Catatan Popular

Sabtu, 18 Januari 2020

Kitab Manazil al-Sa'irin - Manzilah kedua Manzilah al-Taubah


(Tingkatan-tingkatan Perjalanan Ruhani)

karya 'Abdullah Al-Ansari Al-Harawi

Manzilah kedua Manzilah al-Taubah

Manzilah al-Taubah adalah manzilah kedua dari Manzilah Al-Bidayat yang tercantum dalam kitab Manazil al-Sairin.

Manzilah al-Taubah ini terdiri dari tiga: Awwam, Awsath, dan Khusus.  

Awwam

"Dan barangsiapa yang belum bertaubat maka mereka adalah orang-orang yang zalim" (QS 49:11).

Dalam ayat ini, Allah melepaskan Sifat Zalim dari orang yang bertaubat. Taubat tidak akan benar kecuali setelah mengenali dosa. Mengingat taubat adalah kembali tunduk pada hukum Al-Haqq setelah penentangan atasnya. Bagaimana mungkin seseorang dapat kembali tunduk sekiranya dirinya tidak menyadari penentangan yang dilakukannya. 
Kesadaran akan dosa hendaknya diiringi kesadaran tentang dosa tersebut dalam tiga hal: terlepasnya perlindungan Allah ketika melakukannya, rasa lega ketika terlepas dari dosa (dan rasa sedih bahwa dirinya telah terperosok ke dalam dosa), rasa malu dan hina bahwa dirinya disaksikan Allah ketika melakukan dosa tersebut. 
Sedangkan syarat dari taubat ada tiga hal: penyesalan, permohonan maaf, dan berlepas diri dari perbuatan tersebut untuk selanjutnya.

Kemudian hakikat taubat ada tga hal: merasa bahwa dosa tersebut adalah besar, merasa bahwa taubatnya tidaklah memadai dan memohon dengan kerendahan diri dihadapan Allah. 

Taubat awwam dengan memperbanyak upaya untuk taat kepada Allah yang menuntut tiga hal: kesungguhan dalam mengharapkan penutupan dari Allah bahwa Allah adalah Zat yang Maha kaya dan tidak membutuhkannya dirinya, terus memohon kemurahan ganjaran dari Allah SWT. 

Awsath

Sekarang masuk pada taubat Awsath, yaitu mereka yang telah menempuh perjalanan ruhaniah. Ini merupakan kelanjutan dari taubat Awwam.
Pada tingkat ini adalah Taubat atas keterlepasan dirinya dari maksiat yang berasal dari hakikat kegigihan perjuangannya serta upayanya yang terus menerus untuk melepaskan diri dari maksiat (sehingga fokus hatinya tidak lebih adalah menjauhi kemaksiatan).
Yang dimaksud dalam konteks ini adalah Taubatnya mereka yang sudah melewati tahap perjalanan ruhaniah, sudah terlepas dari dosa-dosa yang biasa melingkupi orang Awwam.

Salik pada tingkat ini haruslah bertaubat dari usahanya melepaskan diri dari maksiat. Mengingat bahwa usaha yang dilakukannya sebenarnya semata muncul dari bantuan dan perlindungan Allah atasnya bukan dari dirinya. Ketika dia masih menyaksikan hal tersebut adalah hasil usahanya maka hal tersebut adalah maksiat tersendiri dan dia harus bertaubat atasnya.

Semua Kemuliaan, Rahmat dan Ampunan yang didapatnya semata karena kemuliaan Allah dan perlindungan Allah atas dirinya. Hati yang terus menerus dalam upaya ini terperosok pada kondisi yang berlebihan sehingga dirinya berada dalam keadaan ketidak tentraman dan hilangnya keyakinan bahwa Allah adalah Zat Yang Maha Pengampun.

Salik yang seperti ini mereka tengah menghancurkan dirinya dalam kesulitan yang dibuatnya sendiri di dalam kemudahan yang Allah berikan padanya. Hatinya akan kesulitan untuk memandang Allah sebagai cahaya Rahmat.

Khusus

Sekarang tentang Taubat pada tingkat Khusus sebagai kelanjutan taubat Awsath. Taubat pada tingkat Khusus ini adalah Taubat atas hilangnya 'waktu' karena mengantarkan Salik pada dasar kekurangan dan padamnya cahaya al-Muraqabah dan keruhnya mata air kebersamaan dengan Allah.

Yang dimaksud dengan 'waktu' di sini adalah kebersamaan dan keterhubungan dengan Allah SWT.

Kehilangan waktu dalam konteks ini adalah kelalaian yang merupakan keburukan yang besar pada diri Salik sehingga menuntut Taubat atas hal tersebut.

Mengingat kelalaian akan menyebabkan terputusnya hubungan  khusus dengan Allah SWT dan  karena hatinya tidak lagi terhubung dengan hakikat Ilahi menyebabkan hatinya kembali keruh dan hilangnya cahaya pengawasan Ilahi atasnya. Hijab dirinya kembali menutupi dirinya.

Puncak dari Taubat adalah Taubat atas kesadaran selain dari Allah dan memandang penyebab kelalaian tersebut pada akhirnya taubat atas kesadaran terhadap sebab kelalaian tersebut.
Yang dimaksud pada puncak Taubat ini adalah Taubat dari Taubat itu sendiri. Mengingat seorang Salik ketika masih bertaubat dan kesadarannya masih mencari sebab atas kelalaiannya menunjukkan kesadarannya masih belum sepenuhnya hanya kepada Allah dan ini adalah keburukan yang atasnya dia harus bertaubat. Ketika seseorang masih bertaubat atas selain Allah menunjukkan pada dirinya ada selain Allah dan atas hal tersebut dia harus bertaubat.

Syaikh memaknai ayat "Bertaubatlah jamu semua kepada Allah secara keseluruhan wahai orang-orang yang beriman" (QS 24:31).

Bahwa Mukminin bukanlah pendosa sehingga dia harus bertaubat dari dosanya, tapi dari masuknya dirinya pada Maqom Jami' agar dirinya dapat sampai pada Maqom ketunggalan sehingga diperintahkan untuk bertaubat. 

Tiada ulasan: