Catatan Popular

Khamis, 31 Ogos 2023

KITAB AL MAWAKIF WAL MUKHOTOBAT : 5. HURUF

Karya Muhammad Bin Abdul Jabbar Al-Niffari (AL NIFFARI)

Allah berseru kepada hamba-Nya. (Pahami QS.Al-Insylqaq 84.6).

 

Huruf dirangkai menjadi perkataan, dari perkataan menjadi pendapatan; Pendapatan bersama dengan perkataan akan menjadi bilangan. Pendapatan disatukan dengan bilangan perkataan, dan bilangan perkataan disatukan dengan bilangan pendapatan menimbulkan kekuatan magis. Dan atas dasar hukum “Peringatan” hal yang demikian adalah masuk dalam kekufuran.

 

Hukum bilangan kata adalah hukum bantah-membantah (sengketa) yang satu berlawanan dengan yang lain, hal demikian membawa kepada kepiluan dan kecemasan, hal yang demikian adalah kemustahilan belaka dan menjadikan ketergantungan dan ke guncangan.

 

Asma’ (nama-nama) dan sifat-sifat dan Af’al (perbuatan-perbuatan) adalah hijab belaka atas Zat Ilahiat. Karena sesungguhnya Zat Illahiat itu tidak dapat menerima pembatasan. Zat Illahiat itu berada pada tingkat ketinggian, sedang pelepasan (Penanggalan  -  Tajried) dan Asma’ dan Sifat adalah urut-urutan yang menurun (Tanazzilat).

 

Asma’ dengan zat asmanya berdiri tanpa perbuatan, asma’ dapat berbuat hanya dikarenakan Zat Allah semata. Dan... sesungguhnya persoalannya berkisar bagaikan perkakas dan alat-alat. Dan Huruf di dalam Surga adalah merupakan alat-alat dan perkakas.

 

Para Malaikat yang membangun Mahligai-mahligai dan memancarkan sumber-sumber mata air, yang menciptakan makanan-makanan dan menyediakan minuman-minuman, kesemuanya adalah huruf. Dan huruf itu adalah Maqam (kedudukan) yang diberikan kepada para Malaikat, dan pra Malaikat tiada kesanggupan untuk melampauinya (melangkah lebih dari batas yang ditugaskan padanya).

 

Adapun manusia, maka ia memperoleh kesanggupan untuk lewat melalui dan melangkah serta melampaui lalu keluar daripadanya agar bisa sampai kepada maqam bersanding “Kedudukan bertetangga dekat” kepada Zat Illahiat sepenuhnya.

 

Allah berseru kepada hamba-Nya :

“Huruf itu sifatnya lemah, tidak berkesanggupan untuk memberitakan tentang dirinya, apalagi memberitakan tentang-Ku.

 

Akulah pencipta huruf dan mahruf – apa yang diberitakan oleh huruf.

Aku jadikan dari rangkaian huruf itu menjadi Asma, dan susunannya menjadi bahasa dan beberapa ibarat agar dengannya manusia yang menjadi penghuni alam ini dapat berbicara. Jangan dilupakan bahwa kesemuanya ini Aku yang menjadikan dan Aku berada di atas segala.

 

Apa yang Aku ciptakan sebagaimana halnya huruf, tidaklah mempunyai kemampuan hukum apapun atas Ku dan tiada menyentuh sedikit pun atas Zat Ku”.

 

Telah kukatakan kepada huruf dengan gaya huruf itu sendiri, maka tiadalah lesan (penyalur huruf) itu dapat menyaksikan Daku dan tiadalah Aku dikenal oleh huruf itu.

“Barangsiapa yang telah kucintai daripada penyanding-penyanding Ku dan pencinta-pecintaKu, maka Aku pun berkenan berkata-kata kepadanya, kata-kataku tanpa ibarat (tanpa bahasa dan tanpa rangkaian huruf); Dan orang itu pun akan diajak bicara oleh batu-batu dan bata-bata, dan bagi orang itu cukup mengatakan terhadap sesuatu “Jadilah” maka “Jadi”.

 

Andaikan Ku katakan dengan ibarat, tentu saja ucapan Ku itu akan dikembalikan oleh ibarat kepada diri ibarat itu tentang apa-apa yang diibaratkan dan dengan apa-apa yang diibaratkan. Dan pastilah hal yang demikian menjadikan tirai pendinding karena kembalinya itu dan sekalipun yang mana berarti tidak dapat berbuat apa-apa”.

 

Allah berseru kepada seorang bijak (yang sudah mencapai pengenalan sejati) :

“Enyahkan jauh-jauh dari dirimu segala apa yang engkau lihat, lepaskan dirimu dari daya tarik apapun dan dari pengaruh yang bagaimanapun juga, terutama dari rangsangan-rangsangan. Keluarlah engkau dari ilmu pengetahuan, amal-amalmu, pengenalan ma’rifatmu, bahkan dari dirimu dan namamu sekalipun. Keluarlah engkau dari huruf dan mahruf.

 

Lemparkan segala ibarat ke belakang punggungmu dan campakan arti makna ke belakang ibarat, dan lemparkan pendapat ke belakang arti makna dan masuklah engkau seorang diri (tunggal), niscaya engkau akan melihat Aku sendiri. (Itulah kebenaran pandangan mata hati) Selanjutnya untuk mencapai tingkat yang demikian bagi si salik (orang yang berjalan menuju kepada Allah) memerlukan melepas-bebaskan dirinya dari segala sesuatu, baik pengetahuannya, ama perbuatannya, sifatnya bahkan diri dan namanya dalam ari keluar dari kebanggan diri. Janagan hendaknya sampai terucapkan dari lesan “Aku si anu yang telah mencapai derajat demikian, aku adalah seorang arif yang bijak, yang berilmu dan yang telah membuat karangan-karangan”. Bukan hanya itu saja, tetapi ia harus keluar dari sihirnya, kalimat dan fitnahnya ibarat (ucapan) ... keluar dari tabiat dan keinginan-keinginan (syahwat)... keluar dari adat istiadatnya, dan dari kesemuanya itu dikembalikan apapun yang ada pada dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (Semata-mata). Ia harus mencuci tangannya (sebersih-bersihnya) baik dari pangkat dan kejayaannya serta kekuasaannya.

 

Itulah sebenarnya penelenjangan yang sewajibnya untuk dapat masuk ke Hadirat Illahy, dan itu adalah suatu perjalanan rohani yang tidak dapat dicapai oelah setiap orang, malainan oleh orang-orang tertentu.

  

Allah berseru kepada seorang yang Arif :

“Andaikan perjalananmu berhenti hanya sampai kepada huruf, lalu engkau dikuasainya sebagaimana tawanan, dan terpengaruhlah oleh rahasia-rahasianya,  dan tergoda oleh teka-tekinya, agar supaya engkau dapat merajalela atas manusia-manusia, niscaya akan Ku catat engkau dari golongan ahli sihir yang tidak berjaya, dan dari penyembah-penyembah huruf yang mereka itu adalah (terang-terangan) berlaku syirik kepada Ku  mereka adalah penyembah-penyembah huruf selain daripada Ku, dan menuntut nama itu dari selain Ku”.

 

“(Bila) Aku memberitahukan kepadamu tentang rahasia huruf, maka itu adalah suatu malapetaka yang gawat segawat-gawatnya.

Engkau dapat mengenal rahasia huruf, sedang engkau berada di dalam kemanusiaanmu, niscaya gilalah akal budimu.

Engkau dapat mengenal rahasia Asma (Nama-nama), sedangkan engkau berada di dalam kemanusiaanmu, biscaya gilalah akal budimu.

 

Hai hamba!! “Tiada ijin bagimu, kemudian tiada ijin bagimu, kemudian tujuhpuluh kali tiada ijin bagimu untuk membeberkan terhadap apa yang Daku percayakan kepadamu dari rahasia-rahasia huruf-Ku dan nama-nama Ku. Dan ... bagaimana engkau masuk ke dalam khazanah Ku, dan bagaimana engkau mengambil dari huruf-huruf itu satu huruf dengan keperkasaan Ku dan Kekuasaan Ku, dan... bagaimana engkau melihat Ku???”

Tiada ulasan: