknya yang yatim. Sementara Abu Thalhah merupakan pria yang banyak harta.

Namun ternyata Ummu Sulaim menolak lamaran Abu Thalhah. Alasannya karena agama. Ya, Abu Thalhah masih musyrik kala itu.

Ummu Sulaim berkata saat menolak lamaran itu, “Wahai Abu Thalhah, orang sepertimu tidak semestinya lamarannya ditolak. Akan tetapi, engkau masih kafir, sedangkan aku wanita muslimah. Aku tidak boleh menikah denganmu.”

Abu Thalhah yang sudah jatuh hati pada Ummu Sulaim pun menawarkan harta. Ia tahu betul seorang janda membutuhkan nafkah untuk anak-anaknya, “Kalau kamu mau, aku akan memenuhi keinginanmu!” ujar Abu Thalhah.
Ummu Sulaim pun berkata, “Apa yang ada di benakmu tentang keinginanku?”

“Aku akan memberimu emas dan perak,” jawab Abu Thalhah.

“Bukan emas dan perak yang kuinginkan darimu. Yang kuinginkan darimu adalah Islam. Jika engkau mau masuk Islam, itulah maharku. Aku tidak meminta kepadamu selain itu,” tutur Ummu Sulaim.

Masya Allah, tak ada prosesi lamaran yang lebih romantis daripada kisah Ummu Sulaim dan Abu Thalhah. Setelah momen itu, Abu Thalhah segera menemui Rasulullah dan belajar Islam dari beliau Shallallahu‘alaihi wa sallam. Tak lama kemudian, Ummu Sulaim dan Abu Thalhah pun menikah.

Mempercantik Diri

Ummu Sulaim selalu mempercantik diri di hadapan suaminya, Abu Thalhah. Bahkan suatu hari, salah seorang putranya sakit keras hingga menemui ajal. Namun ia melarang kerabatnya untuk memberitahu Abu Thalhah tentang kabar tersebut. Pasalnya, si putra yang meninggal adalah anak kesayangan Abu Thalhah.

Setelah putranya dikuburkan, Ummu Sulaim tetap berias diri. Ia berdandan untuk menyambut kepulangan Abu Thalhah. Padahal ia masih sangat berduka atas kematian putranya. Namun Ummu Sulaim tetap berdandan untuk melayani sang suami. Inilah sikap romantis dari Ummu Sulaim yang patut ditiru muslimah.

Namun fenomena yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Wanita berdandan justru bukan di hadapan suami, melainkan saat keluar rumah. Mereka menggunakan make up ketika bertemu teman-temannya, jalan-jalan, bahkan berbelanja. Akan tetapi ketika di rumah, di hadapan suami, ia justru tak merias diri. Tak heran jika kemudian muncul perselingkuhan yang merusak keharmonisan rumah tangga.

Menyiapkan Makan Malam

Saat Abu Thalhah pulang bersama teman-temannya, Ummu Sulaim telah siap menyiapkan makanan. Ia memasak untuk suaminya dan tamu yang datang. Itu adalah hari yang sama saat anaknya meninggal. Abu Thalhah tak mengetahui kabar tersebut sementara Ummu Sulaim berada di atas kesabaran yang luar biasa hingga dapat melakukan aktivitas seperti biasa.

Ia memasak untuk Abu Thalhah, bahkan tamu-tamu suaminya. Mereka pun kenyang dan merasa nikmat dengan masakan Ummu Sulaim. Meski nampak sederhana, memasakkan suami pun salah satu sikap romantis jika dilakukan degan ikhlas hati.

Menyembunyikan Duka

Satu lagi sikap romantis lain yang juga dimiliki Ummu Sulaim. Yakni bagaimana Ummu Sulaim menyembunyikan duka cita atas kematian putranya. Ia menyembunyikan duka hatinya di hadapan sang suami. Seakan tak ada masalah, Ummu Sulaim melayani Abu Thalhah sebagaimana biasa. Sampai-sampai, Abu Thalhah tak mengetahuinya dan tak menyangka kesedihan baru saja melanda rumahnya. Sebaiknya, Abu Thalhah justru merasa senang malam itu.

Ketika melihat suaminya telah tenang, barulah Ummu Sulaim memberitahu kabar duka tersebut. Cara Ummu Sulaim memberikan kabar duka pun sangat romantis. Ia berkata kepada suaminya,
“Wahai Abu Thalhah, apa pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan barang kepada kaum yang lain, lalu mereka meminta kembali barang pinjaman tersebut. Apakah kaum yang dipinjami berhak untuk tidak mengembalikan barang itu?”

“Tentu saja tidak,” jawab Abu Thalhah.

Ummu Sulaim pun berkata, “Sesungguhnya Allah telah meminjamimu anak, kemudian Dia mengambilnya kembali. Oleh karena itu, bersabarlah dan harapkanlah pahala dari Allah.”

Abu Thalhah pun begitu kaget mendengarnya. Namun karena ia telah tenang, Abu Thalhah pun dapat bersabar. Ia berkata pada Ummu Sulaim, “Engkau tidak memberitahuku tentang berita kematian anakku sampai terjadi apa yang terjadi, barulah engkau memberitahukan kepadaku perihal putraku?! Inna lillahi wainna ilahi raaji’un.”

Sikap Ummu Sulaim lagi-lagi berbeda dengan muslimah di masa kini. Jangankan menyimpan duka, jika ada sedikit masalah di rumah pun rasanya ingin segera memberitahu suami. Jangankan menunggu suami tenang, saat suami masih di kantor pun sudah dikirimi pesan singkat tentang beragam masalah di rumah.

Sementara Ummu Sulaim sanggup menyimpan dukanya, bersabar, melayani sebaik mungkin sebagai istri, barulah ia memberi kabar duka pun dengan kata-kata bijaknya. Masya Allah, betapa indahnya akhlak wanita shalihah sang shahabiyyah mulia.

Demikianlah beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kisah Rumaisha binti Milhan atau Ummu Sulaim, sang istri yang romantis dan senantiasa menjadi penyejuk hati suami. Tak hanya itu, ia pula sosok ibu yang luar biasa, pendidik yang bijaksana.

Lahir dari hasil didikannya, seorang anak yang menjadi salah satu perawi hadits nabi. Ialah Anas bin Malik. Semoga Allah meridhai Ummu Sulaim dan keluarganya.



Tiada ulasan: