Catatan Popular

Khamis, 17 Januari 2019

HIKAM ATHAILLAH SYARAH SYEIKH FATHUR KE 37 : Allah Maha Esa pada dzat-Nya, SIFATNYA DAN PERBUATANNYA


Kalam hikmah ke-37 dari Al-imam Ibnu Athoillah Askandari adalah dalam masalah itu yaitu

“Allah Maha Esa dan Tidak Ada Sesuatu Serta-Nya.”

A. Allah Maha Esa pada dzat-Nya.
Allah Maha Esa dalam arti benar – benar tunggal, tidak mempunyai anak, tidak ber ayah ibu. Bila Allah mempunyai anak ataupun ber ayah-ibu , maka dia adalah Tuhan yang lemah. Karena sedikit banyak, dia terpengaruh oleh anaknya atau ayah-ibunya. 
Sedangkan Tuhan itu harus benar-benar merdeka dari pengaruh apapun. Tuhan yang jumlahnya  1 akan menghasilkan kekacauan atau menunjukkan kelemahan dari tiap-tiap Tuhan itu. Tuhan yang bernama Douglas akan berbuat A, sedangkan Tuhan yang bernama Amir tidak setuju dengan A, tetapi ingin B. Maka akan terjadilah kekacauan. Atau Tuhan Douglas hanya mampu untuk menciptakan, sedangkan untuk merusak sesuatu dia tidak mampu, itu harus dilakukan oleh Tuhan yang bernama Amir. Sehingga tiap-tiap Tuhan mempunyai kekuatan dan kelemahan sendiri. Tuhan yang seperti itu ditolak oleh akal pikiran sehat. Begitu juga tertolak, apabila Tuhan terdiri dari unsur-unsur. Tuhan yang Maha Esa itu (Z) dikatakan terdiri dari unsur A, B dan C. Dimana setiap unsur adalah Tuhan juga. Tetapi mereka menolak akan adanya 3 Tuhan, yang ada adalah satu Tuhan (Tuhan yang bernama Z).
Masalahnya adalah apabila Tuhan Z tercipta dari unsur-unsur Tuhan A, B dan C maka siapakah yang menciptakan unsur-unsur itu? Mengatakan Tuhan Z adalah seperti 3 sisi segitiga dimana semuanya membentuk satu segitiga, juga tidaklah tepat. Karena satu sisi dari segitiga tidak dapat dikatakan sebagai segitiga. Tetapi pada masalah ketuhanan, mereka mengatakan bahwa unsur A,, B dan C adalah Tuhan juga. Dengan pola pikir itu, seharusnya mereka konsisten dengan mengatakan bahwa satu sisi dari segitiga adalah segitiga juga. Dengan contoh itu, adalah tidak mungkin bahwa Tuhan yang Maha Esa itu terdiri dari unsur-unsur.
Karena semuanya terjadi secara bersamaan. Bukan unsur-unsur dulu baru tercipta Tuhan. Manusia terdiri dari unsur-unsur darah, saraf, tulang dan organ-organ.Dengan unsur-unsur itu, maka barulah disebut manusia. Tuhan tidaklah seperti itu. Dialah yang menciptakan unsur-unsur bukan Dia yang tercipta dari unsur-unsur. Begitu juga dengan mengatakan bahwa Tuhan Z itu waktu di sawah bernama Tuhan A. Waktu di kantor Kecamatan bernama Tuhan B dan waktu bersama istrinya bernama Tuhan C. Tetapi bukan ada 3 Tuhan yaitu A, B dan C tetapi yang ada adalah satu Tuhan yang Maha Esa yaitu Tuhan Z. Menyatakan yang demikian juga tidak tepat. Karena itu adalah objek pekerjaan. Objek pekerjaan, bisa ditambah lagi dengan misalnya Tuhan Z itu menjadi Tuhan D oleh karena dia juga seorang makelar tanah. Atau menjadi Tuhan E karena dia juga mempunyai showroom mobil tempat dia menjual dan membeli mobil. Jadi kesimpulannya objek pekerjaan dari Tuhan yang Maha Esa tidak dapat dikatakan sebagai Tuhan.
B. Maha Esa Tuhan dengan sifat-Nya
Allah melihat, mendengar, maka mendengar dan melihat dari Allah tidaklah ada yang dapat menyamai-Nya atau serupa denganNya. Begitu juga dengan sifat Allah bahwa dia berkuasa, berkehendak, berilmu, dsb tidaklah ada yang menyerupai – Nya ataupun serupa dengan-Nya
C. Allah Maha Esa dengan perbuatan Nya.
Artinya apapun yang terjadi di alam semesta ini adalah karena perbuatan Allah ataupun izin Allah. Jadi bukan perbuatan Manusia lah yang menyebabkan segala sesuatunya terjadi. Bergerak manusia, bernafas, berbicara, menulis, dsb bukanlah karena kemampuan manusia itu melakukannya. Tetapi adanya izin Allah sehingga seluruh kehendak manusia tersebut dapat terjadi. Jadi manusia hanya bebas berkehendak (free will). Apa yang akan terjadi? Terserah Allooh. Alloohpun tidak terikat dengan segala hukum fisika yang diciptakan-Nya.  Bukan api itu yang membakar, bukan makan itu yang mengenyangkan, bukan pisau itu yang memutuskan, dsb tetapi izin Allah lah  sehingga segala sesuatu itu dapat terjadi. 
Pengertian seperti itu sesuai dengan firmanNya dalam Al Qur’an yg menyatakan bahwa tidak ada yang basah ataupun yang kering, tidak ada satupun   daun yang jatuh ke bumi, kecuali telah Dia tulis pada suatu kitab. Terserah Dialah segala sesuatunya, apakah Dia akan menghapus tulisan itu atau tidak .  Manusia hanya dapat berkehendak dan kemudian berusaha untuk mencapai kehendak itu. . Terserah pada Allooh sajalah, apakah kehendak itu dapat menjadi keberhasilan ataukah tidak.  Al-an’am ayat 59, Ar-Rad ayat 39.
Kesimpulan: Mutlak bahwa zat Allooh haruslah Maha Esa dalam zat-Nya,  sifat-Nya dan perbuatan – Nya.  Maha Esa dalam pengertian yang sebenar-benarnya. Dan untuk mencapai keyakinan itu mutlak untuk menggunakan logika atau akal pikiran. Tanpa akal pikiran pengertian bahwa Allooh adalah Tuhan yang Maha Esa pada zat-Nya, sifat-Nya dan perbuatan – Nya dalam arti yang sebenar-benarnya tidaklah akan tercapai. Manusia tanpa akal pikiran sederajat dengan hewan. Dengan dasar hanya Islamlah yang sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Tiada ulasan: