Catatan Popular

Sabtu, 26 September 2020

KEKUATAN IMAN YANG LUAR BIASA

Di suatu masa sebelum Nabi Muhammad SAW diutus, ada seorang Raja yang mempunyai seorang ahli sihir (as sahir) sebagai penasehatnya. Raja ini ‘mentahbiskan’ dirinya sebagai Tuhan, sebagaimana terjadi pada Namrudz pada masa Nabi Ibrahim AS, dan Fir’aun pada masa Nabi Musa AS. Ketika sang sahir telah tua, ia meminta Raja untuk mengirimkan kepadanya seorang pemuda pilihan yang cerdas, yang akan dididiknya menjadi seorang ahli sihir, sehingga kelak bisa menjadi penasehat raja sebagai pengganti dirinya. Pemuda terpilih tersebut diperintahkan Raja untuk menemui as sahir setiap harinya.

Beberapa hari berlalu, di perjalanannya ke rumah as sahir Pemuda ini melihat seorang Rahib sedang mengajarkana agama Islam (keimanan kepada Allah sesuai dengan syariat Nabi yang diutus waktu itu) di rumahnya. Ia tertarik dan duduk pada majelis sang Rahib itu sehingga terlambat menemui as sahir dan mendapat siksaan. Ia mengalami kebimbangan, ajaran Rahib jelas lebih baik dan lebih tepat baginya, tetapi tidak mungkin ia begitu saja mengabaikan as sahir dan meninggalkan ajarannya. Bisa jadi Raja akan menghukumnya bahkan memerintahkan ia dibunuh karena keimanannya kepada Allah.

Ketika pemuda ini menyampaikan permasalahannya pada Rahib dan mengeluhkan siksaan yang dialaminya dari as sahir, Rahib berkata, “Berikan alasan pada sahir bahwa kamu terlambat karena ditahan oleh ibumu, dan jika ibumu menanyakan terlambatnya pulangmu, katakan kalau ditahan oleh as sahir…!!”

Begitulah berlalu beberapa lamanya sehingga pemuda ini makin mahir dalam dua bidang ilmu yang bertentangan itu. Suatu ketika ia melihat orang-orang terhenti pada suatu jalan karena ada binatang buas yang menghalangi. Mereka tidak berani melewatinya karena binatang itu tampak siap menyerang siapapun yang mendekatinya. Pemuda itu berkata dalam hati,”Hari ini aku akan mengetahui, ajaran sahir ataukah rahib yang lebih baik!!”

Sambil memungut batu kecil dan melemparkannya kepada binatang buas itu, ia berdoa, “Ya Allah, jika ajaran Rahib lebih Engkau sukai daripada ajaran sahir, bunuhlah binatang buas itu agar orang-orang bisa berjalan lagi ..!!

Dan ternyata binatang buas itu seketika mati ketika terkena batu tersebut. Sang pemuda menceritakan pengalamannya itu kepada Rahib, yang kemudian berkata, “Wahai anakku, engkau kini lebih utama daripada aku. Tetapi ketahuilah, sesungguhnya engkau akan mendapat cobaan (bala’) karena keutamaanmu ini. Maka apabila bala’ itu datang padamu, janganlah sekali-kali engkau menunjuk (mengaitkan) aku.”

Allah memang memberikan karunia yang besar kepada pemuda tersebut, ia bisa mengobati berbagai macam penyakit, dan atas izin Allah menjadi sembuh. Bahkan penyakit yang menurut banyak orang tidak bisa disembuhkan seperti buta, belang, lepra dan berbagai penyakit lainnya. Pada mulanya hal itu tidak terlalu menarik perhatian, karena Raja dan masyarakat beranggapan pemuda itu memperoleh kehaliannya itu itu dari sahir.  Sampai pada suatu ketika ada seorang lelaki, kawan sang Raja yang telah lama mengalami kebutaan, mendatangi pemuda itu dan berkata, “Jika engkau bisa menyembuhkan penyakitku hingga aku bisa melihat lagi, maka aku akan memberikan apapun yang engkau minta, sebanyak apapun yang engkau inginkan..!!”

Pemuda itu berkata, “Aku tidak bisa menyembuhkan, tetapi hanya Allah yang memberikan kesembuhan kepada siapapun yang dikehendakiNya. Jika engkau percaya kepada Allah, aku akan berdoa dan semoga Allah memberikan kesembuhan kepadamu…!!”

Lelaki itu segera menyatakan keimanannya kepada Allah, dan setelah sang Pemuda selesai berdoa, seketika ia bisa melihat kembali. Karena gembiranya, tanpa memperhitungkan apa yang akan terjadi, lelaki itu hadir kembali di majelis pertemuan Raja sebagaimana ia hadir sebelum mengalami kebutaan. Sang Raja sangat takjub dengan keadaannya dan berkata, “Siapakah yang menyembuhkan matamu?”

Mendengar pertanyaan itu, barulah lelaki itu sadar bahaya apa yang akan menimpanya jika ia berkata jujur. Tetapi tampaknya lelaki ini telah merasakan manisnya iman walau baru saja memasuki agama Islam, dengan tegas ia berkata, “Tuhanku yang menyembuhkanku!!”

Sang Raja berkata, “Apakah engkau percaya tuhan selain aku?”

Lelaki itu berkata, “Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah!!”

Raja sangat marah dengan perkataannya itu. Ia memerintahkan prajuritnya untuk menyiksa lelaki itu untuk mencari tahu darimana ia memperoleh pengajaran tersebut, dan memaksanya untuk kembali kepada ajaran jahiliah, yang mempertuhankan dirinya. Bagaimanapun beratnya siksaan yang ditimpakan, ia tidak bergeming dari keimanan kepada Allah. Tetapi dalam puncak penderitaannya ia tidak bisa mengelak sumber pengajaran keimanannya, dan ia menunjuk pemuda itu sebagai ‘gurunya’.

Raja makin marah, pemuda yang dikadernya untuk menjadi penasehat kerajaan justru menjadi orang yang menentang ketuhanannya. Ketika pemuda itu didatangkan, Raja berkata, “Wahai pemuda, sungguh sihirmu telah mencapai puncaknya sehingga bisa menyembuhkan buta dan berbagai penyakit lainnya….”

Belum sempat Raja meneruskan ucapannya, sang Pemuda berkata, “Bukan saya yang menyembuhkan, tetapi Allah, Tuhanku dan Tuhanmu yang menyembuhkan!!”

Bukan main marahnya Raja, dan segera memerintahkan para prajuritnya untuk menyiksa pemuda tersebut. Berbagai macam siksaan ditimpakan tetapi pemuda itu tetap kokoh dengan keimanannya kepada Allah. Harta kekayaan, jabatan dan berbagai kenikmatan dunia ditawarkan agar ia bersedia kembali pada agama jahiliahnya, tetapi sama sekali ia tidak bergeming dari keimanannya kepada Allah. Tetapi pada akhirnya ia tidak bisa menutupi kalau yang mengajarkan keimanan itu adalah sang Rahib.

Sang Rahib ditangkap dan disiksa habis-habisan, tetapi seperti dua orang yang mengikuti pengajarannya, sama sekali ia tidak bisa dipengaruhi untuk mengubah keimanannya. Maka didatangkan sebuah gergaji besar, dan sang rahib dibelah menjadi dua, dari kepala hingga kakinya. Didatangkan lagi kawan raja, ketika ia tetap teguh dengan keimanannya kepada Allah, ia dibelah seperti halnya sang Rahib. Waktu pemuda didatangkan, sang Raja tidak segera memerintahkan pembunuhan dengan gergaji, tampaknya dia masih berharap pemuda itu menuruti kemauannya dan menempatkannya sebagai penasehat kerajaan. Ia berkata kepada sekelompok prajuritnya, “Bawalah pemuda ini ke atas gunung, dan tawarkan untuk kembali pada agamanya semula. Jika tetap menolak, lemparkanlah ia ke bawah hingga mati….!!”

Berangkatlah para prajurit itu memenuhi perintah raja. Ketika sampai di puncak gunung, pemuda itu berdoa, “Allahummak fiihim bimaa syi’ta (Ya Allah, hindarkanlah aku dari mereka ini sekehendak Engkau).”

Seketika gunung itu berguncang, dan para prajurit raja jatuh bergelimpangan hingga tewas. Sebenarnya bisa saja pemuda itu pergi menghindari raja demi keselamatannya, tetapi setelah melihat nasib yang dialami rahib dan kawan raja itu ‘jiwa dakwah’-nya justru muncul. Ia ingin lebih banyak lagi orang yang beriman, karena itu ia mendatangi lagi sang Raja, yang tentu saja kaget melihatnya dalam keadaan selamat. Raja berkata, “Mana para prajurit yang membawa kamu?”

Ia berkata, “Allah telah menghindarkan (menyelamatkan) aku dari rencana mereka!!”

Raja memerintahkan beberapa prajuritnya untuk membawa pemuda itu ke tengah laut dengan sebuah perahu. Setelah jauh dari daratan, mereka diperintahkan untuk menawarkan kepada pemuda itu kembali pada agama jahiliahnya, agama sang Raja. Jika menolak, hendaknya pemuda itu dilemparkan ke lautan hingga mati tenggelam.

Mereka segera berangkat sesuai perintah Raja, tetapi ketika sampai di tengah lautan, Sang Pemuda kembali berdoa, “Allahummak fiihim bimaa syi’ta (Ya Allah, hindarkanlah aku dari mereka ini sekehendak Engkau).”

Seketika perahu itu berguncang dengan hebatnya, para prajurit itu terjatuh ke dalam air dan semuanya tewas tenggelam, tinggal pemuda itu sendirian. Ia membawa perahu itu kembali ke daratan dan menghadap raja sebagaimana sebelumnya. Sang Raja berkata, “Mana para prajurit yang membawa kamu?”

Ia berkata, “Allah telah menghindarkan (menyelamatkan) aku dari rencana mereka!!”

Sebelum Raja sempat membuat makar (rencana) lain untuk membunuh dirinya, pemuda itu berkata, “Wahai Raja, engkau tidak akan bisa membunuhku kecuali menurut cara yang aku ajarkan kepadamu.”

“Bagaimana caranya?”

Pemuda itu berkata, “Engkau kumpulkan semua rakyat di suatu tanah lapang, ikatlah aku pada suatu pohon dan panahlah aku dengan panah dan busurku. Sambil melepaskan anak panahnya, katakan : Bismilahir rabbil ghulam (Dengan nama Allah, Tuhannya pemuda ini). Jika itu engkau lakukan, maka engkau akan bisa membunuhku!!”

Tanpa menyadari apa rencana dan tujuan sang Pemuda memberikan saran seperti itu, sang Raja segera memerintahkan untuk melaksanakanmya. Mendengar perintah Raja untuk berkumpul dalam rangka mengeksekusi mati sang Pemuda, rakyat sangat antusias mendatangi tanah lapang kerajaan. Selama ini mereka telah mendengar dan melihat kehebatan pemuda itu sejak berhasil membunuh binatang buas hanya dengan batu kecil, sampai lolos dari kematian dari para prajurit yang siap membunuhnya. Mereka ingin tahu, kekuatan apa yang dimiliki oleh pemuda itu.

Pada waktu yang ditentukan, Raja mengarahkan anak panah pada pemuda yang telah diikat pada sebuah pohon, sambil melepaskannya ia berkata, “Bismilahir rabbil ghulam!!”

Panah itu mengenai pelipis sang Pemuda, rakyat melihat penuh tanda-tanya apa yang akan terjadi. Akankah ia lolos dari kematian seperti sebelumnya? Pemuda itu meletakkan tangannya di pelipisnya yang terluka, darah mengalir dari sela-sela jemarinya. Tidak ada kata yang terucap, sama sekali tidak tampak rasa kesakitan dan ketakutan di wajahnya, justru yang terlihat adalah ketenangan dan kesejukan yang mempesona rakyat yang mengamati wajahnya yang bersimbah darah. Perlahan ia melemah dan akhirnya meninggal, syahid dalam dalam mempertahankan dan mendakwahkan keimanannya kepada Allah.

Setelah Raja dan para prajuritnya meninggalkan tempat tersebut, beberapa orang dari rakyat kerajaan itu berkata, “Aamanna birabbil ghulam.”

Sedikit demi sedikit orang-orang mengikutinya, sehingga akhirnya hampir merata orang-orang di tanah lapang itu beriman kepada Allah. Hal itu terus berkembang sehingga makin banyak orang yang beragama Islam, yang sebenarnya sangat ditakutkan Raja akan terjadi di kerajaannya. Sesuatu yang tanpa disadarinya terjadi karena ‘ambisinya’ sendiri, yakni membunuh sang Pemuda untuk mempertahankan ‘ketuhanannya’. Ia tidak sadar bahwa tanpa sengaja ia telah menunjukkan jalan keimanan kepada Allah.

Ketika hal itu dilaporkan kepada sang Raja, ia memerintahkan untuk membuat parit besar di setiap persimpangan jalan, di dalamnya dinyalakan api yang membara. Setiap orang yang lewat ditanya kepercayaannya, jika ia beriman kepada Allah, ia akan diperintahkan untuk murtad. Jika menolak, ia akan didorong masuk ke dalam parit api tersebut. Banyak sekali yang disiksa dan tewas dalam parit api itu karena mempertahankan keimanan kepada Allah. Mereka lebih baik mati syahid sebagaimana dicontohkan sang Pemuda, daripada harus kembali pada agama jahiliahnya. Bahkan ada seorang ibu yang menggendong bayinya, ketika hampir menyerah karena anak kesayangannya akan dilempar ke dalam api, tiba-tiba sang bayi itu berkata, seperti halnya Nabi Isa AS yang berbicara ketika bayi, “Wahai ibu, bersabarlah, karena sesungguhnya engkau dalam kebenaran yang sesungguhnya (al haq)..!!”

Peristiwa ini disitir dalam Al Qur’an Surah Al Buruuj ayat 4-9, “Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.”

 

Tiada ulasan: