Setiap malam Jumat,
seperti biasanya, Ubay bin Tzabit pergi ziarah ke makam. Ia menghaturkan doa
kepada Al-lah untuk seluruh arwah manusia yang telah meninggal.
Setiap malam Jumat,
seperti biasanya, Ubay bin Tzabit pergi ziarah ke makam. Ia menghaturkan doa
kepada Al-lah untuk seluruh arwah manusia yang telah meninggal. Pada suatu
hari, saat dia sedang tertidur, Ubay bermimpi seluruh penghuni kubur bangkit
mengenakan pakaian yang sangat indah dan wajah yang cerah. Seolah sedang ada
pesta, semua jenis makanan ada di tempat itu dan setiap orang disajikan jatah
makanan yang lezat.
Semua terlihat bahagia,
kecuali seorang lelaki tua. Pakaian lelaki tua itu kumal dan rambutnya tidak
tertata rapi. Lelaki tua itu tidak berhenti menitikkan air mata, bahkan dia
tidak mendapatkan jatah makanan sedikit pun. Ubay mendekati lelaki tua itu.
"Mengapa kau
bersedih dan tidak bergembira seperti penduduk lainnya? Mengapa air matamu
tidak berhenti mengalir dan pakaianmu tidak seindah mereka, bahkan kau tidak
mendapatkan makanan seperti mereka?" tanya Ubay penasaran.
"Aku adalah orang
yang terasing. Tak ada yang mengingatku dengan doa," jawab lelaki tua itu
sambil terus menangis.
"Semua sahabatku di
alam kubur ini memiliki anak dan keluarga yang senantiasa mendoakan mereka
se-panjang waktu, membayar utang yang dimiliki semasa mereka hidup, dan
bersedekah dengan ikhlas. Apa yang
dilakukan anak dan
keluarganya adalah amal baik yang akhirnya memberikan kebahagiaan pada mereka
yang telah mati," kata lelaki tua itu.
"Lalu bagaimana
denganmu?" tanya Ubay lagi.
"Sebenarnya, aku
memiliki anak dan istri. Namun, mereka telah melupakanku karena kesibukan
mereka. Mereka lupa berdoa untukku dan memberi sedekah untuk membahagiakanku,
bahkan utangku dibiarkan begitu saja. Harta kekayaan yang kutinggalkan
berlimpah, tetapi mereka telah dibutakan oleh harta. Aku sangat sedih."
"Di manakah
keluargamu berada?" tanya Ubay.
Lelaki itu menyebutkan
sebuah tempat keluarganya tinggal. Ia juga menyebutkan nama dan ciri-ciri
keluarganya.
"Jika mereka tak
percaya padamu, katakan pada mereka di salah satu sudut rumahku ada sebuah peti
yang berisi catatan utangku dan uang yang kusiapkan untuk membayarnya, sebagian
lagi untuk kusedekahkan."
Ubay kemudian pergi
mencari alamat keluarga lelaki tua itu. Beruntung, Ubay menemukan mereka.
Namun, keluarga lelaki tua itu tidak percaya. Apalagi, Ubay menceritakan
pertemuannya dengan lelaki tua dalam mimpi.
"Wahai Pemuda,
apakah kau sudah gila?" tanya istri lelaki tua itu.
"Jika kau tidak
percaya, tolong carikan peti berisi catatan utang dan uang yang ada di salah
satu sudut rumah ini."
Untuk membuktikan
kebenaran itu, keluarga lelaki tua menggali setiap sudut rumah itu dan
menemukan peti yang dimaksud. Mereka menangis ketika membukanya. Sebuah surat
berada di atasnya.
Wahai keluargaku, Aku
menyadari harta akan membutakan kalian.
Itu sebabnya, aku
menyimpan catatan dan uang ini jika sewaktu-waktu perkiraanku benar bahwa
kalian tidak membayar utang-utangku semasa hidup.
Kalian tidak perlu
mengeluarkan sepeser harta yang kutinggalkan, walaupun kalian tahu berapa
jumlah utangku. Kutinggalkan catatan dan uang pembayaran utang. Tolong, lunasi
utangku pada yang berhak menerimanya. Adapun sisa uangnya, sedekahkanlah.
Aku akan bahagia jika
kalian melakukan semua ini.
Keluarga itu menjadi
sadar. Semua utang lelaki itu segera dilunasi. Sisanya disedekahkan sesuai
amanat le¬laki tua. Bahkan, sebagian dari harta mereka diwakafkan untuk masjid.
Sejak itu, mereka selalu mendoakan lelaki tua itu dan beramal baik. Pada malam
Jumat berikutnya, Ubay kembali berziarah dan berdoa. Ia tertidur dan kembali
bermimpi. Lelaki tua itu mendatanginya de¬ngan pakaian yang sangat indah dan
wajah yang cerah.
"Wahai Pemuda saleh,
semoga Allah membalas kebaikanmu."
’Amal kebaikan yang dilakukan
keluarga yang telah meninggal akan memberikan kebahagiaan bagi orang yang
meninggal dari keluarga tersebut."
Tiada ulasan:
Catat Ulasan