Sufi, Tasawwuf, Tauhid, Hakikat, Iman, Ihsan, Tariqat, Waliyullah, Makrifat, Maqam, Hal, Iblis, Risalah Sufi, Aql, Qalbu, Ruh, Nafs, Kematian, Ajaran sufi, Tokoh sufi, Tokoh Tariqat, Malaikat, Para sahabat, Dialog Rohani, Kitab Hikam, Hadis Arbain, Kasyaf, Hijab, Nur Muhammad, Wahdatul Wujud, Makrifat, Akhlak Rasulullah, Metafizik, Kitab Taswwuf, Akhir Zaman , Novel Hakikat, Basmalah, Syahadatain, Tafsir Al Quran, Buku Tasawwuf, Adab Sufi, Karamah, Qadha dan Qadar,
Catatan Popular
-
Pada umumnya orang hanya mengetahui manusia itu hanya terdiri dari jasad dan ruh. Mereka tidak memahami sesungguhnya manusia terdiri da...
-
Ada pun makrifat itu rahsianya ialah mengenal Zat Allah dan Zat Rasulullah,oleh kerana itulah makrifat dimulakan:- 1. Makrifat diri yang...
-
MEMPERSEMBAHKAN KITAB RAHSIA TO’ KU PALOH Bismillah Hirrohman Nir Rohim. ~ Adapun syariat itu ...
-
Adapun kemudian daripada itu, yakni daripada memuji Allah dan mengucapkan shalawat kepada Rasulullah SAW, maka inilah suatu kitab yang sud...
-
ILMU DAN MAKRIFAT TOK GURU PERAMU. Manuskrip yang disebut itu tiada dicatitkan siapa pengarangnya tetapi ada disebutkan sebagai ILMU D...
Jumaat, 22 Jun 2018
HIKAM ATHAILLAH SYARAH USTAZ AHMAD MUNTAHA KE 36: KETAJAMAN MATA HATI
Dalam
untaian Hikam-36 ini Syaikh Ibn Athaillah as-Sakandari menjelaskan,
“Sinar mata hati menjadikan
dirimu menyaksikan kedekatan (ilmu) Allah darimu, pandangan mata hati
menjadikan dirimu menyaksikan ketiadaanmu karena wujud-Nya, sedangkan hakikat
mata hati menjadikan dirimu menyaksikan wujud Allah saja, tidak pada
ketiadaanmu maupun kewujudanmu.”
Dalam kitab
Syarh al-Hikam (36) secara tegas Ibn ‘Abbad an-Nafazi ar-Randi menjelaskan
maksud ketajaman mata hati yang disinggung as-Sakandari, bahwa maksud istilah
‘sinar mata hati’ adalah cahaya akal; maksud ‘pandangan mata hati’ adalah
cahaya ilmu; sedangkan maksud ‘hakikat mata hati’ adalah cahaya Allah subhanahu
wata’ala.
Selebihnya ia
menerangkan:
“Karenanya, orang-orang berakal dengan cahaya
akalnya menyaksikan eksistensi diri mereka sendiri serta kedekatan pengetahuan
serta pengawasan Allah kepadanya; para ulama dengan cahaya ilmunya menyaksikan
diri mereka tenggelam (menjadi tidak ada) dalam wujud Tuhannya; sedangkan para
ahli hakikat dengan perantara cahaya Allah subhanahu wata’ala hanya menyaksikan
Allah dan tidak menyaksikan wujud selain-Nya.”
Karena itu,
para ahli hakikat dengan ketajaman mata hati sangat menyadari pamungkas untaian
Hikam-36 dari Syaikh Ibn ‘Athaillah:
“Allah sudah ada
(sejak dahulu tanpa permulaan) dalam kondisi tidak ada sesuatupun yang
menyertai-Nya; dan sekarang pun Allah tetap pada kondisi-Nya semula.”
Seiring firman
Allah subhanahu wata’ala.
“Semua orang di muka bumi
hakikatnya adalah sirna; dan Zat Allah yang maha agung dan maha mulia yang akan
tetap abadi.” (QS. ar-Rahman: 26-27)
Lalu bagaimana
orang awam seperti kita pada umumnya? Dalam hal ini Ibn ‘Ajaibah (Iqadh
al-Himam, ) menjelaskan, sebenarnya pada umumnya orang awam juga punya mata
hati, namun tertutup karena penyakit hati yang melemahkan pandangannya. Ia ada
dalam pancaran cahaya-cahaya ilahiah akan tetapi ketajaman mata hati dirinya
tidak menyaksikan pengetahuan dan pengawasan Allah, tidak menyaksikan apakah ia
dekat dengan ridha-Nya atau justru sangat jauh darinya.
Hikmah Utama
Dari sini
menjadi jelas, bahwa pada hakikatnya yang ada hanya Allah semata. Wujud manusia
hanya merupakan anugerah-Nya. Tidak ada yang pantas dibangga-banggakan. Ilmu,
kekayaan, kekuasaan dan bahkan wujudnya sekalipun, hakikatnya akan segera
sirna. Bila demikian adanya, seberapa tumpul
mata hati kita sehingga masih sering menyombongkannya?
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan