Catatan Popular

Rabu, 24 Julai 2013

RIYADHUS SHALIHIN BAB 4: KEBENARAN

Riyadhus Shalihin (Taman Orang-orang Shalih)

IMAM NAWAWI



Kebenaran

 Allah Ta'ala berfirman:

"Hai sekalian orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah engkau semua

bersama-sama dengan orang-orang yang benar." (at-Taubah: 119)

Allah Ta'ala berfirman pula:

"Dan orang-orang yang benar, lelaki ataupun perempuan." (al-Ahzab: 35)

Juga Allah Ta'ala berfirman:

"Dan andaikata mereka itu bersikap benar terhadap Allah, pastilah hal itu amat baik untuk

mereka sendiri." (Muhammad: 21)

Adapun Hadis-hadis yang menerangkannya ialah:

54. Pertama: Dari Ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya

kebenaran - baik yang berupa ucapan atau perbuatan - itu menunjukkan kepada kebaikan

dan sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan ke syurga dan sesungguhnya seseorang itu

niscaya melakukan kebenaran sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang ahli

melakukan kebenaran. Dan sesungguhnya berdusta itu menunjukkan kepada kecurangan

dan sesungguhnya kecurangan itu menunjukkan kepada neraka dan sesungguhnya

seseorang itu niscaya berdusta sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang ahli

berdusta." (Muttafaq 'alaih)

Sabda Nabi s.a.w. Yuriibuka, boleh dengan difathahkan ya'nya (dan boleh pula

didhamahnya, artinya: "Tinggalkanlah olehmu apa saja yang engkau ragukan perihal boleh

atau halalnya sesuatu dan beralihlah kepada yang tidak ada keragu-raguan perihal itu dalam

hatimu."

56. Ketiga: Dari Abu Sufyan bin Shakhr bin Harb r.a. dalam Hadisnya yang panjang

dalam menguraikan ceritera Raja Hercules. Hercules berkata: "Maka apakah yang diperintah

olehnya?" Yang dimaksud ialah oleh Nabi s.a.w. Abu Sufyan berkata: "Saya lalu menjawab:

"Ia berkata: "Sembahlah akan Allah yang Maha Esa, jangan menyekutukan sesuatu

denganNya dan tinggalkanlah apa-apa yang dikatakan oleh nenek-moyangmu semua." Ia

juga menyuruh supaya kita semua melakukan shalat, bersikap benar, menahan diri dari

keharaman serta mempererat kekeluargaan." (Muttafaq 'alaih)

55. Kedua: Dari Abu Muhammad, yaitu Alhasan bin Ali bin Abu Thalib radhiallahu

'anhuma, katanya: "Saya menghafal sabda dari Rasulullah s.a.w. yaitu: "Tinggalkan apa-apa

yang menyangsikan hatimu - yakni jangan terus dilakukan - dan berpindahlah kepada apaapa

yang tidak menyangsikan hatimu 7 - yakni yang hatimu tenang jikalau melakukannya.

Maka sesungguhnya bersikap benar itu adalah ketenangan dan berdusta itu menyebabkan

timbulnya kesangsian."

Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis shahih.

57. Keempat: Dari Abu Tsabit, dalam suatu riwayat lain disebut-kan Abu Said dan

dalam riwayat lain pula disebutkan Abulwalid, yaitu Sahl bin Hanif r.a., dan dia pernah

menyaksikan peperangan Badar, bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:

"Barangsiapa yang memohonkan kepada Allah Ta'ala supaya dimatikan syahid dan

permohonannya itu dengan secara yang sebenar-benarnya, maka Allah akan

menyampaikan orang itu ke tingkat orang-orang yang mati syahid, sekalipun ia mati di atas

tempat tidurnya." (Riwayat Muslim)

58. Kelima: Dari Abu Hurairah r.a. berkata: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Ada seorang Nabi dari golongan beberapa Nabi shalawatullahi wa salamuhu 'alaihim

berperang, kemudian ia berkata kepada kaumnya: "Jangan mengikuti peperanganku ini

seorang lelaki yang memiliki kemaluan wanita - yakni baru kawin - dan ia hendak masuk

tidur dengan isterinya itu, tetapi masih belum lagi masuk tidur dengannya, jangan pula

mengikuti peperangan ini seorang yang membangun rumah dan belum lagi mengangkat

atapnya - maksudnya belum selesai sampai rampung samasekali, jangan pula seseorang yang

membeli kambing atau unta yang sedang bunting tua yang ia menantikan kelahiran anakanak

ternaknya itu - yang dibelinya itu.

Nabi itu lalu berperang, kemudian mendekati sesuatu desa pada waktu shalat Asar

atau sudah dekat dengan itu, kemudian ia berkata kepada matahari: "Sesungguhnya engkau -

hai matahari - adalah diperintahkan - yakni berjalan mengikuti perintah Tuhan - dan sayapun

juga diperintahkan - yakni berperang inipun mengikuti perintah Tuhan. Ya Allah, tahanlah

jalan matahari itu di atas kita." Kemudian matahari itu tertahan jalannya sehingga Allah

memberikan kemenangan kepada Nabi tersebut. Beliau mengumpulkan banyak harta

rampasan. Kemudian datanglah, yang dimaksud datang adalah api, untuk makan harta

rampasan tadi, tetapi ia tidak suka memakannya. Nabi itu berkata: "Sesungguhnya di

kalangan engkau semua itu ada yang menyembunyikan harta rampasan, maka dari itu

hendaklah berbai'at padaku - dengan jalan berjabatan tangan - dari setiap kabilah seseorang

lelaki. Lalu ada seorang lelaki yang lekat tangannya itu dengan tangan Nabi tersebut. Nabi

itu lalu berkata lagi: "Nah, sesungguhnya di kalangan kabilah-mu itu ada yang

menyembunyikan harta rampasan. Oleh sebab itu hendaklah seluruh orang dari kabilahmu

itu memberikan pembai'atan padaku." Selanjutnya ada dua atau tiga orang yang tangannya

itu lekat dengan tangan Nabi itu, lalu beliau berkata pula: "Di kalanganmu semua itu ada

yang menyembunyikan harta rampasan." Mereka lalu mendatangkan sebuah kepala sebesar

kepala lembu yang terbuat dari emas - dan inilah benda yang disembunyikan, lalu

diletakkanlah benda tersebut, kemudian datanglah api terus memakannya - semua harta

rampasan. Oleh sebab itu memang tidak halallah harta-harta rampasan itu untuk siapapun

ummat sebelum kita, kemudian Allah menghalalkannya untuk kita harta-harta rampasan

tersebut, di kala Allah mengetahui betapa kedhaifan serta kelemahan kita semua. Oleh sebab

itu lalu Allah menghalalkannya untuk kita." (Muttafaq 'alaih)

Alkhalifaat, dengan fathahnya kha' mu'jamah dan kasrahnya lam adalah jamaknya

khalifatun, artinya ialah unta yang bunting.

59. Keenam: Dari Abu Khalid yaitu Hakim bin Hizam r.a., ia masuk Islam di zaman

pembebasan Makkah, sedang ayahnya adalah termasuk golongan pembesar-pembesar

Quraisy, baik di masa Jahiliyah ataupun di masa Islam, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Dua orang yang berjual-beli itu dengan kebebasan - yakni boleh mengurungkan jualbelinya

atau jadi meneruskannya - selama keduanya itu belum berpisah. Apabila keduanya

itu bersikap benar dan menerangkan - cacat-cacatnya, maka diberi berkahlah jual-beli

keduanya, tetapi jikalau keduanya itu menyembunyikan - cacat-cacatnya - dan sama-sama

berdusta, maka dileburlah keberakahan jual-beli keduanya itu." (Muttafaq 'alaih)


Keterangan:

Kata Shidqun yang berarti benar itu, maksudnya tidak hanya benar dalam

pembicaraannya saja, tetapi juga benar dalam amal perbuatannya. Jadi benar dalam kedua

hal itulah yang menurut sabda Nabi s.a.w. dapat menunjukkan ke jalan kebajikan dan

kebajikan ini yang menunjukkan ke jalan menuju syurga.

Secara ringkasnya, seseorang itu baru dapat dikatakan benar, manakala ucapannya

sesuai dengan amal perbuatan yang dilakukan, atau dengan kata lain ialah manakala amal

perbuatannya itu masih bertentangan dengan ucapannya, tetaplah ia dianggap sebagai

manusia yang berdusta atau kadzib. Misalnya seorang yang mengaku beragama Islam, tetapi

shalat tidak dilakukan, puasa tidak dikerjakan, bahkan mengucapkan dua kalimat syahadat

saja tidak dapat, maka dapatkah orang semacam itu dikatakan benar ucapannya. Tentu tidak

dapat. Ia tetap berdusta yang oleh Rasulullah s.a.w. disabdakan bahwa kedustaan itu

menunjukkan ke jalan kecurangan dan kecurangan itu menunjukkan ke jalan menuju neraka.

Tiada ulasan: