Catatan Popular

Isnin, 11 Januari 2016

KITAB RAHSIA SHALAT IHYA ULUMUDDIN BAB SATU : MENGENAI FADHILAT ATAU KEUTAMAAN SHALAT



Terdapat  7 Fasal

FASAL 1 : FADHILAT AZAN

Bersabda Nabi saw: "3 orang pada hari qiamat di atas bukit kecil dan kesturi hitam, tiada menyusahkan mereka oleh hisab amalan dan tiada menimpa ke atas diri mereka oleh kegelisahan, sehingga selesailah ia dari segala sesuatu diantara manusia. Orang yang tiga itu ialah: orang yang membaca AIquran karena mengharap akan Wajah Allah 'Azza wa Jalla dan menjadi imam pada sesuatu kaum, di mana kaum itu senang kepadanya, orang yang beradzan pada masjid dan berdo’a kepada Allah 'Azza wa Jalla karena mengharap akan WajahNya dan orang yang berpenghidupan sempit di dunia maka yang demikian itu tiada mengganggukannya daripada berbuat amalan akhirat".

Bersabda Nabi saw: “Tiadalah yang mendengar seruan adzan dari orang yang beradzan itu, baik yang mendengar itu jin atau manusia ataupun sesuatu yang lain, melainkan naik saksi ia untuk orang yang beradzan itu pada hari qiamat".

Bersabda Nabi saw: “Tangan Tuhan Yang Maha Pengasih itu di atas kepala muadzin (orang yang beradzan), sehingga selesailah ia daripada adzannya”. Ada yang mengatakan mengenai penafsiran firman Allah 'Azza wa Jalla "Siapa yang lebih baik perkataannya dari orang yang memanggil kepada Tuhan dan mengerjakan perbuatan baik"  bahwa ayat ini turun mengenai orang‑orang muadzin.

Bersabda Nabi saw: "Apabila kamu mendengar seruan adzan, maka ucapkan­lah apa yang diucapkan oleh muadzin itu". Mengucapkan yang demikian itu adalah sunat, kecuali mengenai: "Hayya 'alash‑shalaah" dan "Hayya 'alal‑falaah" maka diucapkan pada yang dua ini ialah: "Laa haula wa laa quwwata illaa billaah" (Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).  Dan pada ucapan muadzin: "Qadqaamatish shalaah" maka pen­dengar mengucapkan: “Aqaamahallahu wa adaamahaa maa daamatis samaawaatu wal ardl”  (Ditegakkan Allah kiranya shalat itu dan dikekalkan Allah selama kekal langit dan bumi). Dan pada tatswib, yaitu: ucapan muadzin pada shalat shubuh:  “Ashshalaatu khairum minan nauum” (Shalat itu lebih baik dari pada tidur), maka pendengarnya mengucapkan: “Shadaqta wa bararta wa nashahta” (Benar engkau, telah berbuat kebajikan engkau dan telah memberi nasehat engkau). Ketika selesai dari adzan, maka dibacakan do'a, yaitu: "Ya Allah, ya Tuhanku, yang memiliki do’a ini yang sempuma, dan shalat yang berdiri tegak! Berikanlah kepada Muhammad jalan, kelebihan dan derajat tinggi! Dan bangkitkanlah dia pada tempat terpuji yang telah Engkau janjikan! Sesungguhnya Engkau tiada menyalahi janji".

Berkata Said bin AI‑Musayyab: “Barangsiapa mengerjakan shalat pada tanah sahara yang luas, niscaya bershalat di kanannya seorang malaikat dan dikirinya seorang malaikat. Maka jika ia beradzan dan berqamat (iqamah), niscaya bershalat di belakangnya malaikat‑ma­laikat berbaris seperti bukit".

  
FASAL 2 FADHILAT SHALAT FARDHU
  
Berfirman Allah Ta’ala: "Sesungguhnya shalat itu suatu kewajiban yang ditentu­kan waktunya untuk orang‑orang yang beriman" S 4 An‑Nisaa', ayat 103.

Bersabda Nabi saw: "5 shalat diwajibkan oleh Allah kepada segala hamba. Maka barangsiapa mengerjakan semuanya dan tidak menyia‑nyiakan suatupun daripadanya, sebagai meringan‑ringankan haknya, niscaya adalah untuknya pada Allah suatu janji bahwa ia akan masuk sorga. Dan barangsiapa tidak mengerjakan semuanya, maka tiadalah baginya pada Allah suatu janji. Jika dikehendaki oleh Allah niscaya diazabkannya dan jika dikehendaki Allah, niscaya dimasukkannya ke dalam sorga".

Bersabda Nabi saw: "Perumpamaan shalat yang 5 itu adalah seumpama sebuah sungai yang tawar airnya yang meluap‑luap, di pintu seseorang daripada kamu. Ia mandi padanya tiap‑tiap hari 5 kali. Apakah pendapatmu tentang orang itu, apakah masih a­da dakinya?" Menjawab para shahabat: “Tak ada sedikitpun! Maka menyambung Nabi saw: "Sesungguhnya shalat yang 5 itu, menghilangkan dosa seperti air menghilangkan daki".

Bersabda Nabi saw: "Sesungguhnya shalat‑shalat itu menghapus­kan dosa yang terjadi diantaranya, selama bukan dosa besar". Bersabda Nabi saw: “Diantara kita dan orang-orang munafiq itu terdapat saksi‑saksi gelap dan terang, yang tiada sanggup mereka mempengaruhi kedua saksi itu".

Bersabda Nabi saw: “Barangsiapa menjumpai Allah, sedang dia menyia‑nyiakan shalat, maka tidak diperdulikan oleh Allah sesuatu daripada kebajikan‑kebajikannya". Bersabda Nabi saw: “Shalat itu tiang agama. Barangsiapa mening­galkan shalat maka ia telah meruntuhkan agama. Ditanyakan Rasulullah saw: “Amalah apakah yang lebih utama (afdlal)?". Menjawab Nabi saw: “Shalat pada awal waktunya".

Bersabda Nabi saw: “Barangsiapa memelihara shalat yang 5 itu dengan menyempurnakan bersuci dan waktunya, niscaya jadilah shalat itu nur baginya dan pembuktian pada hari qiamat. Dan ba­rangsiapa menyia‑nyiakannya, niscaya dibangkitkan ia beserta Fir'aun dan Haman".

Bersabda Nabi saw: "Kunci sorga itu shalat ". Dan bersabda Nabi saw: “Tiada diwajibkan oleh Allah kepada makhuk Allah sesudah tauhid yang lebih menyukakan kepada Allah selain daripada shalat. Jikalau adalah sesuatu yang lain, yang lebih menyukakan kepada Allah dari shalat, niscaya telah beribadah dengan dia para malaikat Allah. Para malaikat itu, sebahagiannya ruku', se­bahagian sujud, sebahagian berdiri dan duduk ".

Bersabda Nabi saw: "Barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja, maka kufurlah dia", artinya: hampir tercabut daripada Iman dengan terbuka talinya dan jatuh tiangnya. Sebagaimana dikatakan bagi orang yang telah mendekati suatu kampung, bahwa ia telah sampai ke kampung itu dan telah memasukinya.

Bersabda Nabi saw: “Barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja maka terlepaslah ia dari tanggungan Muhammad saw". Berkata Abu Hurairah ra: “Barangsiapa berwudlu, maka membaguskan wudlunya, kemudian ia keluar dengan sengaja untuk shalat maka sesungguhnya dia di dalam shalat yang sengaja ia kepada shalat itu. Dan dituliskan baginya dengan salah satu dari dua langkahnya kebajikan dan dihapuskan daripadanya dengan langkah yang satu lagi, kejahatan. Apabila mendengar seorang kamu akan qomat maka tidak wajarlah baginya mengemudiankan. Karena yang terbesar pahala bagi kamu ialah yang terjauh rumah daripada kamu" Bertanya mereka: "Mengapa begitu wahai Abu Hurairah?". Menjawab Abu Hurairah: "Dari karena banyaknya langkah. Diriwayatkan: "Bahwa yang mula pertama diperhatikan dari amal­an hamba pada hari qiamat ialah shalat. Kalau terdapat shalat itu sempurna, niscaya diterima shalat itu daripadanya dan amalannya yang lain. Dan kalau terdapat kurang, niscaya ditolak shalat itu daripadanya dan amalannya yang lain".

Bersabda Nabi saw: "Hai Abu Hurairah! Suruhlah keluargamu dengan shalat! Sesungguhnya Allah mendatangkan rezeqi bagimu dari tempat yang tidak kamu sangka”. Berkata setengah ulama: "Orang yang mengerjakan shalat itu adalah seumpama saudagar yang tidak memperoleh keuntungan sebelum kembali pokoknya. Demikian juga orang yang mengerjakan shalat, tidak diterima yang sunat sebelum ditunaikannya yang fardlu”. Abu Bakar ra berkata: "Apabila telah datang waktu shalat, maka pergilah ke apimu yang telah kamu nyalakan, lalu padamkanlah api itu !


FASAL 3  : FADHILAT MENYEMPURNAKAN RUKUN.

Bersabda Nabi saw: “Shalat fardlu itu adalah seumpama neraca. Siapa yang mencukupkan, niscaya memperoleh cukup". Berkata Yazid Ar‑Riqasyi: "Adalah shalat Rasulullah saw itu sama seolah‑olah sudah ditimbang". Bersabda Nabi saw: "Sesungguhnya dua orang dari ummatku, keduanya berdiri kepada shalat, di mana ruku' dan sujud keduanya itu satu. Dan diantara shalat keduanya itu adalah diantara langit dan bumi". Diisyaratkan Nabi saw dengan sabdanya itu untuk "khusyu"'. Bersabda Nabi saw: "Allah tiada memandang pada hari qiamat kepada hamba yang tiada menegakkan tulang sulbinya diantara ruku' dan sujudnya". Bersabda Nabi saw” "Tidakkah takut orang yang memutarkan mukanya di dalam shalat, akan diputarkan oleh Allah mukanya menjadi muka keledai?". Bersabda Nabi saw: "Barangsiapa mengerjakan shalat pada waktu­nya dan melengkapkan wudlunya, menyempurnakan rukunya, sujudnya dan khusu’nya, niscaya shalat itu naik dengan warna yang putih bersih, seraya mengatakan: "Kiranya Allah menjaga engkau sebagaimana engkau telah menjaga aku (sholat)!”. Barangsiapa mengerjakan shalat pada bukan waktunya dan tidak melengkapkan wudlunya, tidak menyempurnakan rukunya, sujudnya dan khusyu’nya, niscaya shalat itu naik dengan warna yang hitam gelap, seraya mengatakan: “Disia‑siakan oleh Allah kiranya engkau, sebagaimana engkau telah menyia‑nyiakan aku (sholat)"  Sehingga kalau dikehendaki oleh Allah­ apabila shalat itu, dilipatkan sebagaimana dilipatkan kain buruk, maka dipukulkanlah dengan shalat itu mukanya".  Bersabda Nabi saw: "Sejahat‑jahat manusia mencuri ialah orang yang mencuri dari shalatnya". Berkata Ibnu Masud dan Salman ra: "Shalat itu alat penyukat. Maka barangsiapa menyempurnakan, niscaya ia menerima sempurna dan barangsiapa menipu di dalam sukatan, maka tahulah ia apa yang difirmankan Allah, mengenai orang‑orang yang menipu pada sukatan/timbangan.


FASAL  4 : FADHILAT SHALAT JAMAAH.

Bersabda Nabi saw: "Shalat jama’ah itu melebihi dari shalat sendirian dengan 27 derajat". Diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi saw tidak melihat orang pada sebahagian shalat, lalu bersabda: "Sesungguhnya aku bercita-­cita menyuruh seseorang menjadi imam yang mengimami shalat orang banyak. Kemudian aku sendiri mencari orang‑orang yang meninggalkan shalat berjamaah itu Ialu aku bakar rumah‑rumah­nya”. Pada riwayat yang lain: "Kemudian aku mencari orang‑orang yang meninggalkan shalat jama'ah itu, maka aku suruh mereka. Lalu kalau meninggalkan juga, maka rumah mereka dibakar dengan unggunan kayu api. Jikalau tahulah seseorang dari mereka bahwa akan memperoleh tulang yang berminyak atau dua kuku hewan, niscaya dihadirinya", yakni: "shalat 'Isya". Berkata Usman ra, dimana perkataannya itu adalah suatu hadits marfu': "Barangsiapa menghadiri shalat jama'ah 'Isya, maka sea­kan‑akan ia bangun setengah malam dengan ibadah. Dan barang­siapa menghadiri shalat jama'ah Shubuh, maka seakan‑akan ia ba­ngun semalam‑malaman dengan ibadah".

Bersabda Nabi saw: “Barangsiapa mengerjakan suatu shalat de­ngan berjama'ah, maka ia telah memenuhkan dadanya dengan ibadah". Berkata Sa’id bin AI‑Musayyab: "Tiadalah seorang muadzin mela­kukan adzan semenjak 20 tahun yang lampau, melainkan saya ada di dalam masjid”. Berkata Muhammad bin Wasi’: “Tiada aku rindukan dari dunia, selain dari tiga: teman, jikalau aku bengkok, maka diluruskannya; makanan dari rezeki yang aku peroleh dengan mudah tanpa menu­ruti kata orang dan shalat berjamaah yang tak aku melupakannya dan dituliskan bagiku keutamaannya". Diriwayatkan bahwa Abu 'Ubaidah bin Al‑Jarrah pada suatu kali menjadi imam shalat dari suatu kaum. Tatkala mau pergi, maka ia berkata: "Terus‑menerus setan tadi padaku, sampai setan itu me­nampakkan kepadaku bahwa aku mempunyai kelebihan dari orang lain. Dari itu, aku tidak mau menjadi imam shalat selama‑lamanya". Berkata Al-Hasan: "Janganlah engkau bershalat di belakang orang yang tiada bergaul dengan ulama". Berkata An‑Nakha'i: "Orang yang menjadi imam shalat dari orang banyak tanpa ilmu, adalah seumpama orang yang menyukat air di dalam laut, tidak mengetahui tambahannya daripada kekurangannya”. Berkata Hatim AI‑Asham: "Tertinggal aku suatu shalat dari berja­ma'ah, maka diratapi aku oleh Abu Ishak AI‑Bukhari sendirian. Dan jikalau meninggallah anakku, maka diratapi aku oleh lebih dari 10.000 orang, karena bahaya yang menimpakan agama dipan­dang manusia lebih mudah daripada bahaya yang menimpakan dunia". Berkata Ibnu Abbas ra: "Siapa yang mendengar suatu penyeru (suara muadzin) dan tidak menjawabnya, maka adalah dia tidak menghendaki kebajikan dan kebajikanpun tiada berkehendak kepadanya". Berkata Abu Hurairah ra: "Adalah lebih baik bagi anak Adam, telinganya penuh dengan timah hancur, daripada mendengar adzan yang tidak dijawabnya". Diriwayatkan bahwa Maimun bin Mahran datang ke masjid, Ialu orang mengatakan kepadanya bahwa orang ramai sudah pulang (karena shalat jama'ah sudah selesai), maka Maimun menjawab: “Innaa lillaahi wa innaa illaihi raaji’uun! Sesungguhnya keutamaan shalat ini (shalat jama'ah), adalah lebih baik bagiku daripada men­jadi wali negeri Irak".

Bersabda Nabi saw: "Barangsiapa mengerjakan shalat 40 hari dalam jama'ah, yang tidak tertinggal padanya suatu takbiratul‑ihram, maka dituliskan oleh Allah baginya dua kelepasan: “kelepasan dari nifaq dan kelepasan daripada neraka". Ada yang mengatakan bahwa pada hari qiamat dibangkitkan dari kubur suatu kaum, wajahnya berseri‑seri seperti bintang yang ber­kilau‑kilauan. Maka bertanya malaikat kepada mereka: “Apakah amal perbuatan kamu dahulu?". Menjawab mereka: "Adalah kami apabila mendengar adzan, lalu bangun bersuci dan tidak diganggu kami oleh yang lain". Kemudian dibangkitkan dari kubur suatu golongan, wajahnya se­perti bulan, maka menjawab golongan ini sesudah ditanya: “Adalah kami berwudlu sebelum masuk waktu". Kemudian dibangkitkan suatu golongan, wajahnya seperti matahari, maka golongan ini menjawab: "Adalah kami mendengar adzan di masjid”. Diriwayatkan bahwa ulama‑ulama terdahulu (salaf) adalah mera­tapi dirinya 3 hari, apabila tertinggal takbir pertama pada shalat jama'ah. Dan meratapi dirinya 7 hari, apabila tertinggal shalat jama'ah.

  
FASAL 5 : FADHILAT SUJUD.

Bersabda Rasulullah saw: “Tiadalah seorang hamba mendekatkan dirinya kepada Allah dengan sesuatu, yang lebih utama daripada sujud yang tersembunyi (tidak di muka umum)".

Bersabda Rasulullah saw: "Tiadalah seorang muslim bersujud ke­pada Allah dengan satu sujud, melainkan ia diangkatkan oleh Allah satu tingkat dan dihapuskan daripadanya satu kejahatan dengan sebab sujud itu”.

Diriwayatkan: "Bahwa seorang laki‑laki meminta kepada Ra­sulullah saw: “Berdo'alah pada Allah kiranya dijadikan Allah aku diantara orang yang memperoleh syafa'atmu dan diberikan Allah aku rezeki mengawani engkau dalam sorga". Maka menjawab Nabi saw: "Tolonglah aku dengan berbanyak sujud". Ada yang mengatakan: "Yang paling dekat seorang hamba kepada Allah, ialah bahwa ada ia seorang yang sujud", itulah maksud fir­man Allah Ta’ala: "Wasjud waqtarib". (Dan sujudlah dan dekat­kanlah diri kepada Allah). S 96 Al ‘Alaq, ayat 19.

Dan berfirman Allah Ta’ala: "Di muka mereka ada tanda‑tanda bekas sujud" S 48 AI‑Fath, ayat 29.

Ada yang mengatakan, yaitu apa yang tersentuh dengan mukanya dari bumi ketika sujud. Ada yang mengatakan, yaitu nur khusyu', yang menembus cemerlang dari bathinnya kepada zhahir. Inilah yang lebih benar. Dan ada yang mengatakan, yaitu cahaya gemilang yang ada pada mukanya di hari qiamat dari bekas wudlu.

Bersabda Nabi saw: "Apabila anak Adam membaca ayat sajadah (ayat yang disunatkan sujud sesudah membacanya), lalu ia sujud, maka pergilah setan sambil menangis dan berkata: "Alangkah celakanya aku! Orang ini disuruh sujud, lalu ia sujud maka baginya sorga. Aku disuruh sujud, lalu aku durhaka, maka bagiku neraka".

Diriwayatkan dari Ali bin Abdullah bin Abbas, bahwa ia bersujud tiap‑tiap hari 1000 sujud. Dan orang banyak menggelarkan Ali ini dengan gelar "As‑Sajjad", artinya: orang banyak sujud. Diriwayatkan bahwa Umar bin Abdul‑'Aziz ra tiada melakukan sujud selain atas tanah.

Dan Yusuf bin Asbath berkata: "Hai para pemuda! Bersegeralah mempergunakan ketika sehat sebelum sakit! Maka tiadalah tinggal seseorang yang aku gemari, selain orang yang menyempurnakan ruku'nya dan sujudnya dan telah terdindinglah diantara aku dan ruku' sujud itu (karena telah lanjut umurnya)"

Berkata Sa'id bin Jubair: "Tiada aku meminta tolong pada sesuatu di dunia ini, selain kepada sujud".

Berkata Uqbah bin Muslim: "Tiada suatu perkarapun pada hamba yang lebih disukai oleh Allah selain daripada orang yang menyukai berjumpa dengan Dia. Dan tiadalah dari Sa’at kehidupan hamba yang lebih dekat kepada Allah, selain dari Sa'at di mana ia' tersungkur bersujud kepada Allah ".

Berkata Abu Hurairah ra: "Yang lebih mendekati seorang hamba kepada Allah 'Azza wa Jalla, ialah apabila ia sujud, lalu memba­nyakkan do'a ketika itu”.

 
FASAL 6 : FADHILAT KHUSYU

Berfirman Allah Ta'ala: “Kerjakanlah shalat untuk mengingati AKU  Surah  20 Thaa Ha, ayat 14.

Berfirman Allah Ta’ala: “Janganlah engkau termasuk orang‑orang yang alpa". S 7 Al A'raaf ayat 205.

Berfirman Allah 'Azza wa Jalla: "Janganlah kamu hampiri shalat ketika kamu sedang mabuk, sampai kamu mengetahui apa yang kamu katakan". S 4 An Nisaa' ayat 43. 

Ada yang mengatakan: mabuk dari banyak angan‑angan. Dan ada yang mengatakan: mabuk dari cinta kepada dunia.

Berkata Wahab: "Yang dimaksudkan dengan mabuk itu secara zhahirnya saja. Yaitu memperingati kepada mabuk dunia, karena diterangkan oleh Allah sebabnya, dengan firmanNya: "Sampai kamu mengetahui apa yang kamu katakan". Berapa banyak orang yang bershalat yang tidak minum khamar, padahal dia tiada mengetahui apa yang dibacanya dalam shalat.

Bersabda Nabi saw: "Barangsiapa mengerjakan shalat dua rakaat, di mana ia tidak berbicara dengan dirinya dalam dua rakaat itu mengenai  sesuatu urusan duniawi, niscaya diampunkan baginya apa yang telah Ialu daripada dosanya".

Bersabda Nabi saw: "Sesungguhnya shalat itu menetapkan hati, menundukkan diri, merendahkan hati, merapati bathin, menyesali diri. Dan engkau meletakkan dua tangan engkau seraya membaca: "Ya Allah ya Tuhanku! Ya Allah, ya Tuhanku!”  Barangsiapa tiada berbuat demikian, maka shalat itu penuh ke kurangan -kekurangan”.

Diriwayatkan bahwa Allah Ta’ala berfirman dalam kitab‑kitab yang dahulu: "Tidaklah tiap‑tiap orang yang mengerjakan shalat itu, AKU terima shalatnya. Hanya AKU terima shalat orang yang meren­dahkan diri karena kebesaranKu, tiada menyombong dengan hamba‑hambaKu dan memberi makanan kepada orang miskin yang lapar karena Aku”.

Bersabda Nabi saw: "Sesungguhnya diwajibkan shalat, disuruh mengerjakan hajji dan thawaf dan disuruh syiarkan segala ibadah hajji itu, adalah karena menegakkan dzikir (mengingati) Allah Ta'ala". Apabila tidak ada dalam hatimu untuk yang tersebut tadi, yang mana itulah yang dimaksud dan yang dicari, karena kebesaran dan tidak kehebatan, maka apakah harganya dzikirmu itu ?".

Bersabda Nabi saw kepada orang yang diberinya wasiat: "Apabila engkau mengerjakan shalat, maka bershalatlah sebagai shalat orang yang mengucapkan selamat tinggal". Artinya: Mengucapkan selamat tinggal kepada dirinya, kepada hawa‑nafsunya dan kepada umurnya, berjalan kepada Tuhannya, sebagaimana berfirman Allah 'Azza wa Jalla: "Hai manusia! Sesungguhnya engkau mesti bekerja keras dengan sesungguhnya (menuju) kepada Tuhan, kemudian itu kamu akan menemui Allah " S 84 AI‑Insyiqaaq ayat 6.

Berfirman Allah Ta’ala: "Bertaqwalah kepada Allah ! Allah menga­jar kamu" S 2 AI‑Baqarah ayat 282.

Berfirman Allah Ta’ala: “Dan bertaqwalah kepada Allah dan keta­huilah bahwa kamu akan menemui Dia ". S 2 Al‑Baqarah ayat 223.

Bersabda Nabi saw: ”Barangsiapa tidak dicegah oleh shalatnya daripada per­buatan keji dan munkar, maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh”. Shalat itu adalah munajah dengan Allah. Maka bagaimanakah ada munajah itu serta kelalaian ?

Berkata Bakr bin Abdullah: "Hai anak Adam! Apabila engkau bermaksud masuk kepada Tuhanmu tanpa izin dan berbicara de­ngan Dia tanpa juru bahasa, maka masuklah!”. Lalu orang bertanya: “Bagaimanakah yang demikian itu?.

Maka menjawab Bakr bin Abdullah: "Engkau lengkapkan wudhumu dan engkau masuk ke mihrabmu. Apabila engkau telah masuk kepada Tuhanmu dengan tanpa izin itu, maka berbicaralah dengan Dia tanpa ada juru bahasa!”. Dari Aisyah yang mengatakan: "Adalah Rasulullah saw bercakap‑cakap dengan kami dan kamipun bercakap‑cakap dengan beliau. Maka apabila datang waktu shalat, lalu seolah‑olah beliau tidak mengenal kami dan kamipun tidak mengenal beliau", karena selu­ruh jiwa raga tertuju kepada kebesaran Allah.

Bersabda Nabi saw: "AIlah tidak memandang kepada shalat, di mana orang itu di dalam shalatnya tidak menghadirkan hatinya serta badannya". Adalah Nabi Ibrahim as apabila berdiri kepada shalat, lalu terde­ngar detak jantungnya pada jarak 2 mil. Dan adalah Sa'id At­ Tunukhi apabila mengerjakan shalat, maka tiada putus‑putusnya air mata dari dua pipinya ke atas janggutnya. Rasulullah saw melihat seorang Iaki‑laki bermain‑main dengan janggutnya dalam shalat, maka beliau bersabda: "Jikalau khusyu’lah hati orang ini, niscaya khusyu'lah anggota‑anggota badannya ".

Diriwayatkan bahwa Al Hasan memandang kepada seorang laki‑laki yang bermain‑main dengan batu dan berdo'a: "Ya Allah, ya Tuhan­ku! Kawinkanlah aku dengan bidadari!”.

Maka berkata Al-Hasan: "Buruk benarlah pelamar yang semacam ini! Engkau melamarkan bidadari, sedang engkau bermain‑main dengan batu". Ditanyakan kepada Khalf bin Ayyub: "Tidakkah diganggu engkau oleh lalat dalam shalat engkau, sehingga perlu engkau usir lalat itu?". Menjawab Khalf bin Ayyub: "Tidak aku biasakan bagi diriku sesuatu yang merusakkan shalatku". Maka ditanyakan lagi: “Bagaimanakah engkau bisa tahan yang demikian itu?". Menjawab Khalf bin Ayyub: "Orang menceriterakan kepadaku bahwa penjahat‑penjahat  tahan dari pukulan cemeti‑cemeti sultan, supaya dikatakan: "Bahwa si Anu itu tahan menderita". Lalu mereka itu merasa bangga dengan demikian. Adapun aku berdiri dihadapan Tuhanku, maka patutkah aku bergerak karena seekor lalat?". Diriwayatkan dari muslim bin Yassar, bahwa apabila ia bermaksud mengerjakan shalat, maka ia berkata kepada keluarganya: "Bercakap‑cakaplah kamu sesama kamu, sedang aku tidak mendengar percakapanmu itu!”.

Diriwayatkan dari Muslim bin Yassar tadi, bahwa pada suatu hari ia mengerjakan shalat di masjid jami’ Basrah. Maka robohlah suatu sudut dari masjid itu. Lalu berkumpullah manusia ke sana. Sedang Muslim tadi tiada mengetahuinya sama sekali, sehingga selesailah ia daripada shalatnya itu.

Adalah Ali bin Abi Thalib ra apabila datang waktu shalat, maka gementarlah badannya dan berobahlah warna mukanya. Lalu ia ditanyakan orang: "Apakah yang menimpakan kepada engkau wa­hai Amirul mu'minin?". Ali menjawab: "Telah datang waktu amanah yang didatangkan oleh Allah kepada langit, bumi dan bukit, maka semuanya ini eng­gan menerimanya dan merasa berat daripadanya. Dan aku menerimanya”.

Diriwayatkan dari Ali bin Al-Husain, bahwa apabila ia mengambil wudlu maka pucatlah warna mukanya. Lalu bertanyalah keluarga­nya: “Apakah yang menimpakan kamu ketika berwudlu?". Maka menjawab Ali bin Al-Husain: "Tahukah kamu dihadapan Siapa aku mau berdiri?".

Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas ra bahwa ia berkata: "Berdo'a­lah Nabi Dawud as dalam munajahnya: "Wahai Tuhanku! Siapa­kah yang mendiami rumah Engkau dan dari siapakah yang Engkau terima shalatnya?". Maka diturunkan Allah wahyu kepada Dawud as: "Wahai Dawud! Sesungguhnya yang mendiami rumahKU dan yang AKU terima sha­lat daripadanya, ialah orang yang merendahkan diri karena keagung­anKU, menghabiskan siangnya dengan mengingati AKU, mencegah dirinya dari hawa nafsu karena AKU, diberinya makanan kepada orang yang lapar, diberinya tempat kepada orang yang merantau dan dikasihaninya orang yang mendapat mushibah. Itulah orang yang bercahaya nurnya pada segala langit laksana matahari. Kalau ia berdo’a kepadaKU niscaya AKU terima dan kalau ia meminta kepadaKU niscaya AKU berikan. AKU jadikan baginya di dalam kebodohannya, akan kasih sayang, di dalam kelalaiannya akan peringatan dan di dalam kegelapannya akan nur yang terang ben­derang. Dia dalam kalangan manusia, adalah laksana sorga firdaus pada lapisan sorga yang paling tinggi, tiada kering sungainya dan tiada berobah buah‑buahannya".

Diriwayatkan dari Hatim AI‑Ashamm ra bahwa ditanyakan orang mengenai shalatnya, maka ia menjawab: ”Apabila datang waktu shalat, maka aku lengkapkan wudlu dan aku datangi tempat, di mana di situ aku bermaksud mengerjakan shalat. Maka aku duduk pada tempat itu, sehingga berkumpullah segala anggota badanku. Kemudian aku berdiri kepada shalatku, aku jadikan Ka’bah diantara dua keningku, titian Ash‑Shiraathal mustaqim di bawah tapak­ku, sorga di kananku, neraka di kiriku, malikul‑maut di belakangku, aku menyangka shalat ini penghabisan shalatku, kemudian aku berdiri diantara harap dan cemas. Aku bertakbir dengan penuh keyakinan, aku membaca bacaan dengan bacaan yang baik, aku ruku' dengan merendahkan diri, aku sujud dengan khusu' hati, aku duduk atas punggung kiri dan aku bentangkan belakang tapak kiri, aku tegakkan tapak kanan atas ibu jari kaki dan aku ikutkan keikhlasan hati. Kemudian aku tiada mengetahui, apakah shalatku itu diterima atau tidak".

Berkata Ibnu Abbas ra: "Dua raka'at shalat dengan sempurna tafakkur, adalah lebih baik daripada mengerjakan shalat semalam suntuk, sedang hati itu lupa".


FASAL 7 : FADHILAT MASJID DAN TEMPAT SHALAT.

Berfirman Allah Ta’ala: "Hanyalah yang berhak meramaikan masjid‑masjid Allah, ialah orang‑orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat”. S 9 At Taubah ayat 18.

Bersabda Nabi saw: "Barangsiapa membangun masjid karena Allah Ta’ala walaupun sebesar sarang burung, niscaya didirikan oleh Allah baginya sebuah mahligai di dalam sorga".

Bersabda Nabi saw: "Barangsiapa hatinya sayang kepada masjid, niscaya ia disayangi Allah Ta’ala”.

Bersabda Nabi saw: "Apabila masuk seorang kamu ke dalam masjid, maka hendaklah ia ruku' (mengerjakan shalat) dua raka’at sebelum duduk".

Bersabda Nabi saw: "Tak ada shalat bagi orang yang bertetangga dengan masjid, melainkan dalam masjid".

Bersabda Nabi saw: "Malaikat‑malaikat itu berdoa kepada sese­orang kamu, selama ia masih pada tempat shalatnya, di mana ia mengerjakan shalat pada tempat itu, dengan doa: "Ya Allah, ya Tuhanku! Berikanlah rahmat kepadanya! Ya Allah, ya Tuhanku! Kasihanilah dia! Ya Allah, ya Tuhanku! Ampunilah dosanya, selama dia tidak bercakap‑cakap atau keluar dari masjid itu!”.

Bersabda Nabi saw: "Akan datang pada akhir zaman, segolongan manusia daripada ummatku yang mendatangi masjid, Ialu duduk di dalamnya berlingkar‑lingkaran. Pembicaraan mereka adalah dunia dan mencintai dunia, maka janganlah engkau duduk bersama mere­ka! Tiadalah suatu hajat dengan mereka bagi Allah".

Bersabda Nabi saw: “Berfirman Allah Ta’ala pada sebahagian kitab‑kitab: "Bahwa rumahKu (rumah tempat menyebut nama Allah dan mengingati Allah) di bumiKU ialah masjid. Orang‑orang yang berziarah kepadaKU di bumiKU ialah orang‑orang yang meramaikan masjid‑masjid. Maka selamatlah bagi hambaKU yang bersuci di rumahnya, kemudian menziarahi AKU di rumahKU. Maka sebenar­nya atas yang diziarahi (dikunjungi) memuliakan yang berziarah (yang mengunjungi)”.

Bersabda Nabi saw: ”Apabila kamu melihat orang yang biasa ke masjid, maka naik saksilah baginya dengan keimanan!”. Berkata Sa'id bin AI‑Musayyab: “Barangsiapa duduk di dalam masjid, maka sesungguhnya ia duduk bersama Tuhannya. Maka tiada berhak ia mengatakan melainkan yang baik".

Diriwayatkan dalam perkataan shahabat (atsar) atau dalam hadits Nabi saw bahwa: “Berbicara di dalam masjid itu memakan segala kebajikan, sebagaimana binatang ternak memakan rumput".

Berkata An‑Nakha'i: "Adalah mereka berpendapat bahwa berjalan dalam malam yang gelap ke masjid adalah mewajibkan sorga”.

Berkata Anas bin Malik: “Barangsiapa memasang lampu dalam masjid, niscaya senantiasalah para malaikat dan pemikul 'Arasy meminta ampun baginya selama masih ada cahaya lampunya di dalam masjid itu".

Berkata Ali ra: "Apabila meninggal dunia seorang hamba, maka ia ditangisi oleh Musholahnya dari bumi dan oleh pembawa naik amalannya dari langit". Kemudian Ali membaca ayat.  "Langit dan bumi tiada menangisi mereka dan merekapun tiada diberi tangguh ". S 44 Ad Dukhaan ayat 29. Berkata Ibnu Abbas ra: "Bumi menangisinya 40 pagi".

Berkata 'Atha' Al‑Khurasani: "Tidaklah seorang hamba yang ber­sujud kepada Allah satu sujud pada suatu pelosok dari pelosok‑pe­losok bumi, melainkan pelosok itu naik saksi baginya pada hari qiamat dan menangisi kepadanya pada hari ia meninggal dunia".

Berkata Anas bin Malik: "Tiadalah suatu pelosok yang disebutkan nama Allah padanya dengan shalat atau dengan dzikir melainkan pelosok itu membanggakan diri dengan pelosok‑pelosok lain diseki­tarnya. Dan merasa gembira dengan mengingati Allah 'Azza wa Jalla sampai kepada lapisannya yang paling penghabisan dari 7 lapisan bumi. Dan tiadalah seorang hamba yang bangun berdiri mengerjakan shalat melainkan terhiaslah bumi karenanya". Dan ada yang mengatakan: "Tiadalah suatu tempat yang di tempati pada­nya suatu kaum, melainkan jadilah tempat itu berdo'a kepada mereka atau mengutuknya".

Tiada ulasan: