Catatan Popular

Ahad, 13 November 2016

HABIB HUSSEIN BIN ABU BAKAR AL AYDRUS (HABIB KERAMAT LUAR BATANG)



Beliau lahir di Migrab, dekat Hazam, Hadramaut, Datang di Betawi sekitar tahun 1746 M. Berdasarkan cerita, bahwa beliau wafat di Luar Batang, Betawi tanggal 24 Juni 1756 M. bertepatan dengan 17 Ramadhan 1169 Hijriyah dalam usia lebih dari 30 tahun ( dibawah 40 tahun ). 

Jadi diduga sewaktu tiba di Betawi berumur 20 tahun. Habib Husein bin Abubakar Alaydrus memperoleh ilmu tanpa belajar atau dalam istilah Arabnya “ Ilmu Wahbi “ , yaitu pemberian dari Allah tanpa belajar dahulu. Silsilah beliau : Habib Husein bin Abubakar bin Abdullah bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Husein bin Abdullah bin Abubakar Al-Sakran bin Abdurrahman Assaqqaf bin Muhammad Maula Al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath. 

Habib Husein yang lebih terkenal dengan sebutan Habib Keramat Luar Batang, mempunyai perilaku “ Aulia “ (para wali) yang di mata umum seperti ganjil. Seperti keganjilan yang dilakukan beliau, adalah : 

Habib Husein tiba di Luar Batang, daerah Pasar Ikan, Jakarta, yang merupakan benteng pertahanan Belanda di Jakarta. Kapal layar yang ditumpangi Habib Husein terdampat didaerah ini, padahal daerah ini tidak boleh dikunjungi orang, maka Habib Husein dan rombongan diusir dengan digiring keluar dari teluk Jakarta. Tidak beberapa lama kemudian Habib Husein dengan sebuah sekoci terapung-apung dan terdampar kembali di daerah yang dilarang oleh Belanda. Kemudian seorang Betawi membawa Habib Husein dengan menyembunyikannya. Orang Betawi ini pun berguru kepada Habib Husein. Habib Husein membangun Masjid Luar Batang yang masih berdiri hingga sekarang. Orang Betawi ini bernama Haji Abdul Kadir. Makamnya di samping makam Habib Husein yang terletak di samping Masjid Luar Batang. 

Habib Husein sering tidak patuh pada Belanda. Sekali Waktu beliau tidak mematuhi larangannya, kemudian ditangkap Belanda dan di penjara di Glodok. Di Tahanan ini Habib Husein kalau siang dia ada di sel, tetapi kalau malam menghilang entah kemana. Sehingga penjaga tahanan (sipir penjara) menjadi takut oleh kejadian ini. Kemudian Habib Husein disuruh pulang, tetapi beliau tidak menghiraukan alias tidak mau pulang, maka Habib Husein dibiarkan saja. Suatu Waktu beliau sendiri yang mau pergi dari penjara. 

Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus Luar Batang

Al Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus dilahirkan di Yaman Selatan, tepatnya di daerah Hadhramaut, tiga abad yang silam. Ia dilahirkan sebagai anak yatim, yang dibesarkan oleh seorang ibu dimana sehari-harinya hidup dari hasil memintal benang pada perusahaan tenun tradisional. Husein kecil sungguh hidup dalam kesederhanaan.

Setelah memasuki usia belia, sang ibu menitipkan Habib Husein pada seorang “Alim Shufi”. Disanalah ia menerima tempaan pembelajaran thariqah. Di tengah-tengah kehidupan di antara murid-murid yang lain, tampak Habib Husein memiliki perilaku dan sifat-sifat yang lebih dari teman-temannya.

Setiap ahli thariqah senantiasa memiliki panggilan untuk melakukan hijrah, dalam rangka mensiarkan islam ke belahan bumi Allah. Untuk melaksanakan keinginan tersebut Habib Husein tidak kekurangan akal, ia bergegas menghampiri para kafilah dan musafir yang sedang melakukan jual-beli di pasar pada setiap hari Jum’at.
Setelah dipastikan mendapatkan tumpangan dari salah seorang kafilah yang hendak bertolak ke India, maka Habib Husein segera menghampiri ibunya untuk meminta ijin.

Walau dengan berat hati, seorang ibu harus melepaskan dan merelakan kepergian puteranya. Habib Husein mencoba membesarkan hati ibunya sambil berkata : “janganlah takut dan berkecil hati, apapun akan ku hadapi, senantiasa bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya ia bersama kita.” Akhirnya berangkatlah Al Habib Husein menuju daratan India.
Sampailah Al Habib Husein di sebuah kota bernama “Surati” atau lebih dikenal kota Gujarat, sedangkan penduduknya beragama Budha. Mulailah Habib Husein mensi’arkan Islam dikota tersebut dan kota-kota sekitarnya.

Kedatangan Habib Husein di kota tersebut membawa Rahmatan Lil-Alamin. Karena daerah yang asalnya kering dan tandus, kemudian dengan kebesaran Allah maka berubah menjadi daerah yang subur. Agama Islam pun tumbuh berkembang.
Hingga kini belum ditemukan sumber yang pasti berapa lama Habib Husein bermukim di India. Tidak lama kemudian ia melanjutkan misi hijrahnya menuju wilayah Asia Tenggara, hingga sampai di pulau Jawa, dan menetap di kota Batavia, sebutan kota Jakarta tempo dulu.
Batavia adalah pusat pemerintahan Belanda, dan pelabuhannya adalah Sunda Kelapa. Maka tidak heran kalau pelabuhan itu dikenal sebagai pelabuhan yang teramai dan terbesar di jamannya. Pada tahun 1736 M datanglah Al-Habib Husein bersama para pedagang dari Gujarat di pelabuhan Sunda Kelapa.

Disinilah tempat persinggahan terakhir dalam mensyiarkan Islam. Beliau mendirikan Surau sebagai pusat pengembangan ajaran Islam. Ia banyak di kunjungi bukan saja dari daerah sekitarnya, melainkan juga datang dari berbagai daerah untuk belajar Islam atau banyak juga yang datang untuk di do’akan.

Pesatnya pertumbuhan dan minat orang yang datang untuk belajar agama Islam ke Habib Husein mengundang kesinisan dari pemerintah VOC, yang di pandang akan menggangu ketertiban dan keamanan. Akhirnya Habib Husein beserta beberapa pengikut utamanya di jatuhi hukuman, dan ditahan di penjara Glodok.

Istilah karomah secara estimologi dalam bahasa arab berarti mulia, sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia (terbitan balai pustaka, Jakarta 1995, hal 483) menyebutkan karomah dengan keramat, diartikan suci dan dapat mengadakan sesuatu di luar kemampuan manusia biasa karena ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam ajaran Islam karomah di maksudkan sebagai khariqun lil adat yang berarti kejadian luar biasa pada seseorang wali Allah. Karomah merupakan tanda-tanda kebenaran sikap dan tingkah laku seseorang, yang merupakan anugrah Allah karena ketakwaannya, berikut ini terdapat beberapa karomah yang dimiliki oleh Al Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus atau yang kita kenal Habib Luar Batang, seorang wali Allah yang lahir di Jasirah Arab dan telah ditakdirkan wafat di Pulau Jawa, tepatnya di Jakarta Utara.

1. Menjadi mesin pemintal

Di masa belia, ditanah kelahirannya yaitu di daerah Hadhramaut – Yaman Selatan, Habib Husein berguru pada seorang Alim Shufi. Di hari-hari libur ia pulang untuk menyambang ibunya.
Pada suatu malam ketika ia berada di rumahnya, ibu Habib Husein meminta tolong agar ia bersedia membantu mengerjakan pintalan benang yang ada di gudang. Habib Husein segera menyanggupi, dan ia segera ke gudang untuk mengerjakan apa yang di perintahkan oleh ibunya. Makan malam juga telah disediakan. Menjelang pagi hari, ibu Husein membuka pintu gudang. Ia sangat heran karena makanan yang disediakan masih utuh belum dimakan husein. Selanjutnya ia sangat kaget melihat hasil pintalan benang begitu banyaknya. Si ibu tercengang melihat kejadian ini. Dalam benaknya terpikir bagaimana mungkin hasil pemintalan benang yang seharusnya dikerjakan dalam beberapa hari, malah hanya dikerjakan kurang dari semalam, padahal Habib Husein dijumpai dalam keadaan tidur pulas disudut gudang.
Kejadian ini oleh ibunya diceritakan kepada guru thariqah yang membimbing Habib Husein. Mendengar cerita itu maka ia bertakbir sambil berucap : “ sungguh Allah berkehendak pada anakmu, untuk di perolehnya derajat yang besar disisi-Nya, hendaklah ibu berbesar hati dan jangan bertindak keras kepadanya, rahasiakanlah segala sesuatu yang terjadi pada anakmu.”

2. Menyuburkan Kota Gujarat

Hijrah pertama yang di singgahi oleh Habib Husein adalah di daratan India, tepatnya di kota Surati atau lebih dikenal Gujarat. Kehidupan kota tersebut bagaikan kota mati karena dilanda kekeringan dan wabah kolera.
Kedatangan Habib Husein di kota tersebut di sambut oleh ketua adat setempat, kemudian ia dibawa kepada kepala wilayah serta beberapa penasehat para normal, dan Habib Husein di perkenalkan sebagai titisan Dewa yang dapat menyelamatkan negeri itu dari bencana.
Habib Husein menyangupi bahwa dengan pertolongan Allah, ia akan merubah negeri ini menjadi sebuah negeri yang subur, asal dengan syarat mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan menerima Islam sebagai agamanya. Syarat tersebut juga mereka sanggupi dan berbondong-bondong warga di kota itu belajar agama Islam.
Akhirnya mereka di perintahkan untuk membangun sumur dan sebuah kolam. Setelah pembangunan keduanya di selesaikan, maka dengan kekuasaan Allah turun hujan yang sangat lebat, membasahi seluruh daratan yang tandus. Sejak itu pula tanah yang kering berubah menjadi subur. Sedangkan warga yang terserang wabah penyakit dapat sembuh, dengan cara mandi di kolam buatan tersebut. Dengan demikian kota yang dahulunya mati, kini secara berangsur-angsur kehidupan masyarakatnya menjadi sejahtera.

3. Mengislamkan tawanan

Setelah tatanan kehidupan masyarakat Gujarat berubah dari kehidupan yang kekeringan dan hidup miskin menjadi subur serta masyarakatnya hidup sejahtera, maka Habib Husein melanjutkan hijrahnya ke daratan Asia Tenggara untuk tetap mensiarkan Islam. Beliau menuju pulau Jawa, dan akhirnya menetap di Batavia. Pada masa itu hidup dalam jajahan pemerintahan VOC Belanda.
Pada suatu malam Habib Husein dikejutkan oleh kedatangan seorang yang berlari padanya karena di kejar oleh tentara VOC. Dengan pakaian basah kuyub ia meminta perlindungan karena akan dikenakan hukuman mati. Ia adalah tawanan dari sebuah kapal dagang Tionghoa.
Keesokan harinya datanglah pasukan tentara berkuda VOC ke rumah Habib Husein untuk menangkap tawanan yang dikejarnya. Beliau tetap melindungi tawanan tersebut, sambil berkata : “Aku akan melindungi tawanan ini dan aku adalah jaminannya.”
Rupanya ucapan tersebut sangat di dengar oleh pasukan VOC. Semua menundukkan kepala dan akhirnya pergi, sedangkan tawanan Tionghoa itu sangat berterima kasih, sehingga akhirnya ia memeluk Islam.

4. Menjadi Imam di Penjara

Dalam masa sekejab telah banyak orang yang datang untuk belajar agama Islam. Rumah Habib Husein banyak dikunjungi para muridnya dan masyarakat luas. Hilir mudiknya umat yang datang membuat penguasa VOC menjadi khawatir akan menggangu keamanan. Akhirnya Habib Husein beserta beberapa pengikut utamanya ditangkap dan di masukan ke penjara Glodok. Bangunan penjara itu juga dikenal dengan sebutan “Seksi Dua.”
Rupanya dalam tahanan Habib Husein ditempatkan dalam kamar terpisah dan ruangan yang sempit, sedangkan pengikutnya ditempatkan di ruangan yang besar bersama tahanan yang lain.
Polisi penjara dibuat terheran-heran karena ditengah malam melihat Habib Husein menjadi imam di ruangan yang besar, memimpin shalat bersama-sama para pengikutnya. Hingga menjelang subuh masyarakat di luar pun ikut bermakmum. Akan tetapi anehnya dalam waktu yang bersamaan pula polisi penjara tersebut melihat Habib Husein tidur nyenyak di kamar ruangan yang sempit itu, dalam keadaan tetap terkunci.
Kejadian tersebut berkembang menjadi buah bibir dikalangan pemerintahan VOC. Dengan segala pertimbangan akhirnya pemerintah Belanda meminta maaf atas penahanan tersebut, Habib Husein beserta semua pengikutnya dibebaskan dari tahanan.

5. Si Sinyo menjadi Gubernur

Pada suatu hari Habib Husein dengan ditemani oleh seorang mualaf Tionghoa yang telah berubah nama Abdul Kadir duduk berteduh di daerah Gambir. Disaat mereka beristirahat lewatlah seorang Sinyo (anak Belanda) dan mendekat ke Habib Husein. Dengan seketika Habib Husein menghentakan tangannya ke dada anak Belanda tersebut. Si Sinyo kaget dan berlari ke arah pembantunya.
Dengan cepat Habib Husein meminta temannya untuk menghampiri pembantu anak Belanda tersebut, untuk menyampaikan pesan agar disampaikan kepada majikannya, bahwa kelak anak ini akan menjadi seorang pembesar di negeri ini.
Seiring berjalannya waktu, anak Belanda itu melanjutkan sekolah tinggi di negeri Belanda. Kemudian setelah lulus ia di percaya di angkat menjadi Gubernur Batavia.

6. Cara Berkirim Wang

Gubernur Batavia yang pada masa kecilnya telah diramal oleh Habib Husein bahwa kelak akan menjadi orang besar di negeri ini, ternyata memang benar adanya. Rupanya Gubernur muda itu menerima wasiat dari ayahnya yang baru saja meninggal dunia. Di wasiatkan kalau memang apa yang dikatakan Habib Husein menjadi kenyataan diminta agar ia membalas budi dan jangan melupakan jasa Habib Husein.
Akhirnya Gubernur Batavia menghadiahkan beberapa karung uang kepada Habib Husein. Uang itu diterimanya, tetapi dibuangnya ke laut. Demikian pula setiap pemberian uang berikutnya, Habib Husein selalu menerimanya, tetapi juga dibuangnya ke laut. Gubernur yang memberi uang menjadi penasaran dan akhirnya bertanya mengapa uang pemberiannya selalu di buang ke laut. Dijawabnya oleh Habib Husein bahwa uang tersebut dikirimkan untuk ibunya ke Yaman.
Gubernur itu dibuatnya penasaran, akhirnya diperintahkan penyelam untuk mencari karung uang yang di buang ke laut, walhasil tak satu keeping uang pun diketemukan. Selanjutnya Gubernur Batavia tetap berupaya untuk membuktikan kebenaran kejadian ganjil tersebut, maka ia mengutus seorang ajudan ke negeri Yaman untuk bertemu dan menanyakan kepada ibu Habib Husein.
Sekembalinya dari Yaman, ajudan Gubernur tersebut melaporkan bahwa benar adanya. Ibu Habib Husein telah menerima sejumlah uang yang di buang ke laut tersebut pada hari dan tanggal yang sama.

7. Kampung Luar Batang

Gubernur Batavia sangat penuh perhatian kepada Habib Husein. Ia menanyakan apa keinginan Habib Husein. Jawabnya : “Saya tidak mengharapkan apapun dari tuan.” Akan tetapi Gubernur itu sangat bijak, dihadiahkanlah sebidang tanah di kampung baru, sebagai tempat tinggal dan peristirahatan yang terakhir.
Habib Husein telah di panggil dalam usia muda, ketika berumur kurang lebih 30-40 tahun. Meninggal pada hari kamis tanggal 17 Ramadhan 1169 atau bertepatan tanggal 27 Juni 1756 M. sesuai dengan peraturan pada masa itu bahwa setiap orang asing harus di kuburkan di pemakaman khusus yang terletak di Tanah Abang.
Sebagai mana layaknya, jenasah Habib Husein di usung dengan kurung batang (keranda). Ternyata sesampainya di pekuburan jenasa Habib Husein tidak ada dalam kurung batang. Anehnya jenasah Habib Husein kembali berada di tempat tinggal semula. Dalam bahasa lain jenasah Habib Husein keluar dari kurung batang, pengantar jenasah mencoba kembali mengusung jenasah Habib Husein ke pekuburan yang dimaksud, namun demikian jenasah Habib Husein tetap saja keluar dan kembali ke tempat tinggal semula.
Akhirnya para pengantar jenasah memahami dan bersepakat untuk memakamkan jenasa Habib Husein di tempat yang merupakan tempat rumah tinggalnya sendiri. Kemudian orang menyebutnya “Kampung Baru Luar Batang” dan kini dikenal sebagai “Kampung Luar Batang.”
Pengalaman masa lampau, tersiar khabar bahwa Al-Habib Husein membuang sejumlah wang ke laut di daerah “Pasar Ikan”. Tidak henti-hentinya para pengunjung menyelami tempat itu. Dengan bukti nyata, mereka mendapatkannya, sedangkan pada waktu itu, untuk dapat bekerja masih sukar di peroleh. Satu-satunya mata pencaharian yang mudah dikerjakan ialah, menyelam di laut. Dengan demikian, bangkitlah keramaian dikawasan kota tersebut, sehingga timbullah istilah “Mencari Duit ke Kota”

Cerita Kesaktian Penyebar Islam Habib Husein Alaydrus

Dia orang biasa. Saat siang, dia suka memancing. Saat malam mengaji.
Pada awal abad ke-18, tepatnya tahun 1736 M, seorang pemuda Arab bernama Habib Husein bin Abubakar Alaydrus datang ke Pelabuhan Sunda Kelapa. la berasal dari daerah Al-Maiqab Hadramaut, Jazirah Arab yang kini masuk wilayah Yaman Selatan.
Sunda Kelapa adalah sebuah kota lama, juga dikenal dengan pasar ikannya Jakarta, pada waktu itu termasuk bandar yang paling ramai di Pulau Jawa. Di tepi pantai terlihat rumah-rumah nelayan dan warung-warung yang mereka kelola sebagai usaha sampingan. Bagian daratnya ditumbuhi hutan bakau yang lebat. Di sanalah Habib Husein membuat surau (musala), sebagai tempatnya beribadah dan berkhalwat.

Pada malam hari banyak orang datang ke tempatnya untuk mengaji dan memohon bantuan doa. Sedangkan pada siang hari Habib Husein gemar memancing, menelusuri tepian pantai. Kian hari semakin banyak penduduk memadati Sunda Kelapa, terutama para pengusaha yang datang dari berbagai daerah.

Demikian pula majelis pengajian dan surau Habib Husein makin ramai dikunjungi orang untuk belajar agama. Sehingga bangunan surau itu pun diperbesar menjadi masjid. Dengan begitu, penyiaran agama Islam di Kampung Luar Batang dan sekitarnya, berkembang semakin pesat.

Alwi Shahab, budayawan Betawi, dalam tulisannya menyebutkan informasi soal Habib Husein pernah termuat dalam Koran Bataviaasche Courant terbitan 12 Mei 1827, yang menyebutkan bahwa Habib Husein meninggal kurang lebih pada tahun 1796, setelah menyiarkan Islam di Surabaya dan Batavia.

Ada cerita, pada suatu malam Habib Husein dikejutkan oleh seseorang yang datang dengan pakaian basah kuyup, memohon pertolongannya. Orang itu mengaku lari dari kejaran Kompeni (VOC). la adalah tawanan di sebuah kapal dagang milik orang Tionghoa dan akan dikenakan hukuman mati.

Siang hari berikutnya, satu regu pasukan berkuda VOC tiba di rumah Habib, berusaha menangkap dan membawa 'buronan' tersebut dari tangan Habib. Tetapi dengan tegar Habib Husein membela tawanan itu seraya berkata: "Saya akan melindungi tawanan ini dan saya menjadi jaminannya."

Mendengar kata-kata tegas Habib Husein, regu VOC itu mengurungkan niatnya dan membebaskan orang tersebut dari pertikaian. Tawanan Tionghoa itu sangat berterima kasih kepada Habib Husein atas pertolongan dan perlindungannya, serta bersedia menerima apa saja perintah Habib, bahkan ia mengakui Islam sebagai agamanya.

Nama Habib Husein makin dikenal banyak orang. Di sekitar lingkungan tempat tinggalnya, makin banyak pendatang yang bermukim. Namun, pihak Kompeni Belanda justru mencurigai pengaruh dan kharisma Habib. Kalau dibiarkan terus, dikhawatirkan dapat mengganggu kedudukan Kompeni sebagai penguasa waktu itu. Maka diambil-lah tindakan, Habib beserta pengikutnya dijatuhi hukuman tahanan di wilayah Pancoran (Glodok), rumah tahanan itu dikenal dengan nama Seksi Dua.

Para petugas tahanan merasa heran melihat Habib Husein setiap tengah malam hingga menjelang subuh mengimami salat dalam ruangan besar rumah tahanan itu. Masyakarat di luar pun ikut serta bermakmum. Tapi pada saat bersamaan, para petugas tahanan mendapatkan Habib sedang tidur nyenyak di dalam kamarnya yang selalu terkunci.

Setelah kejadian itu, Kompeni Belanda meminta maaf atas penahanan itu, lalu membebaskan Habib Husein beserta pengikutnya, sebab memang tidak ada alasan hukum yang kuat untuk menahannya. (umi)

Keramat Luar Batang dari Mulut ke Mulut

Islam pada saat masuk ke wilayah Nisantara yang di bawa oleh para sudagar-saudagar yang sambil menyelam minum air, maksutnya adalah berdakwah sambil berdagang untuk kebutuhan ekonomi sang ulama sendiri. Banyak buku bicara soal masuknya Islam di bawa oleh para pedagang, betul, namun harus di pertegas kembali bahwa berdagangnya para ulama yang merantau untuk berdakwah di luar kota kelahiranya adalah persoalan sekunder. Yang primer adalah soal niat awalnya sang ulama untuk membumikan ajaran Rosulallah dengan di sokong oleh kegiatan ekonomi untuk melanjutkan hidup. Jadi bukan lagi berdagang sambil berdakwah tapi berdakwah dengan di sokong oleh kegiatan berdagang untuk melanjutkan kehidupannya juga untuk kegiatan dakwahnya.
Islam datang tanpa perang. Begitu juga yang terjadi di pesisir utara pantai Jakarta sekitar pertengahan abad 19, seorang ulama dari tanah sebrang Yaman-Hadramout menginjakkan kakinya di pulau Jawa, beliau bernama Sayid Husain bin Abu Bakar Alaydrus yang biasa di panggil Habib Husain. Syiarnya dibuka melalui perdagangan dan membuka majlis taklim atau ruang diskusi untuk persoalan agama(Islam) .
Menurut pemaparan ustd-Ali[ bahwa “ Habib Husain datang tidak mudah.. konon tubuh sang Habib penuh sisik seperti ikan dan banyak warga yang enggan berkomunikasi dengannya karena persoalan “jijik” .
Itu artinya di awal beliau mendapatkan kendala karena warga menolaknya, namun “ada satu warga yang mau menerimanya dengan ikhlas namanya adalah Abubakar yang sekarang makamnya bersebelahan dengan mkam Habib Husain di mesjid Kramat Luar Batang” tutur Mbah Jiem(90tahun).
Kegiatan berdakwah Habib Husain membuat resah Kompeni Belanda, karena dengan Frame basic pengajaran tentang Islamnya sang Habib yang justru pada saat sebelumnya Islam membuat repot Kompeni dengan serangan pasukan Pangeran Dipanagara yang beridentitas Islam dan pemberontakanya pun Berlatar spirit Islam, ada ketakutan Kompeni ketik kegiatan diskusi yang di jalankan oleh Habib Husain ini terus berjalan atau di biarkan akan menambah masalah baru, untuk itu belanda mengusir Habib Husain keluar dari tanah Jawa, namun tidak berhasil, Habib Husain terus di lindungi oleh warga sekitar dengan cara di sembunyikan
Akhirnya kompenipun gerah dengan kelakuan Habib Husain dan warga pesisir Jakarta Utara karena terus menerus menyembunyikan dan melindungi Habib Husain yang bagi dia adalah si pembuat onar. Sore hari saat memimpin diskusi Habib Husain pun di bawa paksa oleh Kompeni untuk di buih(penjara) dekat Gelodok. siksaan dan hinaaan pun terus di alami oleh habib Husian, namun disana terlihat jelas Nampak ke Waliannya atau Kharomahnya sebagai Ulama, “ suatu ketika sang opsir penjara melintas di ruang dimana sang habib mendekam sambil tertawa ia bercerita dengan temannya sesame opsir, lalu kemudian habib Husain memanggil salah satu darei opsir penjaga itu dan mengatakan “kelak nanti kamu akan menjadi penguasa wilayah ini (bagian utara Jakarta)” sang opsir hanya bisa tertawa menertawakan sang habib.
Tak lama sang Habib di bebaskan dengan syarat tidak boleh lagi mengadakan kegiatan diskusi atau pengajian namun larangan itu hanya stetmen klise bagi sang habib tugas utamannya adlah membangkitkan semangat revolusioner di tengah tengah masyarakat pesisir pantai utara Jakarta khususnya daerah Luar Batang sekarang. Sesampainya sang habib di rumah muridnya seketika itu pula langsung ramai di kunjungi oleh para murid-muridnya kemudiaan mengadakan taklim mu taklim.
Waktu berjalan opsir penjaga penjara habib Husian pun katanya Pulang ke Belanda untuk melanjutkan sekolah, sekian waktu berjalan sang opsir datang kembali di tugaskan di Jakarta atau Batavia pada saat itu untuk memegang kekuasaan di wilayah Utara Jakarta. Kejadiaan ini sama persis dengan statement habib Husian di dalam sel Penjara Glodok tempo hari. Bahwa kamu akan menjadi pengauasa di wilayah ini. Kata-kata sang habib masih tersimpan di ingatan sang penguasa yang dulu opsir itu dan ingin sekali bertemu dengan sang Habib yang bernamaHusain. Di bawalah penguasa itu ke daerah yang sekarang di sebut Kramat Luar Batang oleh petugas petugas nya mencari habib Husain dan bertemu.
hai.. sang habib ternyata apa yang saudara katakan dulu itu benar, bahwa saya akan menjadi pengauasa di wilayah Utara Jakarta, sekarang apa permintaan mu atas ucapanmu dulu yang membuatku sekarang menjadi seperti ini ?? sang habib hanya mengatakan “ saya hanya ingin meminta tanah ini( jari telunjuk sang habib menunjuk ke arah pantai) “. mana mungkin jawab penguasa itu , itu kan pantai yang di genangi air oleh ombak!!! Tapi kalu kau mau ambilla..” lalu sang habib mengambil patok dan menacapkannya di bibir pantai sesuai apa yang ia mau .. wal hasil air pantai yang tadinya membasahi pantai ini ternyata tidak lebih sampai garis patok yang di buat oleh sang habib. Dan di atas tanah yang ia potoki tadi akan segera di bangun meajid sebagai tempat ibadah dan juga tempat ia tinggal untuk mengurusi masjid ( karena selama ini habib hanya tinggal di rumah muridnya yang bernama Abubakar )
Sekian lama berjalan akhirnya sang Ulam besar Habib Husain bin Abubakar Alaydrus pun tutup usia, banyak handai tolan dan para murid-muridnya menangisi kepergian sang Habib. “ kalo kata orang dulu mah waktu habib husian meninggal lagit ikut sedih, mendung tiga hari tiga malam gak berhenti-berhenti, angin gede ombak tinggi…. waaadduuhh…!!! sedih semua alam ini bang” ujar Bang Ahmad
Ada yang unik ketika proses penguburan jenazah habib Husain, karena beliau bukan orang pribumi jadi harus di makam kan di daerah Tanah Abang (kuburan para Londo). Jenazah di bawa dengan kurung batang dari tempat ia tinggal menuju Tanah Abang yang lumayan jaraknya namun itu tidak mengurungkan niat para peziarah untuk ikut bersama menguburkan orang shaleh, sesampainya di lokasi saat jenazah mau di masukkan ke liang lahat kurung batang di buka dan ternyata mayit sudah tidak ada, kepanikan menghantui hamper seluruh peziarah yang cukup memadati kompleks makam, “sang mayit keluar dari kurung batang” itu kira kira yang menjadi obrolan para peziarah pada saat itu melihat ke anehan ke anehan yang terjadi. akhirnya para peziarah memutuskan untuk kembali lagi ke rumah, sesampainya disana ternyata mayit habib Husain ada di dalam mesjid dan ini menjadi pembicaraan di setiap orang yang melihatnya. Akhirnya di putuskan untuk membawanya lagi menuju Tanah Abang, perjajalan jauh pun kembali di tempuh sesampainya disana saat membuka kurung batang ternyata sudah menghilang mayatnya semakin aneh suasananya dan para peziarah kembali pulang ke rumah masing masing, namun sesampainya di mesjid warga kembali menemukan jenazah sang Habib tergeletak seperti tadi dan salah satu warga menyatakan ” kalau sekali lagi Jenazah Habib Husain keluar dari kurung batang lagi nanti, itu artinya beliau tidak mau di kuburkan disana
Saat di antar ke Tanah Abang untuk yang ketiga kalinya ternyata benar bahwa jenazah keluar sendiri dari kurung batang dan menghilang . saat di cari di mesjid tempat biasa di buka taklim ternyata ada . dan warga akhirnya memutuskan untuk menguburkan Habib Husain di halaman Mesjid yang sekarang bernama Mesjid Kramat Luar Batang.
Dan dari keanehan itu kemudian lambat laun banyak warga menyebut daerah itu dengan kampong Kramat Luar Batang.
Secara sudut pandang warga setempat yang mempunyai basic keagamaan Islam dan mayoritas , cerita ini menjadi kekuatan tersendiri dalam menafsirkan nama kampung yang sekarang bernama kampung Kramat Luar Batang sekitar yang warganya menggunakan Tradisi Lisan yang di turunkan dari generasi ke generasi lewat cerita ini.

Tiada ulasan: