Masalah
01
Habib Abubakar bin Syeikh Asseggaf ra.
bertanya:
“Bagaimanakah perasaan yg timbul dalam hati
seseorang yg telah sampai kepada Allah Ta’ala. Apakah ia harus membuangnya
jauh² dan hanya bersandar kepada perasaan Rabbani saja atau apa yg seharusnya
ia kerjakan?
al-‘Allamah al-Habib Abdullah bin Alawi
al-Haddad ra. menjawab: “Seseorang yg telah sampai kepada Allah atau seseorang
yg mengenal Allah dengan ilmu yg ia miliki, sebagaimana yg dimiliki pula oleh
para ulama, memiliki berbagai tingkatan yg tidak terhitung banyaknya.
Seseorang yg telah sampai kepada Allah Ta’ala
mempunyai dua keadaan:
Pertama, yg dikenal dengan nama al-Jam’u, dan
yg kedua adalah yg dikenal dengan nama al-Farqu.
al-Jam’u adalah tingkatan atau keadaan yg dicapai oleh
seorang yg telah mengenal Allah secara terus menerus tanpa terputus sesaat pun
di dalam keadaan yg sedemikian ini. la adalah seseorang yg akan terus-menerus
fana’ dan tenggelam di alam ketuhanan secara keseluruhan secara terus-menerul
tanpa terputus sesaat pun.
Sehingga ia tidak lagi mengenali dirinya maupun
yg lain selain Allah Ta’ala. Tentang keadaan atau tingkatan seperti ini pernah
diucapkan oleh seorang penyair: “Andaikata
hatiku pernah mengingat selain-Mu karena kelalaianku, maka aku rela jika
dihukum dengan kemurtadan.”
Penyair lain mengatakan: “Dahulu hatiku mencintai-Mu, akan tetapi tidak
terus-menerus. Namun setelah aku mengenal-Mu lebih jauh, maka aku tidak dapat
melupakan diri-Mu sedetikpun.”
Adanya perasaan kepada selain Allah Ta’ala bagi
seseorang yg telah mengenal Allah Ta’ala dengan baik tidak mungkin akan
terjadi. Karena perasaannya telah benar² menyatu dengan Dzat Allah Ta’ala,
sehingga ia tidak dapat memalingkan perasaan tersebut sesaatpun daripada-Nya.
Keadaan yg seperti ini pernah disebutkan oleh Rasulullah Saw. dalam sabdanya:
“Aku mempunyai waktu yg tidak cukup bagiku,
kecuali hanya untuk Tuhanku.”
Perasaan semacam ini sulit didapat oleh
seseorang. Akan tetapi jikalau perasaan ini telah hadir pada diri seseorang
secara terus-menerus, maka ia akan melihat berbagai keajaiban dan kemisterian
alam ghaib yg menakjubkan.
Perasaan semacam ini pernah dialami seorang
tokoh sufi di Irak. Ia pernah tenggelam dalam perasaan seperti ini selama tujuh
tahun dan selama itu ia tidak sadar. Kemudian ia sadar dalam waktu pendek,
tetapi ia tenggelam kembali dalam perasaan ketuhanannya itu selama tujuh tahun
lagi. Dan selama itu ia tidak pernah makan, minum, tidur maupun shalat, ia
hanya berdiri di sebuah tempat dan matanya selalu memandang ke langit.
Disebutkan juga bahwa salah seorang tokoh sufi
di Mesir pernah juga mengalami keadaan atau perasaan seperti itu. Ia berwudhu,
kemudian ia berbaring dan ia berkata kepada pembantunya: “Jangan engkau membangunkan aku, sampai aku bangun
sendiri.”
Maka, ia tidak sadarkan diri selama tujuh belas
tahun. Dan selama itu pula ia tidak makan dan tidak minum. Kemudian ia bangun
dan ia melakukan shalat dengan wudhu’nya yg dahulu. Perlu diketahui, para
‘arifin billah selalu merindukan untuk mendapatkan keadaan seperti itu.
Tetapi Allah Ta’ala jarang sekali memberikan
perasaan semacam itu kepada hamba²Nya, karena Allah Ta’ala kasihan kepada
mereka dan agar hambanya yg terdekat dapat mengerjakan segala kewajibannya
kepada Allah Ta’ala, agar pahala mereka senantiasa bertambah serta agar tubuh
mereka tidak rusak karenanya.
Sebab, jika perasaan ketuhanan telah
mempengaruhi hati seseorang dan ia tenggelam dalam perasaan seperti itu, maka
kekuatannya sebagai manusia tidak akan dapat menanggulanginya. Sebab, Gunung
Tursina menjadi terbakar dan meletus ketika cahaya Allah Ta’ala tumbuh di
puncaknya, maka bagaimana jika cahaya Allah Ta’ala itu telah bersemayam di hati
seseorang.
Karena itu, tidak pantas jika kita percaya
kepada sebagian orang yg telah disesatkan oleh setan yg mengaku bahwa mereka
telah mengalami masa tenggelam di alam ketuhanan, sehingga mereka meninggalkan
semua kewajiban agama, seperti puasa, shalat, serta mereka melakukan segala
bujuk rayu hawa nafsunya dan larangan² Allah Ta’ala.
Andaikata mereka termasuk wali² Allah, tentunya
mereka akan dipelihara oleh Allah dari segala perbuatan yg tidak baik. Dan
secara logika, andaikata mereka benar² mengalami masa tenggelam di alam
ketuhanan, tentunya mereka tidak akan terpengaruh oleh hal² selain Allah
Ta’ala.
Kiranya kami cukupkan sampai disini keterangan
kami tentang keadaan atau masa ketenggelaman seseorang di alam ketuhanan yg
memfana’kan dirinya dari selain Allah Ta’ala.
Kini, mari kita bicarakan tentang keadaan al-Farqu, yaitu keadaan atau
perasaan yg di alami oleh seseorang yg telah tenggelam di alam ketuhanan,
tetapi tidak terus-menerus.
Seseorang yg telah mencapai tingkatan ini, maka
Allah Ta’ala akan senantiasa memeliharanya dan memperhatikannya. Untuk
selamanya, ia akan merasa selalu diawasi dan diberi petunjuk oleh Allah Ta’ala,
sehingga ia tidak berani berbuat sesuatu, kecuali yg telah diajarkan oleh
al-Qur’an dan as-Sunnah. Yg menurut istilah kaum sufi, perasaan semacam itu
disebut perasaan malaki atau ilham Rabbani.
Adapun perasaan setan, tidak akan timbul dan
tidak akan berpengaruh sedikitpun kepada seseorang yg telah sampai kepada Allah
Ta’ala. Sebab, setan yg terkutuk tidak akan dapat mendekati hati seorang yg
telah sampai kepada Allah Ta’ala.
Karena Allah Ta’ala akan senantisa meneranginya
dengan cahaya petunjuk-Nya. Mungkin setan dapat mempengaruhi seseorang yg telah
sampai kepada Allah Ta’ala, tetapi orang itu akan diselamatkan oleh Allah
Ta’ala dari gangguan setan. Hal ini sebagaimana yg disabdakan oleh Rasulullah
Saw.:
“Aku mempunyai setan, tetapi Allah memenangkan
aku daripadanya, sehingga aku selamat dari godaannya, sehingga ia tidak
menyuruhku kecuali yg baik.”
Adapun perasaan nafsu tidak mungkin dapat
mempengaruhi hati seseorang yg telah sampai kepada Allah Ta’ala, karena hatinya
telah tunduk dan telah dekat kepada Allah Ta’ala. Bahkan nafsunya pun dapat ia
kendalikan, sehingga ia taat kepada Tuhannya dan telah dimasukkan dalam
golongan hamba²Nya yg pantas menghuni surga-Nya yg luasnya seluas langit dan
bumi, yg disediakan hanya bagi orang² yg bertakwa.