Catatan Popular

Selasa, 14 Januari 2014

PENGETAHUAN AKAL MENURUT FILOSOF MUSLIM

1.    Al-Kindi

Menurut pandangan Al-Kindi akal yang selamanya dalam aktualitas. Akal pertama ini berada di luar jiwa manusia, diperole secara Ilahi, dan selamanya dalam aktualitas. Karena selalu berada dalam aktualitas, akal inilah yang membuat akal yang bersifat potensi dalam jiwa manusia menjadi aktual

Akal yang bersifat potensial, yakni akal murni yang ada dalam diri manusia yang masih merupakan potensi dan belum menerima bentuk-bentuk indrawi dan yang akali

Akal yang bersifat perolehan. Ini adalah akal yang telah keluar dari potensialitas ke dalam aktualitas, dan mulai memperlihatkan pemikiran abstraksinya. Akan perolehan ini dapat dicontohkan dengan kemampuan positif yang diperoleh orang dengan belajar, misalnya tentang bagaimana cara menulis. Penamaan perolehan, agaknya dimaksudkan oleh Al-Kindi untuk menunjukkan bahwa akal dalam bentuk ini diperoleh dari akal yang berada di luar jiwa Manusia, yakni akal pertama yang membuat akal potensial keluar menjadi akal aktualitas

Akal yang berada dalam keadaan aktual nyata, ketika ia aktual, maka ia disebutbakal “yang kedua”. Akal dalam bentuk ini merupakan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas. Ia dapat diibaratkan dengan proses penulisan kalau seorang sungguh-sungguh melakukan penulisan


2.    Al-Farabi

Menurut pandangan Al-Farabi untuk dapat berkomunikasi dengan Sang Pencipta menurut Al-Farabi seseorang harus mempunyai jiwa yang bersih, kesucian jiwa. Tidak hanya diperoleh melalui badan dan perbuatan-perbuatan badaniah semata-mata. Kesucian jiwa dapat diperoleh melalui kegiatan berpikir dan terus berpikir. Menurut Al-Farabi, filsafat dan moral sama-sama mengidealkan kebahagiaan bagi manusia. Kebahagiaan seseorang akan terwujud apabila jiwanya sudah sempurna. Salah satu indikasi kesempurnaan jiwa ialah apabila ia sudah tidak lagi berhajat kepada materi.

Al-Farabi adalah filosof muslim pertama yang secara teliti mengupas problem klasik warisan Aristoteles mengenai nalar. Dalam Risalah fi Al-Aql, Al-Farabi memuat enam istilah seputar nalar atau akal.

a.              Nalar yang oleh masyarakat awam dikenakan pada orang cerdik atau cerdas, yang  juga dipakai untuk mengukur “kemasuk akalan”.

b.             Nalar seperti yang dimaksud oleh para teolog ketika membenarkan atau menolak pendapat tertentu (kesepakatan umum).

c.              Nalar yang pernah disebut oleh Aristoteles Analytica Posteriora (arab: kitab Al Burhan) sebagai habitus. Melalui nalar ini, prinsip-prinsip pembuktian diketahui oleh manusia secara intuitif.

d.             Nalar yang diungkapkan oleh Aristoteles dalam Nicomachean Ethics-nya sebagai “nalar praktis pergumulan panjang manusia,  yang memberinya kesadaran tentang tindakan yang patut dipilih atau dihindarinya”.

e.              Nalar seperti yang dibahas Aristoteles dalam De Anima, yang dengan sendirinya mencakup empat bagian, yaitu:

1)         Nalar potensial (materiil) berperan mengabstraksi bentuk-bentuk materiil dari substratum materiil.

2)         Nalar aktual sebagai tempat bersemayamnya bentuk materil hasil abstraksi dari nalar potensial.

3)         Nalar mustafad, tempat yang mewadahi bentuk kawuruhan yang sudah terabstraksi (terbebaskan, terlepaskan) dari materi.

4)         Intelek aktif, yang tertinggi dari semua intelegensi, dapat diibaratkan sebagai perantara adikodrati yang memberdayakan nalar manusia agar dapat mengaktualisasikan pemahamannya. Intelek ini berfungsi bak matahari yang menerangi benda-benda ragawi agar benar-benar bisa dilihat.

f.              Nalar yang disebut oleh Aristoteles dalam Metaphysic, yaitu nalar, intelek, atau fikiran yang berfikir mengenai dirinya sendiri, dan inilah yang disebut Tuhan.[1][1]

 3.    Ibnu Sina

Menurut Ibnu Sina Jiwa manusia, yang disebut juga (القوة الناطقة), mempunyai dua daya: praktis (العاملة) dan teoretis (العالمة). Daya praktis hubungannya dengan hal-hal yang abstrak.

Daya teoretis ini mempunyai tingkatan sebagai berikut:

a)    Akal Materiil (العقل الهيولانى) yang semata-mata mempunyai potensi untuk berpikir dan belum dilatih walaupun sedikit.

b)    Akal Al-malakat (العقل الملكة) yang telah mulai dilatih untuk berpikir tentang hal-hal abstrak.

c)    Akal Aktual (العقل بالفعل) yang telah dapat berpikir tentang hal-hal abstrak.

d)   Akal Mustafad (العقل المستفاد), yaitu akal yang telah sanggup berpikir tentang hal-hal abstrak tanpa perlu daya upaya. akal seperti inilah yang dapat berhubungan dan menerima limpahan ilmu pengetahuan dari akal aktif.


4.    Al-Ghazali

Menurut Imam al-Ghazali dan al-Maawardi akal itu terbagi kepada dua:

1)    Akal Gharizi

Yaitu akal atau ilmu yang diperolehi secara semula jadi sejak anak-anak dalam masa menuju perkembangan.

2)    Akal Muktasab

Yaitu akal atau ilmu yang diperoleh dengan cara berusaha atau belajar dengan menggunakan pengalaman orang dahulu dan percobaan sendiri. Di samping itu kita perlu menyedari cara manusia memperoleh ilmu pengetahuan itu pula adalah berlainan antara satu golongan dengan golongan yang lain berdasarkan kurniaan Allah dan persiapan-persiapan yang disediakan Allah dalam diri manusia yang berkaitan, yaitu:

a)         Golongan Para Anbia Dan Rasul, mereka mempunyai sifat-sifat rohani dan jasmani yang sempurna di mana mereka memperoleh ilmu dengan cara wahyu atau berita dari Allah s.w.t.

b)        Golongan Auliya (para wali), mereka memperoleh ilmu dengan cara mendapat ilham atau laduni iaitu ilmu yang didapat tanpa belajar tetapi mestilah juga berusaha paling kurang mempunyai ilmu-ilmu asas sebagai persiapan; sebab ilham tidak akan datang merupai sesuatu ilmu baru, yang belum pernah dikenali asasnya.

c)         Golongan Ulamak dan Cendikiawan, mereka memperoleh ilmu adalah dengan cara biasa iaitu dengan cara belajar menggunakan pengalaman atau pengkajian orang lain dan juga percubaan sendiri.

Allah adalah sumber ilmu, manakala kitabNya pula sumber nur dan ilmu pengetahuan. Di dalam al-Quran Allah berfirman:

Allah mengurniakan hikmat (rahsia ilmu) kepada siapa yang dikehendakiNya; dan siapa yang dikaruniakan hikmat maka sungguh dia telah diberikan kebajikan yang banyak; dan tiadalah yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berfikir." (al Baqarah: 269)

 5.    Ibnu Rusyd

pengakuan Ibn Rusyd tentang akal yang bersatu dimaksudkan sebagai pengakuannya atas roh (jiwa) manusia yang bersatu, sebab akal adalah mahkota terpenting dari wujud roh (jiwa) manusia. Dengan kata lain, akal itu di sini hanyalah sebagai wujud rohani yang membedakan jiwa (roh) manusia atau mengutamakannya lebih dari jiwa (roh) hewan dan tumbuh-tumbuhan. Itulah yang dimaksud dengan monopsikisme (bahan yang menjadikan segala jiwa). Maksud Ibn Rusyd roh universal itu adalah satu dan abadi (kekal)."


Penjelasan mengenai akal universal dan akal reseptif tidak bisa lantas membuat kita langsung menyimpulkan bahwa Ibn Rusyd menolak kehidupan setelah kematian.Dalam filsafatnya, Ibn Rusyd juga berbicara mengenai kebangkitan jasmani. Ibn Rusyd menyangkal apa yang dikatakan oleh Al Ghazali bahwa filsuf-filsuf mengingkari kebangkitan jasmani.


Bentuk materi tidak pernah dapat dipisahkan dari materi karena bentuk fisik yang istilah lain dari bentuk materi bisa  maujud hanya dalam materi. Oleh sebab itu bentuk-bentuk tersebut bersifat sementara dan berubah-ubah. Mereka tidak kekal sebab mereka tidak memiliki supstansi kecuali dalam materi. Maka bentuk-bentuk terpisah itu merupakan sesuatu yang bukan bentuk-bentuk material. Karenanya, keterpisahan jiwa nasional, yaitu akal,hanya dapat ditunjukkan jika bisa dibuktikan bahwa akal merupakan bentuk murni. Jiwa tidak terpisah sebab ia merupakan bentuk dari wujud alamiah organik. Jiwa dibagi, menurut tindakan-tindakannya, kognitif dan apetitif, dan yang disebut terakhir ini tampaknya lebih sesuai kalau ditempatkan sesudah yang imajinatif dan yang sensitif.


Hirarki unsur-unsur itu bertumpu pada tatanan bentuk-bentuk material yang disebutkan di atas. Cara hewan mendapatkan pengetahuan yaitu lewat perasaan dan imajinasi, sedangkan cara manusia mendapatkan pengetahuan yaitu, selain lewat dua cara tersebut, lewat akal. Dengan demikian, jalan menuju pengetahuan yaitu lewat perasaan atau akal, yang membawa kepada pengetahuan mengenai hal-hal tertentu atau universal. Pengetahuan yang sebenarnya yakni pengetahuan mengenai hal-hal yang universal, kalau tidak maka binatang dapat dikatakan memiliki pengetahuan. Istilah pengetahuan diberlakukan secara kabur pada binatang, manusia,  dan Tuhan. Pengetahuan binatang terbatas pada perasaan dan imajinasi, sedangkan pengetahuan manusia bersifat universal. Jadi perasaan itu merupakan kondisi gambaran, dan setiap kewujudan yang memiliki gambaran tentu memiliki pula perasaan.tapi karena manusia memiliki unsur yang lebih tinggi, yaitu akal, maka ia dapat gambaran lewat pikiran dan nalar, sendangkan pada binatang, gambaran pada dasarnya ada secara alami.

Pengetahuan manuasia tidak boleh di kacaukan dengan pengetahuan tuhan, sebab manusia menserap individu lewat indera dan mencerap hal-hal yang wujud lewat akalnya. Sebab presepsi manusia berubah dikarenakan  berubahanya hal-hal yang diserapnya, dan kemajemukan persepsi mengisyaratkan kemajemukan objek. Mustahil bila pengetahuan kita merupakan akibat dari segala yang maujud, sedangkan pengetahuan tuhan merupakan sebab dari adanya segala suatu itu. Kedua macam pengetahuan itu sama sekali berbeda satu sama lain dan saling bertentangan. Pengetahuan yuhan itu kekal, sedangkan pengetahuan manusia itu sementara.tuhanlah yang  menyebabkan segala kemaujudan. Dan bukanlah segala kemaujudan itu yang menyebabkan dia tahu.



2 ulasan:

Tanpa Nama berkata...

ASM wrh. saya merasakan secocok falsafah saya tentang pengetahuan akal dengan Imam Al-Ghazali berbanding dengan Cendiakawan Islam yang lain. Semua Ilmu itu dari Allah SWT, tidak kiralah ilmu syariat atau ilmu sains. Saya mengalami sendiri pengalaman memperolehi ilmu menerusi ilham yang dikurniakan oleh Allah SWT tanpa perlu mengikuti jalan yang sukar seperti kebiasaan orang menuntut ilmu. Jika kita tulus ikhlas menginginkan sesuatu daripada Allah SWT, hanya mohon kepadaNya, Dia Maha Dekat. Alhamdulillah, buktinya kini saya telah berjaya menempuh pengajian hingga ke peringkat doktor falsafah dalam bidang sains, walaupun saya bukanlah pelajar sains semasa di sekolah, dan saya pelajar yang sangat lemah dalam pelajaran. Kuncinya hanya berserah dan sentiasa untuk merasa dekat dengan Allah SWT. Pernah ketikanya saya lalai, tetapi cepat-cepat kembali mengingatiNya dan beristighfar. Satu lagi jalan adalah untuk sentiasa ingat segala amal perbuatan hari-hari sebab nak ikut Nabi SAW.

Tanpa Nama berkata...

Medicine - Tika Dan Saat Ini

Tika begini mencari-cari
Sebuah cinta hilang
Saat begini ternanti-nanti
Bayangmu sayang...

Bertanya-tanya pada sang bunga
Mengapa layu jua
Bertanya-tanya dihujung rindu
Kau pun berlalu

Ku ulangi pertemuan
Walau hanya ku mendakap sisa cinta
Bersama rindu yang terdampar
Saat ini ku sendiri menangisi
Pemergianmu kekasih
Dan cuba memujuk rindu
Yang pedih tercalar
Di sudut ingatanku
Airmataku kau renang bahagia

Tika begini aku sendiri
Kau menyepikan diri
Saat begini kau padu janji
Kasih yang baru
Kumasih sendiri..