Catatan Popular

Ahad, 20 November 2016

KITAB RAHSIA ZAKAT IHYA ULUMUDDIN: FASAL 7 menyembunyikan sedekah dan melahirkannya



PENJELASAN: Menyembunyikan sedekah dan melahirkannya.

Berselisih jalan dari orang-orang yang mencari keikhlasan tentang itu. Suatu golongan daripada mereka, condong kepada lebih utama menyembunyikan. Dan suatu golongan lain condong kepada lebih utama melahirkan. Dan kami menunjukkan, bahwa pada masing-masing daripada keduanya, terdapat pengertian-pengertian dan bahaya-bahaya. Kemudian, kami akan bukakan tutup yang benar padanya.

Adapun menyembunyikan, maka padanya 5 pengertian:

1.                 Menyembunyikan itu, menetapkan tertutup kepada si penerima. Kalau diterimanya secara terang-terangan, maka itu merusakkan untuk menutupkan kehormatan pribadi, terbuka terang keperluan diri, keluar daripada keadaan menjaga nama dan memeliharakannya yang amat disenangi, yang disangka oleh orang bodoh, bahwa orang-orang yang menjaga nama itu adalah orang-orang kaya.

2.                 Menyembunyikan itu, menyelamatkan hati dan lidah manusia. Karena manusia itu, kadang-kadang dengki atau membantah berhaknya si penerima zakat itu. Dan mereka menduga bahwa si penerima itu mengambilnya tanpa memerlukan atau mengambilnya melebihi dari yang sebenarnya. Dengki, jahat sangka dan upat adalah dosa besar. Dan menjaga manusia dari segala dosa yang tersebut tadi, adalah lebih utama. Berkata Abu Ayub As-Sakhtayani: “Sesungguhnya aku meninggalkan memakai pakaian baru, karena takut mendatangkan iri hati pada tetanggaku”. Berkata setengah orang zahid: “”Kadang-kadang aku tinggalkan memakai sesuatu, karena teman-temanku akan menanyakan: “Dari manakah engkau memperoleh ini ?”. Diriwayatkan dari Ibrahim At-Taimi, bahwa ia dilihat orang memakai kemeja baru, lalu bertanyalah sebahagian teman-temannya: “Dari manakah engkau memperoleh ini ?”. Menjawab Ibrahim: “Aku diberikan pakaian oleh temanku Khaitsamah. Kalaulah aku ketahui bahwa familinya tahu, niscaya tidaklah aku terima pemberiannya itu”.

3.                 Menolong si pemberi untuk merahasiakan amalannya. Karena keutamaan merahasiakan pemberian daripada melahirkan, adalah lebih banyak. Dan menolong kepada menyempurnakan perbuatan yang baik, adalah baik. Menyembunyikan itu, tidak sempurna, kecuali dengan dua orang (si pemberi dan si penerima). Manakala dilahirkan oleh si penerima, niscaya terbukalah pekerjaan si pemberi. Seorang laki-laki menyerahkan suatu barang, kepada setengah ulama dengan terang-terangan. Lalu ulama itu mengembalikannya. Kemudian seorang laki-laki lain menyerahkan kepadanya secara tersembunyi, maka diterimanya. Lalu orang bertanya kepada ulama tadi, mengapa beliau bertindak demikian ?. Beliau menjawab: “Orang laki-laki ini beramal secara adab, menyembunyikan pemberiannya, maka aku terima. Dan orang laki-laki itu, merusakkan adab kesopanannya pada amalannya, maka aku kembalikan kepadanya”. Seorang laki-laki menyerahkan suatu barang di muka orang banyak kepada setengah orang shufi, lalu orang shufi itu mengembalikannya. Maka laki-laki itu bertanya: “Mengapakah tuan kembalikan kepada Allah ‘Azza Wa Jalla, apa yang telah diberikanNya kepada tuan ?”. Menjawab orang shufi tadi: “Engkau telah menyekutukan selain Allah swt, pada milik Allah dan tidak engkau merasa puas dengan Allah ‘Azza Wa Jalla saja. Dari itu, aku kembalikan kepada engkau persekutuan engkau”. Sebahagian orang ‘arifin (orang yang mendalam ma’rifahnya kepada Allah) menerima sesuatu yang diberikan secara rahasia dan menolaknya kalau diberikan secara terang-terangan. Lalu ia ditanyakan tentang yang demikian, maka ia menjawab: “Aku mendurhakai Allah, dengan cara terang-terangan, maka aku tidak menolong engkau pada ma’siat. Dan aku mentaatiNya dengan cara menyembunyikan, maka aku menolong engkau kepada kebajikan”. Berkata Ats-Tsuri: “Kalau aku ketahui bahwa seseorang mereka, tiada menyebutkan dan tiada menceritakan akan sedekahnya, niscaya aku terima sedekahnya”.

4.                 Bahwa pada melahirkan penerimaan itu, adalah penghinaan dan kerendahan diri. Tidaklah bagi seorang mu’min itu menghinakan dirinya. Ada sebahagian ulama mau menerimanya secara rahasia dan tidak mau menerima secara terbuka, seraya mengatakan: “Bahwa dengan terbuka itu, menghinakan ilmu dan merendahkan ahli ilmu. Maka tidaklah aku bersama orang yang meninggikan sesuatu dari dunia, dengan merendahkan ilmu dan menghinakan ahli ilmu”.

5.                 Menjaga daripada keraguan perkongsian. Bersabda Nabi saw: “Siapa yang dihadiahkan kepadanya suatu hadiah, di muka orang banyak, maka orang banyak itu berkongsi pada hadiah tadi”. Dan dengan adanya barang itu perak atau emas, maka tidak keluar ia daripada bernama hadiah. Bersabda Nabi saw: “Sebaik-baik benda yang dihadiahkan seseorang kepada saudaranya, ialah perak atau diberinya makanan roti”. Perak itu dijadikan hadiah dengan terasing. Maka apa yang diberikan di muka orang banyak adalah makruh, selain dengan kerelaan mereka semuanya dan tidak terlepas daripada syubhat. Apabila diberikan dengan terasing (tidak di muka orang banyak), maka terhindarlah daripada syubhat itu.


Adapun melahirkan dan memperkatakan dengan sedekah yang diberikan itu, maka padanya terdapat 4 pengertian:

1.       Keikhlasan, kebenaran dan kesejahteraan daripada yang meragukan antara keadaan dan pandangan.

2.       Menghilangkan kemegahan dan kedudukan, melahirkan kehambaan dan kemiskinan, melepaskan diri daripada kesombongan dan dakwaan tidak memerlukan, menjatuhkan diri sendiri daripada pandangan orang banyak. Berkata setengah ahli ma’rifah kepada muridnya: “Lahirkan penerimaan sedekah dalam segala hal, kalau engkau yang menerima. Maka sesungguhnya engkau tidak terlepas dari salah satu dua orang: orang yang terjatuh engkau daripada hatinya, apabila engkau berbuat demikian. Dan itulah yang dimaksud. Karena dia menyerahkan, karena agama engkau dan mengurangkan bahaya bagi diri engkau. Atau orang yang bertambah derajat engkau dalam hatinya, dengan engkau lahirkan kebenaran. Dan itulah yang dimaksudkan oleh saudara engkau. Karena dia bertambah pahalanya dengan bertambah sayangnya kepada engkau dan penghormatannya akan engkau. Maka adalah engkau membuat pahala, karena engkaulah sebab bertambah pahala baginya”.

3.       Bahwa orang yang berma’rifah kepada Allah, tak ada penglihatannya, selain kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Rahasia dan terang padanya satu. Memperbedakan keadaan, adalah syirik dalam tauhid. Berkata setengah mereka: “Kami tidak memperdulikan dengan doa orang yang mengambil dalam cara rahasia dan menolak dalam cara terang. Memandang kepada makhluk yang hadir atau yang tak hadir, adalah suatu kekurangan dalam keadaan. Tetapi seyogyalah, bahwa pandangan itu tertuju kepada Yang Maha Esa dan Maha Tunggal”. Diceritakan, bahwa sebahagian dari guru (syaikh), adalah amat tertarik kepada seseorang dari sejumlah muridnya yang banyak. Maka keadaan yang demikian, menyusahkan perasaan murid-murid yang lain. Lalu bermaksudlah tuan guru itu melahirkan kelebihan muridnya yang seorang tadi kepada murid-muridnya yang lain. Maka beliau serahkan kepada masing-masing muridnya, seekor ayam, seraya berkata: “Hendaklah masing-masing kamu pergi sendiri-sendiri, membawa ayamnya dan sembelihkanlah tanpa dilihat oleh seorang manusia”. Maka pergilah masing-masing mereka, menyembelihkan ayamnya, kecuali murid yang seorang itu. Dia mengembalikan ayamnya, seraya bertanya kepada kawan-kawannya, murid-murid yang lain. Lalu mereka menjawab: “Kami telah mengerjakan apa yang disuruhkan kami oleh tuan guru !”. Lalu tuan  guru itu bertanya kepada murid yang seorang tadi: “Mengapakah tidak engkau sembelihkan ayam itu, sebagaimana disembelihkan oleh teman-temanmu ?”. Menjawab murid itu: “Tak sanggup aku memperoleh tempat, yang aku tidak dilihat oleh seseorang, karena Allah melihat aku pada tiap-tiap tempat”. Menyambung tuan guru: “Karena inilah, aku tertarik kepadanya, karena dia tidak memandang, selain kepada Allah ‘Azza Wa Jalla”.

4.       Bahwa melahirkan itu, adalah menegakkan sunnah bersyukur. Berfirman Allah Ta’ala: “Dan kurnia Tuhan engkau, hendaklah siarkan !”. S 93 Adh Dhuhaa ayat 11. Menyembunyikan, adalah kufur (menutupkan) nikmat. Dan Allah ‘Azza Wa Jalla tidak menyukai orang yang menyembunyikan apa yang dianugerahiNya dan diletakkanNya orang itu dengan kekikiran. Maka berfirman IA: “Yaitu orang-orang yang kikir, menyuruh manusia supaya bersifat kikir dan menyembunyikan kurnia yang diberikan Allah kepadanya”. S 4 An Nisaa’ ayat 37. Bersabda Nabi saw: “Apabila Allah Ta’ala menganugerahkan suatu nikmat kepada hambaNya, niscaya suka IA, agar nikmat itu kelihatan pada hambaNya”. Seorang laki-laki memberikan sesuatu kepada setengah orang salih, secara tersembunyi. Lalu tidak mau menerimanya, seraya mengatakan: “Ini adalah dari dunia dan secara terang-terangan adalah lebih utama padanya. Dan cara tersembunyi, adalah lebih utama pada urusan akhirat”. Dari itu, berkata sebahagian mereka: “Apabila diberikan kepada engkau di muka orang banyak, maka ambillah ! kemudian kembalikan secara rahasia !”. Bersyukur pada pemberian orang itu, dianjurkan. Bersabda Nabi saw: “Siapa yang tidak mensyukuri manusia, maka dia tidak mensyukuri Allah ‘Azza Wa Jalla”. Syukur itu, adalah sama dengan pembalasan atas pemberian, sehingga Nabi saw bersabda: “Barangsiapa menyerahkan kepadamu suatu pemberian, maka balasilah ! kalau tidak sanggup, maka pujilah dia dengan kebaikan dan berdoalah kepadanya, sehingga kamu mengetahui bahwa kamu telah membalasi kebaikannya”. Tatkala berkata kaum Muhajirin (orang-orang yang berhijrah ke Madinah mengikuti Nabi saw), tentang syukur: “Wahai Rasulullah ! belum pernah kami menjumpai orang yang sebaik kaum (penduduk), yang kami tempati pada mereka (orang Madinah). Maka bagi-bagikan hartanya kepada kami. Sehingga kami takuti, mereka habiskan semuanya untuk memperoleh pahala”. Menjawab Nabi saw: “Tiap-tiap apa yang kamu syukuri kepada mereka dan kamu pujikan, adalah itu pembalasan namanya”. Sekarang, apabila anda telah mengetahui segala pengertian ini, maka ketahuilah, bahwa apa yang telah dinukilkan, tentang berbeda pendapat para alim ulama tentang menyembunyikan atau melahirkan dari sedekah itu, sebetulnya tidaklah perbedaan pendapat tentang masalahnya, tetapi hanyalah perbedaan keadaan saja. Maka di sini, membuka kulit, tampak isi, kami menegaskan, bahwa tidaklah kami menetapkan suatu hukum dengan tegas, bahwa menyembunyikan itu, adalah lebih utama dalam segala hal atau melahirkan itu adalah lebih utama. Tetapi hal itu berbeda menurut perbedaan niat yang diniatkan. Dan niat itu berbeda, dengan berlainan keadaan dan orang. Dari itu, seyogyalah bagi orang yang ikhlas, mengintip dirinya sendiri, sehingga dia tidak terikat dengan tali tipuan dan tidak tertipu dengan kesangsian tabiat dan dayaan setan. Dayaan dan tipuan itu, lebih banyak pada pengertian menyembunyikan daripada melahirkan, dimana sebetulnya dayaan dan tipuan itu terdapat pada kedua-duanya. Jalan masuknya tipuan pada dirahasiakan, ialah dari kecondongan tabiat manusia kepadanya. Karena padanya kurang kemegahan dan kedudukan, jatuh derajat pada pandangan manusia dan pandangan makhluk kepadanya dengan mata penghinaan. Dan kepada si pemberi, dengan mata pemberi nikmat, yang berbuat kebaikan. Inilah dia suatu penyakit yang tertanam dan membenam di dalam jiwa. Dan dengan perantaraan penyakit itu, setan melahirkan pengertian-pengertian kebajikan, sehingga dia membuat alasan kebenarannya dengan pengertian yang lima, yang telah kami sebutkan dahulu. Ukuran dan sipatan itu semuanya, adalah satu. Yaitu: perasaan sakitnya dengan terbuka berita penerimaannya akan sedekah, adalah seperti sakitnya dengan terbukanya sedekah yang diterima oleh sebahagian teman-teman dan kawan-kawannya. Sehingga, kalau ia bermaksud menjaga manusia daripada mengupat, dengki dan buruk sangka atau menjaga rusaknya yang tertutup atau menolong si pemberi kepada merahasiakan atau memeliharakan ilmu daripada pemberian, maka semuanya itu, termasuk yang berhasil dengan membukakan sedekah temannya.

Kalau membukakan urusannya sendiri, adalah lebih berat kepadanya, daripada membuka urusan orang lain. Maka diumpamakan dengan berhati-hati daripada segala pengertian tersebut, adalah lebih salah dan lebih batil lagi daripada tipuan dan godaan setan. Penghinaan kepada ilmu, haruslah diawasi, dari segi dia itu ilmu, tidak dari segi, dia itu ilmu si Zaid atau ilmu si Umar umpamanya. Mengupat, haruslah diawasi, dari segi dia itu mendatangkan kerusakan nama yang harus dipelihara. Tidak dari segi mengupat itu mendatangkan kerusakan nama baik si Zaid khususnya. Siapa yang memperhatikan persoalan yang seperti ini dengan sebaik-baiknya, mungkinlah setan tak berdaya terhadapnya. Kalau tidak, maka selalulah kebanyakan amal dan sedikitlah keuntungan. Adapun segi melahirkan, maka tabiat condong kepadanya, dari segi menyenangkan hati si pemberi dan membangkitkan semangat orang lain untuk menirukannya. Dan melahirkan kepada orang lain, bahwa si penerima itu, termasuk orang yang  bersungguh-sungguh benar mensyukuri pemberian orang. Sehingga orang banyak ingin memuliakan dan merasa kehilangan, bila si pemberi itu tidak ada. Inipun suatu penyakit yang tertanam di dalam bathin. Dan setan tidak berdaya terhadap orang yang beragama, selain dengan melakukan kekejian ini, dalam bidang melaksanakan sunnah Nabi saw. Dan berkatalah setan itu kepadanya: “Syukur itu, sebahagian daripada sunnah dan menyembunyikan itu sebahagian daripada ria”. Lalu setan itu mengemukakan pengertian-pengertian yang telah kami sebutkan dahulu, untuk dibawanya kepada melahirkan. Dan tujuannya yang mendalam, ialah apa yang telah kami sebutkan itu. Ukuran dan sipatan itu semuanya, yaitu hendaklah melihat kepada kecondongan diri kepada bersyukur, di mana kabar itu tidak berpenghabisan kepada si pemberi dan kepada orang yang suka dengan pemberiannya. Di muka orang banyak, mereka tidak suka melahirkan pemberian itu dan ingin menyembunyikannya. Kebiasaan mereka, tidak mau memberikan, selain kepada orang yang menyembunyikannya dan tidak mensyukurinya. Apabila segala hal keadaan ini bersamaan padanya, maka hendaklah ia ketahui, bahwa penggeraknya ialah menegakkan sunnah tentang syukur dan memperkatakan nikmat. Kalau tidak demikian, maka adalah ia tertipu. Kemudian, apabila telah diketahui, bahwa penggeraknya, adalah sunnah tentang bersyukur, maka tidak seyogyalah ia melupakan tentang menunaikan hak si pemberi. Maka hendaklah ia perhatikan: kalau si pemberi itu, termasuk orang yang menyukai syukur dan berita pemberiannya, maka seyogyalah ia menyembunyikan dan tidak mensyukurinya. Karena menunaikan hak si pemberi itu, adalah tidak menolongnya kepada kezhaliman.

Dan dimintanya kesyukuran itu, adalah suatu kezhaliman. Apabila ia mengetahui hal keadaan si pemberi, tidak menyukai syukur dan tidak bermaksud supaya pemberiannya disyukuri (diucapkan terima kasih), maka ketika itu, hendaklah si penerima mensyukuri akan si pemberi dan melahirkan sedekahnya. Dari itulah bersabda Nabi saw terhadap orang yang dipujikan dihadapan beliau: “Kamu pukul lehernya. Kalau didengarnya, tentu ia tidak merasa senang”. Dalam pada itu, Nabi saw sendiri memujikan suatu kaum dihadapan mereka itu sendiri. Karena Nabi saw percaya atas keyakinan mereka dan Nabi saw tahu, bahwa yang demikian itu, tidak mendatangkan melarat kepada mereka. Bahkan Nabi saw menambahkan kesukaan mereka kepada kebajikan, lalu Nabi saw mengatakan kepada salah seorang daripadanya: “Bahwa dia itu penghulu penduduk dusun”. Bersabda Nabi saw mengenai seorang yang lain: “Apabila datang kepadamu seorang mulia dari suatu kaum, maka muliakanlah dia !”. Pernah Nabi  saw mendengar perkataan seorang laki-laki, lalu mena’jubkan Nabi saw, maka bersabdalah beliau: “Sesungguhnya dari jelasnya perkataan itu menjadi sihir yang menarik”. Bersabda Nabi saw: “Apabila seorang daripada kamu mengetahui dari saudaranya, akan yang baik, maka hendaklah menceritakannya, karena bertambahlah kegemarannya kepada kebajikan”. Bersabda Nabi saw: “Apabila dipujikan seorang mu’min, maka bertambahlah iman di dalam hatinya”. Berkata Ats-Tsuri: “Siapa mengenal dirinya, niscaya tidaklah memberikan melarat pujian manusia kepadanya”. Berkata pula Ats-Tsuri kepada Yusuf bin Asbath: “Apabila aku serahkan kepadamu suatu pemberian, adalah aku rahasiakan dia daripadamu. Dan aku melihat itu, suatu nikmat daripada Allah ‘Azza Wa Jalla kepadaku, maka bersyukurlah ! kalau tidak demikian, maka janganlah engkau bersyukur !”.

Yang halus-halus daripada segala pengertian ini, seyogyalah diperhatikan oleh orang yang memeliharakan hatinya. Karena segala amal perbuatan anggota badan, serta melengahkan segala yang halus-halus ini, adalah tertawaan dan makian setan kepadanya. Karena banyaklah kepayahan dan kurangnya manfaat. Ilmu yang seperti ini, adalah ilmu yang dikatakan, bahwa mempelajari suatu permasalahan daripadanya, adalah lebih utama daripada ibadah setahun. Karena dengan ilmu ini, hiduplah ibadah seumur hidup. Dan dengan tak mengetahui ilmu ini, mati dan kosonglah ibadah seumur hidup. Pendek kata, mengambil sedekah di muka umum dan menolaknya yang secara rahasia, adalah jalan yang paling baik dan yang paling selamat. Maka tidak wajarlah ditolak dengan kata-kata yang terhias, kecuali diketahui benar, di mana secara rahasia dan terang-terangan itu sama. Itulah dia belerang merah, yang selalu diperkatakan dan tak pernah bersua. Kita bermohon akan Allah Yang Maha Pemurah, kebagusan pertolongan dan taufiq !.

Tiada ulasan: