Catatan Popular

Khamis, 11 September 2014

KITAB QAMI’ ATH-THUGHYAN SIRI 11 : IKHLAS, TAAT, BERTAUBAT



KARYA SYAIKH NAWAWI AL BANTANI
 
Cabang iman Yg Ke-45 s/d 47(Ikhlas dalam beramal karena Allah, Senang sebab taat, sedih sebab kehilangan taat, dan menyesal sebab maksiat, Bertaubat)
 ==============================

Cabang iman Yg Ke-45 s/d 47 disebutkan dalam bait syair:

أَخْلِصْ لِرَبِّكَ ثُمَّ سُرَّ بِطَاعَةٍ * وَاحْزَنْ بِسُوْءٍ تُبْ وَاَنْتَ النَّادِمُ

Ikhlaskan niat karena Tuhanmu, gembiralah dengan ketaatan, susahlah berbuat jelek, taubatlah dengan penyesalan.
 
Ikhlas dalam beramal karena Allah Ta'ala
Imam al-Ghazali berkata bahwa ikhlas atau memurnikan niat ialah apabila tujuan dari amal ibadah yang dilakukan seseorang semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Misalnya orang yang tidur sehingga dapat mengistirahatkan badannya dengan maksud agar sesudah tidur ia kuat melakukan ibadah, maka tidurnya adalah ibadah dan ia memperoleh derajat ikhlas dalam hal tersebut. Jika tidak demikian, maka pintu ikhlas dalam amal ibadah tertutup baginya, kecuali jarang-jarang. Kebalikan dari ikhlas adalah syirik, yaitu menyekutukan Allah dalam amal ibadah. Dalam hadits disebutkan bahwa pada hari kiamat orang yang berbuat riya, yaitu orang yang menjaring hati manusia atau mencari simpati manusia dengan amal ibadah, akan dipanggil dengan empat macam panggilan:
  1. Wahai orang yang berbuat riya,
  2. Wahai orang yang menipu,
  3. Wahai orang musyrik, dan
  4. Wahai orang kafir.
Pengarang kitab al-Washiyyah berkata: "Kesempurnaan peringkat ikhlas dapat berhasil dengan penyaksian seseorang hamba bahwa amalnya yang shalih adalah ciptaan Allah swt berdasar keyakinan yang mantap. Sedangkan dirinya tidaklah memiliki amal tersebut kecuali sekedar hanya menjalankan ibadah saja. Barangsiapa yang menyaksikan bahwa amalnya adalah ciptaan Allah Ta'ala berdasar keyakinan yang mantap, maka ia tidak mencari pahala, dan tidak terjangkit tiga macam penyakit amal, yaitu: riya', takabbur, dan membanggakan diri. 
Senang sebab taat, sedih sebab kehilangan taat, dan menyesal sebab maksiat
Kesenangan hati karena dapat melakukan ketaatan kepada Allah swt yang menjadi cabang dari iman adalah ditinjau dari segi bahwa ketaatan tersebut adalah anugerah dan pertolongan dari Allah swt sebagaimana firman-Nya dalam surat Yunus ayat 58:
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ
Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira, karunia Allah dan rahmat-Nya lebih baik dari pada apa yang mereka kumpulkan."

Seseorang tidak patut bergembira karena dapat berbuat taat, dengan tujuan ketaatan tersebut telah nampak dari pekerjaannya. Kegembiraan semacam ini dicela oleh agama. Hati yang sedih karena kehilangan kesempatan untuk melakukan ketaatan haruslah disertai dengan melaksanakan ketaatan tersebut. Jika tidak demikian, maka kesedihan tersebut termasuk tanda penipuan terhadap diri seseorang. Barangsiapa yang tidak sedih karena kehilangan kesempatan untuk berbuat taat dan tidak pula sedih karena melakukan kemaksiatan, maka hal tersebut termasuk tanda-tanda kematian hati.

Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوْ مُؤْمِنٌ
Barangsiapa yang amal baiknya menyenangkan dirinya dan amal jeleknya menyedihkan dirinya, maka ia adalah orang mukmin.
 
Bertaubat
Dalam surat at-Tahrim ayat 8 Allah swt berfirman:

يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا تُوْبُوْا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَصُوْحًا … الآيَةَ
Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya.

Murni dalam taubat artinya semata-mata karena Allah swt dan sunyi dari campuran yang menyertainya.

Rasulullah saw telah bersabda:
اَلتَّائِبُ حَبِيْبُ اللهِ وَالتَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ
Orang yang bertaubat adalah kekasih Allah. Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang sama sekali tidak ada dosa baginya.

Pengertian taubat adalah:
  1. Seketika meninggalkan perbuatan maksiat.
  2. Bercita-cita meninggalkan maksiat untuk waktu yang akan datang.
  3. Jangan ragu mengejar keteledoran yang telah dilakukan pada waktu-waktu yang telah lalu.
  4. Menyesali perbuatan dosa yang telah lalu dan sedih terhadapnya adalah kewajiban dari taubat, karena penyesalan adalah jiwa dari taubat, sebagaimana kata al-Ghozali.
Sayyidina Abu Bakar as-Siddiq mendengar Rasul Allah saw bersabda:

مَامِنْ عَبْدٍ يَذْنُبُ ذَنْبًا فَيُحْسِنُ الطَّهُوْرَ وَيُصَلِّى ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللهَ اِلاَّ غُفِرَ لَهُ
Tidak ada seseorang hamba yang melakukan suatu dosa kemudian ia memperbagus (menyempurnakan) bersuci dan melakukan salat dan memohon ampun kepada Allah, kecuali dosanya diampunkan baginya.

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ قَالَ عَشْرًا حِيْنَ يُصْبِحُ وَحِيْنَ يُمْسِى : "اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لاَ اِلهَ اِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ وَاَسْأَلُ التَّوْبَةَ وَالْمَغْفِرَةَ مِنْ جَمِيْعِ الذُّنُوْبِ " غُفِرَتْ ذُنُوْبُهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ رَمْلٍ عَالِجٍ . وَمَنْ قَالَ : "سُبْحَانَكَ ظَلَمْتُ نَفْسِى وَعَمِلْتُ سُوْءًا فَاغْفِرْ لِى ذُنُوْبِى فَاِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلاَّ اَنْتَ " غُفِرَتْ ذُنُوْبُهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ دَبِيْبِ النَّمْلِ
Barangsiapa yang mengucapkan sepuluh kali pada waktu pagi dan petang: "Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung, yang sama sekali tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Pribadi, dan aku bertaubat kepada-Nya, aku memohon taubat dan ampunan dari semua dosa", niscaya diampuni dosa-dosanya meskipun dosa tersebut seperti pasir yang bertumpuk. Dan Barangsiapa yang mengucapkan: "Maha Suci Engkau, aku telah menganiaya diriku dan melakukan perbuatan jelek, maka ampunilah dosa-dosaku, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau", niscaya dosa-dosanya diampuni meskipun dosa tersebut seperti iring-iringan semut.

Abu Abdillah al-Warraq berkata: "Andai dosamu semisal bilangan tetesan hujan dan buih lautan, maka dosa tersebut dihapus dari dirimu jika kamu memohon ampun dengan bacaan istighfar ini:
اَللّهُمَّ اِنِّى اَسْأَلُكَ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كَلِّ ذَنْبٍ تُبْتُ اِلَيْكَ مِنْهُ ثُمَّ عُدْتُّ فِيْهِ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ مَا وَعَدْتُّكَ مِنْ نَفْسِى ثُمَّ لَمْ اُوْفِ لَكَ بِهِ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ عَمَلٍ اَرَدْتُّ بِهِ وَجْهَكَ فَخَالَطَهُ غَيْرُكَ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ نِعْمَةٍ اَنْعَمْتَ بِهَا عَلَيَّ فَاسْتَعَنْتُ بِهَا عَلَى مَعْصِيَتِكَ
Ya Allah, sungguh aku meminta Engkau dan meminta ampun kepada-Mu dari setiap dosa yang aku telah bertaubat dari dosa tersebut, kemudian aku kembali kepada dosa itu. Aku meminta ampun kepada-Mu dari setiap sesuatu yang aku telah janjikan kepada-Mu dari diriku, kemudian aku tidak memenuhi janji tersebut bagi-Mu. Aku meminta ampun kepada-Mu dari setiap perbuatan yang aku inginkan keridlaan-Mu, kemudian telah menyampuri amal tersebut selain keridlaan-Mu. Aku meminta ampun dari setiap kenikmatan yang telah Engkau berikan kepadaku, kemudian kupergunakan untuk berbuat maksiat kepada-Mu.

Imam as-Suhaymi dalam kitab "Lubab at-Thalibin" berkata: "Imam at-Thabrani meriwayatkan dari Abu Darda' katanya: "Barangsiapa yang memohonkan ampun bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan pada setiap hari 27 kali, maka ia termasuk orang yang diampunkan doanya dan diberi rizki".

Syeikh Abul Hasan as-Syadzali berkata: "Jika kamu ingin hatimu tidak berkarat, tidak sedih, tidak ada kotoran, serta tidak tersisa dosa, maka perbanyaklah bacaan berikut:
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ، لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ ثَبِّتْ عِلْمَهَا فِى قَلْبِى وَاغْفِرْ لِى ذَنْبِى وَاغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَقُلِ الْحَمْدُ ِللهِ وَسَلاَمٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِيْنَ اصْطَفَى
Maha Suci Allah dan dengan pujian-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung. Tidak ada Tuhan kecuali Allah. Tetapkanlah ilmu kalimat tauhid tersebut dalam hatiku; ampunilah dosaku dan ampunilah orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan dan katakanlah: "Segala puji bagi Allah dan semoga keselamatan tetap terlimpah pada para hamba-Nya yang telah Dia pilih.

Tiada ulasan: