Catatan Popular

Ahad, 1 Januari 2017

MANUSIA LEBIH SESAT DARI HEWAN... BENARKAH?



Jiwa manusia sendiri memang memiliki dua sisi

Satu sisi menuju alam ruh (alam tinggi, alamu’ a’la) dan sisi lain menuju alam bawah (rendah, alam materi) di mana dia diperintah agar memelihara dua sisi yang saling berseberangan ini. Dari sisi yang menuju alam tinggi ia mirip dengan malaikat dalam berbagai keutamaan dan ketekunan beribadat kepada Tuhannya. 

Sedangkan sisi yang menuju alam bawah membuatnya mampu berinteraksi dengan alam bawah yang terformulasi dari unsur materi (alam khalq). Penguasaan jiwa terhadap alam materi tersebut adalah melalui tubuh fisik (jism).
Berbagai alam tersebut memiliki tuntutannya masing-masing, yang sering saling bertolak belakang.
Inilah yang membuat jiwa manusia cenderung bingung dalam menjalani kehidupannya di dunia. Masing-masing ingin dipenuhi secara adil sesuai dengan hukum keadilan Tuhan.
Karena itu agar manusia pada akhirnya tetap dapat- cenderung pada sisi yang tinggi, maka Allah memperkuatnya dengan akal agar dapat menerima apa yang disampaikan dari para malaikat dan Rasul-Nya, di samping juga sanggup memahami apa yang dikehendaki Tuhannya. Inilah kebijakan Tuhan (hikmah Ilahiyyah) yang menjadikan manusia itu istimewa.
Dua sisi tersebut kemudian membuat jiwa (an-nafs) memiliki dua kekuatan dasar, yaitu amaliah dan ilmiah. 

Kekuatan amaliah terkait dengan sisi yang menuju alam bawah yang sebagian besar bersifat inderawi,sedang kekuatan ilmiah terkait dengan sisi yang menuju alam atas karena dari sisi inilah turunnya pengetahuan yang tak terbatas.
Terkait dengan hal tersebut, jiwa hewani sesungguhnya adalah mewakili jiwa pada sisi yang menghadap alam bawah di mana dengan jiwa hewani tersebut manusia dan binatang dapat menghasilkan dan mensistemkan suatu gerakan atau perbuatan.
Hanya saja pada binatang, mereka bergerak dan berbuat tanpa pengetahuan tentang sisi bagian atas sehingga binatang tidak mengerti tentang apa yang menjadi dasar gerakan (perbuatan) mereka.
Perbuatan dan karya cipta mereka sepenuhnya dilakukan atas dasar wahyu yang diterima dari Allah swt.
Dan Rabbmu mewahyukan kepada seekor lebah: Buatlah sarang-sarang di gunung-gunung, di pohon, dan di tempat-tempat yang dibikin (manusia).” (An-Nahl [16]: 68)

Sementara manusia bergerak dan berbuat atas dasar pengetahuan yang didapatnya.
Bila sisi jiwa yang menghadap alam atas mampu menerima pengetahuan-Nya, maka dia akan berbuat dan berkarya atas dasar ilmu-ilmu tinggi itu.
Bila tidak, maka manusia juga akan tetap berbuat, tapi atas dasar ilmu-ilmu rendah (pengetahuan duniawi).
Karena itu Al-Qur’an sering menyindir mereka yang tak memiliki pengetahuan tentang alam-alam atas sebagai tak ubahnya dengan binatang, bahkan lebih rendah dari itu. Mereka tidak mengenal malaikat dan Tuhan penciptanya, tapi sangat mengenal dunianya.

“Atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka (mampu) mendengar atau menggunakan ‘aqlnya?. Mereka itu tiada lain bagaikan binatang ternak, bahkan lebih sesatlah jalan mereka.” (QS. Al-Furqan:44).

Manusia dikatakan lebih sesat dari binatang karena meski binatang tak memiliki pengetahuan tentang alam-alam atas namun binatang berada dalam ketaatan yang mutlak kepada Sang Penciptanya.
Mereka mendengar, melihat dan mengetahui kehendak Allah SWT atas diri mereka.
Mereka tak akan pernah bergerak kecuali atas dasar ilmu Allah SWT yang sudah tercatat dalam suatu kitab, di mana Dia tak akan keliru atau lupa.
Sedangkan manusia yang tak berpengetahuan tentang alam-alam atas, maka mereka justru terputus dari ketaatan kepada kehendak Allah SWT karena dengan apa mereka memahami kehendak Allah SWT atas diri mereka? Kalaupun mereka membangun suatu ‘ketaatan’, maka itu adalah atas dasar persangkaan yang dibangun di bawah kendalian hawa nafsu dan syahwat.

Tiada ulasan: