Ada seorang wali Allah bernama Abu Jahir telah
keluar dari negerinya dan tinggal di sebuah tempat yang jauh dari kampung asal
bersama istri dan keluarganya yang lain.
Di tempat baru ini, dia telah mendirikan sebuah
masjid dan beribadah di situ dengan tekun dan tenang. Beliau senantiasa
dikunjungi oleh orang yang ingin belajar dan mendalami jalan menuju Allah SWT.
Pada suatu hari seorang wali Allah yang lain bernama Soleh Al-Mari berazam
untuk menziarahi Abu Jahir untuk mendapatkan barakah dari beliau. Maka pada
hari yang telah ditetapkan, berangkatlah Soleh ke negeri tempat tinggalnya Abu
Jahir. Di tengah perjalanan, beliau bertemu dengan Muhammad bin Wasi’,
kenalannya yang juga seorang Wali Allah. “Assalaamuálaikum.” kata Soleh.“Waálaikumussalaam
warahmatullah” jawab Muhammad bin Wasi’Kedua wali Allah ini pun berpelukan
sambil bertanya kabar masing-masing dan berbual mengenai masalah
kesufian.“Engkau hendak pergi ke mana?” tanya Muhammad.“Aku hendak menziarahi
rumah Abu Jahir” “Ke rumah Abu Jahir?”“Ya, betul”“Masya Allah, aku juga hendak
pergi bersama.” Kedua-duanya pun berangkat menuju ke tempat tinggal Abu Jahir
dan setelah berjalan beberapa batu, mereka bertemu dengan seorang lagi Wali
Allah bernama Hubaibul Ajami. Mereka bersalaman dan bertanya kabar.“Hendak ke
mana anda berdua ini?” tanya Hubaibul Ajami.“Kami hendak menziarahi rumah Abu
Jahir”“Aku juga dalam perjalanan ke sana.”“Kalau begitu eloklah kita pergi
bersama”Mereka meneruskan perjalanan dalam keadaan yang sungguh menggembirakan
karena bilangan mereka semakin ramai. Setelah sampai di suatu tempat, tiba-tiba
mereka berjumpa dengan Malik bin Dinar, seorang wali Allah yang masyhur. Mereka
bersalaman.“Hendak pergi ke manakah kamu ini?” tanya Malik bin Dinar.“Kami
hendak menziarahi rumah Abu Jahir”“Subhanallah, aku juga sedang menuju ke
sana.”“Kalau begitu, kita pergi bersama.”Sekarang mereka menjadi berempat
dengan tujuan yang sama. Dengan kuasa Allah SWT, di tengah perjalanan, mereka
berjumpa seorang lagi rekan Wali Allah yang bernama Thabit Al-Bannani. Mereka
pun bersalaman dan saling bertanya kabar.“Kamu hendak ke mana?” tanya
Thabit.“Kami hendak menziarahi rumah Abu Jahir”“Masya Allah, saya juga akan ke
sana.”“Kalau begitu, kita pergi bersama.”“Segala puji-pujian bagi Allah SWT yang
telah mengumpulkan kita dan pergi bersama-sama walaupun tanpa perjanjian” kata
Thabit Al-BannaniBerjalanlah ke lima Wali Allah berkenaan menuju rumah Abu
Jahir. Sepanjang perjalanan, mereka tidak putus-putus memuji dan bersyukur
kepada Allah SWT justru mengaruniakan peluang berjalan bersama menuju ke rumah
Wali-Nya. Tidak satu pun ucapan yang keluar dari mulut mereka melainkan
perkataan yang mendatangkan manfaat.Setelah berjalan beberapa lama, mereka
singgah di suatu tempat untuk berehat dan salat.“Marilah kita salat dua rakaat
di sini, agar tempat ini ikut menjadi saksi esok di hari Kiamat di hadapan
Allah Azza Wajalla” kata Thabit Al-Bannani“Satu cadangan yang baik” sahut yang
lain.Lalu mereka mengerjakan salat bersama-sama dengan penuh khusyuk dan tawaduk.
Setelah menunaikan salat, mereka berdoa untuk kepentingan umat Islam
sekaliannya untuk di dunia dan di akhirat. Kemudian mereka meneruskan
perjalanan dan akhirnya tiba di rumah Abu Jahir.Terasa kedamaian pada mereka
apabila terpandang rumah dan masjid yang didirikan oleh Abu Jahir. Namun mereka
tidak terburu-buru mengetuk pintu atau minta izin untuk masuk demi menjaga
peradaban Wali Allah. Mereka pun duduk di masjid menunggu Abu Jahir keluar
untuk salat. Tidak berapa lama kemudian, waktu Zuhur pun masuk. Maka keluarlah
Abu Jahir tanpa berucap apa-apa sebaliknya terus masuk ke masjid, berazan,
iqamat dan salat. Kelima tetamunya yang mulia itu salat berjemaah berimamkan
Abu Jahir.Selepas salat, barulah mereka menemui Abu Jahir satu persatu.
Mula-mula sekali Muhammad bin Wasi’. “Assalaamuálaikum” kata
Muhammad“Waálaikumussalaam” jawab Abu Jahir disambung dengan pertanyaan “Anda
ini siapa?”“Saya saudaramu Muhammad bin Wasi’ ““O...Kalau begitu andalah orang
Basrah yang terkenal paling bagus salatnya itu kan?”Muhammad diam tanpa berkata
apa-apa.Kemudian, Thabit Al-Bannani maju ke hadapan.“Siapakah anda ini?” tanya
Abu Jahir“Saya saudaramu Thabit Al-Bannani”“O...Kalau begitu kamu yang
dikatakan sebagai orang Basrah yang paling banyak salatnya itu kan?” Tanya Abu
Zahir.Thabit juga diam tanpa berkata apa-apa.Tiba pula giliran Malik bin
Dinar.“Siapakah anda ini?” tanya Abu Jahir“Saya saudaramu Malik bin Dinar”
jawabnya.“Masya Allah, jadi kamulah yang termasyhur sebagai orang yang paling
zuhud di kalangan penduduk Basrah, bukan?”Malik juga tidak berkata apa-apa.
Kemudian Hubaib Al-Ajami menemui Abu Jahir.“Anda ini siapa?” tanya Abu
Jahir“Saya adalah saudaramu Hubaib Al-Ajami”“Masya Allah, kalau begitu andalah
yang terkenal di kalangan penduduk Basrah sebagai orang yang mustajab doanya”
kata Abu JahirSeperti yang lain, Hubaib mendiamkan diri. Akhirnya tiba giliran
Soleh Al-Mari maju ke hadapan untuk memperkenalkan dirinya.“Anda pula siapa?”
tanya Abu Jahir.“Saya saudaramu Soleh Al-Mari” jawabnya. “Subhanallah, kalau begitu
andalah yang terkenal di kalangan penduduk Basrah sebagai qari yang fasih dan
bagus suaranya.”Soleh juga tidak mengeluarkan sepatah pun.Abu Jahir bertafakur
sebentar seperti mengenangkan sesuatu.“Aku sebenarnya sangat rindu dan ingin
mendengar suaramu wahai saudaraku” kata Abu Jahir. “Oleh itu, aku suka engkau
bacakan empat atau lima ayat Al Quran karena aku ingin sangat
mendengarnya.”Soleh menemui permintaannya lalu dia membuka Al Quran dan membaca
Surah Al Furqan : Ayat 22 yang bermaksud :“Pada hari mereka melihat malaikat di
hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa dan mereka
berkata “Hijraan mahjuuraa” Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan
lalu kami jadikan amal itu debu yang beterbangan”Sebaik saya mendengar bacaan ‘debu
yang beterbangan’, Abu Jahir berteriak kuat sehingga pingsan disebabkan rasa
ketakutan yang teramat sangat kepada Allah SWT. Apabila beliau sadar dari
pingsannya, dia berkata “Silakan ulangi pembacaan ayat tadi”Soleh mengulangi
bacaannya dan apabila sampai kepada “Debu yang beterbangan”, sekali lagi Abu
Jahir berteriak sehingga rebah di tempat sujud dan wafat ketika itu juga.Soleh
dan teman-teman Wali Allah nya sangat terharu menyaksikan kewafatan Abu Jahir
yang mengkagumkan itu. Beliau wafat dalam keadaan amat ketakutan mendengar
Kalam Ilahi. Tidak lama kemudian, istri Abu Jahir muncul.“Siapakah kalian ini?”
tanya isteri Abu Jahir.“Kami datang dari Basrah. Yang ini Malik bin Dinar,
Hubaib Al-Ajami, Muhammad bin Wasi’, Thabit Al-Bannani dan saya adalah Soleh
Al-Mari” jawab Soleh mewakili para aulia sahabatnya itu.Tiba-tiba perempuan itu
berkata “Innaa lillaahiwainnaa ilaihi raajiúun...kalau begitu Abu Jahir telah
wafat”Soleh dan rakan-rakan wali Allah nya merasa heran terhadap perempuan itu,
karena dia telah memastikan kematian suaminya, padahal dia belum menyaksikannya
dan mereka juga belum memberitahunya apa yang telah terjadi.“Dari mana puan
tahu bahwa Abu Jahir telah wafat?” tanya mereka keheranan.“Saya telah banyak
kali mendengar doanya di mana beliau sering mengucapkan “Ya Allah, kumpulkanlah
para Aulia-Mu pada saat ajalku” dan perempuan itu menyambung “Jadi, tidaklah
kamu berkumpul di sini sekarang ini melainkan Abu Jahir telah
wafat”Rupa-rupanya doa Abu Jahir telah dimakbulkan Allah SWT.Maka para Aulia
itu pun menguruskan mayatnya dari memandikan, mengafankan, menyembahyangkan
sehinggalah menguburkan.Maha Suci Allah, yang telah mewafatkan hamba-Nya yang
mulia dan diuruskan oleh tangan-tangan yang mulia pula. Semoga kita dikumpulkan
oleh Allah SWT dalam golongan orang yang baik-baik dan mati syahid. Amin Ya
Rabbal Aa’lamiin. Wallahu-a’lam bissawwab....
Tiada ulasan:
Catat Ulasan