Catatan Popular

Selasa, 27 Jun 2017

KITAB MUKASYAFATUL QULUB BAB 13 AMANAH (MENYINGKAP RAHSIA KALBU)

OLEH HUJJATUL ISLAM IMAM AL GHAZALI

Firman Allah SWT:
"Sesungguhnya kami telah mengajukan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, kalau mereka enggan menerimanya (maksudnya: mereka menolak) dan mereka takut menerimanya. (QS.33:72)"
Mereka mengkhawatirkan amanah itu, jangan-jangan mereka tidak mampu lalu menerima siksa, atau takut mengkhianati amanah itu.


Maksud amanah dalam ayat diatas ialah bermakna ketaatan dan kewajiban yang ada kaitannya dengan pahala dan siksa. Kata Imam Thabrani:
"Amanah sifatnya mencakup seluruh segi amanah".
Ini menurut qoul yang shaheh dan pendapat ini juga yang banyak dikatakan oleh ulama. Mereka hanya berbeda dari segi perinciannya saja. Kata Ibnu Mas'ud:
"Seperti amanah harta ialah benda titipan atau yang lain".

Diriwayatkan:
Sesungguhnya amanah terdapat di setiap kewajiban, dan amanah terberat ialah harta. Kata Abu Darda:
Mandi jinabat merupakan amanah".
Kata Ibnu Umar RA:
Pertama kali yang diciptakan Allah buat manusia ialah farji-nya. Dia berfirman:
"Ini merupakan amanah yang AKU titipkan buat kamu. Kamu jangan memakainya kecuali dengan jalan yang benar.Kalau kamu menjaganya, AKU pun menjaganya".
Jadi farji, telinga, mata, lisan, jiwa, tangan dan kaki, semuanya amanah. Dan tidak disebut beriman bila seseorang tidak memegang amanahnya".

Kata Hasan:
Amanah sudah pernah ditawarkan kepada langit, bumi, gunung, namun mereka terguncang karena menanggungnya. Allah SWT berfirman kepada mereka:
"Bila engkau berbuat baik, tentu Aku beri pahala. Bila berbuat jelek tentu Aku siksa kamu".
Mereka berkata:
"Tidak".
Imam Mujahid berkata:
Ketika Allah menciptakan Adam, Dia menyodorkan amanah kepadanya dengan berfirman demikian:
Adam AS menjawab:
"Sungguh aku telah memikul amanah itu".

Ini jelas bahwa menyodorkan amanah pada bumi, langit dan gunung merupakan penyodoran pemilihan belaka, bukan suatu ketetapan. Andai Allah menetapkan pada mereka, tentu mereka pun tidak akan menolak. Kata Imam Fuqoha dan lainnya:
"Penyodoran (menawarkan) dalam ayat diatas hanya kiasan saja".
Maksudnya langit, bumi, dan gunung yang gagah tentu tidak kuasa memikul beban hukum-hukum syari'at, sebab didalamnya ada siksa dan pahala. Jadi Taklif (beban) ini sangat berat, dimana sesungguhnya bumi, langit dan gunung tidak akan kuasa memikulnya. Lalu Allah membebankan pada manusia:
"Kemudian amanah itu dipikul oleh manusia... (QS.33:72)".
Adam AS menerima dan sanggup melaksanakan amanah itu, dimana transaksinya terhadi di alam "Dzur", yang semua keturunan adam AS keluar dari punggungnya, lalu mereka diambil sumpah.
"Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh. (QS.33:72)"

Pengambilan amanah itu tersebut sesungguhnya manusia sudah mendzalimi diri sendiri. Dan bodohnya, terletak pada ukuran penawaran amanah, padahal dia tidak tahu urusan yang bersifat Ketuhanan.
Kata Ibnu Abbas AS:
Amanah diberikan kepada Adam AS lalu dikatakan:
"Ambillah beserta apa yang didalamnya, andai engkau berbakti, AKU mengampunimu, dan bila tidak, AKU menyiksamu".
Jawab Adam AS:
"Aku menerima dengan semua isinya".
Namun tidak sampai lama, kira-kira antara waktu ashar dan malam hari, dia sudah makan buah khuldi. Andaikan tidak disertai Rahmat-Nya, tidak diterima tobatnya, lalu entahlah!


Amanah merupakan bagian dari iman. Barangsiapa yang menjaga amanah Allah, tentu Allah menjaga imannya. Nabi SAW bersabda:
"Tidak disebut beriman bila seseorang tidak memiliki amanah. Dan tidak disebut beragama bila tidak pernah ada perjanjian".
Kata ahli sya'ir:

Celakalah bagi orang yang puas dengan khianat secara cepat; dan yang menjaga amanahnya di lambung.
Ia melempar jauh sikap agamawan dan kedisiplinan sebagai orang yang beragama; berikut harga diri; maka jatuhlah masa bencana untuknya.
Kata penyair lain:

Rusaklah tabiat orang yang ridho dengan khianat; dia tidak akan mempertimbangkan kecuali peristiwa yang mengenaskan.
Tidak akan berhenti suatu bencana, dan akan turun; selama-lamanya pada orang yang merusak kepercayaan.
Rasulullah SAW bersabda:
"Seorang mukmin memiliki tabiat pada semua makhluk kecuali sifat khianat dan pembohong".
Rasulullah SAW bersabda:
"Umatju tidak akan berhenti dengan kebajikan selama mereka tidak menganggap amanah sebagai keuntungan dan shadaqah sebagai kerugian".
Sabda Nabi SAW:
"Sampaikan amanah kepada orang yang memberimu amanah dan jangan mengkhianati orang yang mengkhianatimu".
Dalam kitab shaheh (Imam Bukhari Muslim) Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Tanda orang munafik ada 3:
Berbicara bohong.
Kalau berjanji mengingkari dan
Diberi amanah akan dikhianati.
Kalau orang dipercaya menyimpan suatu rahasia, ia akan mengkhianati dan menyebar pada orang lain. Kalau dititpkan, ia tidak mengakui akan titipan itu, tidak dijaga atau dipakai tanpa izin.

Memelihara merupakan sifatnya malaikat yang muqorrobin dan sifatnya Para Nabi dan Rasul, serta menjadi kebiasaan bgi yang berbuat baik dan bertaqwa. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu untuk menyampaikan beberapa amanah kepada yang berhak memiliki. (QS.4 An Nisa':58)"
Para ahli tafsir meriwayatkan ayat ini:
Maksudnya mencakup dari banyak kepentingan syari'at, dan orang yang dituju ialah semua orang mukallaf; penguasa atau awam. Artinya wajib bagi penguasa berbuat adil terhadap yang teraniaya, memberikan hak-haknya, yang kesemuanya merupakan amanah, misalnya menjaga harta orang Islam, apalagi milik anak yatim. Wajib seorang ulama mengajar orang-orang awam tentang hukum agama, juga namanya amanah, sebab dialah yang dipercaya Allah untuk menjaga amanah. Juga orang tua wajib memelihara dan mendidik anaknya karena anak adalah amanah. Rasulullah SAW bersabda:
"Kalian adalah penjaga, dan akan ditanyakan mengenai barang yang dijaga".

Dalam Kitab Zahrur Riyadl ada sebuah cerita:
Ada seorang hamba pada hari kiamat didatangkan dan dihadapkan kepada Allah SWT, Dia berfirman:
"Apakah engkau sudah mengembalikan amanahnya si fulan?"
Jawab hamba:
"Belum, Ya Tuhan".
Kemudian Allah mengutus malaikat untuk membawa si hamba ke neraka Jahannam, sampai didasarnya selama 70 tahun, baru ia naik ke atas lagi sambil membawa amanah. Namun sesampai diatas ia terpeleset dan jatuh lagi ke dasar neraka Jahannam selama 70 tahun, lalu naik lagi, terpeleset lagi, sampai berulang-ulang kali. Sampai akhirnya ia memperoleh Rahmat Allah dan Syafa'at Nabi SAW juga ridho dari orang yang memiliki amanah, (ia bisa naik dan selamat)".

Diriwayatkan melalui Salman RA. Ia bercerita:
Suatu ketika kami berda disamping Nabi SAW, tiba-tiba ada jenazah dibawa untuk di shalati. Nabi SAW bersabda:
"Apakah dia masih punya hutang?"
Mereka menjawab:
"Tidak, Ya Rasul!"
Kemudian beliau SAW menshalati.

Datang lagi jenazah yang lain, sabda Nabi SAW:
"Apakah dia punya hutang?"
Jawab mereka:
"Punya".
Sabda Nabi SAW:
"Apakah dia meninggalkan sesuatu?"
Jawab mereka:
"Tiga dinar".
Kemudian Nabi SAW menshalati dia. Lalu datang lagi jenazah yang ketiga. Sabda Nabi SAW:
"Apakah dia masih punya hutang?"
"Masih, Ya Rasul!"
Sabda Nabi SAW:
"Apakah dia meninggalkan sesuatu".
Jawab mereka:
"Tidak, ya Rasul"
Sabda Nabi SAW:
"Shalati saja kawanmu itu".

Melalui Abu Qotadah RA:
Ada seorang lelaki bertanya:
"Ya Rasul, ceritakanlah padaku andai aku terbunuh dalam perang sabilillah; jadi orang sabar, mencari kebajikan, menghadap tanpa melarikan diri, apakah Allah akan menghapus kesalahan-kesalahanku?"
Sabda beliau SAW:
"Ya".
Dan lelaki itu pun pergi, namun Nabi SAW memanggil lagi dan bersabda:
"Allah akan mengampuni dosa-dosa orang yang mati syahid kecuali masalah hutang piutang."


Tiada ulasan: