Catatan Popular

Sabtu, 9 Februari 2013

FUTUHUL GHAIB KE 46 : BILA ALLAH KEHENDAKI... (SYAIKH ABDUL QADIR AL JILANI)



AJARAN KEEMPAT PULUH ENAM

BILA ALLAH KEHENDAKI ....

Nabi Suci saw. bersabda dari Rabnya:
“Barangsiapa senantiasa mengingat-Ku dan tidak sempat minta sesuatu pun dari-Ku, maka akan Kuberikan kepadanya yang lebih baik daripada yang Kuberikan kepada mereka yang meminta.”
Hal ini dikarenakan bila Allah menghendaki seorang mukmin bagi maksud-maksud-Nya sendiri, maka Ia melalukannya melalui aneka keadaan rohani, dan mengujinya dengan aneka upaya dan musibah. Lalu Ia membuatnya sedih setelah senang, dan membuatnya hampir minta kepada orang, sedang tiada jalan terbuka baginya; lalu menyelamatkannya dari meminta dan membuatnya hampir meminjam kepada orang.
Lalu Ia menyelamatkannya dari meminjam, dan membuatnya bekerja mencari nafkah dan memudahkan baginya. Maka hiduplah ia dengan perolehannya, dan hal ini selaras dengan sunnah Nabi.
Tapi, kemudian, Ia membuatnya sulit mendapatkan rezeki dan memerintahkannya, lewat ilham, untuk meminta kepada manusia. Inilah sebuah perintah tersembunyi yang hanya diketahui oleh orang yang bersangkutan. Dan Ia membuat permintaan ini sebagai pengabdiannya dan berdosa melecehkannya, sehingga keangkuhannya pupus, kediriannya hancur, dan inilah pembinaan rohani. Permintaannya karena dipaksa oleh Allah, bukan karena kesyirikan. Lalu Ia menyelamatkannya dari keadaan begini, dan memerintahkannya untuk meminjam kepada orang, dengan perintah yang kuat yang tidak mungkin lagi dielakkan, sebagaimana halnya dengan keadaan meminta.
Lalu Ia mengubahnya dari keadaan ini, menjauhkannya dari orang dan hanya bertumpu pada permintaannya kepada-Nya. Maka ia meminta kepada Allah segala yang diperlukannya. Ia memberinya, dan tidak memberinya jika ia tidak memintanya.
Lalu Ia mengubahnya dari meminta lewat lidah menjadi meminta lewat hati. Maka ia meminta kepadanya segala yang dibutuhkannya, sehingga bila ia memintanya dengan lidah, Ia tidak memberinya, atau bila ia meminta kepada orang, mereka juga tidak memberinya.
Lalu Ia menafikannya dari dirinya dan dari meminta baik secara terbuka maupun tersembunyi. Maka Ia mengkaruniainya segala yang membuat orang menjadi baik, – segala yang dimakan, diminum, dipakai dan keperluan hidup tanpa upaya atau tanpa diduganya. Maka menjadilah Ia walinya, dan ini sesuai dengan ayat: “Sesungguhnya waliku adalah Allah yang telah menurunkan Al-Kitab dan Ia adalah wali para saleh.” (“S 7:196)
Maka firman Allah yang diterima oleh Nabi saw. menjadi kenyataan, yakni, “Barangsiapa tidak sempat meminta sesuatu dari-Ku, maka Aku akan memberinya lebih dari yang Kuberikan kepada mereka yang meminta,” dan inilah keadaan fana dalam Tuhan, suatu keadaan yang dimiliki oleh para wali dan badal. Pada peringkat ini, ia dikaruniai daya cipta, dan segala yang dibutuhkannya mewujud atas izin Allah, sebagaimana firman-Nya di dalam Kitab-Nya: “Wahai anak Adam! Aku adalah Tuhan, tiada tuhan selain-Ku; bila Kukatakan kepada sesuatu “jadilah”, maka jadilah ia. Patuhilah Aku, sehingga bila kau berkata kepada sesuatu “jadilah”, maka juga, jadilah sesuatu itu.”

Tiada ulasan: