Catatan Popular

Selasa, 14 Januari 2014

TINGKATAN AKAL

Salah satu uji coba Syaiful M. Maghsri untuk menjelaskan keterkaitan Tuhan dan manusia dijelaskan dalam konsep emanasi, tajjali atau teofani. Konsep pemancaran (emanasi) dimanfaatkan untuk menjelaskan hubungan-hubungan erat dalam proses penciptaan alam semesta. Jejak-jejak Tuhan dalam diri manusia dapat ditelusuri dalam konsep tingkatan akal

Akal merupakan daya terpenting yang dimiliki manusia, selain daya berpikir yang berpusat di dada dan daya nafsu yang berpusat di perut. Menurut Syaiful M. Maghsri daya tertinggi adalah daya berpikir. Posisi akal sempat menjadi perdebatan yang krusial. Perbedaan itu tampak dalam ungkapan-ungkapan, entah syair atau tulisan khusus, yang saling bersilangan terhadap akal.

Sebagaimana Syaiful M. Maghsri menyebut macam-macam akal untuk menunjukkan proses bekerjanya potensi-potensi dalam diri manusia. Pertalian intensif antara berbagai jenis akal, pada kondisi yang berbeda-beda, telah menghasilkan perhubungan yang erat antara Tuhan dengan manusia, antara ciptaan Tuhan sebagai alam besar (makrokosmos) dan manusia sebagai alam kecil (mikrokosmos).

Dua alam yang berbeda itu bertemu melalui alur kerja dari akal. Karena dalam pengertiannya yang asli, akal merujuk pada “pengikatan” atau “perlekatan” dan karena itu bersifat“membatasi”. Pada tingkatan alam kecil, akal membatasi pandangan dan mendapat manusia mengenai kenyataan. Dalam pengertian ini, Syaiful M. Maghsri menuturkan akal menjadi seperti otak rasional yang membatasi kenyataan sebagai yang dicerap oleh indra saja. Pada tingkatan alam besar, akal merupakan manifestasi (sebagai hasil dari emanasi, teofani atau tajjali) Tuhan. Penyataan ini benar karena alam ciptaan Tuhan bukanlah Tuhan itu sendiri. Karena itu, ia (alam) yang diciptakan tentulah berbeda dengan Tuhan Sang Pencipta. Alam besar ini telah menyusutkan atau “membatasi” wujud Tuhan yang tak terbatas. Dalam pengertian dua posisi ini, akal telah menjadi sarana untuk membatasi dua belah pihak.

Bentuk hubungan di atas mungkin dapat menjelaskan fenomena ilham, intuisi, atau otak intuitif manusia. Sebab, sering terjadi informasi-informasi datang begitu saja dalam otak manusia tanpa disadari sumbernya. Jika kita cermati perkembangan Ilmu pengetahuan, jelas sekali adanya informas-informasi intuitif yang muncul dalam kepala manusia.

Syaiful M. Maghsri berpendapat bahwa akal manusia, tanpa bantuan wahyu, dapat tiba pada pengetahuan tentang Tuhan. Karena akal manusia merupakan bagian dari akal Ilahi, maka orang yang tingkat intelektualnya tinggi atau cerdas berkewajiban menemukan Tuhan melalui akal. Emanasi akal menjelaskan dua sudut perhubungan Tuhan dan manusia.

Di lihat dari atas dari sudut Tuhan sendiri, proses tajjali Tuhan yang tak terbatas itu “diikat” menjadi sepuluh jenis akal. Akal pertama dan seterusnya berpikir tentang Tuhan dan dirinya sendiri. Hasilnya adalah akal-akal di bawahnya yang berjumlah sepuluh. Oleh karena berbicara tenatang alam, maka Syaiful menggunakan istilah-istilah kosmologi yang dikenal waktu itu. Misalnya, pemancaran akal-akal dihubungkan dengan bintang-bintang, matahari, dan planet-planet. Akal kesepuluh adalah malaikat Jibril yang mengatur bumi.


Jejak tuhan dalam setiap tempat dapat dijelaskan dengan konsep akal kesepeluh ini, termasuk jejaknya dalam otak manusia. Karena itu, ilmu Bioenergi merupakan satu kesatuan karena sumbernya adalah akal Ilahi. Ilmu sejati menurut Syaiful adalah ilmu yang mencari pengetahuan mengenai esensi segala hal yang berkaitan dengan asal-usul Ilahiahnya. Pernyataan Syaiful dapat diartikan (1) mencari ilmu sama artinya dengan mencari Tuhan, (2) jejak-jejak Tuhan pasti ada dalam setiap ciptaan-Nya, terutama pada manusia sebagai ciptaan paling sempurna.

Realitas objektif alam tercermin dalam konsep Ibn ‘Arabi tentang al-hadharat al-ilâhiyyât al-khams (lima kehadiran Ilahi). Karena proses pemancaran “Akal Ilahi”, maka setiap tingkatan alam akan “mengandung” kehadiran Ilahi itu. Dengan demikian, realitas objektif sesungguhnya tidak betul-betul objektif karena di balik yang objektif itu ada sesuatu yang membawa “Kehadiran Ilahi”. Tidak ada sesuatu yang dapat dipisahkan dari “kehadiran” Ilahi.

Skema paling sistematis dari “kehadiran” Ilahi itu disusun oleh Abu Thalib Al-Makki (w. 996 M). Tingkatan ciptaan meliputi: (1) Nasut (Tabiat Kemanusian), (2) Hahut (Tabiat Esensial Tuhan), (3) Lahut (Tabiat Kreatif Ilahi), (4) Jabarut (Alam Pola Dasar), dan (5) Malakut (Alam Simbol).


Konsep dasar ini dapat menjelaskan mengapa otak, atau bagian tubuh mana saja dari manusia, dapat mengandung“kehadiran” Ilahi itu. Manusia adalah satu dari lima tingkatan alam yang ada. Dengan itu, adanya “God spot” dalam otak manusia bukanlah suatu hal yang mustahil. Termasuk di sini adanya kerja terpadu otak dan adanya kesadaran intrinsik otak yang dikenal sebagai isolasi 40 Hz dan kecerdasan Bioenergi (BQ).

Adanya “rasa ber-Tuhan” pada diri manusia itu sebatas mitos belaka atau gagasan-gagasan spekulatif saja. Beberapa orang, sebagian besar karena penasaran dan sebagian lagi karena motivasi ilmiah, berusaha mencari Tuhan di dalam diri manusia, tepatnya di dalam tubuh fisik manusia. Mereka mengangap bahwa Tuhan tidak hadir hanya sebatas“semangat” saja, atau sebatas kehadiran potensial semata. Bila Al-Qur’an menyatakan bahwa ke-hanif-an (kecenderungan kepada yang baik) manusia menunjukkan hadirnya Tuhan.

“Tempat” Tuhan sesungguhnya tidak lantas berarti bahwa ia bertempat. Karena dimensi tempat adalah terbatas, sementara Tuhan tidak terbatas dan berbatas. “Tempat” Tuhan lebih dimaksudkan sebagai jejak-jejak Tuhan yang ada dalam tubuh manusia. Syaiful memberi perumpamaan astronot yang meninggalkan jejak kakinya di bulan, Tuhan pun meninggalkan jejak-Nya pada tubuh manusia. Sebagaimana kebutuhan makan telah diprogram dalam gen manusia, jejak ketuhanan pun diprogram dalam tubuh manusia.

Jika Tuhan diidentikkan dengan kegaiban, sel-sel tubuh dapat menjadi jejak-Nya. Karena sudah lama, mencoba menerobos kehidupan paling kecil itu. Kegaiban seluler tampak dari ketidakpastian kehadirannya. Mana yang disebut dunia seluler? Tanyakanlah kepada alat yang dipakai! Jika sel dilihat dengan mata biasa, yang ada adalah sekumpulan besar sel yang disebut jaringan atau organ tubuh. Dengan mata biasa, yang ada hanyalah organ-organ tubuh. Organ tubuh itu adalah dunia fisik yang paling sederhana dari manusia.

Jika lebih tajam dari mata, misalnya dengan memakai mikroskop yang tampak adalah sel-sel yang terpisah satu dengan yang lain. Itu pun jika dilihat dengan mikroskop hingga pembesaran 100.000 kali atau 1.000.000 kali. Dengan mikroskop elektron yang membesarkan hingga jutaan kali, tidak ada lagi sel-sel, yang ada hanyalah komponen-komponen di dalam sel, yang di antara komponen itu ada ruang kosong yang entah apa isinya. Bila ada alat yang dapat memperbesar lagi, maka yang ada adalah “ketiadaan”. Tubuh manusia penuh energi, bahkan alam semesta adalah energi itu sendiri atau disebut Bioenergi. Karena alam juga penuh energi, maka hubungan manusia dengan alam adalah hubungan totalitas. Manusia adalah bagian dari alam. Energi alam mengalir bolak-balik dalam energi manusia.

Ini karena otak telah dianggap sebagai pusat manusia. Kehidupan dan kematian sering diidentikkan dengan ada atau tiadanya fungsi-fungsi otak. Dunia medis menyatakan kematian manusia dengan kematian batang otak. Dengan posisi dan komposisi otak yang sedemikian rupa ia sering dianggap sebagai bagian terpenting dari tubuh manusia.

Fungsi kedua ditunjukkan oleh semaraknya penemuan dalam bidang keilmuan yang membuahkan teknologi, dari yang sederhana sampai yang tercanggih. Apa yang disebut sebagai revolusi paradigma, sesungguhnya adalah aktualisasi dari fungsi eksploratif tersebut. Fungsi rasional-eksploratif dari otak digambarkan secara jelas dan tegas dalam makna harfiah kata berpikir. Kata pikir (dalam bahasa Indonesia) itu diambil dari kata fikryang diubah dari bentuk awal fark. Kata fark itu sendiri bermakna, antara lain: (1) mengorek sehingga apa yang dikorek itu muncul, (2) menumbuk sampai hancur, (3) menyikat (pakaian) sehingga kotorannya hilang, dan (4) menggosok hingga bersih. Dari keempat makna yang ditunjukkan pada usaha tak kenal lelah dan keras untuk “menyingkap”, “membuka” atau mengeksplorasi” setiap objek yang ada sehingga objek itu dapat dipahami dan ditangkap secara jelas.

Kehadiran Tuhan di otak merupakan suatu hal yang menarik. Bukan saja karena adalah CPU (Central Processing Unit)-nya manusia, melainkan juga karena isi dan fungsi otak merupakan pembentuk sejarah hidup pemiliknya maupun sejarah kehidupan itu sendiri. Banyak sekali kemampuan yang dinisbahkan kepada otak melebihi yang diberikan pada jantung atau ginjal.

Ada tiga fungsi yang diperankan oleh otak dan membuatnya berbeda dengan yang lain, Pertama fungsi emosi, Kedua fungsi rasional-eksploratif atau fungsi kognisi, dan Ketiga fungsi refleksi.

Fungsi yang pertama ditunjukkan oleh beragam penemuan tentang emotional intelligence (EQ), termasuk penemuan faktor-faktor biologis yang mempengaruhi terjadi penyakit jiwa, antara lain penemuan psikoneuroimunologi dan pentingnya keyakinan dalam menciptakan kondisi biologis tubuh yang baik. Ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa keyakinan dapat menjadi salah satu terapi penting dalam menciptakan kondisi tubuh yang seimbang. Keyakinan untuk sembuh adalah metode penyembuhan itu sendiri. Keyakinan berhubungan secara timbal-balik dengan metabolisme tubuh. Dengan kata lain, optimisme dan positive thinking memberi pengaruh menguntungkan dalam kondisi biologis manusia. Sistem limbik dan amigdala yang terletak di daerah tengan otak merupakan dua komponen yang berperanan penting.

Fungsi ketiga mencakup hal-hal yang bersifat supranatural dan religius, yang menurut beberapa penelitian“bersumber” dari dalam otak manusia. Kulit otak (korteks serebri) manusia adalah contoh fungsi refleksi.

Fungsi ini hendaknya menegaskan bahwa“Keberadaan Tuhan” adalah sesuatu yang sesungguhnya tidak perlu dipermasalahkan. “Keberadaan Tuhan” sedikitnya, ditampakkan dalam kesempurnaan jalinan dan jaringan saraf manusia. Pernyataan ini tidak berarti bahwa “Tuhan”itu direduksi sampai bentuk seluler persarafan manusia atau tingkat terendah dalam wujud materi sebagaimana diyakini oleh para materialis. Makna “kehadiran Tuhan” berhubungan erat dengan adanya kesempurnaan tubuh fisik manusia. Kesempurnaan tubuh fisik manusia, antara lain ditunjukkan oleh adanya struktur tubuh yang efektif dan fungsional dalam menjamin fungsi-fungsi kehidupan yang penting. Posisi tegak, sistem lokomotorik, dan panca indra adalah tiga contoh kesempurnaan itu.

Walaupun bukan suatu hal yang baru, adanya tanda-tanda “kehadiran” Tuhan dalam otak manusia tetap dianggap sebagai hal yang menarik. Kelenjar pineal sebagai tempat bagi jiwa. Bagi orang Hindu, kelenjar yang terletak di tengah-tengah otak itu, merupakan “mata ketiga”,tempat bagi jiwa manusia. Ada juga yang menyebut liver (atau hati) sebagai tempat jiwa, otak sebagai tempat jiwa.

Tiada ulasan: