Catatan Popular

Rabu, 11 Mei 2016

Syekh Siti Jenar Menyatu dengan Dzat (Ajal) 10



“Karena antara kita dengan mereka nyaris tidak ada jarak pemisah.” jawab Sunan Kalijaga. “Ternyata hanya dengan cara berpakaian saja, mereka sudah sulit didekati.”
“Benar,” Sunan Bonang memaksakan tersenyum. “Namun dibalik keberhasilan andika ternyata menuai protes dari sebagian wali, terutama Kanjeng Sunan Giri. Hingga pada hari ini andika harus menghadap mereka dipersidangan para wali.” tambah Sunan Bonang.
“Tidak mengapa Kanjeng Sunan Bonang. Itulah resiko yang harus saya tanggung. Asalkan saya tidak menyimpang dari ajaran Islam,” Sunan Kalijaga menghela napas, seraya kakinya tetap melangkah beriringan dengan Sunan Bonang. “Saya menyimpang hanya dalam soal budaya, yang semestinya tidak harus terjadi perbedaan paham seperti sekarang.”
“Mungkin salah satunya itu.” Sunan Bonang mulai menginjakan kaki di gerbang masjid Demak. “Kita sudah sampai, Kanjeng.”
“Silakan Kanjeng Sunan Bonang duluan,” Sunan Kalijaga memasuki masjid Demak beriringan dengan Sunan Bonang yang sudah terlebih dahulu masuk.
“Selamat datang, Kanjeng Sunan Kalijaga dan Kanjeng Sunan Bonang.” ujar Sunan Muria. “Silahkan duduk, Sunan Giri dan para wali sudah menunggu.”
Keadaan hening sejenak. Para wali saling tatap satu sama lainnya, tatapan Sunan Kalijaga beradu dengan Sunan Giri, lalu beralih ke Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, dan terakhir Sunan Bonang.
Sunan Kalijaga masih beradutatap dengan Sunan Bonang, saling menembus batin, saling bercakap. Sementara percakapan batin mereka tidak bisa ditembus oleh sebagian wali.
“Pahamkah Kanjeng Sunan Kalijaga pada hari ini sidang para wali mengundang?” Sunan Giri membuka pembicaraan.
“Daripada saya menduga-duga, alangkah lebih baiknya jika Kanjeng Sunan Giri menjelaskan.” ujar Sunan Kalijaga tenang.
“Tidakah andika menyadari akan tindakan yang dilakukan?” Sunan Giri melanjutkan. “Haruskah andika mengganti pakaian dengan mengenakan pakaian rakyat kebanyakan?”
“Itukah yang ingin Kanjeng Sunan Giri persoalkan?” tatap Sunan Kalijaga.
“Benar, karena tidak selayaknya seorang wali mengenakan pakaian serba hitam seperti halnya rakyat kebanyakan. Sudah semestinya seorang ulama atau wali memiliki ciri dengan mengenakan pakaian kebesaran yang serba putih, bersorban, dan lainnya.” urai Sunan Giri.
“Apakah setiap orang yang mengaku muslim akan batal keislamannya jika seandainya tidak berpakaian serba putih dan mengenakan sorban serta jubah?” tanya Sunan Kalijaga.
“Tentu tidak. Selama dia tidak murtad atau keluar dari agama Islam.” jawab Sunan Giri.
“Lalu apakah yang salah pada diri saya?” kembali Sunan Kalijaga bertanya.
“Karena andika tidak mengenakan pakaian seperti halnya wali lain. Bukankah pakaian itu cermin dari seseorang yang mengenakannya? Juga pakaian serba putih itu ciri para wali?” ujar Sunan Giri.
 “Saya tidak bisa disebut seorang ulama atau wali karena tidak mengenakan sorban dan pakaian serba putih? Jika hal itu alasannya maka saya tidak keberatan meski tidak disebut seorang ulama atau pun wali. Karena tujuan saya bukanlah ingin mendapat julukan dan dielu-elukan banyak orang. Namun tujuan utama saya adalah berdakwah di tanah Jawa ini agar orang mau berbondong-bondong masuk Islam, tanpa harus dibatasi oleh cara berpakaian dan latar belakang budaya yang mereka anggap asing.” urai Sunan Kalijaga. “Untuk keberhasilan dakwah saya rela menanggalkan jubah putih, serta berbaur dengan rakyat jelata. Itu cara saya. Jika cara saya berbeda dengan Kanjeng Sunan Giri itu hanyalah masalah teknis, bukankah aqidah kita tetap sama?”
Sunan Giri sejenak terdiam. Dahinya tampak dikerutkan, seakan-akan merenungi ucapan Sunan Kalijaga. Belum juga dia berbicara, Sunan Kalijaga melanjutkan perkataannya.
“Bukankah rakyat kebanyakan berbondong-bondong masuk Islam, mereka tidak segan lagi bersama-sama saya untuk melakukan shalat berjamaah? Lantas sasaran Kanjeng Sunan Giri sangatlah terbatas, dengan hitungan tidak terlalu banyak dan ekslusif. Karena Kanjeng Sunan Giri menerapkan metode dakwah serta sasaran tertentu menurut Kanjeng.”  ujar Sunan Kalijaga.
“Setelah saya renungkan dan saya pikirkan, baiklah kita tidak harus saling memaksaan dalam urusan metode dakwah.” Sunan Giri mencair. “Saya kira andika telah menyimpang dari Islam seiring dengan ditanggalkannya jubah putih, ternyata hanya cara yang berbeda.”

Tiada ulasan: