Catatan Popular

Isnin, 24 Jun 2019

SAHABIYYAH PENGUKIR SEJARAH Siapa Sosok Wanita Perisai Rasulullah


Sungguh mulia wanita di mata Islam. Faham feminis yang digembar-gemborkan jauh setelah Islam hadir di muka bumi tak sebanding dengan cara Islam memuliakan wanita. Dalam Islam, baik wanita maupun pria adalah sama di mata Allah, yang membedakan hanyalah iman dan ketakwaannya.

Tersebutlah kisah Nusaybah, seorang pejuang wanita zaman Nabi Muhammad yang turut serta terjun ke medan perang setelah melakukan bai’at atau sumpah setia kepada beliau untuk membela kebenaran. Sungguh, Islam sebagai sebenar-benarnya agama mengizinkan seorang wanita berkesempatan untuk mengembangkan potensi dalam diri dengan ilmu yang dimilikinya.

Sosok Wanita yang Menjiwai Perananya

Selain sebagai seorang wanita yang turut memanggul senjata, Nusaybah adalah seorang istri yang patuh dan taat pada suami serta seorang ibu yang harus mengurus anak-anaknya. Nusaybah atau sering dikenal dengan nama Ummu Imarah adalah wanita yang bertekad menunjukkan kemampuannya yang luar biasa mengurus rumah tangga sekaligus jaya di medan perang.

Ia ingin memberi contoh dan inspirasi bagi kaum muslimah untuk turut serta berperan aktif dalam menegakkan kebenaran sesuai kapasitasnya sebagai seorang perempuan yang diberi akal dan ilmu pengetahuan. Sebagai seorang wanita, baginya pintar saja tidak cukup. Mampu menjadi seorang yang berguna dan bermanfaat adalah pencapaian yang istimewa.

Sosok Wanita Perisai Rasulullah

Berawal saat Ummu Imarah bersama suami yang bernama Zaid bin Ashim dan kedua putranya Abdullah dan Habib melakukan bai’at kepada Rasulullah untuk turut serta membela kebenaran. Nusaybah tergabung bersama kelompok yang merawat prajurit terluka dan menjadi penyedia logistik di medan perang.

Tibalah suatu perang Uhud, para prajurit yang tengah bertempur didesak oleh prajurit musuh sehingga keselamatan Rasulullah berada di ujung tanduk. Mendengar hal itu, Nusaybah yang tengah berada di kamp logistik segera tergerak untuk mempersenjatai dirinya dan terjun ke tengah kekalutan perang.

Misinya adalah untuk menyelamatkan Rasulullah. Begitu ia mengedarkan pandangan, Ummu Imarah mendapati seorang prajurit dari kaum kafir hendak menyerang Nabi Muhammad. Dengan sigap ia mengayunkan pedangnya serta menghujani anak panah pada musuh-musuhnya demi menyelamatkan sang nabi.

Luka yang yang mengoyakkan tubuhnya tak cukup membuatnya gentar barang sedetikpun. Goresan pedang di lehernya tak ia hiraukan. Justru ia membalas dengan mendaratkan pukulan telak pada musuhnya. Kecintaannya akan utusan Allah SWT tak membuatnya lemah, malah ia bersikeras untuk melindungi dengan menjadi perisai Rasulullah.

Tangguh di Medan Perang

Suatu ketika terjadi peristiwa perang Yamamah, perang melawan kelompok musyrik yang dipimpin oleh Musailamah bin Al-Kadzab, Nusaybah pergi berperang bersama putranya yang bernama Abdullah dan pasukan umat muslim lain.

Dalam kesempatan perang itu, Nusaybah yang tangannya terputus dan terluka parah masih dengan gigih dan tekad yang kuat hendak menghabisi Musailamah yang berhadapan dengannya. Kabar gembira sampai kepadanya ketika pasukan umat muslim meraih kemenangannya dengan tumbangnya Al-Kadzab sang pemimpin perang.

Abdullah putra Ummu Imarah memapah ibunya melihat jenazah Al-Kadzab yang tergeletak, dan Ummu Imarah berkata, “tidak ada sesuatupun yang dapat menghalangiku hingga aku melihat manusia kotor ini telah dibunuh.”

Kecintaan Nusaybah akan Rasul dan agama Allah membuat ia lebih kuat dan berani. Sebagai wanita yang juga seorang istri dan ibu, Nusaybah sungguh luar biasa. Tak hanya tangguh di medan perang, tapi juga teladan bagi keluarga dan kaum muslimah.

Wanita Mulia dengan Cita-cita yang Tinggi

Suatu ketika Nusaybah mendapat kesempatan untuk mengutarakan apa yang diinginkan terhadap Rasulullah atas kegigihannya membela kebenaran. Karena Ummu Imarah ibu dua anak ini tidak gila materi dan kesenangan duniawi, maka ia tidak meminta kedudukan dan keistimewaan dunia yang hanya bisa dipandang manusia.

Nusaybah berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasul, berdoalah kepada Allah Ta’ala agar kami dapat menemanimu di surga”. Tidak ada alasan bagi Rasul untuk tidak mengabulkan permintaan itu dengan segera. Maka Rasulullah berdoa kepada Allah, “Ya Allah, jadikanlah mereka orang-orang yang akan menemaniku di surga.” 

Setelah mendengar kabar gembira atas doa Rasulullah tersebut, Nusaybah berkata, “Aku tidak akan peduli dengan apa yang akan menimpaku dari urusan dunia setelah ini.”

Tiada ulasan: