Catatan Popular

Ahad, 25 September 2011

TOKOH TAREKAT BA’ALAWI : AL IMAM AL FAQIH MUQADDAM ra (Pencetus Tarekat Ba’Alawi)

Yang pertama kali dan satu-satunya dijuluki 'Al-Faqih Al-Muqaddam' di kalangan Alawiyin adalah waliyullah Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath. Soal gelar yang disandangnya, karena waliyullah Muhammad bin Ali seorang guru besar yang menguasai banyak sekali ilmu-ilmu agama diantaranya ilmu fiqih. Salah seorang guru beliau Ali Bamarwan mengatakan, bahwa beliau menguasai ilmu fiqih sebagaimana yang dikuasai seorang ulama besar yaitu al-Allamah Muhammad bin Hasan bin Furak al-Syafi'i', wafat tahun 406 Hijriah.
Sedangkan gelar al-Muqaddam di depan gelar al-Faqih yang berasal dari kata Qadam yang berarti lebih diutamakan, dalam hal ini waliyullah Muhammad bin Ali sewaktu hidupnya selalu diutamakan sampai setelah beliau wafat maqamnya yang berada di Zanbal Tarim sering diziarahi kaum muslimin sebelum menziarahi maqam waliyullah lainnya.Waliyullah Muhammad bin Ali dilahirkan di kota Tarim, beliau anak laki satu-satunya dari Imam Ali bin Muhammad Shahib Mirbath yang menurunkan 75 leluhur kaum Alawiyin, sedangkan Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbad menurunkan 16 leluhur Alawiyin, termasuk di antaranya yang dikenal sebagai walisongo, di tanah Jawa, Indonesia. Sayyid Muhammad bin Ali yang terkenal dengan nama al-Faqih al-Muqaddam ialah poros sesepuh semua kaum Alawiyin.
Selengkapnya nama beliau Sayyidina Al Faqihi Muqaddam Muhammad bin Ali bin Al Imam Muhammad Shahib Mirbath bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidullah (Abdullah) bin Imam Al Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad an Naqib bin Al Imam Ali Al Uraidhi bin Ja’far as Shadiq bin Al Imam Muhammad al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin binl Imam Hussein As Sibith bin Imam Ali bin Abi Thalib Suami Al Batul Fatimah az-Zahra binti Rasullullah Muhammad saw.
Beliau dilahirkan pada tahun 574 H di Tarim. Beliau seorang yang hafal al-quran serta menguasai makna yang tersurat dan tersirat dari Qur’an, dan selalu sibuk menuntut berbagai macam cabang ilmu pengetahuan agama, hingga di akui oleh Ulama Hadramaut saat itu bahwa beliau telah mencapai tingkat sebagai mujtahid mutlak. Beliau dikenal dengan gelar lain yakni ustadzul A’zham (Guru besar), beliau adalah bapak dari semua keluarga Alawiyin, keindahan kaum muslimin dan agama Islam. Dari keistimewaan yang ada pada Sayyidina Al-Faqihi Al muqaddam adalah tidak suka menonjolkan diri, lahir dan batinnya dalam kejernihan yang ma'qul (semua karya pemikiran) dan penghimpun kebenaran yang manqul (nash-nash Alquran dan Sunnah).
Beliau adalah seorang Mustanbith al-furu' min al-ushul (ahli merumuskan cabang-cabang hukum syara' yang digali dari pokok-pokok ilmu fiqih. Ia adalah Syaikh Syuyukh al-syari'ah (mahaguru ilmu syari'ah) dan seorang Imamul Ahlil Hakikat (Imam ahli hakikat), Sayidul thaifah Ash-Shufiyah (Penghulu Kaum Sufi) Murakiz Dairah al-Wilayah al-Rabbaniyah, Qudwah al-'Ulama al-Muhaqqiqin (panutan para ulama ahli ilmu hakikat), Taj al-A'imah al-'Arifin (mahkota para Imam ahli ma'rifat), Jami’ul Kamalat (yang terhimpun padanya semua kesempurnaan), sedang dalam segala kesempurnaannya beliau berteladan kepada Amir al-Mukminin (Imam Ali bin Abi Thalib). Thariqahnya adalah kefakiran yang hakiki dan kema'rifatan yang fitrah. Beliau Imam Faqihi Muqadam adalah penutup Aulia-illah (para waliullah) yang mewarisi maqam Rasulullah saw, yaitu maqam Qutbiyah Al Kubra (Wali Quthub besar).
Beliaulah Sayyidunal Imam Al Faqih Al Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbat, jadi Imam Muhammad bin Ali Shahib Mirbat merupakan sosok Imam yang menyatukan seluruh guru-guru tarikat sufi dan asal-usul para pembesar ahli hakikat dari kalangan Bani Alawy, sedangkan Sayyiduna Faqih Muqaddam adalah guru dan imam bagi para guru tersebut bahkan mahaguru dan imam bagi setiap guru dan imam, inilah yang di ungkapkan oleh penyusun qosidah ini (Habib Abdullah bin Alawi Al Haddad) menyebut beliau sebagai Syeikhus Syuyukh (mahaguru).
Dan beliau adalah seorang Arif Billah yang mengenal hukum-hukum Allah dan kebesaran-kebesaran Allah, memiliki pengetahuan luas akan berbagai ilmu pengetahuan dan berbagai lautan ma’rifat yang dalam.
Beliaulah tokoh para ulama besar, suri tauladan bagi para arifin, guru bagi para muhaqqiqin, pembimbing para salikin, poros utama bagi para wali sufi, imam para imam umat Muhammad, pemimpin kalangan Bani Alawy, sumber daerah kewalian Rabbani, pusat kekeramatan yang luar biasa, pemilik biografi yang tinggi, diakui kesempurnaannya dalam kedudukan imam ahlu sunnah sebelum memasuki tarekat tasawuf, beliaulah Abu Abdillah Jamaluddin Muhammad bin Ali bin Al Imam Muhammad bin Ali bin Alwy bin Muhammad bin Alwy bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-’Uraidli bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al Husain As Sibit bin Al Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra.
Beliau merupakan salah satu pasak utama tarikat tasawuf dan tokoh ulama besar, Allah menampakkan pada diri beliau tanda-tanda kebesaran, mengalirkan melalui ucapannya berbagai macam hikmah dan membukakan baginya rahasia-rahasia ghaib.
Orang-orang yang menimba ilmu dari beliau adalah para Imam besar dari kalangan ahli fiqih, guru-guru tasawuf dan orang-orang shaleh, beliau berhasil menelurkan para imam besar dari kalangan auliya’ dan asfiya’ yang banyak sekali jumlahnya, disamping banyak para salikin yang menjadi murid beliau, beliau disepakati keimamannya.
Seluruh imam di masanya mengakui keunggulannya dan kesempurnaan keimaman dan sifat warisan Nabawi yang agung pada diri beliau, mereka melihat pada diri beliau sifat-sifat para Khulafa’ Rasyidin, tanda-tanda para Siddiqin, rahasia para Muqarrabin dan keistimewaan para ulama besar lainnya.
Permulaan beliau ibarat terminal akhir bagi ulama ahli tarekat yang setingkat beliau, beliau di berikan kekokohan yang sangat kuat dan kemantapan dalam kesempurnaan tauhid dan hakikat keyakinan yang belum pernah dianugerahkan kepada para wali Qutub Al Arifin dan Muqarrabin selain beliau, hal ini diakui oleh para ahli kasyaf bahwa setiap saat beliau senantiasa mabuk karena minuman cinta yang murni kepada Allah, hingga di akhir umurnya beliau mendapat berbagai anugerah yang sangat agung dan penyaksian hakikat serta anugerah rahasia Ladunni yang sangat besar, hal ini menyebabkan beliau hilang kesadaran selama ‘seratus malam’ beliau berdiri tenggelam dalam lautan-lautan rahasia illahi, hilang dari apapun yang selain Tuhannya, senantiasa melazimi-Nya tanpa makan dan minum.
Imam Muhammad Bin Ali belajar fiqh Syafi’i kepada Syeikh Abdullah bin Abdurahman Ba’Abid dan Syeikh Ahmad Bin Muhammad Ba’Isa, belajar Ushul dan ilmu logika kepada Imam Ali Bin Ahmad Bamarwan dan Imam Muhammad Bin Ahmad Bin Abilhib, belajar ilmu Tafsir dan Hadits kepada seorang Mujtahid bernama Sayid Ali bin Muhammad Bajadid, belajar ilmu tasawuf dan hakikat kepada Imam salim Bashri, Syeikh Muhammad Ali Al Khatib dan pamannya Syeikh Alwi Bin Muhammad Shahib Mirbath serta Syeikh Sufyan Al Yamani yang berkunjung ke Hadramaut dan tinggal di kota Tarim.
Diantara karamah-karamah yang nampak pada diri beliau adalah ketika anak beliau Ahmad mengikuti beliau ke suatu wadi di pertengahan malam, maka sesampainya di wadi tersebut beliau berdzikir dengan mengeluarkan suara, maka batu dan pohon serta mahluq yang ada di sekeliling tempat itu semuanya ikut berdzikir. Beliau juga dapat melihat negeri akhirat dan segala kenikmatannya hanya dengan melihat di antara kedua tangannya, dan melihat dunia dengan segala tipu dayanya melalui ke dua matanya.
Di antara sikap tawadhunya, beliau tidak mengarang kitab-kitab yang besar, akan tetapi ia hanya mengarang dua buah kitab berisi uraian yang ringkas. Kitab tersebut berjudul : Bada’ia Ulum Al Muksysyafah dan Ghoroib Al Musyahadat wa Al Tajalliyat. Kedua kitab tersebut di kirimkan kepada salah satu gurunya Syeikh Sa’Adudin Bin Ali Al Zhufari yang wafat di Sihir tahun 607 H. Setelah melihat dan membacnya ia merasa takjub atas pemikiran dan kefasihan kalam Imam Muhammad Bin Ali. Kemudian surat tersebut di balas dengan menyebutkan di akhir tulisan suratnya : ‘’Engkau wahai Imam, adalah pemberi petunjuk bagi yang membutuhkannya’’. Imam Muhammad Bin Ali pernah ditanya tentang 300 macam masalah dari berbagai macam ilmu, maka beliau menjawab semua masalah tersebut dengan sebaik-baiknya jawaban.
Rumah beliau merupakan tempat berlindung bagi para anak yatim, kaum faqir dan para janda. Jika rumah beliau kedatangan tamu, maka ia menyambut dan menyediakan makanan yang banyak, dimana makanan tersebut tersedia hanya dengan mengangkat tangan beliau dan para tamu untuk berdoa dan memohon kepada Allah swt. Sebagaimana sabda rasulullah saw :''Sesungguhnya para saudaraku jika ia mengangkat tangannya untuk memohon makanan, maka akan tersedia makanan tersebut dalam jumlah yang banyak''.
AsSyeikh Abdurahman AsSeqaf berkata : ''Tidak aku lihat dan aku dengar suatu kalam yang melebihi kalam Imam Al faqihi Muqadam kecuali kalam para Nabi''. Sedang Imam Al faqihi Muqadam bernah berkata kepada kaumnya ’’Kedudukan ku terhadap kalian seperti kedudukan Nabi Muhammad kepada kaumnya’’. Didalam riwayat lain AsSyeikh Abdurahman AsSeqaf : berkata ’’Kedudukan ku terhadap kalian seperti kedudukan Nabi Isa kepada kaumnya’’. Berkata AsSyeikh Al Kabir Abu Al Ghaits Ibnul Jamil :’’Derajat kami tidak akan menyamai derajat Imam Al Faqihi Muqadam, terkecuali hanya setengahnya saja’’. Dalam salah satu kalimat yang ditulisnya kepada gurunya Syeikh Sa’aduddin, Imam Al Fiqihi Muqadam bekata ‘’Aku telah di Mi’rajkan ke Sidratul Muntaha sebanyak tujuh kali ( dilain riwayat dua puluh tujuh kali).
Disuatu saat Al Imam Faqihi Muqadam duduk bersama sahabatnya, ketika itu ada seseorang yang nampak seperti Badui datang mengunjunginya, dengan di atas kepalanya membawa keju. Maka berdiri Imam Faqihi Muqadam untuk mengambil keju tersebut lalau memakannya. Para sahabatnya yang hadir saat itu merasa heran dan bertanya : ‘’Siapa dia ? maka beliau menjawab : Khidir as. Kejadian tersebut menjelaskan bahwa : Allah telah mengangkat derajat Al Faqihi Muqadam sebagai seorang Ahli Hakikat dan Ahli Kasyaf. Ini terlihat dari isyarat keju yangdi makannya dari kepala Nabi Khidir as. Keju tersebut di ibaratkan sebuah buah dari sebuah dari hasil mujahadah para wali. Dan di jadikan Imam Al Faqihi Muqadam bagi para wali seperti kedudukan Malaikat Jibril terhadap para Nabi. Syeikh Fadhal bin Abdullah Bafadhal berkata : ‘’Banyak dari manusia yang mendapatkan anugrah dari imam Al Faqihi Muqadam lantaran didikan dan kebaikannya, khususnya dua orang Syeikh Kabir Abdullah bin Muhammad Abbad dan Syeikh Said Bin Umar Balhaf’’.
Imam Muhammad Bin Ali Al Faqihi Muqadam berdoa untuk para keturunannya agar selalu menempuh perjalanan yang baik, jiwanya tidak di kuasai oleh kedzaliman yang akan menghinakannya, serta tidak ada satupun dari anak cucunya yang meninggal kecuali dalam keadaan mastur ( Kewalian yang tersembunyi ).
Beliau seorang yang gemar bersedeqah sebanyak dua ribu ratl kurma kepada yang membutuhkannya, memberdayakan tanah pertaniannya untuk kemaslahatan umum. Beliau juga menjadikan isterinya Zainab Ummul Fuqara sebagai khalifah beliau.
Mengenai kesufian beliau. Adapun sumber penisbatan Al-Khirqah dan Silsilah Isnad Didalam Kesufian Beliau Al Faqihi Muqadam, diterangkan mengambil sanad Khirqah Kesufian berasal dua jalur, salah satu dari jalur ayah-kakek beliau ( Ahlulbait ), yakni beliau dididik dan menerimanya dari ayah beliau, Ali bin Muhammad dan dari paman beliau, Alwi bin Muhammad, keduanya menerima dari ayahnya Muhammad Syahib Mirbath, beliau menerimanya dari ayahnya, Ali Khali’ Qasam, beliau menerimanya dari ayahnya, Alwi Shahib Samal, beliau menerimanya dari ayahnya, Ubaidillah, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam Muhajir Ahmad bin Isa, beliau menerimanya dari ayahnya, Isa an-Naqib, beliau menerimanya dari ayahnya, Muhammad, beliau menerimanya dari ayahnya, Ali al-Uraidhi, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam Ja’far as-Shoddiq, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam Muhammad al-Baqir, beliau menerimanya dari ayahnya, Ali Zainal Abidin, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam al-Hussein dan dari pamannya al-Imam al-Hassan, keduanya menerima dari kakeknya Nabi Muhammad SAW, juga dari ayahnya al-Imam Ali bin Abi Thalib sedangkan Nabi SAW menerimanya dari Allah seperti yang beliau katakan:
“Aku dididik oleh Tuhanku dan ia mendidikku dengan sebaik-baik didikan”.
Sedang jalur yang ke dua, Beliau Al Faqihi Muqadam diterangkan mengambil sanad Khirqah Kesufian di bawah usia 20 tahun, dari seorang Sufi terkemuka yang berasal dari Maroko. Selengkapnya yakni; lewat Abu Madyan al-Maghribi (Syeikh Syu’aib bin Husain Al Anshari) yang wafat di tahun 594 H, dengan perantaraan Abdurrahman Al-Muq’ad dan Abdullah As-Shaleh. Sedangkan Syeikh Syu’aib Abu Madyan menerimanya dari Syeikh Abu Ya’za al-Maghribi, beliau menerimanya dari Syeikh Abul Hasan bin Hirzihim atau yang dikenal dengan nama Abu Harazim, beliau menerimanya dari Syeikh Abu Bakar bin Muhammad bin Abdillah ibnl Arabi dan Al-Ghadi Al-Mughafiri. Sedangkan ibnl Al-Arabi menerimanya dari Syeikh Al Imam Hujjatul Islam Al-Ghadzali, beliau menerimanya dari gurunya, iaitu Imam al-Haramain Abdul Malik bin Syeikh Abu Muhammad Al-Juwaini, beliau menerimanya dari ayahnya, Abu Muhammad bin Abdullah bin Yusuf, beliau menerimanya dari Syeikh Abu Thalib al-Makki, beliau menerimanya dari Syeikh Syibli, beliau menerimanya dari Syeikh Junaid Al Baghdadi, beliau menerimanya dari pamannya, yaitu As-Sirri As-Siqthi, beliau menerimanya dari Syeikh Ma’ruf al-Karkhi, beliau menerimanya dari gurunya, Syeikh Daud at-Tho’i, beliau menerimanya dari Syeikh Habib al-’Ajmi, beliau menerimanya dari Imam Hasan al-Basri, beliau menerimanya dari Imam Ali bin Abi Thalib, beliau menerimanya dari Rasulullah SAW, beliau menerimanya dari malaikat Jibril, dan beliau menerimanya dari Allah Ta’ala.
Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, wafat di kota Tarim tahun 653 hijriah dan di makamkan Di Zanbal, Tarim pada malam Jum’at akhir bulan Dzulhijah.


Tiada ulasan: