Catatan Popular

Sabtu, 18 Januari 2020

KITAB RIYADHUS SHALIHIN Bab 27 Mengagungkan Kehormatan-Kehormatan Kaum Muslimin Dan Uraian Tentang Hak-hak Mereka Serta Kasih-sayang Dan BelaskasihanKepada Mereka


KITAB RIYADHUS SHALIHIN (TAMAN ORANG-ORANG SHALIH)
IMAM NAWAWI

Allah Ta'ala berfirman:

"Dan barangsiapa yang mengagungkan peraturan suci dari Allah, maka itulah yang lebih baik baginya di sisi Tuhannya." (al-Haj: 30)

Allah Ta'ala berfirman pula:

"Dan barangsiapa yang mengagungkan tanda-tanda suci - yakni agama Allah, makasesungguhnya perbuatan sedemikian itu adalah karena ketaqwaan hati." (al-Haj: 32)


Lagi Allah Ta'ala berfirman:

Dan tundukkantah sayapmu - bersikap sopan santunlah -dap kaum mu'minin" (al-Hijr: 88)


Allah Ta'ala juga berfirman:
"Barangsiapa yang membunuh seseorang manusia bukan karena sebagai hukuman membunuh orang atau dengan sebab membuat kerusakan di bumi - merampok dan lain-lain, maka ia seolah-olah membunuh manusia seluruhnya dan barangsiapa memelihara kehidupan seseorang manusia, maka seolah-olah ia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya." (al-Maidah: 32)


223. Dari Abu Musa r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seorang mu'minterhadap mu'min yang lain itu adalah sebagai bangunan yang sebagiannya mengokohkankepada bagian yang lainnya," dan beliau s.a.w. menjalinkan antara jari-jarinya." (Muttafaq
'alaih)


Keterangan:

Dalam menguraikan Hadis di atas. Imam al-Qurthubi berkata sebagai berikut:

"Apa yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.w. itu adalah sebagai suatu tamsilperumpamaan yang isi kandungannya adalah menganjurkan dengan sekeras-kerasnya agarseorang mu'min itu selalu memberikan pertolongan kepada sesama mu'minnya, baik pertolongan apapun sifatnya (asal bukan yang ditujukan untuk sesuatu kemungkaran), Iniadalah suatu perintah yang dikokohkan yang tidak boleh tidak, pasti kita laksanakan.
Perumpamaan yang dimaksudkan itu adalah sebagai suatu bangunan yang tidakmungkin sempurna dan tidak akan berhasil dapat dimanfaatkan atau digunakan, melainkanwajiblah yang sebagian dari bangunan itu mengokohkan dan erat-erat saling pegang memegang dengan yang bagian lain. Jikalau tidak demikian, maka bagian-bagian daribangunan itu pasti berantakan sendiri-sendiri dan musnahlah apa yang dengan susah payahdidirikan.

Begitulah semestinya kaum Muslimin dan mu'minin antara yang seorang dengan yanglain, antara yang sekelompok dengan yang lain, antara yang satu bangsa dengan yang lain.

Masing-masing tidak dapat berdiri sendiri, baik dalam urusan keduniaan, keagamaan dankeakhiratan, melainkan dengan saling tolong-menolong, bantu-membantu serta kokohmengokohkan.

Manakala hal-hal tersebut di atas tidak dilaksanakan baik-baik, maka jangandiharapkan munculnya keunggulan dan kemenangan, bahkan sebaliknya yang akan terjadi,yakni kelemahan seluruh ummat Islam, tidak dapat mencapai kemaslahatan yangsesempurna-sempurnanya, tidak kuasa pula melawan musuh-musuhnya ataupun menolakbahaya apapun yang menimpa tubuh kaum Muslimin secara keseluruhan. Semua itumengakibatkan tidak sempurnanya ketertiban dalam urusan kehidupan duniawiyah, jugaurusan diniyah (keagamaan) dan ukhrawiyah. Malahan yang pasti akan ditemui ialahkemusnahan, malapetaka yang bertubi-tubi serta bencana yang tiada habis-habisnya.


224. Dari Abu Musa r.a. juga, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Barangsiapa yang berjalan di sesuatu tempat dari masjid-masjid kita atau pasar-pasarkita sedang ia membawa anak-anak panah, maka hendaklah memegang atau menutupiujung-ujungnya dengan tapak tangannya, sebab dikuatirkan akan mengenai seseorang darikaum Muslimin dengan sesuatu yang dibawanya tadi." (Muttafaq 'alaih)

225. Dari an-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w.bersabda:

"Perumpamaan kaum Mu'minin dalam hal saling sayang-menyayangi, saling kasihmengasrhidan saling iba-mengibai itu adalah bagaikan sesosok tubuh. Jikalau salah satuanggota dari tubuh itu ada yang merasa sakit, maka tertarik pula seluruh tubuh - karena ikut
merasakan sakitnya - dengan berjaga - tidak tidur - serta merasa panas." (Muttafaq 'alaih)


226. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Nabi s.a.w. mencium al-Hasan bin Aliradhiallahu 'anhuma dan di dekat beliau s.a.w. itu ada seorang bernama al-Aqra' bin Habis,lalu al-Aqra'berkata: "Saya ini mempunyai sepuluh orang anak, belum pernah saya mencium
seseorangpun dari mereka itu." Rasulullah s.a.w. lalu memperhatikan orang itu, kemudianbersabda: "Barangsiapa yang tidak menaruh belas kasihan - kepada sesamanya, maka tidakdrbelas kasihani - oleh Allah." (Muttafaq 'alaih)


227. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Ada beberapa orang dari kalangan A'rab Arab pedalaman - datang kepada Rasulullah s.a.w., lalu mereka berkata: "Adakah Tuansuka mencium anak-anak Tuan?" Beliau s.a.w. menjawab: "Ya." Mereka berkata: "Tetapi kita
semua ini, demi Allah tidak pernah mencium anak-anak itu." Kemudian Rasulullah s.a.w.bersabda: "Adakah saya dapat mencegah sekiranya Allah telah mencabut sifat belas kasihanitu dari hatimu semua." (Muttafaq 'alaih)


228. Dari Jarir bin Abdullah, r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Barangsiapa yang tidak menaruh belas-kasihan kepada sesama manusia, maka Allahjuga tidak menaruh belas-kasihan padanya." (Muttafaq 'alaih)


229. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Jikalau seseorang dari engkau semua bersembahyang menjadi imamnya orangbanyak, maka hendaklah meringankannya, sebabdi kalangan para makmum itu ada oranglemah, ada orang sakit dan ada pula yang berusia tua. Tetapi jikalau bersembahyang

sendirian -munfarid, maka hendaklah memperpanjangkan shalatnya itu sekehendak
hatinya." (Muttafaq 'alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan: "Di kalangan makmum itu juga ada orang yangmempunyai keperluan - yang hendak segera diselesaikan."


230. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Sesungguhnya saja Rasulullah s.a.w. itu
niscaya meninggalkan - tidak melakukan -suatu amalan,sedangkan beliau amat suka
mengerjakan amalan itu dan ditinggalkannya tadi adalah karena takut kalau orang-orangakan mengamalkan itu, sehingga akan menyebabkan diwajibkannya amalan tersebut atasmereka." (Muttafaq 'alaih)


231. Dari Aisyah radhiallahu 'anha juga, katanya: "Nabi s.a.w. melarang para sahabatmelakukan puasa wishal - tidak berbuka dalam malam hari puasa, sehingga dua hari puasadijadikan satu dan terus berpuasa saja. Larangan ini adalah karena belas-kasihan kepadamereka. Para sahabat bertanya: "Sesungguhnya Tuan sendiri suka berpuasa wishal." Beliaus.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saya ini tidaklah seperti keadaanmu semua, karenasesungguhnya saya ini diberi makan serta minum oleh Tuhanku." (Muttafaq 'alaih)Artinya ialah: Saya itu diberi kekuatan seperti orangyang makan dan minum.


232. Dari Abu Qatadah yaitu al-Harits bin Rib'i r.a. katanya:"Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Sesungguhnya saya berdiri untuk bersembahyang dan saya bermaksud hendakmemperpanjangkannya, kemudian saya mendengar tangisnya seorang anak kecil, lalu sayaperingankan shalatku itu karena saya tidak suka membuat kesukaran kepada ibunya."
(Riwayat Bukhari)


233. Dari Jundub bin Abdullah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Barangsiapa yang bersembahyang Subuh, maka ia adalah di dalam tanggungan Allah,maka itu janganlah sampai Allah itu menuntut kepadamu semua dengan sesuatu daritanggunganNya - maksudnya jangan sampai mengerjakan kemaksiatan, jangan sampai
meninggalkan shalat Subuh, juga shalat-shalat fardhu yang lain, apalagi kalau ditambahdengan mengerjakan berbagai kemungkaran, kemaksiatan dan lain-lain lagi, sebab kalaudemikian, maka lenyaplah ikatan janji untuk memberikan tanggungan keamanan dan lainlain
antara engkau dengan Tuhanmu itu."

Sebab sesungguhnya barangsiapa yang dituntut oleh Allah dari sesuatutanggunganNya, tentu akan dicapainya - yakni tidak mungkin terlepas - kemudian Allahakan melemparkannya atas mukanya dalam neraka Jahanam." (Riwayat Muslim)


Keterangan:

Jadi yang sudah bersembahyang Subuh dan dengan sendirinya mengerjakan shalat fardhu lain-lain yang
diwajibkan yaitu dengan Subuhnya sekali berjumlah lima waktu itu, jangan sampai berbual sesuatu keburukanyang berupa apapun. Sebabnya ialah dengan berbuat keburukan yang bagaimanapun macamnya adalahsebagai suatu penghinaan pada shalatnya sendiri yang semestinya dapat mencegah segala kejahatan dankemungkaran. Oleh sebab itu besar sekali siksaan Allah padanya, jika orang yang sudah bersembahyang itumasih juga berani melakukan hal-hal yang berdosa itu.

Uraian yang tertera di atas itu adalah penafsiran menurut Imam at-Thayyibi.
Ada pendapat lain dari sebagian para alim ulama menyatakan bahwa maksud Hadisitu ialah:
Jangan sampai kamu semua mengerjakan sesuatu yang sifatnya sebagai gangguankepada orang yang selalu mengerjakan shalat subuh itu dan dengan sendirinya juga shalatshalat fardhu yang lain, sekalipun gangguan itu tampaknya remeh atau tidak berarti.

Dalam Hadis lain yang juga diriwayatkan oleh Imam Muslim ialah bahwa yangdikerjakan itu adalah shalat Subuh dengan berjamaah.

Dari kedua macam pendapat di atas, kita dapat menarik kesimpulan, iaitu:

(a) Seruan keras kepada kita sekalian kaum Muslimin, agar jangan sekali-kali kitameninggalkan atau melalaikan shalat lima waktu, agar kita senantiasa memperoleh rahmatAllah Ta'ala dan tiada seorangpun yang berani mengganggu kita, karena Allah telah
memberikan jaminan sedemikian itu kepada kita.

(b) Kita yang sudah mengenal kepada seseorang yang keadaan dan sifatnyasebagaimana di atas, jangan sekali-kali kita ganggu, baik dengan lisan atau perbuatan,dengan sengaja atau tidak, juga secara senda-gurau atau tidak. Ringkasnya orang tersebut
wajib kita hormati, kita muliakan dan kita ikut melindungi keselamatannya dari perbuatanorang lain yang hendak mengganggunya, sebab ia telah berada dalam jaminan Allah Ta'aladan menjadi tanggunganNya, untuk mendapatkan ketenteraman, keselamatan dankesejahteraan.

(c) Orang yang berani mengganggu orang sebagaimana di atas itu, berarti menghinapada jaminan atau dzimmah Allah Ta'ala yang telah diberikan kepadanya dan oleh sebab itumaka patutlah apabila dilemparkan saja nanti di akhirat dalam neraka dalam keadaantertelungkup yakni mukanya di bawah.

Betapa besar meresapnya Hadis di atas itu dalam kalbu kaum Muslimin, dapatlahkami kutipkan sebagian keterangan yang ditulis oleh Imam as-Sya'rani dalam kitab al-Haudh,demikian intisarinya:

"Di zaman Bani Umayyah memerintah kaum Muslimin, yaitu sepeninggalnya Khulafa'Rasyidin, ada seorang gubernur yang diangkat oleh mereka untuk memerintahdanmengamankan daerah Kufah dan sekitarnya. Gubernur tersebut bernama al-Hajjaj yang
terkenal kejam, zalim dan bengis. Banyak alim-ulama yang ia bunuh secara teraniaya atauperintahnya. Namun demikian, manakala ada orang yang dicurigai hendak melawan ataumenggulingkan kekuasaan dinasti Umayyah dan orang itu sudah menghadap di mukanya
sesudah dipanggil, biasanya al-Hajjaj bertanya kepadanya: "Apakah anda tadibersembahyang Subuh?" Jika dijawab: "Ya," maka orang yang hendak dipenggal lehernya itudilepaskan kembali. Al-Hajjaj amat takut sekali terlaknat atau mendapatkan azab Allah,sebab ia tentunya juga pernah membaca atau mendengar Hadis sebagaimana yang tersebut
di atas itu."
Kufah kini masuk Republik Irak.


234. Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Seorang Muslim adalah saudaranya orang Muslim lainnya. Janganlah iamenganiayanya, jangan pula menyerahkannya kepada musuhnya.
"Barangsiapa memberi pertolongan akan hajat saudaranya, maka Allah selalumenolongnya dalam hajatnya. Dan barangsiapa memberi kelapangan kepada seseorangMuslim dari sesuatu kesusahan, maka Allah akan melapangkan orang itu dari sesuatu
kesusahan dari sekian banyak kesusahan pada hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi celaseseorang Muslim, maka Allah akan menutupi cela orang itu pada hari kiamat." (Muttafaq'alaih)


235. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Seorang Muslim adalah saudaranya orang Muslim yang lain. Janganlah ia berkhianatkepada saudaranya itu dan jangan pula mendustainya, juga jangan menghinakannya - jugaenggan memberikan pertolongan padanya bila diperlukan. Setiap Muslim terhadap Muslimlainnya itu adalah haram kehormatannya - tidak boleh dinodai, haram hartanya tidak boleh
dirampas - dan haram darahnya tidak boleh dibunuh tanpa dasar kebenaran.
Ketaqwaan itu di sini - dalam hati. Cukuplah seseorang itu menjadi orang jelek, jikalauia menghinakan saudaranya yang sama Muslimnya."

Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.


236. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Janganlah engkau semua hasad-menghasad, jangan pula kicuh-mengicuh, janganbenci-membenci, jangan seteru-menyeteru dan jangan pula setengah dari engkau semua itumenjual atas jualannya orang lain. Dan jadilah hamba Allah sebagai saudara.

Seorang Muslim itu adalah saudara orang Muslim yang lain. Janganlah ia menganiayasaudaranya, jangan merendahkannya dan jangan menghinakannya - enggan
memberikan pertolongan padanya. Ketaqwaan itu ada di sini - dan beliau menunjuk ke arahdadanya sampar tiga kali. Cukuplah seseorang itu menjadi orang jelek, jikalau iamenghinakan saudaranya sesama Muslimnya. Setiap orang Muslim terhadap orang Muslimyang lain itu haram darahnya, hartanya dan kehormatannya." (Riwayat Muslim)
Annaj-syu atau mengicuh ialah apabila seseorang itu menambah harga sesuatu barangdagangan lebih dari yang diumumkan di pasar atau lain-lain sebagainya,sedangkan ia tidak
ada keinginan hendak membelinya. Tetapi ia berbuat demikian itu semata-mata akan menipuorang lain saja. Perbuatan semacam ini haram hukumnya.
Tadabbur ialah jikalau seseorang tidak menghiraukan orang lain, meninggalkanberbicara dengannya dan menganggap orang itu sebagai benda yang ada di belakangpunggung atau duburnya.


Keterangan:

Ada beberapa kelakuan buruk yang diperhatikan oleh Rasulullah s.a.w. agar kitasemua menjauhinya. Di antaranya ialah:
1. Hasad, dengki atau irihati.
2. Mengicuh ialah mengatakan pada seseorang dengan harga tinggi atau mengatakanbahwa ia telah menawar sekian, tetapi belum diberikan. Padahal sebenarnya tidak danberbuat sedemikian itu perlu menjerumuskan orang lain agar suka membeli dengan hargatinggi itu dan ia sendiri akan menerima sebagian keuntungan dari penjualannya itu nanti.
3. Benci-membenci.
4. Seteru-menyeteru.
5. Menjual atas jualannya orang lain yakni seperti seorang pedagang yang berkatakepada seorang pembeli: "Jangan jadi beli di sana dan saya mempunyai barang yangmutunya lebih baik dan harganya lebih murah. Belilah kepada saya saja."
Demikian pula kalau ada seseorang yang berkata kepada seorang pedagang: "janganjadi dijual pada si A itu dan saya suka membeli itu dengan harga yang lebih tinggi daripenawarannya."

Semua itu dilarang oleh beliau s.a.w. Tidak lain kepentingannya agar kita sesamamakhluk Allah ini dapat hidup rukun dan damai. Hal ini bukan hanya untuk digunakanantara seseorang menghadapi orang lain, tetapi juga antara golongan dengan golongan
lainnya, juga antara satu bangsa dengan bangsa lainnya. Kalau saja ini dilaksanakan, rasanyatidak perlu lagi membicarakan bagaimana perdamaian dunia dapat diciptakan, sebabmasing-masing dapat menghormati yang fainnya.

Jikalau ajaran di atas itu harus digunakan untuk umum, tanpa pandang bulu,kebangsaan, agama, faham peribadi dan lain-lain maka yang di bawah ini ditekankan olehRasulullah s.a.w., terutama sekali antara kita sesama ummat Islam, yaitu seorang Muslim
wajiblah menunjukkan sikap persaudaraan terhadap Muslim lainnya tanpa memandanggolongannya, bermazhab atau tidaknya, kepartaiannya dan lain-lain lagi. Maka itu kitasemua diperintah oleh Rasulullah s.a.w. jangan sampai melakukan:
(a) Menganiaya, lebih-lebih merampas haknya.
(b) Membiarkan kawannya, padahal memerlukan pertolongan, nasihat dan lain-lain
sebagainya.
(c) Mendustai.
(d) Menghina.
Singkatnya semua itu wajib didasarkan kepada taqwallah yang ditunjukkan olehbeliau s.a.w. bahwa letak taqwa itu bukan di bibir, bukan dengan pernyataan terbuka atautertulis, bukan dengan ucapan yang kosong melompong, tetapi letaknya ialah di dalam hatilalu dicetuskan dalam tindakan yang nyata. Oleh sebab itu dianggap demikian pentingnya,sehingga beliau s.a.w. mengucapkan taqwa tadi dengan menunjukkan letaknya yaitu didalam dada atau hati dan itu diulanginya sampai tiga kali berturut-turut.

Akhirnya Rasulullah s.a.w. menegaskan bahwa seseorang itu cukup disebut orangjahat kalau sampai menghinakan sesama Muslimnya dengan cara apapun juga sepertiperkataan, isyarat tangan, cibiran bibir dan lain-lain ataupun dengan dalih atau alasanapapun.
Juga antara seorang Muslim dengan Muslim lainnya itu sama sekali diharamkanmengalirkan darahnya, merampas haknya atau merusak kehormatannya.
Kalau saja ajaran agama ini tidak dilaksanakan, mustahillah kalau ummat Islam akandapat merebut kejayaannya sebagaimana nenek moyangnya dahulu. Bukan mustahil lagi,tetapi yakin akan dapat diperoleh.
Ada satu hal yang perlu dimaklumi, sehubungan dengan larangan yang berbunyi:
"Jangan kamu semua menjual atas jualannya orang lain": Pertanyaannya ialah: Apakahmenjual cara lelang itu haram?
Jual lelang itu maksudnya ialah menunjukkan suatu benda lalu ditawarkan kepadaorang banyak. Seorang menawar lalu ada yang menambah dengan harga lebih tinggi, oranglain lagi menambahnya pula. Demikian sampai tidak ada yang mengatasinya, kemudian
benda itu diberikan kepada orang yang menawar dengan harga tertinggi. Hukum lelang itudalam Islam diperbolehkan dan bukan haram, dengan berdasarkan suatu Hadis yangmengisahkan perbuatan Rasulullah s.a.w. sendiri, yaitu:
Suatu ketika datanglah seorang yang sedang dalam kesukaran hidup kepada Nabis.a.w. untuk meminta sesuatu kepadanya, tetapi beliau s.a.w. menolaknya karena memangtidak ada yang dapat diberikan padanya. Orang itu mengatakan bahwa ia masih mempunyaidua benda yang dapat dijual, yaitu lapik pelana dan gelas minum.

Keduanya dibawa ketempat Nabi s.a.w. lalu ditawarkan kepada sahabat-sahabatnya demikian:
"Siapakah yang suka membeli lapik kuda dan gelas ini?"
Kemudian ada seorang yang berkata: "Saya suka mengambil (membeli) kedua bendaitu dengan harga sedirham. Beliau s.a.w. lalu bersabda lagi:
"Siapakah yang suka menambah dengan sedirham?"
Orang-orang sama berdiam diri. Lalu beliau s.a.w. bertanya lagi seperti di atas.

Selanjutnya ada seorang yang berkata: "Saya suka mengambil (membeli) keduanyadengan harga dua dirham."
Rasulullah lalu bersabda:
"Kedua benda ini milikmu."
Jadi cara jual beli lelangan bukannya termasuk larangan sebagaimana di atas. Makahukumnya boleh dilakukan.


237. Dari Anas r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya:

"Tidaklah sempurna keimananseseorang dari engkau semua itu, sehingga ia mencintai untuk diterapkan kepadasaudaranya sebagaimana ia mencintai kalau itu diterapkan untuk dirinya sendiri." (Muttafaq
'alaih)


238. Dari Anas r.a. juga, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tolonglah saudaramuitu, baik ia sebagai orang yang menganiaya atau yang dianiaya." Ada seorang lelaki bertanya:
"Ya Rasulullah, saya dapat menolongnya jikalau ia memang dianiaya. Tetapi bagaimanakah
pendapat Tuan, jikalau ia sebagai orang yang menganiaya? Bagaimanakah cara saya
menolongnya itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Hendaklah ia engkau cegah atau engkau larangdari perbuatan penganiayaannya itu, sebab demikian itulah cara menolongnya." (RiwayatBukhari)


239. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Haknya seorang Muslim terhadap orang Muslim yang lain itu ada lima perkara yaitumenjawab salam, meninjau yang sakit, mengikuti jenazahnya, mengabulkan undangannyadan bertasymit kepada yang bersin - yakni kalau seseorang bersin dan mengucapkanAlhamdulillah, maka yang mendengar hendaklah mentasymitkan mendoakan dengan
mengucapkan: Yarhamukalhh, artinya: Semoga Allah merahmatimu, kemudian yang bersin itu menjawab: Yahdikumullah wa yushtihu balakum, artinya: Semoga Allah memberi petunjukpadamu dan memperbaiki hatimu." (Muttafaq 'alaih)

Dalam riwayat Muslim disebutkan demikian:
"Hak seorang Muslim terhadap orang Muslim lainnya itu ada enam perkara, yaitujikalau engkau bertemu dengannya, maka berilah salam kepadanya, jikalau ia
mengundangmu, maka kabulkanlah undangannya, jikalau ia meminta nasihat kepadamu,maka berilah ia nasihat, jikalau ia bersin kemudian mengucapkan Alhamdulillah, makatasymitkanlah ia, jikalau ia sakit, tinjaulah ia dan jikalau ia meninggal dunia, maka ikutilahjenazahnya." (Riwayat Muslim)


240. Dari Abu Umarah, yaitu al-Bara' bin 'Azib radhiallahu 'anhuma, katanya:

"Rasulullah s.a.w. menyuruh kita melakukan tujuh perkara dan melarang kita tujuh perkarapula. Kita semua diperintah meninjau orang sakit, mengikuti jenazah, mentasymitkan orangyang bersin, menuruti orang yang bersumpah - misalnya seseorang berkata kepada kita:
Demi Allah, hendaklah engkau begini, maka orang yang diminta melakukannya itusupayameluluskan permintaannya, menolong orang yang dianiaya, mengabulkan undangan orangyang mengundang, serta menyebarkan salam -kepada orang yang sudah dikenal atau yangbelum dikenal. Beliau s.a.w. melarang kita mengenakan cincin yakni bercincin emasuntuk
kaum lelaki, minum dengan wadah yang terbuat dari perak, hiasan-hiasan sutera merah ini
kebiasaannya saja, jadi selain merah dilarang pula untuk kaum lelaki, juga mengenakan bajusutera campur katun, lagi pula mengenakan sutera istabraq - sutera tebal - dan dibajumumnya sutera murni." (Muttafaq 'alaih)

Dalam suatu riwayat disebutkan: "Diperintahkan pula mengumumkan benda yanghilang." Ini ditambahkan dalam golongan tujuh yang pertama yakni yang diperintahkan.Almayatsir, dengan ya' mutsannat di bawah sebelumnya ada alifnya dan tsa'
mutsallatsah sesudahnya, adalah jamak dari kata maitsarah. Artinya ialah sesuatu hiasan yang
dibuat dari sutera dan di isi dengan kapuk ataupun lain-lainnya, lalu diletakkan di tempatkenaikan kuda atau tempat duduk di unta yang di situlah pengendaranya duduk.

Alqassiy dengan fathah qafnya dan dikasrahkan sin muhmalah  yang disyaddah,artinya ialah pakaian yang dibuat sebagai tenunan dari sutera dan katun yang dicampurkan.Insyadudh-dhallah, yaitu mengumumkan sesuatu yang hilang, untuk dikembalikankepada pemiliknya.

"Mutsannat", artinya bertitik dua, adakalanya: Minfawqu (di atas lalu menjadi ta') dan adakalanya: Min tahtu(di bawafi lalu menjadi ya'). "Mutsailatsah", artinya bertitik tiga, sedang "Muwahhadah", artinya bertitik satu.
Ini dua macam, jika di atas lalu menjadi ba'dan jika di bawah lalu menjadi nun.
 "Muhmalah", artinya dikosongkan, maksudnya tidak bertitik. Kebalikannya ialah "Mu'jamah," yaitu bertitik.
"Musyaddadah," ertinya disyaddahkan, sedang kebalikannya ialah "Mukhaffafah," ertinya tidak disyaddahkan.
Erti aslinya musyadadah itu di beratkan dan mukhaffafah itu diringankan.

Tiada ulasan: