Catatan Popular

Jumaat, 6 Mei 2011

MARAH TERPUJI DAN MARAH TERCELA

  Terletak pada kemampuannya menahan diri dan sabar ketika nafsu amarah menghampirinya. Abu Darda Sahabat Rasulullah SAW. Menceritakan ada seorang berkata kepada Nabi SAW. Nasihatilah saya. Rasulullah SAW, bersabda “ Jangan Marah”, orang itu mengulangi permintaannya, Rasul SAW bersabda “ Jangan Marah”. (H.R. Bukhari). Sikap marah mengantar seseorang untuk melakukan banyak keburukan, cacian, umpatan, kata-kata kotor, sampai pemukulan dan perusakan-perusakan fasilitas umum bahkan mudah bertindak pembunuhan.. Menghindari marah sebagaimana di ajarkan Rasulullah SAW. Hidup pemaaf dan kasih sayang terhadap sesama, berarti menghindari seseorang dari banyak keburukan dan kejahatan.

Disadari kekuatan kehebatan seseorang hakikatnya bukan dinilai lewat kemenangan dalam berkelahi tetapi kemampuan untuk mengendalikan diri.“ Seorang yang kuat itu tidak terbukti lewat perkelahian tetapi yang kuat itu adalah yang mampu menahan diri ketika marah”. (H.R. Bukhari). Menahan diri dari marah berarti menahan diri dari melakukan sesuatu atau mengeluarkan kata-kata kecuali dalam batasan kebenaran. Dilapangan marah ini berkembang dalam dua bentuk, pertama marah terpuji, kedua marah tercela.
1. Marah yang terpuji.
Marah yang terpuji kemunculannya dilandasi karena Allah dan bertujuan dalam rangka kebenaran, seperti saat perintah Allah dilanggar. Sikap marah pada situasi demikian halal. Jabir Sahabat rasul SAW, berkata : “ Rasulullah SAW, bila marah dua matanya berwarna merah suaranya meninggi dan kemarahannya mengeras hingga seperti seorang komandan memperingatkan pasukannya”. (H.R. Bukhari dan Muslim). Nabi Musa as, marah besar. Ia melempar sesuatu yang ada ditangannya yakni kepingan batu yang diatasnya tertulis isi Taurat. Musa as, kemudian menarik jenggot saudaranya Harun as. Kisah ini diterangkan Al-Quran : “ Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkata Dia. “ Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan disaat kepergianku ; Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Kemudian Musa melemparkan yang ada ditangannya (Lauh ialah kepingan dari batu atau kayu yang tertulis padanya isi Taurat yang diterima Nabi Musa as, sesudah munajat di gunung Thursina). Lalu menarik jenggot saudaranya Harun ke arahnya”. (Q.S. Al-Araf :150).
Kisah kemarahan Nabi Yunus as. “Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus) ketika Ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami tidak akan mempersempitnya…” (Q.S. Al-Anbiyaa : 87).
(2). Marah yang tercela.
Marah yang tercela, muncul dari marah yang di luar nilai-nilai kebenaran, contoh menyakiti orang lain dengan kata-kata kotor merusak hak orang lain dan lain-lain sebagainya, hingga mengundang keributan masyarakat berawal dari lingkungan terkecil rumah tangga umpamanya. Menghindari marah yang tercela dengan petunjuk Allah SWT yaitu, : “Berdo’alah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan doa kalian. Ucapan Ta’awudz ( memohon perlindungan) dari gangguan syaitan “. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa ada dua orang disamping Nabi SAW, saling mencaci. Salah seorang marah dan naik pitam hingga wajahnya berubah. Rasul SAW, bersabda : “ Sesungguhnya aku mengetahui kalimat yang bila ia mengucapkannya niscaya pergilah sesuatu yang membuatnya marah. Orang itu menghampiri Beliau dan Rasul bersabda : “ Engkau berlindung dari syaithan”.
Kiat lain cara menghilangkan marah ialah berusaha dalam keadaan Dzikrullah, membaca Al-Quran, tasbih, tahmid, takbir, istighfar, dan sebagainya ucapan-ucapan yang terpuji. Ketiga, berupaya mengingat ayat-ayat Allah dalam kitab suci Al-Quran surat Ikhlas umpamanya. Keempat, mengubah posisi ketika marah. Rasulullah bersabda :” Bila seseorang sedang marah dan ia sedang berdiri, maka duduklah. Bila tidak hilang juga kemarahannya maka berbaringlah”. ( H.R. Abu Dzar).
Bila marah tidak juga reda perlu memberi kepada badan untuk tidur dan istirahat, biasanya kemarahan muncul pada saat badan dalam kondisi lelah, kurang tidur dan lapar. Rasul SAW, bersabda :” Dan sesungguhnya bagi jasadmu juga ada hak atas dirimu”.(H.R. Bukhari).
Sebaiknya agar terpelihara hubungan harmonis sesama dan ditengah masyarakat sifat marah itu dihindari, apalagi dibulan ramadhan ini dengan perbanyak sifat kasih sayang. Inilah kekuatan seorang mukmin, mampu menahan diri dari kemarahan yang berlebihan kalau ingin marah marahlah dengan cara yang diajarkan agama. Ingatlah orang yang marah akan mudah diombang-ambingkan dan dipermainkan syaitan seperti anak kecil yang menendang bola kian kemari
 

Tiada ulasan: