Catatan Popular

Sabtu, 26 September 2020

BERBUAT BAIK WALAU DIZALIMI

 Muhammad bin Himyar adalah seorang yang saleh dan wara’, hari-harinya lebih banyak diisi dengan puasa sunnah dan shalat malam, tentunya setelah menyempurnakan ibadah fardhunya. Ia juga sangat senang membantu siapa saja yang mengalami kesulitan, sejauh ia mampu melakukannya. Tetapi ternyata tidak semua pihak senang dengan perbuatan baik yang dilakukan seseorang, mungkin karena dengki, persaingan, memusuhi atau karena alasan lainnya, begitu juga yang pernah dialaminya.

            Suatu ketika ia berburu di hutan, tiba-tiba datang seekor ular dan berkata seperti menghiba, “Hai Muhammad bin Himyar, tolonglah aku, semoga Allah akan menolongmu!!”

            Ia sempat terkejut dan heran karena ular itu berbicara seperti dirinya, tetapi karena permintaannya itu yang tampak mendesak, ia mengabaikan keheranannya dan jiwa ‘penolong’nya yang lebih tampil. Ia berkata, “Dari siapakah aku harus menolongmu!!”

            Ular itu berkata, “Dari musuhku yang ingin membunuhku!!”

            “Dimanakah musuhmu?” Tanyanya lagi.

            “Ia mengejar di belakangku!!” Kata ular itu lagi.

            Ibnu Himyar sempat waspada dengan berkata, “Dari umat siapakah engkau ini?”

            “Umat Nabi Muhammad SAW!!”

            Lalu ia membuka serbannya dan berkata, “Masuklah engkau di sini!!”

            Ular itu berkata, “Aku akan dapat dilihat oleh musuhku itu!!”

            Kemudian ia melonggarkan ikat pinggangnya dan berkata, “Masuklah ke dalam bajuku, engkau akan aman di sana!!”

            Ular itu berkata lagi, “Ia masih akan bisa menemukanku di situ!!”

            “Apa yang harus aku lakukan untuk bisa menolongmu!!”

            Ular itu berkata, “Jika memang ingin menolongku, bukalah mulutmu, dan aku akan bersembunyi di dalam perutmu!!”

            Ia berkata, “Aku khawatir engkau akan membunuhku!!”

            Ular itu berkata, “Demi Allah aku tidak akan membunuhmu, Allah menjadi saksi atas janjiku ini, begitu juga dengan para malaikat dan para Nabi-Nya, Halamatul Arsyi (malaikat yang menyangga Arsyi) dan semua penduduk langit!!”

            Mendengar janjinya itu, tanpa ragu lagi Muhammad bin Himyar membuka mulutnya dan masuklah ular itu ke dalam perutnya. Tidak lama berselang, datang seorang lelaki dengan pedang terhunus dan berkata, “Apakah engkau melihat musuhku!!”

            Ibnu Himyar berkata, “Siapakah musuhmu itu?”

            Ia berkata, “Seekor ular!!”

            “Tidak!!” Kata Ibnu Himyar, tetapi dalam hatinya ia terus menerus mengucap istighfar karena kebohongannya berkata ‘tidak’ itu, walau hal itu yang diperbolehkan, yakni berbohong untuk menyelamatkan nyawa orang lain atau mahluk lainnya.

            Setelah orang bersenjata pedang terhunus itu berlalu dan tidak terlihat lagi jejak kehadirannya, Ibnu Himyar berkata, “Wahai ular, keluarlah karena musuhmu telah pergi jauh, sekarang ini telah aman!!”

            Tetapi ia amat terkejut ketika mendengar ular itu tertawa dan berkata, “Wahai Muhammad, engkau pilih satu di antara dua hal, apakah aku akan merobek-robek hatimu atau aku akan melobangi jantungmu, dan aku biarkan engkau (tubuhmu) tanpa ruh!!”

            Ia berkata, “Subkhanallah, dimanakah janji dan sumpahmu itu, begitu cepatnya engkau melupakannya!!”

            Lagi-lagi terdengar ular itu tertawa dan berkata, “Wahai Muhammad, mengapa engkau melupakan permusuhanku dengan bapakmu, Adam, yang aku telah mengeluarkannya dari surga. Mengapa pula engkau berbuat baik kepada orang yang curang dan tidak mengenal budi!!”

            Tentu saja Muhammad bin Himyar tidak menyangka bahwa ular itu adalah penjelmaan Iblis ataupun syaitan terkutuk. Tipikal Rasulullah SAW sebagai Rahmatal lil ‘alamin yang menjadi acuannya untuk berbuat baik kepada siapa saja termasuk bangsa binatang. Karena tidak ada pilihan lain maka ia hanya berpasarah diri kepada Allah, dan berkata kepada ular itu, “Jika engkau memang harus membunuhku, mau apa lagi, mungkin sudah menjadi jalan dan suratan takdirku untuk mati di tanganmu. Tetapi berilah waktu untukku menuju bukit itu untuk mengatur dan menyiapkan tempat matiku.”

            “Terserah padamu!!” Kata ular di dalam perutnya itu.

            Muhammad bin Himyar berjalan menuju bukit di maksud, tetapi sambil berjalan mulutnya tidak henti-hentinya melantunkan doa, layaknya orang sedang bersyair atau bersenandung :

            Ya lathif ya lathief, ulthuf bi luthfikal khofiyyi

            Ya lathif, as’aluka bil qudratil  latis-tawaita biha ‘alal arsyi

            Falam ya’rifil arsyu aina mustaqarraka minhu

            Illa kafaitani haadzihil hayyaati

            Makna dari doanya tersebut adalah : Ya Lathif ya Lathif (salah satu Asma Allah, Yang Maha Halus/Lembut), berilah aku karunia-Mu yang samar (lembut) itu, Ya Lathif, dengan kekuasaan-Mu ketika Engkau meliputi arsyi, sehingga arsyi itupun tidak mengetahui di manakah Engkau, aku memohon hendaklah Engkau hindarkan aku dari kejahatan ular (dalam perutku) ini.

            Tak henti-hentinya ia melafalkan doanya itu, sampai ia bertemu dengan seseorang yang sangat harum baunya dan bersih sekali penampilannya. Lelaki itu mengucap salam, dan setelah dijawab salamnya, ia berkata lagi, “Wahai saudaraku, mengapa wajahmu tampak berubah (yakni jadi memucat)?”

            Muhammad bin Himyar berkata, “Karena musuh yang berlaku kejam terhadapku!!”

            “Di manakah musuhmu itu,“ Tanya lelaki itu lagi.

            “Di dalam perutku!!”

            “Bukalah mulutmu!!”

            Ibnu Himyar membuka mulutnya, dan lelaki itu memasukkan sebuah daun hijau, mirip dengan daun zaitun, sambil berkata, “Kunyahlah dan telanlah!!”

            Ibnu Himyar segera mematuhinya, dan tidak berapa lama kemudian ia merasa sakit perut, disusul dengan keluarnya potongan-potongan ular yang berada di perutnya, melalui duburnya. Ia langsung mengucap syukur kepada Allah, dan sambil memegang tangan lelaki itu ia berkata, “Wahai Fulan, siapakah engkau ini, yang Allah telah menolongku dengan perantaraan engkau?”

            Lelaki itu tertawa dan berkata, “Apakah engkau tidak mengenal aku??”

            “Tidak!!” Kata Ibnu Himyar.

            Ia berkata lagi, “Wahai Muhammad bin Himyar, ketika terjadi peristiwa antara engkau dan ular itu, hingga akhirnya engkau berdoa, suara doa para malaikat di langit bergemuruh untuk memohonkan keselamatan atasmu. Maka Allah berfirman : Demi Kemuliaan dan Kebesaran-Ku, sungguh Aku telah melihat semuanya. Kemudian Allah memerintahkan aku pergi ke surga untuk mengambil satu daun hijau, dan memberikannya kepadamu. Namaku Al Ma’ruf, dan tempatku di langit ke empat!!”

            Ibnu Himyar makin banyak mengucap syukur kepada Allah, karena dari ‘musibah’ yang dialaminya, justru Allah memberikan karunia dengan mempertemukannya dengan Malaikat Al Ma’ruf dalam wujud manusia.

            Malaikat Al Ma’ruf itu berkata lagi, “Hai Muhammad bin Himyar, tetaplah engkau berbuat dan berbudi baik, karena dengan sikapmu itu dapat menghindarkan berbagai kejahatan dan kebinasaan. Meskipun tidak dibalas (diterima dan ditanggapi) dengan kebaikan oleh orang yang engkau berbuat baik kepadanya, tetapi tidak akan pernah disia-siakan oleh Allah SWT!!”

Tiada ulasan: