Lubang Yang
Tak Tembus
Istilah
"lubang hitam" pertama kali dipopulerkan tahun 1969 oleh fisikawan
Amerika John Wheeler. Awalnya, astronom beranggapan bahwa manusia dapat melihat
semua bintang. Akan tetapi, belakangan diketahui bahwa ada bintang-bintang
diruang angkasa yang cahayanya tidak dapat terlihat. Sebab, cahaya
bintang-bintang yang runtuh ini lenyap. Cahaya tidak dapat meloloskan diri dari
sebuah lubang hitam disebabkan lubang ini merupakan massa berkerapatan tinggi
di dalam sebuah ruang yang kecil. (My Buku Kuning)
Allah
berfirman:
Artinya: "Allah
(Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi, perumpamaan
cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus,
yang di dalamnya ada pelita besar,
pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan
bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dari pohon berkah yang berminyak,
(yaitu) tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah
baratnya, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak
disentuh api, cahaya di atas cahaya
(berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki,
dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu" (QS: 024: 35).
Lubang Yang Tak Tembus:
Ayat kajian ini tergolong cukup
populer dikalangan ulama, bahkan mereka menamakannya dengan sebutan khusus
"Ayat Al Musykat" (Lubang yang tak tembus). Para ulama - dahulu dan
sekarang - telah mengkajinya secara berkesinambungan hingga telah meninggalkan
kitab-kitab yang bermutu dibidangnya lebih dari cukup. Salah satu kitab yang
populer dan merupakan pelopor dari karya-karya ilmiah pada ayat kajian ini
adalah "Misykatul Anwar" karya Imam Abu Hamid Al Ghazali.
Oleh karena
itu, maka sayang rasanya penulis melangkahi ayat ilmiah ini dan melewatkan
pembaca begitu saja dari pengetahuan yang penting, walaupun hanya sebatas hasil
kajian ilmiah sederhana saja. Dan khususnya kita sudah berada di dalam pangkuan
ayat yang mulia, serta sekaligus mengawali tema tentang "An Nur"
(cahaya) yang - nota bene - merupakan salah satu sifat dari sifat-sifat tingga
Allah SWT, di mana akan mengambil porsi yang cukup signifikan pada
kajian-kajian mendatang di dalam buku ini, Insya Allah.
Pakar tafsir
dunia dan penulis (غرائب القرآن), Imam An Naisaburi menjelaskan ayat ini berkata:
Kalimat "نُوْر" (nur), oleh sebagian ulama, sering disandingkan dengan kalimat
"نَوَّرَ" (nawwara) - ditasydidkan huruf "wa" -, maka maknanya:
"مُنَوِّرُ الْسَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ" (yang menerangi langit dan
bumi). Lalu, apa makna hakikat kalimat "nur" (cahaya)?
Mayoritas ulama berpendapat bahwa cahaya yang dimaksud ayat adalah hidayah dan kebenaran, sebagaimana firman Allah: "Allah memberikan hidayah (iman) dengan cahayanya kepada yang Dia kehendaki", hidayah dan kebenaran disamakan dengan cahaya kerena terang dan transparannya. Lalu ditambahkan kepada langit dan bumi untuk menunjukkan atas wawasa sinar dan pancarannya yang luas menerangi seluruh kawasan langit dan bumi.
Kemudian ada
pula yang mengatakan: "نُوْر" (nur) - ditasydidkan huruf
"wa" -, "نَوَّرَ" (nawwara), yaitu langit: meliputi para malaikat dan benda-benda yang
bersinar, sedangkan bumi: meliputi para nabi dan ulama-ulama pewaris nabi. Dan
ada juga yang mengatakan: Nur cahaya adalah urusan penciptaan Allah terhadap
langit dan bumi yang dikerjakannya dengan desain yang sangat sempurna. Pendapat
terakhir ini dipilih oleh Al Asham dan Az Zujaj.
Misykatul Anwar Karya Al Ghazali:
Sebelum
menjelaskan sisi ilmiah dari ayat kajian, penulis ingin menguraikan sedikit
tentang pokok pemikiran Hujjatul Islam Imam Abu Hamid Al Ghazali dalam salah
satu karya besarnya "Misykatul Anwar" tentang ayat al misykat, ayat
kajian ini. Al Ghazali berkata:
"Sesungguhnya
Allah SWT adalah nur (cahaya) dalam hakikat, bahkan tidak ada cahaya selain
Dia". Penjelasannya: Bahwa manusia adalah "melihat", dia
menjangkau dengan "penglihatan" cahaya nampak yang menerangi
benda-benda bersinar yang memenuhi langit, dan penglihatan itu adalah kekuatan
akal, yang lebih kuat dari pada yang melihat (mata)...
Setelah Al
Ghazali memerincikan faktor-faktor kekuatan penglihatan dan kelemahan mata, ia
mengatakan: Almisykat (lubang), azzujaj (cermin), almishbah (pelita),
assyajaratu (pohon) dan azzait (minyak), kesemuanya itu adalah ibarat dari lima
kekuatan (panca indra) bagi manusia:
Pertama:
Kekuatan rasa (insting); yaitu ruh kebinatangan; terdapat pada bayi, dan
seluruh jenis binatang. Dan padanannya yang paling tepat dari alam materi
adalah "Almisykat" (lubang).
Kedua:
Kekuatan imajinasi; yaitu keistimewaan indra manusia yang selalu beriringan
akal. Maka padanannya pada ayat adalah "Azzujaj" (cermen), karena
cermin itu tidak menutupi cahaya pelita (almishbah).
Ketiga:
Kekuatan akal; yaitu mampu mencapai segala ilmu pengetahuan dan makrifah
keyakinan, dan kekuatan ini sepadan dengan "Almishbah" (pelita),
sebagaimana nabi SAW disebutkan di dalam Al Quran sebagai pelita.
Keempat:
Kekuatan berpikir; yaitu yang mampu menganalisa teori dan hipotesa, maka
kekuatan ini disepadankan dengan "Assyajarah" (pohon yang berbuah).
Kelima:
Kekuatan spritual; yaitu kekuatan spritual para nabi, yang minyaknya (saja)
hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api, cahaya di atas cahaya
(berlapis-lapis).
Cahaya Allah
Seperti Lubang Hitam:
Jika kalimat
"nur" (cahaya) disebutkan sebanyak 50 kali di dalam Al Quran, maka
mayoritas penyebutan cahaya menunjukkan kepada pengertian definitif, meskipun
sebagian ada pula yang menunjukkan makna indefinitif atau definitif dan
indefinitif secara bersamaan. Pada ayat kajian dari surah An Nur ini Allah SWT
menyerupakan cahaya Nya dengan sinar yang timbul dari "cermin" yang
di dalamnya terdapat sumber sinar yaitu "pelita". Cermin itu adalah
benda yang mempunyai sinar sendiri, tetapi ia dekat dengan sumber sinar yaitu
pelita.
Ayat kajian
menjelaskan bahwa pelita yang nampak berkilau seperti bintang pijar, setelah
ditimpa cahaya atasnya dan memantul darinya, maka ayat mengillustrasikannya
sebagai "cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis)", yaitu bukan
hanya satu cahaya saja tapi cahaya yang di atasnya cahaya bersusun-susun, dan
panjacaran dan kilauan yang didefinisikan oleh Allah pada permukaan bagian
dalam pelita tersebut.
Sebagaimana
cahaya serupa dapat terlihat juga pada batu-batu mulia yang bening berkilau
tinggi seperti berlian yang diterpa sinar cahaya disekitarnya, maka pantulannya
berlimpah dan menyebar keberbagai arah susul-menyusu, maka orang yang
menyaksikannya sepintas seperti melihat kilauan yang timbul dari banyak sumber
cahaya yang berbeda-beda. Maka demikianlah keadaan permukaan cermin yang
berkilau disebabkan berlipat ganda pantulan-pantulan cahaya di dalamnya pada
banyak titik sebelum memancarkan keluar. Selanjutnya cermin nampak seperti
bintang berkilau karena berlimpah cahayanya.
Sifat-sifat
cermin yang digambarkan pada ayat kajian sebagai benda yang berkilau kuat
disebabkan berlipat gandanya pantulan-pantulan cahaya yang tertangkap di
dalamnya, mirip sekali dengan salah satu gejala angkasa luar yang sangat
fenomenal yang oleh fisikiawan disebut sebagai "Black Hole" (lubang
hitam), yang oleh Al Quran disebutnya "Al Misykat" (lubang tak
tembus).
Lubang Hitam
(Black Holes): Adalah suatu fenomena alam ruang angkasa terbentuk ketika sebuah
bintang yang telah menghabiskan seluruh bahan bakarnya ambruk hancur ke dalam
dirinya sendiri, dan akhirnya berubah menjadi sebuah lubang hitam dengan
kerapatan tak terhingga dan volume nol serta medan magnet yang amat kuat.
Manusia
tidak mampu melihat lubang hitam dengan teleskop radio terbesar sekalipun,
sebab tarikan gravitasi lubang hitam sedemikian kuatnya sehingga cahaya tidak
mampu melepaskan diri darinya. Namun, bintang yang runtuh seperti itu dapat
diketahui dari dampak yang ditimbulkannya diwilayah sekelilingnya. Tak ada
sesuatu, termasuk radiasi elektromagnetik yang dapat lolos dari gravitasinya,
bahkan cahaya hanya dapat masuk tetapi tidak dapat keluar atau melewatinya,
dari sini diperoleh kata "hitam".
Istilah
"lubang hitam" pertama kali dipopulerkan tahun 1969 oleh fisikawan
Amerika John Wheeler. Awalnya, astronom beranggapan bahwa manusia dapat melihat
semua bintang. Akan tetapi, belakangan diketahui bahwa ada bintang-bintang
diruang angkasa yang cahayanya tidak dapat terlihat. Sebab, cahaya
bintang-bintang yang runtuh ini lenyap. Cahaya tidak dapat meloloskan diri dari
sebuah lubang hitam disebabkan lubang ini merupakan massa berkerapatan tinggi
di dalam sebuah ruang yang kecil.
Gravitasi
raksasanya bahkan mampu menangkap partikel-partikel tercepat, seperti foton
(partikel cahaya). Misalnya, tahap akhir dari sebuah bintang biasa, yang
berukuran tiga kali massa Matahari, berakhir setelah nyala apinya padam dan
mengalami keruntuhannya sebagai sebuah lubang hitam bergaris tengah hanya 20
kilometer (12,5 mil).
Kesimpulan
Kajian: Lubang hitam berwarna "hitam", yang berarti tertutup dari
pengamatan langsung. Namun demikian, keberadaan lubang hitam ini diketahui
secara tidak langsung, melalui daya hisap raksasa gaya grafitasinya terhadap
benda-benda langit lainnya. Adapun Al Misykat yang diillustrasikan Al Quran
"seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita
besar, pelita itu di dalam kaca, kaca itu seakan-akan bintang bercahaya seperti
mutiara, yang dinyalakan dari pohon berkah yang berminyak, tumbuh tidak di
sebelah timur sesuatu dan tidak pula di sebelah baratnya, yang minyaknya saja
hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api, cahaya di atas cahaya
berlapis-lapis".
Nah, dari
sifat-sifat keduanya (Lubang Hitam dan Lubang Tak Tembus) yang serupa dan
namanya pun identik itu, maka penulis penyimpulkan -Wallahua'lam - bahwa
"Al Misykat" (Lubang Tak Tembus), yang diserupakan sebagai cahaya
Allah di dalam ayat kajian, adalah juga "Black Hole" (Lubang Hitam),
yang baru saja mampu diungkap oleh sains modern pada akhir paruhan akhir abad ke
20, atau lebih 1400 tahun setelah diturunkan Al Quran. Subhanallah, Maha suci
Allah yang telah menjadika Al Quran sebagai mukjizat abadi umat manusia.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan