Catatan Popular

Ahad, 22 Disember 2019

PENJELASAN: keadaan hati dengan menyandarkan kepada bermacam-macam ilmu aqal, ilmu agama, dunia dan akhirat.

Ketahuilah, bahwa hati dengan nalurinya bersedia menerima hakikat/makna segala pengetahuan, sebagaimana telah diterangkan dahulu.
Tetapi pengetahuan yang bertempat di dalam hati itu terbagi kepada: ‘aqliyah (keakalan) dan syar’iyah (keagamaan).
Bahagian ‘aqliyah terbagi kepada dlaruriyah (yang diketahui secara mudah) dan muktasabah (dengan jalan diusahakan).
Dan muktasabah itu terbagi kepada duniawiyah (keduniaan) dan ukhrawiyah (keakhiratan).
Adapun ‘aqliyah (berakal), maka yang kami maksudkan dengan ‘aqliyah itu, ialah: yang dikehendaki oleh instink akal.
Dan tidak diperoleh dengan taqlid (turut/menurut) dan mendengar. Dan terbagi kepada dlaruriyah, yang tidak diketahui, darimana datangnya dan bagaimana datangnya. Seperti pengetahuan manusia bahwa orang satu tidak ada pada dua tempat. Dan suatu benda, tidak ada dia itu baru (hadits) dan lama (tiada berpemulaan), ada dan tidak ada sekaligus. Ini semuanya pengetahuan yang diperoleh oleh manusia sendiri semenjak kecil, menjadi fitrah baginya. Ia tidak tahu, kapan ilmu itu ada padanya dan darimana datangnya. Yakni: ia tidak tahu baginya sebab yang dekat. Kalau tidak demikian, sesungguhnya tidak tersembunyi kepadanya, bahwa Allah Ta’ala yang menjadi kan nya dan yang menunjukkannya jalan.
Selain terbagi kepada dlaruriyah tadi, terbagi pula kepada pengetahuan yang diusahakan. Yaitu: yang diperoleh dengan belajar dan mencari dalil.
Kedua bahagian tersebut, dinamakan: akal.
Ali ra berkata:
“Saya melihat akal dua ini, akal tabi’i dan akal sam’i. Tidak bermanfaat yang sam’i, apabila tidak ada yang tab’i. Sebagaimana tidak bermanfaat matahari,dan cahaya mata itu dihalangi.”

Yang pertama, ialah yang dimaksudkan dengan sabda Nabi saw kepada Ali ra:
“Allah Ta’ala tidak menjadikan makhluk yang lebih mulia daripada akal”.

Dan yang kedua, ialah yang dimaksudkan dengan sabda Nabi saw kepada Ali ra:
“Apabila manusia mendekati (bertaqarrub) kepada Allah Ta’ala dengan bermacam-macam kebajikan, maka engkau dekatilah dengan akalmu !”.

Karena tidak mungkin bertaqarrub/berdekatan dengan naluri fitrah dan tidak dengan ilmu-dlaruriyah/mudah. Akan tetapi dengan ilmu yang diusahakan. Tetapi seperti Ali ra adalah sanggup bertaqarrub/berdekatan dengan memakai akal pada memetik ilmu-ilmu, yang membawanya dekat kepada Tuhan Serwa sekalian alam. Maka hati itu berlaku seperti mata.

Dan naluri akal pada hati berlaku seperti kekuatan melihat pada mata. Dan kekuatan penglihatan itu halus yang tak ada pada orang buta. Dan ada pada orang yang dapat melihat, walaupun ia memejamkan kedua matanya atau berada dalam malam gelap. Dan ilmu yang diperoleh dalam hati itu, berlaku seperti kekuatan dapat melihat pada mata dan melihatnya segala bentuk benda.
Terlambatnya ilmu dari tanggapan akal pada masa kanak-kanak, kepada waktu tamyiz (sudah dapat membedakan diantara segala sesuatu) atau dewasa, adalah menyerupai dengan terlambatnya penglihatan dari melihat sampai kepada waktu terbit matahari dan membanjir sinarnya kepada semua benda yang dilihat. Qalam (pena), yang ditulis oleh Allah dengan qalam itu. Segala ilmu di atas lembaran hati, berlaku seperti berlakunya bundaran matahari. Tidak terperolehnya ilmu dalam hati anak-anak sebelum tamyiz, karena papan hatinya belum tersedia untuk menerima ilmu itu sendiri. Dan pena yang merupakan suatu makhluk Allah Ta’ala, dijadikan sebab untuk berhasilnya ukiran ilmu dalam hati manusia.

Allah Ta’ala berfirman: “Yang mengajarkan dengan pena (tulis-baca). Mengajarkan kepada manusia yang belum diketahuinya”. S 96 Al ‘Alaq ayat 4-5.

Qalam Allah Ta’ala tidak serupa dengan qalam makhlukNya. Sebagaimana tidak menyerupai sifatNya dengan sifat makhlukNya. Maka QalamNya tidaklah dari bambu dan kayu, sebagaimana Dia Ta’ala tidak dari benda(zat yang berbentuk) dan dari ‘aradl (sifat yang berdiri pada benda/barang). Dan keseimbangan antara pandangan hati batiniyah dan pandangan zahir itu benar dari segi-segi ini. Hanya sesungguhnya, tak bersesuaian diantara keduanya tentang kemuliaan. Karena pandangan hati batiniyah adalah jiwa itu sendiri, dimana dia itu halus dan yang mengetahui. Dia adalah seperti pengendara kuda. Dan badan itu seperti kuda. Kebutaan yang mengendarai kuda adalah lebih mendatangkan kemelaratan kepada pengendara itu daripada butanya kuda, bahkan tiada perbandingan bagi salah satu dari dua kemelaratan itu terhadap lainnya.

Dan karena keseimbangan pandangan hati batiniyah bagi pandangan zahir, maka Allah Ta’ala menamakannya dengan namaNya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Hati tiada berdusta apa yang dilihatnya”. S 53 An Najm ayat 11.

Pengetahuan hati itu dinamai: penglihatan.

Demikian pula firman Allah Ta’ala:
“Dan begitulah Kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi”. S 6 Al An’aam yat 75.

Dan apa yang dimaksudkan dengan yang demikian itu, penglihatan zahiriyah, maka sesungguhnya yang demikian tidaklah dikhususkan bagi Ibrahim as. Sehingga dibentangkan dalam pembentangan keni’matan. Dan karena itulah, lawan pengetahuannya dinamai: buta.

Allah Ta’ala berfirman:
“Karena sebenarnya, bukan mata yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”. S 22 Al Hajj ayat 46.

Dan Allah Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa buta di dunia ini, niscaya di akhirat buta (juga) dan lebih sesat jalannya”. S 17 Al Israa’ ayat 72.

Inilah penjelasan ilmu aqli.

Adapun ilmu keagamaan (ilmu dini), maka adalah diambil dengan jalan taqlid (turut/menurut) (mengikuti) nabi-nabi as. Dan itu diperoleh dengan mempelajari Kitab Allah Ta’ala. Sunnah Rasulullah saw dan memahami maksud keduanya, sesudah didengar. Dengan demikian, sempurnalah sifat hati. Dan selamatlah hati itu dari segala penyakit dan bencana. Ilmu aqli itu tidak cukup untuk keselamatan hati, walaupun hati itu memerlukan kepadanya. Sebagaimana akal itu tidak cukup untuk tetapnya sebab-sebab kesehatan badan. Akan tetapi, memerlukan kepada pengetahuan khasiat-khasiat obat dan ramuan-ramuan, dengan jalan belajar pada dokter-dokter. Karena akal saja tidak memperoleh petunjuk kepadanya. Akan tetapi, tidak mungkin memahaminya sesudah didengar, kecuali dengan akal. Maka tidak cukup dengan akal saja, tanpa mendengar dan tidak cukup mendengar saja, tanpa akal.

Maka mengajak kepada semata-mata taqlid (turut/menurut), serta menyingkirkan akal secara keseluruhan itu bodoh. Dan mencukupkan dengan semata-mata akal, tanpa nur Alquran dan Sunnah Rasul saw itu tertipu. Maka awaslah anda menjadi salah satu dari dua golongan tersebut ! dan hendaklah anda yang menghimpunkan diantara dua pokok itu ! sesungguhnya ilmu aqli adalah seperti makanan. Dan ilmu syari’at/agama adalah seperti obat. Orang sakit itu melarat dengan makanan, manakala tidak ada obat. Maka begitupula penyakit hati, tidak mungkin mengobatinya, kecuali dengan obat-obat yang diambil dari syari’at/agama. Yaitu: tugas-tugas ibadah dan amalan-amalan yang disusun oleh nabi-nabi as untuk perbaikan hati. Maka barangsiapa tiada mengobati hatinya yang sakit dengan pengobatan ibadah syari’at/agama dan mencukupkan saja dengan ilmu akal, niscaya ia memperoleh melarat, sebagaimana melaratnya orang sakit dengan makanan.

Ada orang yang menyangka, bahwa ilmu akal itu berlawanan dengan ilmu syari’at/agama dan mengumpulkan diantara keduanya tidak mungkin. Ini adalah sangkaan yang terbit dari kebutaan pada mata hati ! kita berlindung dengan Allah daripadanya ! Akan tetapi, orang yang berkata itu sendiri, kadang-kadang berlawanan padanya, diantara sebahagian ilmu syari’at/agama dengan sebahagian yang lain. Lalu ia lemah daripada mengumpulkan diantara keduanya. Maka ia menyangka bahwa ilmu itu berlawanan pada agama. Lalu ia heran, maka ia mencabut dari agama, laksana mencabut rambut dari tepung. Sesungguhnya yang demikian itu, adalah lantaran kelemahannya pada dirinya sendiri. Lalu terkhayallah kepadanya akan pertentangan pada agama.

Amat jauhlah yang demikian dari kebenaran ! contohnya, ialah seperti orang buta yang masuk ke rumah suatu kaum. Lalu ia tersenggol dengan tempat-tempat air di rumah itu. Maka orang buta tersebut bertanya: “Mengapa tempat-tempat air ini dibiarkan di jalan ? mengapa tidak diletakkan kembali pada tempatnya ?”. Orang-orang itu menjawab: “Tempat-tempat air itu adalah pada tempatnya. Anda yang tidak mengetahui jalan, karena anda buta. Yang heran, anda tidak mengemukakan kesenggolan anda karena anda buta. Akan tetapi, anda kemukakan kepada keteledoran orang lain. Inilah perbandingannya diantara ilmu agama dan ilmu akal !

Ilmu akal itu terbagi kepada: duniawiyah dan ukhrawiyah (hukum akhirat). Duniawiyah, seperti: ilmu kedokteran, ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu binatang, pekerjaan tangan dan perusahaan-perusahaan lainnya. Ukhrawiyah, seperti: ilmu hal-ikhwal hati, bahaya-bahaya amal, ilmu mengenai Allah Ta’ala, mengenai sifat dan Af’al Nya (perbuatan NYA), sebagaimana telah kami uraikan pada “Kitab Ilmu”. Kedua pengetahuan tersebut, tidak-menidakkan diantara satu dengan lainnya. Yakni: orang yang menyerahkan perhatiannya kepada salah satu daripadanya, sehingga ia mendalami betul-betul yang satu itu, niscaya teledorlah penglihatan hatinya kepada yang lain, menurut kebanyakannya.

Karena itulah, Ali ra membuat 3 contoh untuk dunia akhirat.
Ali berkata: keduanya itu seperti: dua daun neraca, seperti Timur dan Barat dan seperti dua wanita yang dimadukan. Apabila disenangi yang seorang, niscaya membawa kemarahan kepada yang lain.
Karena itulah, anda melihat, bahwa orang-orang yang pandai tentang urusan dunia, tentang ilmu kedokteran, ilmu hitung, ilmu hindasah dan filsafat, adalah bodoh tentang urusan akhirat. Orang-orang yang pandai tentang ilmu akhirat yang halus-halus, adalah bodoh tentang kebanyakan pengetahuan dunia. Karena kekuatan akal cukup pada galibnya/lazimnya untuk kedua hal tersebut bersama-sama. Lalu salah satu daripadanya mencegah sempurnanya yang kedua.
Karena itulah, Nabi saw bersabda:
 “Kebanyakan penduduk sorga itu orang-orang bodoh”.
Artinya: bodoh tentang urusan duniawi.

Al-Hasan dalam sebahagian pengajarannya berkata:
Kami telah mendapati beberapa kaum. Jikalau anda melihatnya, tentu anda mengatakan: mereka itu orang gila. Dan jikalau mereka itu medapati anda, tentu mereka itu mengatakan: anda setan. Manakala anda mendengar hal yang ganjil dalam urusan agama, yang diingkari oleh orang-orang pintar dalam ilmu-ilmu lain, maka janganlah anda tertipu oleh keingkaran mereka menerimanya. Karena termasuk mustahil orang yang berjalan jalan ke timur memperoleh, apa yang didapati pada jalan ke barat. Maka demikian pula berlakunya urusan dunia dan akhirat.

Karena itulah, Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan menemui Kami, mereka rela dengan kehidupan yang dekat dan sudah merasa tentram dengan itu”. S 10 Yunus ayat 7.

Dan firman Allah Ta’ala:
“Mereka mengetahui (perkara) yang lahir dari kehidupan dunia ini dan terhadap hari kemudian itu, mereka tiada memperhatikan”. S 30 Ar Ruum ayat 7.

Dan Allah Ta’ala berfirman:
“Berpalinglah engkau dari orang yang tiada memperdulikan pengajaran Kami dan hanya menginginkan kehidupan dunia semata ! pengetahuan mereka hanya sehingga itu”. S 53 An Najm ayat 29-30.

Maka mengumpulkan antara kesempurnaan penglihatan mata hati dalam segala kepentingan duniawi dan agama, tidaklah begitu mudah, kecuali bagi orang yang telah dimantapkan oleh Allah Ta’ala untuk mengatur hambaNya dalam kehidupan di dunia dan kembalinya di akhirat. Yaitu: nabi-nabi yang dikuatkan dengan roh suci, yang dibantu dengan kekuatan ketuhanan, yang meluas ke semua urusan dan tidak sempit. Adapun hati makhluk yang lain, maka sesungguhnya apabila berpegang dengan urusan duniawi, niscaya terlepas dari akhirat dan lengah daripada menyempurnakan urusan akhirat

Tiada ulasan: