Catatan Popular

Sabtu, 19 Mac 2016

KITAB AJARAN KAUM SUFI AL-KALABADZI : AJARAN KE 32 MENGENAI SIFAT DAN MAKNA TASAWUF



Kitab Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf

Karya  Ibn Abi Ishaq Muhammad ibn Ibrahim ibn Ya’qub Al-Bukhari AL-KALABADZI

Saya mendengar bahwa Abul-Hasan Muhammad ibn Ahmad al-Farisi berkata : “ Unsur-unsur Tasawuf itu ada sepuluh jumlahnya. Yang pertama adalam pemecilan pengesaan; yang kedua adalah pengertian audisi (sama’); yang ketiga adalah persahabatan yang baik; yang keempat adalah kelebih sukaan kepada yang lebih disukai; yang ke lima adalah pemasrahan pilihan pribadi; yang keenam adalah pergerakan ekstase; yang ketujuh adalah pengungkapan pikiran; yang kedelapan adalah perjalanan yang banyak;  yang kesembilan adalah pemasrahan rizki; yang kesepuluh adalah penolakan untuk menimbun (harta).

Pemecilan pengesaan berarti bahwa pemikiran mengenai penyembahan kepada banyak tuhan atau ketidakpercayaan akan adanya Tuhan tidak akan dapat merusak kesucian akan kepercayaan kepada Tuhan Yang Esa. Audisi mengandung arti bahwa orang harus mendengarkan dalam tuntunan pengalaman gaib, bukan hanya melalui proses belajar. Kelebihsukaan kepada yang lebih disukai berarti bahwa orang itu harus lebih menyukai orang lain lebih menyukai, sehingga dia akan mendapatkan kebaikan dari kelebihsukaan itu. 

Pergerakan ekstase terwujud kalau kesadaran tidak hampa dari sesuatu yang menimbulkan ekstase dan tidak dipenuhi pemikiran-pemikiran yang mencegah orang mendengarkan anjuran-anjuran Tuhan. Pengungkapan pikiran berarti bahwa orang itu harus menguji setiap pemikiran yang masuk ke dalam kesadarannya, dan mengikuti apa yang berasal dari Tuhan, tapi meninggalkan apa yang tidak berasal dari Tuhan. 

Perjalanan yang banyak, ditujukan untuk melihat peringatan-peringatan yang dapat dicari di langit dan di bumi; sebab Tuhan berfirman : “Tidakkah mereka menjelajahi bumi ini untuk menyelidiki bagaimana nasib bangsa-bangsa yang sebelum mereka? Dan lagi. “Katakanlah: “Mengembaralah di muka bumi ini, lalu perhatikan bagaimana Allah memulia penciptaan segala-galanya.” Dan kata-kata : “Mengembaralah di muka bumi ini”,  dijelaskan sebagai mengandung arti, dengan tuntunan ma’rifat, bukannya dengan kegelapan kejahilan, demi memotong ikatan (kebenaran) dan melatih jiwa. Pemasrahan rizki diartikan sebagai tuntutan agar jiwa bertawakal kepada Tuhan. 

Penolakan untuk menimbun hanya diartikan sehubungan dengan kondisi pengalaman gaib, dan bukan sehubungan dengan peraturan-peraturan ilmu kalam. Karena itu, ketika salah seorang dari mereka yang duduk dalam mahkamah itu wafat dengan meninggalkan satu dinar, nabi berkata mengenai orang itu : “Sebuah cap pembakaran (di neraka).

Tiada ulasan: