Masalah 02
Habib Abubakar bin Syeikh Asseggaf ra. bertanya:
“Bagaimanakah hukumnya keburukan yg dilakukan oleh seorang ‘arif billah?”
al-‘Allamah al-Habib
Abdullah bin Alawi al-Haddad ra. menjawab:
“Menurut istilah kaum
sufi, seorang ‘arif billah adalah seseorang yg beriman kepada Allah Ta’ala dan
ia benar² mengerti segala kewajiban serta larangan Allah Ta’ala, dan ia
menjalankan segala kewajiban-Nya serta menjauhi larangan-Nya dengan baik.
Selain itu, ia gemar
memperbanyak amalan² sunnah yg dapat semakin mendekatkan dirinya kepada Allah
Ta’ala. Semuanya itu ia lakukan demi untuk mendekatkan dirinya kepada Allah
Ta’ala, sehingga ia mendapat cahaya Allah Ta’ala dan sehingga apa saja yg misteri
akan menjadi nyata, hingga ia akan mendapat petunjuk, furqan, dan ilmu dari
Allah Ta’ala.
Selanjutnya, seorang
‘arif billah, meskipun ia telah mencapai tingkatan terdekat di sisi Allah
Ta’ala, ada kemungkinan ia melakukan pelanggaran atau kekeliruan yg menyebabkan
ia terkena sangsi dari Allah Ta’ala baik secara syari’at maupun secara akal. Sebab,
tujuan seorang ‘arif billah ingin menjadi seorang wali Allah Ta’ala dan seorang
wali akan terpelihara dari perbuatan dosa.
Disebutkan bahwa di
antara para Nabi ada juga yg melakukan kesalahan, misalnya kesalahan yg telah
dilakukan Nabi Adam as., ketika ia makan buah dari pohon yg dilarang, Nabi Daud
as. ketika ia mempunyai keinginan yg salah, demikian pula ketika Nabi Sulaiman
as. melakukan perbuatan yg salah. Akan tetapi semua yg mereka lakukan itu tidak
sengaja.
Karena itu, para
tokoh ulama berpendapat bahwa para Nabi terpelihara dari segala dosa yg besar
maupun yg kecil. Adapun kalau ada kesalahan yg mereka lakukan, tidak lebih dari
kekeliruan yg tidak disengaja atau karena faktor lupa.
Telah diketahui
secara umum, bahwa segala perbuatan kebajikan yg dilakukan oleh para ‘arif
billah akan diberi pahala yg berlipat ganda, demikian pula segala kesalahannya
akan dinilai dosa secara berlipat ganda.
Ada kemungkinan dosa
kecil yg mereka lakukan akan dinilai sebagai dosa besar, karena mereka telah
berada di lingkungan terdekat dengan Allah Ta’ala, dimana lingkungan tersebut
tidak boleh dinodai oleh dosa sekecil apapun. Hal ini sebagaimana yg disebutkan
dalam firman Allah Ta’ala:
يٰنِسَآءَ النَّبِىِّ مَنْ يَأْتِ مِنْكُنَّ بِفٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ يُضٰعَفْ لَهَا الْعَذَابُ ضِعْفَيْنِ ۚ وَكَانَ ذٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا. وَمَنْ يَقْنُتْ مِنْكُنَّ لِلَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَتَعْمَلْ صٰلِحًا نُّؤْتِهَآ أَجْرَهَا مَرَّتَيْنِ وَأَعْتَدْنَا لَهَا رِزْقًا كَرِيمًا
“Hai istri² Nabi, siapa² di antaramu yg mengerjakan perbuatan keji yg
nyata, niscaya akan di lipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Dan
adalah yg demikian itu mudah bagi Allah. Dan barangsiapa di antara kamu
sekalian (istri² Nabi) tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan
amal yg saleh, niscaya Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami
sediakan baginya rezeki yg mulia.” (QS. al-Ahzab (33): 30 31)
Disebutkan bahwa
‘arif billah al-Imam Ibnul Jala’ ra. pernah melihat seorang pemuda yg berwajah
tampan, maka dikatakan kepadanya: “Pasti engkau akan segera mendapat
sangsinya.” Maka Al-Qur’an yg telah dihafalkannya menjadi hilang dari
ingatannya.
Disebutkan pula,
bahwa ada seorang yg telah sampai kepada Allah Ta’ala pernah mempunyai perasaan
ingin berbuat maksiat ketika ia sedang dalam shalatnya, maka Allah Ta’ala
menjadikan hitam seluruh tubuhnya dan hal itu berlangsung cukup lama sampai
setelah dimohonkan ampun oleh orang² shaleh lainnya.
Disebutkan juga bahwa
Imam Junaid ra. pernah melihat seorang miskin yg sedang minta². Maka ia berkata
dalam hatinya: “Andaikata orang ini bekerja dan ia tidak minta², pasti
akan lebih baik baginya.” Maka ketika ia bangun untuk beribadah di
malam hari, ia tidak akan mendapatkan kenikmatan dan kegunaannya untuk
beribadah menjadi hilang dan ia pun tertidur pulas.
Dalam tidurnya ia
melihat orang miskin tersebut mengulurkan sepotong daging kepadanya seraya
berkata: “Makanlah daging ini, karena engkau telah menggunjing diriku.” Maka
ia berkata: “Aku hanya berkata dalam hatiku.” Maka dikatakan
kepadanya: “Seorang yg sepertimu tidak pantas melakukan hal seperti
itu.”
Disebutkan juga bahwa
ada seorang yg telah sampai kepada Allah Ta’ala mendapat sangsi dari Allah
Ta’ala ketika ia mempunyai perasaan ingin makan sesuatu yg dihalalkan. Hal itu
terjadi karena ia berlaku tidak sopan kepada Allah Ta’ala.
Disebutkan juga bahwa
al-lmam asy-Syaikh Abu Thurab an-Nahsyabi ra. pernah mempunyai perasaan ingin
makan roti dan telur, sehingga ia pergi ke pasar untuk mewujudkan keinginannya.
Maka di saat itu ada seorang yg menarik baju al-lmam asy-Syaikh Nahsyabi ra.
dan ia berkata: “Lelaki ini adalah teman para pencuri.”
Maka ia dipukuli oleh
penduduk yg ada di pasar itu. Untungnya ada seorang yg mengenalnya, sehingga
mereka dilerai. Setelah itu ia di antarkan ke rumahnya dan diberikan kepadanya
roti serta telur yg ia inginkan.
Maka asy-Syaikh
an-Nahsyabi ra. berkata kepada dirinya: “Makanlah roti dan telur yg
menyebabkan aku dipukuli oleh orang banyak.”
Disebutkan juga bahwa
ada seorang ‘arif billah yg ingin makan ikan, sehingga ia mengulurkan tangannya
kepada seekor ikan yg telah terhidang di depannya, maka dengan izin Allah
Ta’ala, tangan si ‘arif billah tersebut terkena duri ikan sampai terluka.
Disebutkan juga bahwa
al-Imam asy-Syaikh Abul Ghaits ra. pernah mencium istrinya tanpa niat, sehingga
ia turun dari kedudukannya di sisi Allah Ta’ala selama setahun. Dan kisah²
tentang mereka masih banyak lagi. Andaikata kami menukilkan kisah² semacam itu,
maka kami telah menyimpang dari maksud kami yg sebenarnya, yaitu ingin
meringkas keterangan kami.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan