Catatan Popular

Rabu, 26 Februari 2025

Kitab Ar Ruh Ibn Qayyim Al Jauziyah : Pertanyaan Keenam

Pertanyaan Keenam: Apakah Ruh Orang Mati Dikembalikan ke Tubuhnya di Dalam Kuburnya Saat Malaikat Menanyainya ataukah Tidak?


CUKUPLAH BAGI kita untuk menyimak penjelasan Rasulullah saw. mengenai masalah ini dan kita tidak perlu mendengar keterangan apa pun dari manusia lain, selain beliau. Beliau telah menyatakan secara gamblang bahwa ruh orang mati dikembalikan ke dalam jasadnya ketika malaikat menanyainya.

 

Barra’ bin ‘Azib berkata, “Ketika kami tengah bersama jenazah di Baqa Gharqad, Rasulullah saw. mendatangi kami lalu beliau duduk, maka kami pun duduk di sekeliling beliau. Saat itu seakan-akan di kepala kami ada burung, sementara liang lahad tengah digali untuk jenazah itu. Rasulullah saw. kemudian berucap,

 

“Aku berlindung kepada Allah dari siksa kubur”, tiga kali. Lalu beliau saw. bersabda, “Sesungguhnya apabila seorang hamba mukmin menghadap menuju akhirat dan terputus dari dunia, maka turunlah kepadanya para malaikat yang wajah mereka laksana matahari. Kemudian mereka duduk sejauh mata memandang. Lalu datanglah Malaikat Maut yang kemudian duduk di dekat kepala si hamba mukmin itu.” Malaikat Maut kemudian berkata, “Wahai jiwa yang baik, keluarlah engkau menuju ampunan dan keridhaan Allah!”

 

Dia (Barra bin ‘Azib) berkata, “Kemudian ruh itu keluar mengalir seperti mengalirnya tetes air dari wadahnya, Malaikat Maut pun mengambil ruh itu. Ketika Malaikat Maut mengambilnya, para malaikat yang lain tidak membiarkan begitu saja ruh itu berada di tangan Malaikat Maut barang sekejap, mereka langsung mengambil ruh itu kemudian mereka letakkan ruh itu dalam kafan dengan wewangiannya (hanuth). Lalu ruh hamba mukmin itu pun keluar darinya dengan aroma kasturi yang paling semerbak di muka bumi.”

 

Dia (Barra bin ‘Azib) melanjutkan, “Para malaikat itu kemudian naik bersama ruh itu dan tidak pernah mereka melewati kumpulan ma. laikat di tengah perjalanan bersama ruh tersebut, kecuali para malaikat yang dilewati itu bertanya, “Ruh siapakah yang baik itu?”, para malaikat pembawa ruh menjawab, “Dia adalah Fulan bin Fulan!” dengan menyebut nama terbaik yang dimiliki ruh itu ketika dia masih hidup di dunia. Demikian mereka terus sampai akhirnya mereka tiba di langit dunia. Para malaikat itu lalu meminta agar pintunya dibuka, maka dibukalah pintu langit dunia itu demi hamba mukmin tersebut. Ruh itu terus dibawa dari satu langit ke langit berikutnya oleh para malaikat. Sampai akhirnya ruh itu tiba di langit yang di situ ada Allah swt. Allah swt. lalu berkata, “Tuliskanlah catatan hambaku ini di ‘illiiyyun, lalu kembalikanlah dia ke bumi karena sesungguhnya dari bumi itulah Aku menciptakan mereka, di situ Aku kembalikan mereka dan dari situ juga Aku akan keluarkan mereka sekali lagi.”

 

Dia (Barra bin ‘Azib) melanjutkan, “Ruh hamba mukmin itu lalu dikembalikan ke tubuhnya. Dua sosok malaikat kemudian mendatanginya dan mendudukkannya. Dua malaikat itu lalu berkata kepadanya, “Siapakah Tuhanmu?” Dia menjawab, “Tuhanku Allah!” Dua malaikat itu lalu berkata kepadanya, “Apa agamamu?” Dia menjawab, “Agamaku Islam!’’ Dua malaikat itu lalu berkata kepadanya, “Siapakah lelaki yang diutus kepada kalian itu?” Dia menjawab, “Dia adalah utusan Allah!” Dua malaikat itu lalu berkata kepadanya, “Apakah ilmumu?” Dia menjawab, “Aku membaca Kitabullah. Aku beriman kepadanya dan aku benarkan ia!” Maka kemudian terdengar penyeru dari langit yang berkata,

 

“Telah benarlah hamba-Ku itu! Maka tempatkanlah dia di dalam surga dan bukakanlah oleh kalian untuknya satu gerbang menuju surga!”

 

Dia (Barra’ bin “Azib) melanjutkan, “Maka datanglah kepada ruh mukmin itu angin dan harumnya surga. Kemudian dilapangkan baginya kuburannya sejauh mata memandang.”

 

Dia (Barra) bin “Azib) melanjutkan, “Lalu datanglah kepadanya sesosok lelaki berwajah rupawan dengan pakaian indah dan aroma farum. Sosok itu berkata, ‘Bergembiralah engkau dengan sesuatu yang menyenangkanmu! Ini merupakan hari yang dijanjikan kepadamu.’ Ruh mukmin itu bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang datang dengan kebaikan!’ Sosok itu menjawab, ‘Aku adalah amal salehmu!’ Ruh mukmin itu pun berkata, ‘Wahai Rabb, laksanakanlah Hari Kiamat! Agar aku dapat kembali kepada keluarga dan hartaku.’”

 

Dia (Barra bin “Azib) melanjutkan, “Sesungguhnya seorang hamba yang kafir, apabila dia terputus dari dunia dan menuju akhirat, turunlah kepadanya dari langit rombongan malaikat berwajah hitam yang membawa kantong kulit. Mereka lalu duduk pada hamba kafir itu sejauh mata memandang. Kemudian datanglah Malaikat Maut yang lalu duduk di dekat kepalanya kemudian berkata, ‘Wahai jiwa yang buruk! Keluarlah engkau menuju murka dan kemarahan Allah!’”

 

Dia (Barra’ bin ‘Azib) melanjutkan, “Maka ruh si kafir itu pun berpisah dari tubuhnya. Malaikat Maut mencabutnya seperti dicabutnya safud (tusuk daging untuk memanggang) dari wol basah, lalu dia mengambil ruh itu. Ketika Malaikat Maut mengambil ruh kafir itu, para malaikat lainnya tidak membiarkannya ada di tangan Malaikat Maut barang sejenak, tetapi mereka langsung menempatkannya di dalam kantong kulit itu, kemudian ruh itu keluar dari kantong tersebut laksana bangkai paling busuk yang ada di bumi. Para malaikat lalu naik bersama ruh itu dan tidak pernah mereka melewati kumpulan malaikat di tengah perjalanan bersama ruh tersebut, kecuali para malaikat yang dilewati itu bertanya, ‘Ruh siapakah yang buruk itu?’ para malaikat pembawa ruh menjawab, ‘Dia adalah Fulan bin Fulan!’ dengan menyebut nama terburuk yang dimiliki ruh itu ketika dia masih hidup di dunia. Demikian mereka terus sampai akhirnya mereka tiba di langit dunia. Para malaikat itu lalu meminta agar pintunya dibuka, maka dibukalah pintu langit dunia itu untuknya.”

 

Sampai di situ Rasulullah saw. merapalkan ayat,

 

“Sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu Iangit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum.” (QS. al-A’raf [7]: 40)

 

Setelah itu Allah swt. berkata kepada para malaikat, “Tulislah oleh kalian catatannya dalam Neraka Sijjin di dasar terendah!” Lalu ruh kafir itu pun dicampakkan.

 

Sampai di situ, Rasulullah saw. merapalkan ayat,

 

“Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. al-Hajj [22]: 31)

 

Ruh hamba kafir itu pun dikembalikan ke tubuhnya. Dua sosok malaikat kemudian mendatanginya dan mendudukkannya. Dua malaikat itu lalu berkata kepadanya, “Siapakah Tuhanmu?” Dia menjawab, “Hah… hah… aku tak tahu.” Dua malaikat itu lalu berkata kepadanya, “Siapakah lelaki yang diutus kepada kalian itu?” Dia menjawab, “Hah… hah… aku tak tahu.”

 

Kemudian terdengar penyeru dari langit yang berkata, “Telah dustalah dia! Maka jerumuskanlah dia ke dalam neraka dan bukakanlah oleh kalian untuknya satu gerbang menuju neraka!” Seketika itu pula datanglah kepada ruh kafir itu panas dan kobaran neraka, sementara kuburnya dijadikan sempit hingga membuat tulang-tulang rusuknya bertumpang-tindih.

 

Setelah itu, datanglah kepadanya sesosok lelaki berwajah buruk dengan pakaian jelek dan bau busuk, seraya berkata, “Bergembiralab engkau dengan yang mencelakaimu! Inilah hari yang diancamkan padamu!” Ruh kafir itu bertanya, “Siapakah engkau? Sungguhnya wajahmu adalah wajah yang mendatangkan keburukan.” Sosok itu menjawab, “Aku adalah perbuatanmu yang buruk!” Ruh kafir itu pun berkata, “Wahai Tuhan, janganlah engkau jadikan dulu kiamat!”

 

Hadis-hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud; sementara Nasai dan Ibnu Majah meriwayatkan bagian awalnya saja. Abu -Uwanah al-Isfarayini meriwayatkan hadis-hadis ini dalam ash-Shahih.

 

Semua ulama Ahlu sunah dan ulama hadis-hadis dari semua kelompok berpendapat sama atas kepastian apa yang disampaikan oleb hadis-hadis ini.

 

Abu Muhammad bin Hazm menyatakan dalam kitab Al-Milal wa an-Nihal yang ditulisnya:

 

Orang yang mengira bahwa orang mati hidup kembali dalam kuburnya sebelum Hari Kiamat sebenarnya ia telah keliru karena ayat-ayat yang telah kami sebutkan membantah pendapat itu.

 

Yang dia maksud adalah firman Allah swt.,

 

“Mereka menjawab: “Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula),” (QS. al-Gafir [40]: 11)

 

Dan firman Allah swt.

 

“Mengapa kalian kafir kepada Allah, padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian. Kemudian Allah mematikan kalian lalu Dia hidupkan kalian kembali. Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?” (QS. al-Baqarah [2]: 28)

 

Dia (Abu Muhammad bin Hazm) menyatakan:

 

Apabila orang yang sudah mati hidup kembali di dalam kuburnya berarti Allah ta‘ala telah mematikan kita tiga kali dan menghidupkan kita tiga kali. Tentu saja ini batil dan menyelisihi al-Quran. Terkecuali mereka yang Allah hidupkan yaitu para nabi seperti yang Dia firmankan

 

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: “Matilah kalian!” Kemudian Allah menghidupkan mereka.” (QS. al-Baqarah [2]: 243)

 

Dan firman-Nya,

 

“Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya…” (QS. Al-Baqarah [2]: 259), dan juga orang-orang yang dikhususkan oleh nas.

 

Begitu pula fiman Allah ta’ala, “Allah mewafatkan jiwa (orang) ketika matinya dan (mewafatkan) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.” (QS. az-Zumar [39]: 42)

 

Jadi adalah benar berdasarkan nas al-Quran bahwa ruh mereka yang telah kami sebutkan tadi tidak dikembalikan ke jasad mereka kecuali “sampai waktu yang ditentukan”, yaitu Hari Kiamat.

 

Begitu pula Rasulullah saw. telah mengabarkan bahwa beliau melihat ruh-ruh ketika beliau diperjalankan pada malam Isra’, berada di langit dunia. Di sebelah kanan Adam adalah ruh-ruh orang-orang yang bahagia dan di sebelah kirinya adalah ruh-ruh orang-orang yang sengsara.

 

Rasulullah saw. juga mengabarkan ketika dalam Perang Badar beliau berbicara dengan mayat-mayat musuh yang mati, bahwa mereka dapat mendengar ucapan beliau sebelum mereka dimasukkan ke liang kubur. Sementara itu, beliau tidak menyangkal pernyataan sahabat yang berkata, “Mereka sudah menjadi bangkai,” tetapi beliau memberi tahu mereka bahwa meski mereka sudah menjadi bangkai, tetapi mayat-mayat itu dapat mendengar ucapan beliau. Dan adalah benar adanya bahwa ucapan dan pendengaran melekat pada ruh-ruh mereka saja tanpa ada keraguan di dalamnya. Adapun jasad mereka tidaklab dapat mengindra lagi.

 

Allah swt. berfirman,

 

“,.Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” (QS. Fathir [35]: 22

 

Dalam ayat ini, Allah swt. meniadakan adanya kemampuan mendengar pada mereka yang sudah dimasukkan ke dalam kubur yang tidak diragukan lagi bahwa yang dimasukkan ke dalam kubur merupakan jasad. Orang muslim tentu saja tidak ragu bahwa yang dinafikan pendengarannya oleh Allah swt. bukanlah orang-orang yang dinyatakan dapat mendengar oleh Rasulullah saw.

 

Dia (Abu Muhammad bin Hazm) menyatakan,

 

“Tidak pernah ada satu pun hadis-hadis sahih yang berasal dari Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa ruh-ruh orang-orang mati dikembalikan ke dalam tubuh-tubuh mereka ketika mereka menjawab pertanyaan. Kalau saja ada hadis-hadis yang sahih dari beliau yang menyatakan itu, tentu kami akan berpendapat dengan berdasarkan hadis-hadis itu.”

 

Dia (Abu Muhammad bin Hazm) menyatakan, “Satu-satunya orang yang meriwayatkan, yaitu tambahan keterangan tentang dikembalikannya ruh (ke kubur) ke dalam jasadnya adalah Minhal bin ‘Amr. Dia bukanlah perawi yang statusnya kuat karena Syu’bah dan lainnya meninggalkan hadisnya. Bahkan Mughirah bin Miqsam adh-Dhabbi yang merupakan salah satu imam pernah berkata tentangnya, “‘Minhal bin ‘Amr sama sekali tidak boleh memberikan kesaksian dalam Islam bahkan atas seekor kutu sayuran sekalipun!’ Dan semua riwayat yang tsabit menyatakan yang bertentangan dengan penjelasan ini.”

 

Dia (Abu Muhammad bin Hazm) menyatakan, “Inilah pendapat kami yang juga sahih bersumber dari para sahabat.”

 

Setelah itu dia (Abu Muhammad bin Hazm) meriwayatkan dari jalur Ibnu ‘Uyainah, dari Manshur bin Safiyyah, dari ibunya yang bernama Safiyah binti Syaibah, dia berkata, “Suatu ketika Ibnu Umar memasukj Masjid (maksudnya, Masjidil Haram) dan melihat tubuh Ibnu Zubair dicampakkan sebelum disalib. Lalu dikatakanlah kepadanya, ‘Ini Asma’ binti Abu Bakar Shiddiq!’ Ibnu ‘Umar pun iba padanya dan me. nyampaikan duka cita kepada Asma’. Dia lalu berkata, ‘Sesungguhnya jasad-jasad ini sama sekali tidak ada artinya karena semua ruh ada di sisi Allah!’ Tetapi ibunya menukas, ‘Apalah yang menghalangiku, sementara kepala Nabi Yahya bin Zakariya dulu dihadiahkan kepada seorang pelacur Bani Israil!’’

 

Berikut ini adalah penjelasan saya (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah):

 

Berkenaan dengan penjelasan yang disampaikan oleh Abu Muhammad bin Hazm, sebenarnya di dalamnya ada yang benar, tetapi ada pula yang batil.

 

Berkenaan dengan pernyataannya, “Orang yang mengira bahwa orang mati hidup kembali dalam kuburnya sebelum Hari Kiamat sebenarnya telah keliru,” pernyataan ini mengandung pengertian yang bersifat umum. Apabila yang dimaksud kehidupan yang terjadi di dunia, di mana ruh bersemayam di dalam tubuh, lalu ruh itulah yang mengatur dan menggerakkan badan, tentu saja seiring dengan itu badan membutuhkan makanan, minuman, dan pakaian. Semua ini keliru seperti yang dikatakannya. Selain itu, perasaan dan akal sehat juga mendustakannya sebagaimana nas juga mendustakannya.

 

Apabila yang dia maksud adalah kehidupan lain yang bukan kehidupan ini, melainkan ruh dikembalikan ke jasad dengan pengembalian yang bukan seperti pengembalian di dunia, untuk kemudian ia ditanya dan diuji di dalam kuburnya; itu merupakan sebuah kebenaran dan penangkalan terhadap hal itu merupakan sebuah kekeliruan. Sementara nas sahih secara gamblang telah menyatakan bahwa Rasulullah saw, bersabda, “Ruhnya dikembalikan ke jasadnya.”

 

Insyaallah, kami akan menjelaskan jawaban atas pernyataannya (maksudnya, pernyataan Abu Muhammad bin Hazm) yang menetapkan status daif terhadap hadis-hadis ini.

 

Adapun mengenai dalil yang digunakannya, yaitu ayat, “Mereka menjawab: “Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula).” (QS. al-Ghafir [40]: 11)

 

Sebenarnya ayat ini tidak menafikan kepastian pengembalian yang terjadi para ruh ke jasadnya untuk ditanyai oleh malaikat. Sebagaimana kasus pembunuhan yang terjadi pada kaum Bani Israil yang korbannya Allah hidupkan setelah terbunuh, lalu Allah mematikan si korban itu lagi.

 

Kehidupan yang terjadi pada si korban pembunuhan itu sama sekali tidak melanggar kemungkinan dihidupkannya kembali orang yang sudah mati. Pada saat itu, si korban dihidupkan beberapa saat untuk mengatakan, “Si Fulan yang telah membunuhku!” lalu dia kembali mati.

 

Selain itu sabda Rasulullah, “Kemudian ruhnya dikembalikan ke jasadnya,” sama sekali tidak menunjukkan bahwa “kehidupan” yang terjadi karena dikembalikannya ruh ke jasad itu merupakan kehidupan yang bersifat tetap. Alih-alih, sabda beliau itu hanya menunjukkan bahwa ruh dikembalikan ke badan, sehingga ruh bersatu kembali dengan badan, walaupun badan sudah hancur atau rusak.

 

Rahasia dari pernyataan ini, yaitu bahwa ruh memiliki lima macam keterkaitan dengan badan yang berubah-ubah. Berikut ini perinciannya:

 

Pertama: Keterkaitan ruh dengan jasad di dalam perut ibu sebagai janin.

 

Kedua: Keterkaitan ruh dengan jasad setelah janin terlahir ke bumi.

 

Ketiga: Keterkaitan ruh dengan jasad dalam keadaan tidur. Dalam keadaan tidur, ruh memiliki keterkaitan dari satu sisi dan memiliki keterpisahan pada sisi lain.

 

Keempat: Keterkaitan ruh dengan jasad di Alam Barzakh. Apabila ruh berpisah dari jasad dan bersendirian darinya, ruh tidak akan berpisah dari jasad dengan keterpisahan yang bersifat menyeluruh yang membuat ruh sama sekali tidak akan “menoleh” lagi kepada jasad. Di bagian awal telah kami sampaikan beberapa hadis-hadis dan atsar yang menunjukkan kembalinya ruh kepada jasad pada saat ada orang hidup yang mengucapkan salam kepada orang mati. Pengembalian ruh ke jasad ini merupakan bentuk pengembalian yang bersifat khusus dan tidak serta-merta mengharuskan hidupnya jasad sebelum Hari Kiamat.

 

Kelima: Keterkaitan ruh dengan jasad pada hari ketika semua jasaq dibangkitkan. Inilah jenis keterkaitan paling sempurna antara ruh dengan badan. Tidak ada kesamaan sama sekali antara keterkaitan pada tahap ini dengan semua jenis keterkaitan ruh-jasad yang sebelumnya karena keterkaitan ruh dengan jasad di Hari Kebangkitan membuat jasad tidak lagi mati, tidur dan rusak.

 

Firman Allah swt., “Allah mewafatkan jiwa (orang) ketika matinya dan (mewafatkan) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.” (QS. az-Zumar [39]: 42)

 

Tindakan Allah swt. ‘“menahan” ruh yang telah tiba kematiannya, maka tindakan itu tidak menafikan dikembalikannya ruh ke dalam jasad orang mati pada waktu tertentu dengan pengembalian yang tidak mengharuskan terjadinya kehidupan seperti kehidupan di dunia.

 

Apabila orang yang sedang tidur, ruhnya berada di dalam tubuhnya dan dia dalam kondisi hidup, tetaplah hidupnya itu tidak sama dengan hidup orang yang dalam kondisi terjaga karena tidur adalah saudara kandung kematian. Seperti itulah halnya orang mati ketika ruhnya dikembalikan ke jasadnya, maka dia mengalami keadaan pertengahan antara keadaan orang hidup dan keadaan orang mati yang ruhnya belum dikembalikan ke jasadnya, seperti keadaan orang tidur adalah pertengahan antara keadaan orang hidup dan orang mati. Silahkan Anda renungkan semua ini, pasti akan hilang banyak kemuskilan dari diri Anda.

 

Berkenaan dengan berita yang Rasulullah saw. sampaikan mengenai beliau yang melihat para nabi di malam Isra’, sebagian ahli hadis-hadis meyakini bahwa yang Rasulullah lihat sebenarnya adalah ruh-ruh mereka. Allah swt. berfirman,

 

“Mereka itu hidup di sisi Tuhan mereka dengan mendapat rezeki.” (QS. Ali Imran [3]: 169)

 

Rasulullah saw. melihat Ibrahim as. menyandarkan punggungnya di Baitul Makmur dan beliau melihat Musa as. berdiri di kuburnya melakukan shalat.

 

Rasulullah saw. menyebutkan penampilan para nabi itu ketika beliau melihat mereka dengan penampilan ruh. Beliau melihat Musa as. sebagai sosok perkasa tinggi besar seperti lelaki Syanu’ah. Beliau melihat Isa as. selalu meneteskan air dari kepalanya seakan-akan dia baru keluar dari kamar mandi. Dan beliau melihat Ibrahim as., lalu menyatakan bahwa Ibrahim mirip dengan diri beliau.

 

Akan tetapi, pendapat mereka yang berpendapat seperti ini ditentang Oleh banyak orang lain. Mereka mengatakan: Penglihatan yang dialami Rasulullah saw. terjadi terhadap ruh-ruh para nabi dan bukan jasad-jasad mereka karena jasad-jasad mereka pasti berada di dalam tanah. Kelak nanti jasad-jasad itu akan dibangkitkan pada hari kebangkitan jasad dan tidak dibangkitkan sebelum itu karena kalau memang jasad dibangkitkan sebelum itu, maka pasti tanah terbelah sebelum Hari Kiamat. Ia akan merasakan kematian di saat sangkakala ditiup sehingga itu menjadi kematian yang ketiga, padahal hal itu jelas salah.

 

Apabila jasad-jasad sudah dibangkitkan dari dalam kubur, maka Allah tidak mengembalikan mereka kepadanya. Alih-alih semuanya itu ada di dalam surga. Padahal riwayat sahih dari Rasulullah saw. menyatakan bahwa Allah swt. mengharamkan surga untuk dimasuki bahkan oleh para nabi sekalipun, sampai Rasulullah saw. yang lebih dulu memasukinya. Beliaulah manusia pertama yang akan membuka gerbang surga, sebagaimana beliau pula manusia pertama yang bangkit dari tanah akan terbuka tanpa ada satu manusia pun yang mengalami itu sebelum beliau.

 

Padahal, telah diketahui dengan pasti bahwa jasad Rasulullah saw. berada di dalam tanah dalam keadaan segar dan utuh. Suatu kali sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah saw., “Bagaimana selawat kami akan ditunjukkan kepadamu sementara jasadmu telah hancur?” Rasulullah saw. menjawab, “Sesungguhnya Allah swt. mengharamkan bumi untuk memakan jasad-jasad para nabi.”

 

Dan lagi, apabila jasad Rasulullah saw. tidak ada di dalam Makam beliau yang sekarang, tentulah beliau tidak akan menjawab pertanyaan sahabatnya dalam Hadis-hadis itu dengan jawaban seperti itu.

 

Sebuah riwayat sahih dari Rasulullah saw. telah menyatakan bahwa Allah swt. memberi kuasa kepada beberapa sosok malaikat untu, berada di makam beliau guna menyampaikan salam dari umat beliau kepadanya.

 

Sebuah riwayat sahih lainnya dari Rasulullah saw. menyatakan bahwa beliau kelak akan keluar di antara Abu Bakar ra. dan ‘Umar ra. Beliau bersabda, “Seperti itulah kami akan dibangkitkan.’’

 

Semua itu terjadi dengan diiringi kepastian bahwa ruh Rasulullah saw. yang mulia berada di ar-Rafiq al-A‘la di ‘Illiyyun yang tertinggi bersama ruh-ruh para nabi lainnya.

 

Sebuah riwayat sahih dari Rasulullah saw. menyatakan bahwa beliau melihat Musa as. berdiri melaksanakan shalat di kuburnya pada malam Isra’ dan Rasulullah saw. juga menyatakan bahwa beliau melihat Musa as. di langit keenam atau ketujuh.

 

Jadi, ruh memang berada “di sana”, tetapi ia memiliki hubungan dengan jasad yang ada di dalam kubur, ditampakkan dan berkaitan dengan jasad tersebut, sehingga ruh dapat melaksanakan shalat di kuburnya dan juga dapat menjawab salam dari orang yang mengucapkan salam kepadanya, sementara ruh tersebut berada di ar-Rafiq al-A’ld.

 

Kedua hal tersebut tidak dapat saling menafikan karena ruh berbeda dengan jasad. Anda mungkin mendapati dua ruh yang saling cocok dan sesuai dalam kedekatan dan keakraban. Walaupun antara keduanya terbentang jarak sejauh timur dan barat. Sebagaimana Anda mungkin mendapati dua ruh yang saling jauh dan membenci sedemikian jauhnya, walaupun jasad keduanya saling berdekatan atau bahkan berdempetan.

 

“Dan tidaklah turunnya ruh dan juga naiknya, dekatnya serta jauhnya terjadi dengan cara yang sama seperti yang terjadi pada jasad karena ruh dapat naik hingga ke atas langit, kemudian ia dapat turun ke bawah tanah di mana mayat terbaring dalam kuburnya. Semua itu dapat terjadi dalam waktu sangat singkat yang jasad tidak akan mungkin dapat naik lalu turun secepat itu. Begitu pula halnya ketika ruh naik lalu kembali ke dalam badan dalam kondisi tidur atau jaga. Sebagian ulama ada yang mengumpamakan hal itu dengan matahari dan sinarnya. Matahari tetap ada di langit, sementara sinarnya berada di bumi.’’

 

Syekh kami menyatakan, “Tentu saja perumpamaan itu tidaklah tepat karena matahari tidak pernah turun dari langit dan sinar matahari yang memapar bumi sama sekali bukanlah matahari itu sendiri, bahkan bukan pula sifat matahari. Alih-alih, sinar itu adalah sebuah entitas yang dihasilkan oleh matahari. Sedangkan yang terjadi pada ruh, adalah memang ruh itu sendiri yang bergerak naik dan turun.”

 

Adapun berkenaan dengan pertanyaan sahabat kepada Rasulullah saw. Mengenai orang-orang musyrik yang terbunuh di Badar, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau berbicara dengan orang-orang yang sudah menjadi bangkai?” Yang kemudian dijawab oleh Rasulullah dengan memberi tahu bahwa para mayat itu dapat mendengar ucapan beliau; maka hal itu sama sekali tidak menafikan kemungkinan dikembalikannya ruh mereka ke dalam jasad mereka masing-masing pada saat itu juga yang kemudian mereka dapat mendengar ucapan Rasulullah saw., di saat jasad mereka sudah menjadi bangkai karena sabda Rasulullah saw. sepenuhnya berkaitan dengan semua ruh yang menghuni jasad-jasad yang telah rusak itu.

 

Adapun berkenaan dengan firman Allah swt. “Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” (QS. Fathir [35]: 22).

 

Maka kalimat yang digunakan dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa maksud ayat itu adalah bahwa orang kafir memiliki hati yang mati, sehingga tidak akan dapat lagi diperdengarkan kepada hati mati itu apa pun yang berguna baginya, sebagaimana halnya orang yang sudah berada di dalam kubur juga tidak akan dapat diperdengarkan apa pun yang berguna bagi mereka.

 

Jadi, ayat tersebut bukan berisi penjelasan bahwa para penghuni kubur tidak akan dapat mendengar apa-apa karena bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi, sementara Rasulullah saw. telah mengabarkan bahwa mereka (para penghuni kubur) dapat mendengar gesekan terompah orang-orang yang mengantarkan jenazah mereka. Rasulullah saw. juga mengabarkan bahwa orang-orang musyrik yang terbunuh di Badar dapat mendengar ucapan dan sabda beliau. Rasulullah saw. juga menetapkan syariat bagi kita untuk mengucapkan salam kepada para penghuni kubur dengan bentuk ucapan seperti yang biasa digunakan untuk orang hidup yang dapat mendengar. Rasulullah saw. bahkan mengabarkan bahwa siapa pun yang mengucapkan salam kepada saudaranya sesama mukmin yang sudah dikubur, maka saudaranya itu akan menjawab salamnya itu

 

Jadi, sebenarnya ayat tersebut di atas sebanding dengan firman Allah swt. “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang.” (QS. an-Naml [27]: 80)

 

Mungkin saja ada yang berpendapat bahwa penafian pendengaran pada orang tuli dan penafian pendengaran pada orang mati menunjuk. kan bahwa yang dimaksud adalah ketidakmampuan kedua jenis orang untuk mendengar dan ketika hati mereka mati dan tuli. Maka dari itu, tidak mungkin dapat diperdengarkan apa pun kepada mereka sebagaimana halnya yang terjadi pada ucapan yang dilontarkan kepada orang yang sudah mati atau tuli.

 

Tentu saja semua itu benar adanya, akan tetapi hal itu tidak menafikan kemungkinan diperdengarkannya ruh-ruh setelah kematian mereka dengan sesuatu yang berisi ancaman dan kecaman dengan perantaraan keterkaitan ruh-ruh tersebut dengan jasad-jasad mereka pada suatu waktu tertentu. Jadi, ini bukanlah bentuk memperdengarkan yang dinafikan (tidak dimungkinkan terjadinya). Wallahu a’lam.

 

Adapun pengertian yang hakiki dari ayat tersebut di atas adalah; Sesungguhnya engkau (maksudnya, Rasulullah saw.) tidak akan pernah mampu memperdengarkan apa pun kepada siapa pun yang Allah swt. tidak perkenankan untuk membuatnya mendengar karena engkau tidak lebih dari sekadar pemberi peringatan. Dengan kata lain, sesungguhnya Allah telah menjadikan untukmu (wahai Rasulullah saw.) kemampuan untuk memberi peringatan kepada orang lain (umatnya) engkau diberi tanggung jawab untuk memperingatkan mereka; bukan kepada orang yang Allah tidak perkenankan untuk membuatnya dapat mendengar peringatanmu.

 

Berkenaan dengan pernyataannya (maksudnya, Abu Muhammad bin Hazm) bahwa hadis-hadis tersebut di atas tidak sahih disebabkan bersendirinya Minhal bin Amar dalam meriwayatkan hadis-hadis ini, sama sekali bukanlah pendapat yang kuat. Ini adalah bentuk kecerobohan yang dilakukan olehnya (maksudnya, Abu Muhammad bin Hazm) rahimahullah. Hadis-hadis tersebut statusnya sahih dan tidak ada keraguan atas itu. Hadis-hadis itu telah diriwayatkan dari Barra’ bin -Azib oleh beberapa orang lagi selain Zadzan. Di antara mereka adalah -Adi bin Tsabit, Muhammad bin Uqbah dan Mujahid.

 

Al-Hafizh Abu ‘Abdillah bin Mandah menyatakan dalam kitab ar-Ruh wa an-Nafs:

 

Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf mengabari kami, Muhammad bin Ishaq ash-Shaghani menuturkan kepada kami, Abu Nadhr Hasyim bin al-Qasim menuturkan kepada kami, ‘Isa bin Musayyib menuturkan kepada kami, dari Adi bin Tsabit, dari Barra’ bin Azib, dia berkata, “Suatu ketika kami keluar bersama Rasulullah saw. mengantar jenazah seorang sahabat Anshar. Ketika kami sampai di kuburan, jenazah itu lalu dimasukkan ke dalam liang lahad. Kemudian beliau duduk dan kami pun duduk di sekeliling beliau hingga seakan-akan ada bongkahan batu dan di atas kepala kami ada burung.

 

Beliau kemudian diam sejenak. Ketika kemudian beliau mengangkat kepala beliau bersabda, “Sesungguhnya ketika orang mukmin berada di permulaan akhirat dan di akhir dunia, dia akan didatangi oleh Malaikat Maut. Pada saat itu turunlah kepadanya para malaikat dengan membawa kafan dari surga dan wewangian hanuth” dari surga. Mereka duduk darinya sampai sejauh mata memandang. Lalu datangnya Malaikat Maut yang kemudian duduk di dekat kepala si hamba mukmin itu dan berkata, “Wahai jiwa yang tenang, keluarlah engkau menuju rahmat dan keridhaan Allah!”

 

Ruh orang itu lalu mengalir seperti mengalirnya tetes air dari wadahnya. Ketika ruh itu keluar, semua makhluk yang ada di antara langit dan bumi mendoakannya, terkecuali manusia dan jin. Lalu ruh itu dinaikkan ke langit dan dibukakanlah untuknya satu langit. Kemudian mereka yang menghuninya membawanya ke langit kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh menuju Arsy. Mereka yang menghuni setiap langit.

 

Sesampainya di Arsy, dicatatlah catatannya di ‘Illiyyin. Kemudian Rabb ‘azza wa jalla berkata, “Kembalikanlah hamba-Ku ini ke tempat berbaringnya karena sesungguhnya Aku telah berjanji kepada mereka bahwa dari bumi itu Aku menciptakan mereka, di situ Aku kembalikan mereka dan dari situ juga Aku akan keluarkan mereka sekali lagi.”

 

Ruh itu pun dikembalikan ke tempat berbaringnya. Munkar dan, Nakir lalu mendatanginya dengan mereka berdua menebarkan tanah dengan kedua taring mereka dan menyibakkan tanah dengan bulu-bulu, mereka. Lalu mereka berdua duduk di dekatnya, kemudian orang itu ditanya, “Hai kau, siapakah Tuhanmu?” Orang itu menjawab, “Tuhanky adalah Allah.” Mereka berdua berkata, “Engkau benar!” Kemudian Orang itu ditanya lagi, “Apakah agamamu?” Orang itu menjawab, “Agamaku Islam.” Mereka berdua berkata, “Engkau benar!” Kemudian orang itu ditanya lagi, “Siapakah nabimu?” Orang itu menjawab, “Muhammad Rasulullah.” Mereka berdua berkata, “Engkau benar!”

 

Kemudian dilapangkanlah bagi orang itu kuburnya sejauh mata memandang. Lalu ia didatangi oleh sesosok lelaki berwajah tampan, beraroma harum dan berpakaian bagus. Dia berkata, “Jazakallahu khairan (mudah-mudahan Allah membalasmu dengan kebaikan)! Demi Allah setahuku engkau adalah orang yang sangat cepat dalam taat kepada Allah dan sangat lambat dalam bermaksiat kepada Allah!” Dia berkata, “Jazakallahu khairan! Siapakah engkau?” Dia menjawab, “Aku adalah amal salehmu.”

 

Kemudian dibukakanlah untuknya sebuah gerbang menuju surga sehingga dia dapat melihat tempat duduknya dan tempat tinggalnya dij surga itu sampai Hari Kiamat.

 

Sesungguhnya apabila orang kafir sampai di akhir dunia dan dj permulaan akhirat lalu dia didatangi oleh kematian, maka turunlah kepadanya rombongan malaikat dari langit dengan membawa kafan dari api dan hanuth dari api. Para malaikat itu kemudian duduk pada orang kafir itu sampai sejauh mata memandang, lalu datang Malaikat Maut yang kemudian duduk di sisi kepalanya. Malaikat Maut berkata, “Keluarlah engkau wahai jiwa yang buruk! Keluarlah menuju kemarahan dan kemurkaan Allah!” Maka bercerai-berailah ruh orang itu di jasadnya karena takut keluar disebabkan apa yang dilihatnya dengan matanya. Malaikat Maut pun menarik keluar ruh itu seperti ditarik keluarnya safdd dari wol basah. Ketika ruh orang kafir itu keluar, segala sesuatu yang ada di antara langit dan bumi melaknatnya, kecuali jin dan manusia.

 

Kemudian ruh itu dibawa naik ke langit, tetapi langit itu tertutup baginya. Tuhan lalu berkata, “Kembalikanlah hamba-Ku ini ke tempat perbaringnya karena sesungguhnya Aku telah berjanji kepada mereka bahwa dari bumi itu Aku menciptakan mereka, di situ Aku kembalikan mereka dan dari situ juga Aku akan keluarkan mereka sekali lagi.”

 

Ruh itu pun dikembalikan ke tempat berbaringnya. Mungkar dan Nakir lalu mendatanginya dengan mereka berdua menebarkan tanah dengan kedua taring mereka dan menyibakkan tanah dengan bulu-bulu mereka. Suara kedua malaikat itu seperti petir yang menggelegar. Pandangan mereka seperti kilat yang menyambar. Mereka berdua lalu mendudukkan orang kafir itu, kemudian berkata, ‘‘Wahai engkau, siapakah Tuhanmu?” Dia menjawab, “Aku tidak tahu.” Maka diserulah dia dari samping kubur, “Engkau memang tidak tahu!”’ Kedua malaikat itu lalu memukul orang kafir itu menggunakan godam besar dari besi yang apabila seluruh makhluk yang berada di antara timur dan barat berkumpul, pukulan itu tidak akan berkurang. Kemudian disempitkanlah atas orang kafir itu kuburnya sampai-sampai semua tulang rusuknya bertumpang-tindih.

 

Setelah itu, datanglah kepadanya sesosok lelaki berwajah buruk, berpakaian jelek dan beraroma busuk. Lelaki itu berkata, “Jazakallahu syarran! (semoga Allah membalasmu dengan keburukan). Demi Allah, setahuku engkau adalah orang yang lambat dalam taat kepada Allah dan cepat dalam maksiat kepada Allah!” Orang kafir itu bertanya, “‘Siapakah engkau?” Sosok itu menjawab, “Aku adalah perbuatan burukmu!”’ Kemudian, dibukakanlah baginya gerbang menuju neraka sehingga dia dapat melihat tempat duduknya di neraka sampai kiamat terjadi. (HR. Ahmad, Mahmud bin Ghailan dan lainnya dari Abu Nashr).

 

Dalam hadis-hadis tersebut dinyatakan bahwa ruh dikembalikan ke dalam kubur dan kedua malaikat mendudukkan si mayat dan berbicara dengannya.

 

Kemudian, Ibnu Mandah menyampaikan dari jalur Muhammad bin Salamah, dari Khushaif al-Jazari, dari Mujahid, dari Barra’ bin Azib, dia berkata: Sesungguhnya apabila orang mukmin mengalami kematian, akan datang satu malaikat kepadanya dengan penampilan yang rupawan dan aroma yang harum. Malaikat itu lalu duduk di sisi untuk mencabut nyawanya. Dan datang pula kepadanya dua malaikat dengan membawa hanuth dari surga dan kafan dari surga. Keduanya berada jauh dari Orang mukmin itu. Lalu Malaikat Maut mengeluarkan ruh orang itu dari jasadnya secara perlahan. Ketika ruhnya sudah berada pada Malaikat, Maut, maka kedua malaikat yang lain itu bersegera mengambil ruh itu dari Malaikat Maut. Mereka berdua kemudian memberi wewangian (hanuth) dengan wewangian dari surga, serta mengafaninya dengan kafan dari surga.

 

Setelah itu, mereka berdua membawa ruh itu ke surga, maka dibukakanlah baginya pintu-pintu langit. Para malaikat bergembira dengan kedatangan ruh itu. Mereka berkata, “Milik siapakah ruh baik yang pintu-pintu surga dibukakan untuknya itu?” Dia disebut dengan nama terbaik yang dulu dia dinamai dengan nama itu di dunia. Dikatakan, “Ini adalah ruh si Fulan!”

 

Ketika ruh itu dibawa naik ke langit, semua penghuni langit mengerumuninya sampai akhirnya ruh itu diletakkan di hadapan Allah “azza wa jalla di Arsy. Amal ruh itu lalu dikeluarkan dari ‘Illiyyun. Allah lalu berkata kepada para malaikat muqarrabain, ‘“Saksikanlah bahwa aku telah mengampuni pemilik amal ini!” Kemudian kitab catatannya disegel, lalu dikembalikan ke “Illiyyun. Allah lalu berkata lagi, “Kembalikanlah oleh kalian ruh hamba-Ku ini ke bumi karena sesungguhnya Aku telah berjanji untuk mengembalikan mereka ke sana.”’

 

Sampai di situ Rasulullah saw. merapalkan ayat,

 

“Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kalian dan kepadanya Kami akan mengembalikan kalian dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kalian pada kali yang lain.” (QS. Thaha [20]: 55)

 

Apabila orang mukmin diletakkan dalam lahadnya, dibukakan baginya satu gerbang menuju surga di sisi kakinya. Lalu dikatakan kepadanya, “Lihatlah kepada pahala yang Allah siapkan untukmu!” Kemudian dibukakan pula baginya satu gerbang di sisi kepalanya menuju neraka. Lalu dikatakan kepadanya, “Lihatlah azab yang Allah telah hindarkan engkau darinya!”’ Lalu dikatakan kepadanya, “Tidurlah engkau dengan kesenangan!” Demikianlah sehingga tidak ada sesuatu apa pun yang lebih dia sukai daripada terjadinya kiamat.

 

Rasulullah saw. bersabda: Apabila orang mukmin diletakkan dalam lahadnya, bumi akan berkata kepadanya, “Sungguh engkau adalah kekasih bagiku, ketika engkau ada di punggungku. Jadi bagaimana mungkin hari ini engkau ada di perutku! Akan kuperlihatkan padamu apa yang kulakukan padamu.” Maka dilapangkanlah baginya dalam kuburnya itu sejauh mata memandang.

 

Rasulullah saw. bersabda: Apabila orang kafir diletakkan di dalam kuburnya, datanglah kepadanya Munkar dan Nakir lalu keduanya mendudukkan orang kafir itu. Mereka berdua berkata, “Siapakah Tuhanmu?” Orang itu menjawab, “Aku tidak tahu.” Mereka berdua berkata kepadanya, “Engkau memang tidak tahu!” Mereka berdua memukulnya hingga orang kafir itu hancur seperti debu. Lalu dikembalikan lagi tubuhnya, didudukkan lagi, kemudian dia ditanya lagi, “Apa pernyataanmu tentang lelaki ini?” Orang kafir itu menyahut, “Lelaki yang mana?” Mereka berdua berkata, “Muhammad saw.!” Orang kafir itu berkata, “Orang-orang berkata bahwa dia adalah Utusan Allah.” Maka kedua malaikat itu kembali memukulnya dengan satu pukulan sehingga membuat orang kafir itu hancur menjadi debu.

 

Hadis-hadis ini statusnya tsabit, masyhur dan dinyatakan sahih oleh banyak hafiz. Kami juga tidak pernah mengetahui ada seorang pun dari kalangan para imam hadis-hadis yang menyangkal hadis-hadis ini. Alih-alih, mereka justru meriwayatkan hadis-hadis ini di dalam kitab-kitab mereka serta menyikapinya dengan sikap menerima dan menjadikannya sebagai salah satu dasar di antara dasar-dasar agama ini dalam masalah siksa dan nikmat Kubur, pertanyaan Munkar dan Nakir, direnggutnya ruh dan naiknya ruh ke hadapan Allah swt. untuk kemudian kembali ke dalam kubur.

 

Berkenaan dengan pernyataan Abu Muhammad (Ibnu Hazm) bahwa hadis-hadis ini tidak diriwayatkan oleh perawi, selain Zadzan itu merupakan bentuk dugaan salah darinya karena hadis-hadis ini diriwayatkan dari Barra oleh perawi selain Zadzan. Hadis-hadis ini diriwayatkan darinya oleh ‘Adi bin Tsabit, Mujahid bin Jabr, Muhammad bin ‘Uqbah dan lainnya. Ad-Daruquthni telah menghimpun jalur-jalur periwayatan hadis-hadis ini di dalam tulisannya. Apalagi, Zadzan termasuk perawi yang berstatus tsiqah dan dia banyak meriwayatkan hadis-hadis dari kalangan sahabat besar seperti ‘Umar ra. dan lainnya. Imam Muslim juga meriwayatkan hadis-hadis darinya di dalam ash-Shahih. Yahya bin Mu’adz menyatakan bahwa status Zadzan adalah tsiqah. Humaid bin Hilal yang pernah ditanya tentang Zadzan juga menyatakan bahwa statusnya adalah tsiqah, yang tidak perlu lagi dipertanyakan. Ibnu “Adi menyatakan bahwa hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Zadzan boleh diterima (la ba‘sa biha) apabila dia meriwayatkannya dari perawi yang tsiqah.

 

Berkenaan dengan pernyataan Abu Muhammad (Ibnu Hazm) bahwa Minhal bin ‘Amr bersendirian dengan tambahan dalam hadis-hadis yang diriwayatkannya; yaitu pada kalimat “ruh itu lalu dikembalikan ke dalam tubuhnya” dan dia menyatakan bahwa statusnya daif; maka sebenarnya Minhal adalah salah seorang perawi yang tsiqah dan adil.

 

Ibnu Mu’in menyatakan bahwa Minhal statusnya tsiqah. Al-Ijli menyatakan bahwa Minhal merupakan “Orang Kufah yang tsigah”, Pernyataan paling serius yang ditujukan terhadap Minhal adalah ketika dikatakan bahwa pernah terdengar suara nyanyian dari rumahnya. Padahal hal seperti itu tidak serta-merta menyebabkan tertolaknya periwayatan darinya dan tertolaknya hadis-hadis darinya.

 

Singkatnya, pernyataan daif yang ditujukan terhadap Minhal sama sekali tidak ada artinya karena dia tidak dapat menyebutkan sesuatu hal yang dapat menyebabkan da’if-nya Minhal selain bersendiriannya Minhal dalam meriwayatkan hadis-hadis tersebut di atas dengan kalimat tambahan “ruh itu lalu dikembalikan ke dalam tubuhhnya”. Apalagi tadi kami sudah menjelaskan bahwa ternyata Minhal bin ‘Amr tidak bersendirian meriwayatkan hadis-hadis ini, sebab ada para perawi lain yang meriwayatkan hadis-hadis yang sama.

 

Selain itu telah diriwayatkan pula banyak hadis-hadis lain yang seimbang atau bahkan lebih rinci lagi daripada hadis-hadis yang diriwayatkannya. Seperti adanya kalimat yang berbunyi, “Lalu dikembalikan kepadanya ruhnya” atau kalimat yang berbunyi, “Lalu ruh itu kembali ke kuburnya,” atau kalimat yang berbunyi, “Lalu ia duduk tegak” atau kalimat yang berbunyi, “Lalu kedua malaikat itu mendudukannya” atau kalimat yang berbunyi, “Kemudian dia didudukkan di kuburnya”; yang kesemuanya itu adalah hadis-hadis sahih yang tidak ada cela di dalamnya.

 

Akan tetapi, ada orang lain yang mencela hadis-hadis ini dengan menyatakan bahwa Zadzan tidak mendengar hadis-hadis ini dari Barra’. Akan tetapi, cela ini batil adanya karena Abu ‘Uwanah al-Isfarayani meriwayatkannya dalam ash-Shahih yang disusunnya dengan sanad darinya (Zadzan). Dia menyatakan, “Diriwayatkan dari Ibnu Amr, dari Zadzan al-Kindi, dia berkata, “Aku mendengar Barra bin ‘Azib…” Hafizh Abu ‘Abdillah bin Mandah berkata, “Ini adalah sanad yang tersambung dan masyhur dan diriwayatkan oleh banyak orang dari Barra.”

 

Kalaupun kita kesampingkan hadis-hadis Barra’, masih ada banyak hadis-hadis sahih yang secara tegas menyatakan itu. Seperti hadis-hadis Ibnu Abi Dzi’b, dari Muhammad bin ‘Amr bin ‘Atha’, dari Said bin Yasar, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya mayat didatangi oleh malaikat. Apabila mayat itu adalah orang saleh, maka malaikat itu berkata: Keluarlah engkau wahai jiwa yang baik. Keluarlah engkau dengan terpuji. Bergembiralah dengan kenyamanan, wewangian dan Tuhan yang tidak murka.”

 

Beliau saw. bersabda, “Para malaikat mengucapkan itu sampai ruh tersebut keluar, kemudian ia dibawa naik ke langit dan di minta dibukakan langit itu untuknya. Kemudian ditanyakan, ‘Siapakah itu?’ Mereka menjawab, ‘Fulan!’ Mereka berkata, ‘Selamat datang jiwa baik yang dulu berada di dalam jasad yang baik. Masuklah dengan terpuji. Bergembiralah dengan kenyamanan, wewangian dan Tuhan yang tidak murka.’ Demikian kalimat itu terus dikatakan kepada ruh itu sampai akhirnya ia tiba di langit yang di situ ada Allah azza wa jalla.”

 

Rasulullah saw. melanjutkan: Apabila yang mati itu adalah seorang Lelaki jahat. Malaikat berkata kepadanya, ‘Keluarlah engkau wahai jiwa buruk yang berada di jasad yang buruk. Keluarlah dengan tercela. Dengarlah berita berupa hamim (air yang sangat panas) dan ghassaq (nanah) serta yang lain sebagai pasangan!’ Mereka terus mengatakan itu sampai ruh itu keluar. Kemudian ruh itu dibawa naik ke langit. Kemudian diminta dibukakan untuknya. Lalu ditanyakan, ‘Siapakah itu?’ Mereka menjawab, ‘Fulan!’ Mereka berkata, ‘Tidak ada selamat datang bagi jiwa buruk yang dulu berada dalam jasad yang buruk. Kembalilah engkau dengan tercela karena sesungguhnya pintu-pintu langit tidak terbuka untukmu.’ Lalu ruh itu pun bergerak di antara langit dan bumi kemudian ke kuburnya.

 

Lelaki saleh didudukkan di dalam kuburnya tanpa ketakutan dan tanpa disiksa. Lalu dikatakan padanya, “Dalam apakah engkau?” Dia menjawab, “Dalam Islam.” Lalu dia ditanya lagi, “Siapakah lelaki itu?” Dia menjawab, “Muhammad Rasulullah. Dia datang kepada kami dengan membawa berbagai penjelasan dari hadirat Allah. Lalu kami beriman dan membenarkan…”

 

Kemudian menuntaskan hadis-hadis tersebut.

 

Hafizh Abu Nu’aim berkata, “Hadis-hadis ini disepakati keadilan oleh para penukilnya. lmam Muhammad bin Isma‘il al-Bukhari dan Muslim bin Hajjaj bersepakat atas Ibnu Abu Dzi’b, Muhammad bin ‘Amr bin Atha’ dan Said bin Yasar, semuanya memenuhi syarat dari mereka berdua. Kalangan terdahulu juga meriwayatkan Hadis-hadis in; dari Ibnu Abi Dzi’b semisal Ibnu Abi Fudaik dan juga meriwayatkan darinya Duhaim bin Ibrahim. Hadis-hadis ini juga diriwayatkan dari Ibnu Abi Dzi’b oleh lebih dari satu orang perawi.

 

Abu ‘Abdullah bin Mandah telah berhujah atas kembalinya ruh ke dalam tubuh dengan mengatakan: Muhammad bin Husein bin Hasan menuturkan kepada kami, Muhammad bin Yazid an-Nisaburj menuturkan kepada kami, Hammad bin Qarath menuturkan kepada kami, Muhammad bin Fadhl menuturkan kepada kami, dari Yazid bin ‘Abdurrahman ash-Sha‘iqh al-Balkhi, dari Dhahhak bin Muzahim, dari Ibnu ‘Abbas, bahwa dia berkata: Ketika pada suatu hari Rasulullah saw. sedang duduk, beliau merapalkan ayat ini, “Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), ‘Keluarkanlah nyawamu.’ Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (QS. al-An’am [6]: 93)

 

Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Tidak ada satu jiwa pun yang berpisah dari dunia sampai dia melihat tempat duduknya di surga atau di neraka.”

 

Lalu beliau bersabda, Apabila itu terjadit padanya, maka berbarislah baginya dua rombongan malaikat yang berbaris di sepanjang antara timur dan barat, seakan-akan wajah mereka adalah matahari. Kemudian mayat itu melihat mereka seperti yang dilihat oleh yang selain mereka. Apabila kalian dapat melihat bahwa mereka melihat kepada kalian. Masing-masing malaikat itu memegang kafan dan hanuth.

 

Apabila dia orang mukmin, para malaikat itu menyampaikan kabar gembira kepadanya dengan surga, lalu mereka berkata, ‘Keluarlah engkau wahai jiwa yang baik kepada keridhaan dan surga Allah! Sungguh Allah telah menyiapkan untukmu sebagian dari kemuliaan yang itu lebih baik bagimu daripada dunia dengan segala isinya.’

 

Para malaikat itu terus memberi kabar gembira kepadanya dan meringankannya. Mereka memiliki kelembutan yang jauh lebih lembut daripada kelembutan seorang thu kepada anaknya. Lalu mereka melepaskan ruh orang itu dari bawah setiap kuku dan persendian sehingga matilah lebih dulu yang lebih dulu dan mereka meringankan itu. Walaupun kalian melihatnya berat baginya; sampai nyawa itu mencapai lehernya.”

 

Rasulullah saw. lalu bersabda, “Sungguh ruh itu jauh lebih tidak suka untuk keluar dari jasad, dibandingkan tidak sukanya anak untuk keluar dari rahim. Pada saat itu, para malaikat bergegas menyambutnya, semua malaikat itu, siapa kiranya dari mereka yang dapat memegang ruh itu. Sementara Malaikat Maut melakukan pencabutannya.”

 

Kemudian Rasulullah saw. merapalkan ayat,

 

“Katakanlah: Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” (QS. as-Sajdah [32]: 11)

 

Para malaikat membungkusnya dengan beberapa helai kafan berwarna putih kemudian menggendongnya. Sungguh dia jauh lebih berhati-hati dengan ruh itu daripada seorang ibu kepada anaknya. Kemudian berembuslah darinya angin yang lebih harum daripada kesturi. Para malaikat itu menghirup aroma ruh itu dan mereka senang kepadanya. Mereka berkata “Selamat datang aroma yang baik dan ruh yang baik! Ya Allah, limpahkan selawat kepada ruh ini dan limpahkan selawat kepada jasad yang ruh ini keluar darinya!”’

 

Kemudian Rasulullah saw. bersabda: Para malaikat kemudian naik membawa ruh itu. Allah swt. memiliki makhluk di angkasa yang jumlahnya tidak diketahui, kecuali hanya oleh-Nya. Lalu berembuslah kepada mereka angin yang lebih harum dibandingkan kesturi. Mereka semua lalu berselawat kepada (mendoakan) ruh tersebut dan mereka senang kepadanya. Mereka lalu membuka gerbang-gerbang langit dan semua malaikat berselawat (mendoakan) ruh itu pada setiap langit yang mereka lewati sampai akhirnya dia tiba di hadapan Allah yang Maha Menguasai lagi Maha Menundukkan. Allah swt. lalu berkata, “Selamat datang jiwa baik dan jasad yang jiwa itu keluar darinya!” Apabila Allah azza wa jalla telah mengucapkan “Selamat datang” kepada sesuatu, pastilah sesuatu itu akan disambut oleh segala Sesuatu dan akan disingkirkanlah darinya segala bentuk kesempitan.

 

Lalu Allah berkata untuk jiwa baik itu: Masukkanlah dia oleh kalian ke dalam surga. Perlihatkanlah kepadanya tempat duduknya di dalam surga. Tunjukkanlah kepadanya semua yang telah Aku siapkan untuknya berupa kemuliaan dan kenikmatan. Lalu bawalah ia ke bumi karena sesungguhnya Aku telah menetapkan bahwa dari bumi itu Aku ciptakan mereka, di situ Aku kembalikan mereka dan dari situ Aku keluarkan mereka sekali lagi.” Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Sungguh ruh itu lebih tidak suka untuk keluar daripadg ketika dia keluar dari jasad. Ruh itu berkata, “Hendak ke manakah, engkau membawaku? Apakah ke jasad yang sebelumnya aku beradg di dalamnya itu?” Para malaikat menjawab, “Sesungguhnya kami di. perintahkan untuk melakukan itu, maka engkau harus menjalaninya,” Para malaikat kemudian turun membawa ruh itu dalam waktu sepert; selesainya mereka memandikan dan mengafaninya. Kemudian mereka memasukkan ruh itu ke tubuhnya dan kafannya.

 

Hadis-hadis ini menjadi dalil yang menunjukkan bahwa ruh akan dikembalikan ke jasad dan kafannya. Tentu saja pengembalian ini bukan dalam bentuk keterkaitan seperti yang terjadi pada ruh dan badan di dunia, melainkan dalam bentuk lain. Pengembalian ini juga bukan pula dengan bentuk keterkaitan seperti yang terjadi di saat tidur dan juga berbeda dari keterkaitan ruh dengan badan di tempatnya. Alih-alih pengembalian itu merupakan bentuk pengembalian khusus.

 

Syaikhul Islam’ berkata, “Berbagai hadis-hadis sahih mutawatir telah menunjukkan mengenai kembalinya ruh ke dalam badan di saat pertanyaan berlangsung. Pendapat yang menyatakan bahwa yang ditanya (oleh malaikat) hanya badan tanpa ruh adalah pendapat yang disampaikan oleh sekelompok orang, tetapi disangkal oleh jumhur ulama. Meski diterima oleh beberapa ulama lain. Mereka menyatakan bahwa pertanyaan ditujukan kepada ruh tanpa badan. 


Pendapat ini disampaikan oleh Ibnu Masarrah dan Ibnu Hazm. Keduanya keliru karena hadis-hadis sahih membantah pendapat itu. Kalau itu terjadi hanya kepada ruh, tidak ada kekhususan pada kuburan bagi ruh.”

 

Pasal 6a

 

Masalah ini kemudian dijelaskan oleh jawaban atas pertanyaan tambahan dari penanya yang berkata: 

Apakah siksa kubur ditimpakan terhadap ruh dengan badan ataukah ditimpakan terhadap ruh tanpa padan ataukah ditimpakan terhadap badan tanpa ruh? 

Apakah badan ikut bersama ruh merasakan nikmat atau siksa ataukah tidak?”

 

Syaikhul Islam telah ditanya tentang masalah ini dan di sini kami akan mengetengahkan jawaban yang diberikannya sebagai berikut.

 

Siksa dan nikmat akan menimpa ruh dan badan sekaligus sesuai kesepakatan ahli sunah wal jamaah. Ruh akan diberi nikmat sebagaimana ia juga akan disiksa secara terpisah dari badan, tetapi ruh juga akan diberi nikmat sebagaimana ia juga akan disiksa dalam kondisi bergapung dengan badan dan badan itu pun bergabung dengan ruh, sehingga nikmat dan siksa terhadap keduanya dalam kondisi seperti itu terjadi ketika ruh dan badan bergabung, sebagaimana itu juga terjadi ketika ruh terpisah dari badan.

 

Lantas apakah siksa dan nikmat dapat menimpa badan dengan tanpa ruh?

 

Berkenaan dengan pertanyaan ini, ada dua pendapat yang masyhur dari kalangan ahli hadis dan ahli sunah serta Ahlu Kalam. Akan tetapi, selain itu ada beberapa pendapat aneh (syadz) yang bukan berasal dari kalangan Ahlu sunah dan ahli hadis.

 

Di antaranya adalah pendapat yang menyatakan bahwa nikmat dan siksa hanya menimpa ruh sementara badan tidak akan pernah diberi nikmat dan tidak pula siksa.

 

Pendapat ini disampaikan oleh para filsuf yang mengingkari kembalinya badan, serta mereka yang kafir terhadap ijmak kaum muslimin. Selain mereka, pendapat ini juga dinyatakan oleh kalangan Ahlu Kalam dari golongan Muktazilah dan lainnya yang mengakui dikembalikannya badan. Hanya saja mereka menyatakan bahwa semua itu tidak akan terjadi di Alam Barzakh, melainkan akan terjadi ketika manusia dibangkitkan dari Alam Kubur.

 

Akan tetapi, mereka mengingkari siksa terhadap badan yang terjadi di Alam Barzakh. Mereka menyatakan bahwa ruh yang mendapatkan nikmat atau siksa di Alam Barzakh. Barulah nanti ketika Hari Kiamat terjadi, ruh dan badan secara bersamaan merasakan siksa.

 

Pendapat ini dinyatakan oleh beberapa kelompok kaum muslimin dari kalangan Ahlu Kalam, Ahli Hadis dan beberapa kelompok lain. Pendapat inilah yang dianut oleh Ibnu Hazm dan Ibnu Masarrah, sebah itu, pendapat ini tidak termasuk di antara ketiga pendapat yang aneh (syadz) tersebut, melainkan berasal dari pendapat orang-orang yang menyatakan adanya siksa kubur, mengakui adanya Hari Kiamat, serta meyakini dikembalikannya badan dan ruh; hanya saja mereka memiliki tiga pendapat mengenai Siksa Kubur sebagai berikut.

 

Pertama: Siksa kubur hanya akan mengenai ruh.

 

Kedua: Siksa kubur akan mengenai ruh dan juga badan, dengan perantaraan ruh.

 

Ketiga: Siksa Kubur hanya akan mengenai badan.

 

Yang dapat digabungkan kepada pendapat tersebut di atas yaitu pendapat kedua; pendapat yang menyatakan adanya Siksa Kubur serta menetapkan bahwa ruh itulah yang merupakan “kehidupan’’. Adapun

pendapat yang dianggap aneh (syadz), yaitu pendapat mereka yang mengingkari adanya siksa terhadap badan secara mutlak dan juga pendapat mereka yang mengingkari adanya siksa terhadap ruh secara mutlak.

 

Apabila jumlah pendapat-pendapat yang dinyatakan aneh (syadz) ditetapkan ada tiga, pendapat kedualah yang termasuk pendapat yang aneh (syadz) adalah pendapat orang-orang yang menyatakan bahwa ruh bersendirian tidak akan dikenai nikmat dan tidak akan ditimpa siksa karena ruh merupakan “kehidupan”’. Ini merupakan pendapat beberapa kelompok di antara kalangan Ahlu Kalam dari kalangan Muktazilah dan Asy’ariyah. Di antaranya adalah Qadhi Abu Bakar dan lainnya.

 

Mereka semua mengingkari bahwa ruh tetap kekal setelah berpisah dari badan. Ini merupakan pendapat yang batil. Pendapat ini diselisihi Oleh para sahabatnya seperti Abul Ma‘ali al-Juwaini dan lainnya. Alih-alih, tetap berdasarkan al-Kitab dan sunah serta kesepakatan ulama salaf, bahwa ruh tetap kekal setelah berpisah dari badan dan juga bahwa ruh akan diberi nikmat atau ditimpa siksa.

 

Para filsuf ketuhanan (teolog) mengakui pendapat ini. Akan tetapi, mereka mengingkari dikembalikannya badan. Mereka mengakui dikembalikannya badan, tetapi mereka mengingkari dikembalikannya ruh, nikmat terhadapnya dan siksa yang menimpanya tanpa badan.

 

Kedua pendapat di atas salah dan sesat. Tetapi pendapat para filsuf jauh lebih salah daripada pendapat kalangan muslimin. Kalaupun mungkin ada yang bersepakat dengan mereka dari kalangan orang-orang yang mengaku bahwa mereka menganut Agama Islam, tetapi mereka semua adalah orang-orang yang mengira bahwa diri mereka adalah para ahli makrifat, tasawuf, hakikat, dan kalam.

 

Pendapat ketiga yang aneh (syadz) adalah pendapat yang menyatakan bahwa di dalam Alam Barzakh tidak ada kenikmatan dan tidak ada siksa. Alih-alih, semua itu tidak akan terjadi sampai Kiamat Kubra terjadi. Sebagaimana hal itu dikatakan oleh mereka yang berpendapat seperti itu dari kalangan Muktazilah dan yang lainnya yang mengingkari siksa dan nikmat kubur berdasarkan pendapat bahwa ruh tidak kekal setelah terpisah dari badan dan bahwa badan tidak menerima nikmat dan tidak pula menerima siksa.

 

Mereka itulah kelompok-kelompok yang sesat dalam perkara Alam Barzakh. Tetapi mereka tetap lebih baik daripada para filsuf karena mereka masih mengakui adanya Kiamat Kubra.

 

Pasal

 

Apabila Anda mengakui berbagai pendapat yang batil ini, hendaklah Anda mengetahui bahwa mazhab salaf umat dan para imam umat berpendapat bahwa apabila orang sudah meninggal, dia akan memperoleh kenikmatan atau memperoleh siksaan. Hal itu juga akan terjadi pada ruh dan juga pada badannya. Ruh akan tetap kekal setelah terpisah dari badan, baik dalam keadaan diberi nikmat maupun ditimpa siksa dan juga kadang-kadang ruh terhubung dengan badan, sehingga badan bersama ruh itu dapat merasakan nikmat, dan siksa.

 

Setelah itu apabila Kiamat Kubra terjadi, semua ruh dikembalikan kepada jasad masing-masing. Mereka semua berdiri dari kubur mereka demi Allah Tuhan alam semesta. Dikembalikannya badan tersebut telah disepakati oleh semua kaum muslimin, Yahudi, dan Nasrani.

 

Pasal

 

Kami menguatkan apa yang telah kami sampaikan. Adapun mengenai hadis-hadis tentang siksa kubur dan pertanyaan dari Malaikat Munkar dan Malaikat Nakir, semuanya sangat banyak dan mutawatir Statusnya dari Rasulullah saw.

 

Contohnya adalah hadis-hadis yang termaktub dalam dua kitab Sahih, Sahih Bukhari dan Sahih Muslim (penj.)

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa suatu ketika Nabi saw. lewat di dekat dua kuburan, beliau bersabda, “Sesungguhnya mereka berdua sedang disiksa dan mereka berdua tidak disiksa karena dosa besar. Yang satu dari mereka berdua tidak bersuci bersih dari air kencing, sementara yang satu lagi suka menyebarkan adu domba.” Setelah itu, Rasulullah saw. meminta diambilkan sebatang pelepah kurma basah, lalu beliau membelahnya menjadi dua. Beliau kemudian bersabda, “Semoga saja (pelepah kurma basah Penj.) ini dapat meringankan mereka selama keduanya belum kering.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

 

Dalam Sahih Muslim disampaikan sebuah riwayat dari Zaid bin Tsabit ra., dia berkata, “Ketika kami berada bersama Rasulullah saw. dj sebuah kebun milik Bani Najjar, beliau berada di punggung bagalnya, dan kami bersama beliau, tiba-tiba bagal itu menyentak sehingga nyaris menjungkalkan beliau. Di situ rupanya ada beberapa buah kuburan, Enam, lima, atau empat.”

 

Rasulullah saw. bersabda, “Siapakah yang tahu para penghuni kuburan-kuburan ini?”

 

Seseorang menjawab, “Aku!”

 

Rasulullah saw. pun bertanya, “Kapankah orang-orang itu meninggal?”

 

Orang itu menjawab, “Mereka mati dalam kesyirikkan.”

 

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya orang-orang ini sedang disiksa di dalam kubur mereka. Kalau saja bukan agar kalian tidak dikubur (mati), pasti aku akan berdoa kepada Allah antara Dia memperdengarkan kalian siksa kubur yang kudengar darinya.”

 

Setelah itu Rasulullah saw. menghadap kepada kami dengan wajah beliau, lalu bersabda, “Berlindunglah kalian kepada Allah dari siksa neraka!”

 

Mereka menyahut, “Kami berlindung kepada Allah dari siksa neraka!”

 

Rasulullah saw. bersabda lagi, “Berlindunglah kalian kepada Allah dari segala fitnah yang tampak dan yang tersembunyi!”

 

Mereka menyahut, “Kami berlindung kepada Allah dari segala fitnah yang tampak dan yang tersembunyi!”

 

Rasulullah saw. bersabda lagi, “Berlindunglah kalian kepada Allah dari segala fitnah Dajjal!”

 

Mereka menyahut, “Kami berlindung kepada Allah dari segala fitnah Dajjal!”

 

Dalam Sahih Muslim dan Jami’ as-Sunan terdapat hadis. Dari Abu fiurairah, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seorang dari kalian menyelesaikan tasyahud akhir, maka hendaklah dia berlindung kepada Allah dari empat perkara, yaitu dari siksa Neraka Jahanam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, serta dari fitnah al-Masih Dajjal.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

 

Dalam Sahih Muslim dan kitab lainnya juga terdapat riwayat. Diriwayatkan dari Ibnu “Abbas bahwa Rasulullah saw. mengajari mereka doa tersebut di atas, sebagaimana beliau mengajarkan kepada mereka surah al-Quran, “Wahai Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa Jahanam, berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, berlindung Kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan kematian, serta berlindung kepada-Mu dari fitnah al-Masih Dajjal.” (HR. Muslim)

 

Dalam dua kitab Sahih terdapat riwayat. Diriwayatkan dari Abu Ayyub, dia berkata, “Suatu ketika Rasulullah saw. keluar setelah matahari terbenam. Beliau lalu mendengar suara dan beliau pun bersabda, ‘Orang-orang Yahudi sedang disiksa dalam kubur mereka.’” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

 

Dalam dua kitab Sahih terdapat riwayat. Diriwayatkan dari Aisyah ra., dia berkata, “Suatu ketika seorang tua dari kalangan Yahudi Madinah masuk menemuiku. Dia lalu berkata, “Sesungguhnya para penghuni kubur disiksa di dalam kuburan-Kuburan mereka. Aisyah melanjutkan, ‘Aku pun mendustakan perempuan itu dan aku tidak suka memercayainya. Dia lalu keluar dan masuklah Rasulullah saw.’ Aku berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya seorang tua dari kalangan Yahudi Madinah masuk menemuiku, lalu dia menyatakan bahwa para penghuni kubur disiksa di dalam kuburan-kuburan mereka.’ Rasulullah saw. menyahut, ‘Perempuan itu benar! Sungguh mereka disiksa dengan siksaan yang dapat didengar oleh semua binatang.’” Aisyah ra. lalu berkata, ‘Setelah itu aku tidak pernah melihat beliau saw. dalam shalat, kecuali beliau selalu memohon perlindungan dari siksa kubur.’” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

 

Dalam Sahih Ibnu Hibban terdapat riwayat. Diriwayatkan dari Umm Mubasysyir, dia berkata, Suatu ketika Rasulullah saw. masuk menemuiku lalu bersabda, “Berlindunglah kalian dari siksa kubur! Aku pun berkata, ‘Wahai Rasulullah! Apakah di dalam kubur ada siksa?’

 

Beliau menjawab, ‘Sungguh mereka benar-benar disiksa di dalam kuburan-kuburan mereka dengan siksaan yang dapat didengar oleh semua binatang.”’ (HR. Ahmad)

 

Seorang ulama menyatakan, “Karena sebab inilah orang-orang membawa hewan-hewan tunggangan mereka apabila mengalami sakit, perut ke pemakaman orang-orang Yahudi, Nasrani, dan kaum munafik seperti golongan Isma‘iliyyah, Nushairiyah, dan Qaramithah dan Bani “Ubaid dan lainnya yang ada di Mesir dan Syam. Para pemilik kuda mendatangi pemakaman orang-orang itu dengan tujuan itu, sebagaimana mereka mendatangi pekuburan kaum Yahudi dan Nasrani, Mereka menyatakan bahwa, apabila kuda-kuda mendengar siksa kubur itu akan membuat mereka takut dan merasa panas sehingga sakit perut kuda-kuda itu pun sembuh.”

 

‘Abdul Haqq al-Isybili berkata: Seorang fakih bernama Abul Hakam bin Barrajan yang merupakan salah seorang ulama yang sekaligus ahli amal (ahlul ‘ilm wal ‘amal), menuturkan kepadaku bahwa suatu ketika mereka menguburkan seorang jenazah di sebelah timur Isybiliyah, Setelah mereka selesai menguburkan jenazah itu, mereka pun duduk di sudut sembari berbincang-bincang dekat seekor binatang yang digembalakan di situ. Tiba-tiba, binatang itu bergerak cepat mendekati kuburan tersebut, lalu meletakkan telinganya di atas makam seakan dia sedang mendengar. Setelah itu, binatang tersebut berpaling lari menjauh, lalu ia kembali ke kuburan itu dan kembali meletakkan telinganya di atas makam itu seakan dia sedang mendengar. Setelah itu, binatang tersebut kembali berpaling lari menjauh dan binatang itu melakukan hal tersebut beberapa kali. Saat itulah Abul Hakam berkata, “Sungguh aku teringat siksa kubur dan sabda Rasulullah saw., ‘Sesungguhnya mereka disiksa dengan siksaan yang dapat didengar oleh binatang-binatang.””

 

Dia menuturkan cerita ini dan kami memperdengarkan kepadanya Kitab Muslim yang si pembaca mengakhirinya sampai sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya mereka disiksa dengan siksaan yang dapat didengar oleh binatang-binatang.”

 

Pendengaran itu terjadi atas suara orang-orang yang disiksa. Hannad bin Sariy menyatakan dalam kitab az-Zuhd: Waki’ menuturkan kepada kami, dari A’masy, dari Syaqaq, dari Masruq, dari ‘Aisyah ra., dia berkata, “Suatu ketika seorang perempuan Yahudi masuk menemuiku lalu dia menyampaikan tentang siksa kubur. Aku pun mendustakannya. Lalu Rasulullah saw. masuk menemuiku dan kusampaikan kepadanya tentang hal itu. Beliau bersabda, ‘Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya mereka disiksa di dalam kuburan-kuburan mereka sampai-sampai binatang-binatang mendengar suara mereka.’”

 

Saya berkata:

 

Hadis-hadis yang berisi pertanyaan dalam kubur amatlah banyak, seperti di antaranya yaitu sebuah riwayat yang termaktub di dalam dua kitab Sahih dan kitab-kitab Sunan, yang berasal dari Barra bin ‘Azib, yang menyatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seorang muslim ditanya dalam kuburnya, dia akan bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Itulah yang dinyatakan dalam firman Allah swt.,

 

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim [14]: 27)

 

Ada yang menyatakan, “Ayat al-Quran turun untuk menjelaskan tentang siksa kubur. Ketika orang mati ditanya, ‘Siapakah Tuhanmu?’. Dia menjawab, ‘Tuhanku Allah dan Muhammad nabiku.’” Itu adalah firman Allah swt., “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim [14]: 27)

 

Hadis-hadis ini telah diriwayatkan oleh kalangan penulis kitab-kitab Sunan dan Musnad secara panjang lebar seperti yang sudah disampaikan sebelumnya.

 

Dalam hadis-hadis ini Rasulullah saw. secara gamblang menyampaikan tentang dikembalikannya ruh ke dalam badan dengan semua tulang rusuknya yang sudah tumpang-tindih. Ini menjelaskan bahwa siksa ditimpakan terhadap ruh dan badan dalam kondisi keduanya bergabung.

 

Telah diriwayatkan sebuah hadis yang serupa dengan hadis-hadig Barra’ tentang dicabutnya ruh dan tentang masalah pertanyaan, nikmay dan siksa kubur; yaitu riwayat dari Abu Hurairah ra. yang juga tercantum dalam Musnad dan Sahih Abu Hatim. Dikatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya apabila mayat diletakkan di dalam kuburnva, dia mendengar suara gesekan terompah mereka (para pengantarnya) saat mereka berpaling meninggalkannya. Apabila si maya, itu orang mukmin, shalatnya akan ada di sisi kepalanya, puasa berada di sebelah kanannya, zakat di sebelah kirinya, sementara berbagai perbuatan baik berupa sedekah, silaturahmi, kemakrufan dan kebaikan berada di sisi kedua kakinya.”

 

Lalu dia didatangi dari arah kepalanya, maka shalat berkata, “Dari arahku tidak ada tempat masuk!” Lalu dia didatangi dari arah kanan. nya, maka puasa berkata, “Dari arahku tidak ada tempat masuk!” Lalu dia didatangi dari arah kirinya, maka zakat berkata, “Dari arahku tidak ada tempat masuk!” Lalu dia didatangi dari arah kedua kakinya, maka berbagai perbuatan baik berupa sedekah, silaturahim, kemakrufan dan kebaikan berkata, “Dari arahku tidak ada tempat masuk!”.

 

Maka dikatakanlah kepadanya, “Duduklah!” Si mayat itu pun duduk, sementara telah ada seperti matahari yang ditampakkan kepadanya, bersinar menjelang terbenam. Lalu dikatakanlah kepadanya, “Lelaki ini yang ada bersama kalian, apakah yang engkau katakan tentangnya? Dan apakah yang engkau persaksikan terhadapnya?” Si mayat itu berkata, “Biarkanlah aku agar aku melakukan shalat.” Mereka berkata, “Sungguh engkau akan shalat. Kabari kami tentang apa yang kami tanyakan kepadamu. Apakah engkau melihat lelaki ini yang dulu bersama kalian. Apakah yang engkau katakan tentang dia? Dan apakah yang engkau persaksikan terhadapnya?” Si mayat itu menjawab, “Muhammad. Aku bersaksi bahwa dia adalah utusan Allah. Dia datang membawa kebenaran al-haqq dari Allah.” Lalu dikatakan lagi kepada si mayat itu, “Atas persaksian itulah engkau hidup, atas itu pula engkau mati dan atas itu kelak engkau akan dibangkitkan, insyaallah.”

 

Setelah itu dibukakanlah bagi si mayat itu sebuah gerbang menuju surga, lalu dikatakan kepadanya, “Ini adalah tempatmu dengan segala yang telah Allah siapkan untukmu di dalamnya!” maka kian bertambah hasrat dan kegembiraan si mayat itu. Kemudian kuburannya dilapangkan hingga tujub puluh hasta, cahaya meneranginya dan dikembalikan tubuhnya seperti awalnya, lalu diletakkan sukmanya dalam sukma-sukma yang baik, yaitu burung yang tergantung di pepohonan surga. Itulah yang disebutkan dalam firman Allah swt., “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim [14]: 27).

 

Lalu dikatakanlah tentang orang kafir yang berkebalikan dari semua itu, sampai sabda Rasulullah, “…kermudian disempitkanlah terhadap sit mayat kafir itu kuburnya sampai tulang-tulang rusuknya bertumpang-tindih.” Itulah yang dimaksud “penghidupan yang sempit” yang Allah nyatakan dalam firman-Nya,

 

“Maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta.’’ (QS. Thaha [20]: 124)

 

Dalam dua kitab Sahih diriwayatkan sebuah hadis dari Qatadah, dari Anas ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya apabila orang mati diletakkan dalam kuburnya lalu para sahabatnya meninggalkannya, dia benar-benar mendengar gesekan sandal-sandal mereka. Dia didatangi dua malaikat yang kemudian memintanya berikrar. Mereka berdua berkata kepadanya, “Apakah yang engkau katakan tentang lelaki Muhammad ini?”

 

Adapun orang mukmin akan menjawab, “Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba dan utusan Allah!”

 

Malaikat itu berkata, “Lihatlah tempat dudukmu di neraka! Allah telah menggantikan tempatmu dengannya di surga!”

 

Rasulullah saw. bersabda, “Maka dia melihat keduanya bersama-sama.”

 

Qatadah berkata, “Telah disebutkan kepada kami bahwa dilapangkan baginya dalam kuburnya sejarak tujuh puluh hasta, lalu dimasukkan sampai penuh kepadanya khadhir sampai hari mereka dibangkitkan.”’

 

Lalu dia kembali kepada hadis-hadis Anas. Dia berkata: Adapun orang kafir dan munafik, mereka berdua (Munkar dan Nakir) berkata kepadanya, “Apakah yang engkau katakan tentang lelaki ini?” Dia menjawab, “Aku tidak tahu. Aku berkata seperti yang dikatakan orang-orang.”

 

Mereka berdua berkata, “Engkau tidak tahu dan engkau tidak ucapkan” Kemudian orang itu pun dipukul menggunakan palu besi di antara kedua telinganya sehingga dia berteriak kuat-kuat dan teriakan itu didengar oleh siapa pun yang ada di atasnya, kecuali jin dan manusia.”

 

Dalam Sahih Abu Hatim diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., dia berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seorang dari kalian atau seorang manusia dikuburkan, dia akan didatangi oleh dua matlaikat hitam biru. Yang satu bernama Munkar dan yang satu lagi bernama Nakir. Mereka berdua berkata kepadanya, ‘Apakah yang engkau katakan tentang lelaki Muhammad ini?’ Dia pun mengatakan apa yang dikatakannya.”

 

Apabila dia seorang mukmin, dia menjawab, “Dia adalah hamba dan utusan Allah. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”

 

Mereka berdua berkata kepadanya, “Sesungguhnya kami tahu engkau berkata seperti itu.”

 

Setelah itu, dilapangkanlah baginya dalam kuburnya sejarak tujuh puluh hasta dikali tujuh puluh hasta. Lalu diberi cahaya baginya di dalamnya dan kemudian dikatakan padanya, “Tidurlah!”

 

Orang itu menyahut, “Aku akan kembali kepada keluarga dan hartaku untuk mengabari mereka!”

 

Kedua malaikat menyahut, “Tidurlah seperti tidurnya pengantin yang tidak akan dibangunkan, kecuali oleh keluarganya yang paling dia cintai, sampai nanti Allah akan membangkitkan orang tersebut dari tempat tidurnya itu.”

 

Apabila orang mati itu adalah seorang munafik, dia menjawab, “Aku tidak tahu. Aku mendengar orang-orang mengatakan sesuatu, lalu aku pun mengatakannya.”

 

Kedua malaikat itu pun berkata, “Kami tahu bahwa engkau mengatakan itu.”

 

Lalu dikatakanlah kepada bumi, “Impitlah dia!” maka bumi pun mengimpit tubuh orang mati itu sampai-sampai tulang-tulang rusuknya menjadi bertumpang tindih di dalam tanah. Demikianlah dia terus disiksa sampai Allah swt. membangkitkannya dari tempat tidurnya itu.

 

Semua dalil di atas menunjukkan secara eksplisit bahwa badanlah yang mengalami siksaan.

 

Telah diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seorang mukmin mengalami sakratulmaut, para malaikat mendatanginya dengan membawa sehelai sutra putih. Mereka berkata, Keluarlah wahai ruh baik dengan ridha dan diridhai menuju kenyamanan, wewangian dan Tuhan yang tidak murka.”

 

Ruh itu pun keluar seperti aroma kesturi paling semerbak. Teruslah dia diserahkan dari satu malaikat ke malaikat lainnya hingga dia mencapai gerbang langit. Para malaikat kemudian berkata, ‘‘Betapa harumnya aroma yang kalian bawa dari bumi ini!”

 

Lalu berdatanganlah kepadanya ruh-ruh orang mukmin. Mereka merasakan kegembiraan karena orang mati itu yang lebih besar daripada orang hilang yang kembali kepada mereka.

 

Mereka (ruh-ruh orang mukmin) itu berkata, “Apakah yang dilakukan si Fulan?”

 

Mereka (para malaikat) menjawab, “Biarkanlah dia beristirahat karena sesungguhnya dia dulu berada dalam kesusahan dunia.”

 

Jika dia (si orang mati) berkata, “Dia sudah mendatangi kalian.’’

 

Mereka berkata, “Sesungguhnya dia dibawa ke neraka Hawiyah.”

 

Sesungguhnya apabila orang kafir mengalami sakratulmaut, maka para malaikat siksa mendatanginya dengan membawa kain kasar. Mereka lalu berkata, “Keluarlah engkau dengan keadaan dimurkai menuju azab Allah!” Dan ruh orang kafir itu pun keluar seperti bau bangkai yang paling busuk, sampai para malaikat itu membawanya ke gerbang bumi, lalu mereka berkata, ‘‘Betapa busuknya ruh ini!” sampai berdatanganlah ruh-ruh orang-orang kafir karena itu.

 

Hadis-hadis ini diriwayatkan oleh an-Nasai dan Bazzar serta oleh Muslim secara ringkas. Hadis-hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Hatim dalam ash-Sahih. Dia berkata, “Sesungguhnya apabila orang mukmin didatangi maut, para malaikat rahmat akan mendatanginya. Ketika ruhnya dicabut, ruhnya itu lalu diletakkan di sehelai sutra putih kemudian dibawa pergi dengan sutra itu menuju gerbang surga.”

 

Para malaikat kemudian berkata, “Kami tidak pernah menemukan aroma seharum ini!”

 

Lalu ditanyakanlah kepadanya, “Apakah yang dilakukan si Fulan? Apakah yang dilakukan si Fulanah?”

 

Tetapi lalu dikatakan, “Biarkanlah dia beristirahat karena dia berada dalam kesusahan dunia.”

 

Adapun apabila orang kafir dicabut nyawanya, lalu dia dibawa ke bumi, kemudian para penjaga bumi berkata, “Kami tidak pernah menemukan bau sebusuk ini!” Lalu dengan bau busuk itu dia mencapai bumi yang paling bawah.”

 

Nasa‘i meriwayatkan dalam as-Sunan dari hadis-hadis ‘Abdullah bin ‘Umar, dari Rasulullah saw. bersabda, “Inilah yang menggetarkan Arsy dan dibukalah baginya gerbang-gerbang langit dan bersaksi baginya tujuh puluh ribu malaikat. Ia lalu digenggam kemudian dilepaskan.”

 

Nasa‘i berkata, “Yang dimaksud adalah Sa’d bin Mu‘adz.”

 

Dia (Nasa’i) juga meriwayatkan hadis-hadis dari ‘Aisyah ra., dia berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Kubur itu memiliki tekanan yang kalau ada orang yang dapat selamat darinya, maka yang selamat darinya adalah Sa’d bin Mu’adz.” Dia meriwayatkan hadis-hadis ini dari Syu’bah.

 

Hannad bin Sariy berkata: Muhammad bin Fudhail menuturkan kepada kami, dari ayahnya, dari Ibnu Abu Mulaikah, dia berkata, “Tidak ada seorang pun yang selamat dari tekanan kubur dan tidak pula Sa’id bin Mu*adz yang salah satu sapu tangannya lebih baik daripada dunia seisinya.”

 

‘Abdah menuturkan kepada kami, dari ‘Ubaidullah bin ‘Umar, darj Nafi’, dia berkata, “Telah sampai kepadaku bahwa yang menyaksikan jenazah Sa’d bin Mu‘adz jumlahnya tujuh puluh ribu malaikat yang belum pernah sekalipun turun ke bumi. Telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Sahabat kalian telah direngkuh di dalam kubur dengan satu rengkuhan.”

 

Ali bin Ma’bad berkata: ‘Ubaidullah menuturkan kepada kami, dari Zaid bin Abu Unaisah, dari Jabir, dari Nafi’, dia berkata, ‘‘Safiyah binti Abu ‘Ubaid istri ‘Abdullah bin ‘Umar mendatangi kami dalam keadaan ketakutan. Kami lalu bertanya, ‘Ada apa denganmu?’ Dia pun berkata, ‘Aku datang dari seorang istri Rasulullah saw., lalu dia menuturkan kepadaku bahwa Rasulullah saw. bersabda: Sungguh aku benar-benar melihat bahwa apabila ada seseorang yang selamat dari siksa kubur, yang selamat darinya yaitu Sa’d bin Mu’adz. Sungguh dia telah direngkuh di dalamnya dengan satu rengkuhan.’”

 

Marwan bin Mu’awiyah menuturkan kepada kami, dari Ala bin Musayyab, dari Mu’awiyah al-Absi, dari Zadzan Abu ‘Umar, dia berkata: Ketika Rasulullah saw. memakamkan putri beliau, beliau duduk di sisi kuburan. Wajah beliau lalu muram tetapi kemudian ceria. Para sahabat pun berkata kepada beliau, “Kami telah melihat wajahmu tadi, kemudian engkau ceria.” Rasulullah saw. lalu bersabda, “Aku teringat pada putrinya dengan kelemahannya dan siksa kubur, maka aku berdoa kepada Allah dan Dia pun menyelamatkannya. Demi Allah dia telah direngkuh dengan satu rengkuhan yang didengar oleh semua yang ada di antara khafiqain.”

 

Syu’aib menuturkan kepada kami, dari Ibnu Dinar, dari Ibrahim al-Ghanawi, dari seseorang yang berkata: Suatu ketika aku bersama Aisyah, lalu lewatlah jenazah seorang anak kecil, Aisyah pun menangis. Aku berkata kepada Aisyah, “Apakah yang membuatmu menangis wahai Ummul Mukminin?” Aisyah menjawab, “Aku menangis karena anak kecil ini. Aku kasihan kepadanya atas rengkuhan kubur.”

 

Dari semua dalil di atas dapat diketahui bahwa semua itu terjadi terhadap jasad dengan perantaraan ruh.

 

PASAL

 

Sebagaimana hal ini merupakan tuntunan dari sunah yang sahih, maka hal ini menjadi sesuatu yang disepakati oleh kalangan ahli sunah.

 

Al-Marrudzi berkata: Abu ‘Abdillah berkata, “Siksa kubur adalah sebuah kebenaran yang tidak diingkari, kecuali hanya oleh orang yang sesat menyesatkan.”

 

Hambal berkata, “Aku bertanya kepada Abu Abdillah mengenai siksa kubur, dia pun menjawab, ‘Ada banyak hadis-hadis sahih yang kami percayai dan kami akui, bahwa kesemuanya berasal dari Nabi saw. dengan sanad yang baik (jayyid) dan kami telah memastikannya. Apabila kami tidak mengakui apa yang dibawa oleh Rasulullah saw. dengan mengingkari serta menolaknya, maka itu sama halnya dengan kami menolak perintah Allah swt., Allah swt. berfirman,

 

“Dan segala apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka terimalah ia.” (QS. al-Hasyr [59]: 7)

 

Aku (Hambal) lalu bertanya lagi kepadanya, “Apakah siksa kubur adalah sesuatu yang hak?” Dia menjawab, “Itu adalah sesuatu yang hak. Mereka memang benar-benar disiksa di dalam kubur.”

 

Dia berkata: Aku telah mendengar Abu Abdillah berkata, “Kan; mengimani siksa kubur dan mengimani Munkar dan Nakir, serta meng, imani bahwasanya seorang hamba ditanya dalam kuburnya. Allah swt, berfirman, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, ” (QS. Ibrahim [14]: 27) yang maksudnya adalah di dalam kuburnya.

 

Ahmad bin Qasim berkata, “Aku berkata, ‘Wahai ‘Abdullah, engkau mengakui Munkar dan Nakir, lantas apakah yang diriwayatkan tentang siksa kubur?’

 

Dia menjawab, ‘Subhanallah! Ya, kami mengakui itu dan kami menyatakannya.’

 

Aku berkata, “Kalimat ini kami ucapkan ‘Munkar’ dan ‘Nakir’ seperti itu ataukah kami ucapkan ‘Dua malaikat?’

 

Dia menjawab, ‘Munkar dan Nakir.’

 

Aku berkata, ‘Mereka mengatakan bahwa tidak ada satu pun ha. dis-hadis yang menyebut Munkar dan Nakir.’

 

Dia berkata, ‘Itu memang seperti itu!’ maksudnya bahwa lafal yang digunakan adalah ‘Munkar’ dan ‘Nakir.’

 

Adapun mengenai pernyataan-pernyataan kalangan ahli bidah dan kesesatan, Abul Hudzail dan Marisi berkata, “Barang siapa yang keluar dari ranah keimanan, sesungguhnya dia disiksa di antara nafkhatain (dua tiupan sangkakala). Dan sesungguhnya pertanyaan kubur terjadi pada waktu itu.”

 

Al-Jubba’i dan putranya, serta al-Balkhi’? memastikan adanya siksa kubur. Akan tetapi, mereka meniadakan siksa kubur itu dari kaum mukminin dan hanya memastikan adanya siksa kubur terhadap orang-orang ateis, kafir, dan kaum fasik dengan segala pedoman mereka.

 

Banyak tokoh dari kalangan Mu’tazilah yang menyatakan bahwa tidaklah boleh ada malaikat Allah yang disebut dengan nama “Munkar”

 

dan “Nakir” karena “munkar” menunjukkan orang yang gagap ketika ditanya, sementara “Nakir” menunjukkan kerasnya pertanyaan kedua malaikat kepada orang tersebut.

 

Ash-Shalihi” dan Shalih Qubbah” menyatakan bahwa siksa kubur hanya berlaku terhadap orang mukmin tanpa dikembalikannya ruh ke dalam jasad karena mayat dapat merasa sakit, merasakan (perasaan), dan mengetahui tanpa adanya ruh. Pendapat seperti ini dianut oleh semua jamaah al-Karramiyyah.

 

Seorang Mu’tazilah menyatakan bahwa Allah swt. mengazab orang-orang mati di dalam kubur mereka, serta menimpakan rasa sakit kepada mereka sementara mereka tidak merasakan semua itu. Apabila mereka nanti dibangkitkan, barulah mereka mendapatkan dan merasakan semua rasa sakit pukulan itu.

 

Ada kelompok di antara mereka (kaum Mu’tazilah—Penj.) yang sama sekali mengingkari siksa kubur, seperti misalnya Dhirar bin ‘Amr dan Yahya bin Kamil. Ini merupakan pernyataan al-Marisi.

 

Singkatnya ini (maksudnya, tidak adanya siksa kubur—penj.) merupakan pernyataan dan pendapat orang-orang yang bingung dan sesat.

 

Pasal

 

Salah satu perkara yang harus diketahui adalah bahwa siksa kubur merupakan siksa di Alam Barzakh (‘adzab al-Barzakh). Setiap orang yang mengalami kematian dapat ditimpa azab jenis ini karena siksa kubur pasti akan mengenainya baik orang yang bersangkutan itu jasadnya dikuburkan maupun tidak. Termasuk juga. walaupun orang yang mati itu jasadnya dimakan binatang buas, terbakar hingga menjadi abu, jasadnya hancur dibawa anyin. disalib atau orang yang bersangkutan mati tenggelam di laut. Siksa kubur akan mengenai ruh dan jasad orang yang mati dengan cara seperti itu, sebagaimana siksa kubur mengenai orang mati yang jasadnya dikuburkan di tanah.

 

Dalam Sahth Bukhari diriwayatkan sebuah hadis dari Samurah bin Jundub, dia berkata: Dulu setiap kali Rasulullah saw. melakukan shalat, beliau menghadapkan wajah beliau kepada kami lalu bertanya, “Siapakah di antara kalian yang malam tadi bermimpi?” Beliau melanjutkan, “Apabila ada seorang dari kalian yang bermimpi, hendaklah dia menceritakannya dan hendaklah dia mengatakan apa pun sekehendak Allah.” Suatu hari, beliau bertanya kepada kami. Beliau bertanya, “Apakah ada seorang dari kalian yang bermimpi?” Kami menjawab, “Tidak.” Beliau bersabda, “Tetapi aku malam tadi bermimpi melihat dua Orang lelaki mendatangiku. Mereka berdua lalu menggamit tanganku lalu mengeluarkan aku menuju Tanah Suci. Ternyata, di situ seorang lelaki duduk dan seorang lelaki berdiri, di tangannya ada sebatang besi yang dia masukkan ke dalam ujung mulut orang yang duduk itu sampai tembus ke tengkuknya. Kemudian dia melakukan hal seperti itu terhadap ujung mulut yang satu lagi. Ujung mulut itu kemudian kembali utuh. Lalu orang itu kembali melakukan seperti apa yang dilakukannya sebelumnya.”

 

Aku pun bertanya, “Apakah itu?”

 

Tetapi kedua lelaki itu berkata, “Lanjutkan!”

 

Kami pun melanjutkan perjalanan sampai kami tiba di seorang lelaki yang berbaring dengan punggungnya dan seorang lelaki yang berdiri di atas kepala orang yang berbaring itu dengan membawa sebongkah cadas atau batu keras, kemudian Dihantamkan lah batu itu ke kepala orang yang berbaring itu. Ketika orang yang berdiri itu menghantam orang yang berbaring itu, batu tersebut pun menggelinding. Orang yang berdiri itu lalu mendatangi batu tersebut untuk mengambilnya dan ketika dia kembali kepala orang yang berbaring itu sudah utuh. Kepalanya kembali seperti sedia kala. Orang yang berdiri itu menghampirinya dan kembali menghantam orang yang berbaring itu.

 

Aku pun bertanya, “Apakah itu?”

 

Tetapi kedua lelaki itu berkata, “Lanjutkan!”

 

Kami pun melanjutkan perjalanan sampai kami tiba di sebuah lubang seperti tanur yang bagian atasnya sempit dan bagian bawahnya lebar sementara di bawahnya dinyalakan api. Ternyata di dalamnya ada banyak lelaki dan perempuan yang bertelanjang. Kemudian datang kobaran api dari bawah mereka. Ketika kobaran itu mendekat, mereka pun naik sampai-sampai mereka hampir saja keluar. Apabila kobaran itu mereda, mereka pun kembali.

 

Aku pun bertanya, “Apakah itu?”

 

Tetapi kedua lelaki itu berkata, “Lanjutkan!”

 

Kami pun melanjutkan perjalanan sampai kami tiba di sebuah sungai darah yang di situ terdapat seorang lelaki sedang berdiri. Sementara di tepi sungai itu ada seorang lelaki yang di depannya ada banyak batu. Lelaki yang berada di sungai itu pun bergerak. Tetapi setiap kali dia ingin keluar, si lelaki yang berada di tepi sungai melemparinya dengan batu tepat di bibirnya, sehingga itu membuatnya kembali ke tempatnya semula.

 

Aku pun bertanya, “Apakah itu?”

 

Tetapi kedua lelaki itu berkata, “Lanjutkan!”

 

Kami pun melanjutkan perjalanan sampai kami tiba di sebuah taman hijau yang di situ terdapat sebatang pohon besar dengan seorang tua dan beberapa anak-anak di pangkalnya. Ternyata di dekat pohon besar itu ada seorang lelaki yang di depannya ada api yang dia nyalakan. Kedua lelaki yang menggiringku memanjat pohon itu bersamaku, lalu mereka memasukkanku ke sebuah tempat yang tidak pernah kulihat tempat seindah itu. Di situ ada beberapa orang tua dan anak-anak muda. Kedua lelaki yang menggiringku itu lalu memanjat lagi bersamaku, kemudian mereka memasukkanku ke sebuah tempat yang lebih indah dan lebih afdal dari tempat pertama.

 

Aku berkata kepada mereka berdua, “Kalian telah mengajakku berkeliling malam ini. Jadi, beri tahu aku tentang semua yang kulihat tadi!”

 

Mereka berdua menjawab, “Baiklah! Orang yang engkau lihat robek mulutnya itu adalah pendusta yang mengucapkan kedustaan, lalu kedustaan itu terus berlanjut hingga mencapai berbagai penjuru. Dia akan diperlakukan seperti itu sampai kiamat. Orang yang engkau lihat kepalanya dihantam. Itu adalah seseorang yang Allah ajarkan al-Quran kepadanya, tetapi dia tidur mengabaikan al-Quran itu di malam hari dan tidak pula dia mengamalkan al-Quran itu di siang hari. Dia akan diperlakukan seperti itu sampai Hari Kiamat. Adapun orang-orang yang engkau lihat berada di dalam lubang, mereka adalah para pezina. Sementara orang yang engkau lihat ada di sungai itu adalah pemakan riba. Adapun orang tua yang engkau lihat berada di pangkal pohon besar itu adalah Ibrahim as. Anak-anak kecil di sekelilingnya adalah manusia-manusia keturunannya, sementara orang yang menyalakan api itu adalah Malik sang penjaga neraka. Tempat pertama yang kau lihat itu adalah tempat orang-orang mukmin secara umum, adapun tempat ini adalah tempat para syuhada. Aku Jibril dan ini Mikail. Sekarang angkatlah kepalamu!”

 

Aku pun mengangkat kepalaku dan tiba-tiba kulihat sebuah istana seperti awan. Mereka berdua lalu berkata, ‘“Inilah tempat tinggalmu!”’

 

Aku berkata, “Biarkanlah aku masuk ke tempat tinggalku.”

 

Mereka menyahut, “Sesungguhnya masih tersisa umur bagimu yang belum engkau genapi. Apabila engkau genapi sisa umur itu, barulah engkau dapat mendatangi tempat tinggalmu.”

 

Hadis-hadis tersebut di atas merupakan nas yang menyebutkan tentang siksa kubur karena mimpi yang dialami para nabi merupakan wahyu yang selalu sesuai dengan kenyataan.

 

Ath-Thahawi telah menyampaikan sebuah riwayat dari Ibnu Masud, dari Nabi saw., beliau bersabda, “Salah seorang hamba Allah telah diperintahkan untuk dipukul di dalam kuburnya sebanyak seratus kali dera. Akan tetapi, dia terus memohon dan berdoa kepada Allah sampai akhirnya deraan itu hanya tinggal satu dan penuhlah api di dalam kuburnya. Ketika semua itu disingkirkan darinya, diapun siuman lalu berkata, “Mengapa kalian menderaku?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya engkau dulu melakukan shalat tanpa taharah dan engkau dulu lewat di dekat orang yang dizalimi, tetapi engkau tidak menolongnya.”

 

Baihaqi menyampaikan sebuah hadis dari Rabi’ bin Anas, dari Abul ‘Aliyah, dari Abu Hurairah ra., dari Rasulullah saw. mengenai ayat,

 

“Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. al-Isra’ [17]: 1)

 

Beliau saw. bersabda, “Bahwa kepada beliau dibawakan seekor kuda lalu beliau mengendarainya.”

 

Rasulullah saw. bersabda, “Setiap langkah (kuda itu) sejarak terjauh pandangan beliau. Beliau pun melakukan perjalanan, sementara Jibril mendampingi beliau. Beliau lalu sampai pada suatu kaum yang menanam dalam satu hari Jalu mereka panen dalam satu hari. Setiap kali mereka memanen, tanaman yang mereka tanam itu langsung tumbuh seperti semula. Beliau pun bertanya, ‘Wahai Jibril, siapakah orang-orang itu?’ Jibril menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang berhijrah (muhajirun) di jalan Allah. Bagi mereka dilipatgandakan satu kebaikan menjadi tujuh ratus.’”

 

“Dan apa saja yang kalian infakkan, maka Allah menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang terbaik.” (QS. as-Saba’ [34]: 39)

 

Setelah itu, beliau mendatangi suatu kaum yang kepala-kepala mereka dihancurkan dengan batu cadas. Akan tetapi, setiap kali kepala mereka hancur, kepala itu langsung kembali utuh seperti sebelumnya, tanpa ada jeda waktu bagi mereka pada semua itu.

 

Rasulullah saw. bertanya, “Wahai Jibril, siapakah mereka?”

 

Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang kepala-kepala mereka terasa berat untuk melaksanakan shalat.”

 

Kemudian Rasulullah saw. mendatangi suatu kaum yang di depan mereka ada banyak kain dan di belakang mereka ada banyak kain. Mereka menjerit seperti menjeritnya binatang-binatang ternak di atas pohon berduri, zaqqum, dan batu panas Jahannam serta bebatuan lain yang ada di dalamnya.

 

Rasulullah saw. bertanya, “Wahai Jibril, siapakah mereka?”

 

Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan sedekah harta mereka. Allah tidak menzalimi mereka dan tidaklah Allah menzalimi hamba-hamba-Nya.”

 

Setelah itu Rasulullah saw. mendatangi suatu kaum yang di depan mereka ada daging matang dalam kuali dan ada daging lain yang sudah busuk. Lalu mereka memakan daging dan busuk dan mengabaikan daging matang yang baik.

 

Rasulullah saw. bertanya, “Wahai Jibril, siapakah mereka?”

 

Jibril menjawab, “Itu adalah seorang lelaki yang memiliki seorang istri yang halal dan cantik, tetapi dia mendatangi perempuan busuk (pelacur) yang kemudian bermalam bersamanya sampai pagi kemudian mendatangi kayu di jalan yang tidak ada sesuatu apa pun yang melewatinya, kecuali kayu itu menghantamnya.” Allah swt. berfirman,

 

“Dan janganlah kalian duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu menjadi bengkok.” (QS. al-A’raf [7]: 86)

 

Setelah itu, Rasulullah saw. melewati seorang lelaki yang mengum. pulkan ikatan kayu yang sangat besar sehingga dia tidak mampu mengangkatnya, tetapi lelaki itu ingin menambah lagi kayu yang diangkatnya,.

 

Rasulullah saw. bertanya, “Wahai Jibril, siapakah itu?”

 

Jibril menjawab, “Itu adalah seorang lelaki dari kalangan umatmu yang dia memikul amanah dan tidak mampu menunaikannya. Akan tetapi, dia meminta tambah lagi.”

 

Setelah itu, Rasulullah saw. mendatangi suatu kaum yang bibir-bibir mereka dipotong menggunakan pemotong besi. Setiap kali bibir-bibir mereka itu dipotong, bibir-bibir itu langsung kembali utuh seperti semula tanpa ada jeda waktu bagi mereka di antara semua itu.

 

Rasulullah saw. bertanya, “Wahai Jibril, siapakah mereka?”

 

Jibril menjawab, ‘‘Mereka adalah orang-orang yang menyebarluaskan fitnah.”’

 

Kemudian Rasulullah saw. mendatangi sebongkah batu kecil lalu dari batu itu keluar sinar yang sangat besar. Sinar itu lalu ingin kembali masuk ke dalam batu itu, tetapi dia tidak bisa.

 

Rasulullah saw. bertanya, “Wahai Jibril, apakah itu?”

 

Jibril menjawab, “Itu adalah seorang lelaki yang mengucapkan suatu kata-kata lalu dia menyesali kata-kata itu sehingga dia ingin menarik kembali kata-katanya, tetapi dia tidak bisa.”

 

Demikianlah hadis-hadis ini disampaikan oleh perawinya.

 

Baihaqi juga menuturkan dalam hadis-hadis tentang Isra’ dari riwayat Abu Said al-Khudri, dari Rasulullah saw., beliau bersabda: Aku kemudian naik bersama Jibril. Jibril kemudian meminta dibukakan gerbang. Ternyata di situ ada Adam seperti bentuknya ketika Allah menciptakan dia dengan Citra-Nya. Kepada Adam itu ditunjukkan ruh-ruh keturunannya yang mukmin. Dia berkata, “Ruh yang baik dan jiwa yang baik. Letakkanlah ia di ‘illiyyun!” Kemudian ditunjukkan kepadanya ruh-ruh keturunannya yang durjana. Dia berkata, “Ruh yang buruk dan jiwa yang buruk! Tempatkanlah ia di dalam sijjin!’

 

Setelah itu, aku berlalu sebentar dan ternyata kulihat sebuah meja makan yang di atasnya terhidang daging yang sudah dipotong-potong, namun tidak ada seorang pun di situ. Dan kulihat sebuah meja makan lain yang di atasnya tergeletak daging yang sudah berbau dan busuk, tetapi di situ banyak orang yang memakannya.

 

Aku pun bertanya, “Wahai Jibril, siapakah mereka?”

 

Jibril menjawab, “Itu adalah orang-orang yang meninggalkan yang halal dan mengambil yang haram.”

 

Rasulullah saw. melanjutkan:

 

Kemudian aku berlalu sebentar dan kulihat orang-orang yang perut-perut mereka besar seukuran rumah. Setiap kali salah seorang dari mereka berusaha berdiri, orang itu langsung tersungkur seraya berkata, “Wahai Allah, janganlah engkau bangkitkan kiamat!”. Mereka berada di atas jalan para pengikut Fir’aun. Lalu datanglah orang-orang lain yang menginjak-nginjak mereka sehingga mereka menjerit-jerit.”

 

Aku pun bertanya, “Wahai Jibril, siapakah mereka?”

 

Jibril menjawab,

 

“Itu adalah orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS. Al-Baqarah [2]: 275)

 

Rasulullah melanjutkan:

 

Kemudian aku berlalu sebentar dan ternyata kulihat suatu kaum yang bibir-bibir mereka seperti bibir unta. Bibir-bibir mereka dibuka, kemudian dimasukkan bara api ke dalamnya, lalu bara api itu keluar dari dubur mereka. Kudengar mereka menjerit.

 

Aku pun bertanya, “Wahai Jibril, siapakah mereka?”

 

Jibril menjawab, “Itu adalah orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim secara zalim.”

 

Kemudian aku berlalu sebentar dan ternyata kulihat perempuan-perempuan yang digantung pada bagian payudara mereka. Kudengar mereka menjerit-jerit.

 

Aku pun bertanya, “Wahai Jibril, siapakah mereka?”

 

Jibril menjawab, “Itu adalah para pezina.”

 

Kemudian aku berlalu sebentar dan ternyata kulihat orang-orang yang dipotong daging dari lambung mereka. Kemudian mereka dipaksa mengunyah daging itu seraya dikatakan kepada mereka, ‘“Makanlah seperti yang engkau dulu makan dari daging saudaramu!”’

 

Aku pun bertanya, “Wahai Jibril, siapakah mereka?”

 

Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang dari kalangan umat. mu yang gemar menggunjing.”

 

Lalu perawi menyampaikan hadis-hadis panjang ini secara lengkap.

 

Dalam Sunan Abu Dawud diriwayatkan sebuah hadis dari Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Ketika aku di-mi’rajkan, aku melewati suatu kaum yang mereka memiliki kuku-kuku dari tembaga. Kemudian mereka mencakari wajah dan dada mereka. Aku pun bertanya, ‘Siapakah mereka wahai Jibril?’ Jibril menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia’ dan merusak kehormatan mereka.’”

 

Abu Dawud ath-Thayalisi menyatakan dalam Musnad yang ditulisnya, “Syu’bah menuturkan kepada kami, dari A’masy, dari Mujahid, dari Ibnu ‘Abbas ra., bahwa Rasulullah saw. suatu ketika mendatangi dua kuburan. Beliau bersabda, “Sesungguhnya mereka berdua sedang disiksa disebabkan suatu perkara yang bukan dosa besar. Yang satu disiksa karena memakan daging manusia. Sementara yang satu lagi adalah seorang pengadu domba.” Setelah itu Rasulullah minta diambilkan sebatang pelepah kurma. Beliau kemudian membelah pelepah itu menjadi dua dan meletakkan setengahnya di antara kuburan pertama, lalu meletakkan yang setengah lagi di kuburan kedua. Beliau lalu bersabda, “Semoga diringankan siksa mereka selama kedua pelepah ini masih basah.”

 

Berkenaan dengan hadis-hadis ini, orang-orang berbeda pendapat mengenai apakah kedua orang yang dikubur itu adalah dua orang kafir ataukah dua orang mukmin. Ada yang menyatakan bahwa keduanya adalah orang kafir karena sabda Rasulullah saw. yang mengatakan bahwa kedua orang itu sedang disiksa “bukan karena dosa besar,’’ menunjukkan bahwa siksa yang menimpa mereka itu adalah tambahan atas siksa yang muncul disebabkan kekufuran dan kesyirikan mereka.

 

Mereka mengatakan bahwa hadis-hadis tersebut di atas menjadi dalil yang menunjukkan bahwa siksa tidak pernah disingkirkan dari mereka, tetapi hanya diringankan. Selain itu hadis-hadis tersebut juga menunjukkan bahwa keringanan itu hanya terjadi selama pelepah kurma yang diletakkan Rasulullah saw. di kuburan mereka masih basah.

 

Selain itu, apabila memang kedua orang mati yang berada dalam kuburan itu dua orang mukmin, pasti Rasulullah saw. memberi syafaat dan mendoakan mereka sehingga siksa akan disingkirkan dari mereka berdua berkat syafaat beliau.

 

Dalam sanad lain dikatakan bahwa kedua orang itu dua-duanya kafir. Siksa yang menimpa mereka itu merupakan tambahan siksa terhadap mereka disebabkan kekufuran dan dosa-dosa mereka berdua. Hadis-hadis ini menjadi dalil yang menunjukkan bahwa orang kafir akan disiksa disebabkan kekufurannya dan semua dosanya. Ini adalah pilihan Abul Hakam bin Barrajan.

 

Ada yang menyatakan bahwa kedua orang itu dua-duanya muslim dengan adanya penafian oleh Rasulullah saw. terhadap siksa yang ditimpakan terhadap mereka disebabkan sebab selain dua sebab yang telah disebutkan dalam Hadis-hadis tersebut. Alasan lainnya adalah sabda Rasulullah saw., “Dan tidaklah mereka berdua disiksa karena dosa besar”; padahal kekufuran dan kesyirikan merupakan dosa besar yang paling besar. Tidaklah Rasulullah saw. harus selalu memberi syafaat bagi setiap muslim yang disiksa di dalam kuburnya disebabkan suatu kejahatan yang dilakukannya.

 

Rasulullah saw. pernah mengabarkan tentang seorang pemilik mantel yang terbunuh dalam jihad, bahwa mantel orang itu berubah menjadi api yang menyala di dalam kuburnya, padahal dia adalah seorang muslim yang sekaligus mujahid.

 

Tidaklah lafal hadis-hadis ini diketahui kepastiannya yaitu pada kalimat “mereka berdua adalah dua orang kafir”. Kalau mungkin saja lafal itu sahih, lafal itu pasti berasal dari ucapan salah seorang perawi hadis-hadis tersebut. Wallahu a’lam. Ini adalah pilihan Abu ‘Abdillah al-Qurthubi.


Tiada ulasan: