Catatan Popular

Ahad, 22 Disember 2019

PENJELASAN: kumpulan sifat-sifat hati dan contoh-contohnya.


Ketahuilah, bahwa manusia itu tentang kejadian dan susunan badannya, tersertakan: 4 campuran. Maka dari itu, berkumpullah pada manusia:
4 sifat. Yaitu: sifat kebuasan, sifat kebinatangan, sifat kesetanan dan sifat ketuhanan.
Bila manusia itu dikuasai oleh sifat kemarahan, maka ia melakukan perbuatan-perbuatan binatang buas, yaitu: permusuhan, kemarahan dan serangan terhadap manusia lain dengan pukulan dan makian. Sekiranya manusia itu dikuasai oleh nafsu syahwat, maka ia melakukan perbuatan-perbuatan hewan. Yaitu: kerakusan, kelobaan, kesangatan nafsu syahwat dll.

Sekiranya manusia itu ada pada dirinya urusan ketuhanan (amrun-rabbaniyyun), sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala: “Jawablah: Ruh itu termasuk urusan Tuhanku”. S 17 Al Israa’ ayat 85, maka manusia itu mendakwakan bagi dirinya sifat rububiyah (sifat ketuhanan). Ia ingin kekuasaan, ketinggian, kekhususan, ketangan-besian dalam semua urusan, kesendirian menjadi kepala, keterlepasan dari belenggu perbudakan dan kerendahan. Ia ingin mengetahui semua ilmu. Bahkan mendakwakan dirinya mempunyai ilmu, ma’rifah dan menguasai hakikat/makna segala urusan. Ia senang apabila dikatakan berilmu dan susah apabila disebutkan bodoh. Mengetahui semua hakikat/makna dan menguasai dengan paksaan terhadap semua makhluk itu, termasuk sifat ketuhanan. Dan pada manusia ada keinginan kepada yang demikian.

Dan dari segi manusia itu mempunyai sifat khusus, dapat membedakan segala sesuatu, dibandingkan dengan hewan, disamping manusia dan hewan itu sama-sama mempunyai sifat marah dan nafsu syahwat, yang menghasilkan sifat kesetanan, maka manusia itu menjadi jahat. Ia menggunakan sifat dapat membedakan segala sesuatu, untuk memikirkan cara-cara kejahatan. Dan ia sampai kepada maksud dengan tipuan, helah dan tipu daya. Dan ia lahirkan kejahatan dalam bentuk tontonan kebajikan.

Inilah budi pekerti setan-setan ! pada semua manusia terdapat campuran pokok-pokok yang 4 ini. Yakni: rabbaniyah, (sifat ketuhanan), kesetanan, kebuasan dan kebinatangan. Semuanya terkumpul dalam hati. Maka seolah-olah yang terkumpul pada kulit manusia itu, ialah: babi, anjing, setan dan ahli fikir. Babi, yaitu: nafsu syahwat. Sesungguhnya babi itu tidaklah tercela karena warnanya, bentuknya dan rupanya. Akan tetapi, karena rakusnya, dahaganya dan lobanya.

Dan anjing itu ialah: marah. Sesungguhnya, binatang buas yang menerkam dan anjing yang galak, tidaklah dia itu anjing dan binatang buas, dipandang dari rupa, warna dan bentuk. Akan tetapi jiwa arti kebuasan itu, penerkaman, permusuhan dan kegalakan. Dan dalam batin manusia itu, terdapat kebuasan binatang buas dan kemarahannya, kerakusan babi dan kelobaannya. Maka babi itu, dengan sifat kelobaan, mengajak kepada kekejian dan kemungkaran. Dan binatang buas itu, dengan sifat kemarahan, mengajak kepada kezaliman dan menyakitkan orang. Dan setan itu selalu menggerakkan nafsu syahwat babi dan kemarahan binatang buas. Dan digerakkannya yang satu dengan yang lain. Dan baguslah bagi babi dan binatang buas itu apa yang menjadi sifat nalurinya.
Ahli fikir (ahli hikmat) yang menjadi contoh bagi akal itu, disuruh untuk menolak godaan dan tipuan setan, dengan membuka tipuannya dengan pandangan hati yang tembus dan cahayanya yang cemerlang terang. Dan memecahkan kerakusan babi itu, dengan penguasaan anjing atas babi itu. Karena dengan kemarahan, dapat dipecahkan bergelagaknya nafsu syahwat. Dan ditolak kegalakan anjing dengan penguasaan babi atas anjing. Dan dijadikan anjing itu, terpaksa tunduk di bawah kebijaksanaan babi. Kalau diperbuat yang demikian dan dikuasainya, maka luruslah urusan dan lahirlah keadilan dalam kerajaan tubuh. Dan berjalanlah semua di atas jalan yang lurus. Dan jikalau lemah daripada memaksakannya, maka mereka itu yang memaksakannya dan mempergunakannya. Lalu senantiasalah memikirkan daya upaya dan menghaluskan pemikiran, untuk mengenyangkan babi dan menyenangkan anjing. Maka selalulah ia menyembah anjing dan babi.
Inilah keadaan kebanyakan manusia, manakala kebanyakan cita-cita mereka itu perut,kemaluan dan berlomba-lomba dengan musuh.
Yang heran, bahwa ia menantang kepada penyembah-penyembah berhala, akan penyembahan mereka itu kepada batu. Jikalau terbuka tutup daripadanya, dibukakan keadaannya yang sebenarnya dan diberi contoh kepadanya akan hakikat/makna keadaannya itu, sebagaimana diberi contoh kepada orang-orang yang memperoleh mukasyafah (diminta untuk mengetahuinya saja/terbuka hijab), adakalanya dalam tidur atau pada waktu juga, niscaya ia melihat akan dirinya, patuh dihadapan babi.

Sekali ia sujud kepada babi itu. Dan pada kali yang lain, ia ruku’ kepadanya. Menunggu petunjuk dan perintahnya. Maka manakala babi itu bergerak untuk meminta sesuatu dari keinginannya, niscaya dengan cepat ia bangun untuk melayani dan mendatangkan keinginan babi itu. Atau ia melihat akan dirinya patuh dihadapan anjing galak, menyembah anjing itu.

Patuh dan mendengar apa yang dikehendaki dan diminta oleh anjing tadi. Memutar pikiran dengan daya upaya untuk sampai kepada mematuhinya. Dengan demikian, ia berusaha menyenangkan setannya. Sesungguhnya ia yang menggerakkan babi dan membangunkan anjing. Ia yang membangunkan anjing dan babi itu untuk melayani setan. Maka dari segi ini, ia menyembah setan, dengan menyembah anjing dan babi. Maka hendaklah semua hamba Allah itu memperhatikan geraknya, dan tetapnya, diamnya dan bicaranya, tegaknya dan duduknya ! dan hendaklah ia memandang dengan mata hati ! maka ia tidak melihat –kalau ia menginsyafi akan dirinya –selain ia berusaha sepanjang hari, menyembah yang tersebut itu. Inilah penganiayaan yang paling penghabisan ! karena pemilik dijadikannya, yang dimiliki. Pemimpin dijadikannya yang dipimpin. Tuan dijadikannya budak. Dan yang berkuasa dijadikannya yang dikuasai. Karena akallah yang berhak untuk menjadi tuan, yang dapat memaksa dan yang berkuasa.

Dan telah diperbuatnya akal itu untuk melayani yang 3 itu (anjing, babi dan setan). Maka tak dapat dibantah, lantaran mematuhi yang 3 tadi, berkembanglah dalam hatinya, sifat-sifat yang bertindis-lapis. Sehingga ia menjadi setempel dan karat, yang membinasakan dan mematikan hati.

Adapun mentaati babi nafsu syahwat, maka timbullah daripadanya sifat kurang malu, keji, boros, kikir, ria, rusak kehormatan, suka main-main, senda-gurau, loba, rakus, penjilat, dengki, busuk-hati, suka memaki dll. Adapun mentaati anjing amarah, maka berkembanglah daripadanya, kepada hati, sifat-sifat: membuta-tuli, semberono, angkuh, ingin tinggi sebenang, kemarahan meluap-luap, takabur, membanggakan diri, suka melecehkan orang, memandang ringan terhadap orang, penghinaan terhadap orang, kemauan jahat, ingin berbuat kezaliman dll. Adapun mentaati setan, ialah: dengan mengikuti nafsu syahwat dan kemarahan. Maka menghasilkan sifat mengicuh, menipu, mencari dalil, tipu muslihat, berani babi, menipu, membuat contoh yang tidak-tidak, menokoh, merusak, perkataan kotor dsb. Jikalau keadaan itu dibalik dan semuanya dipaksakan di bawah kebijaksanaan sifat ketuhanan (sifat rabbaniyah), niscaya tetaplah dalam hatinya sifat-sifat ketuhanan. Yaitu: ilmu, hikmah, yakin, meliputi pengetahuannya tentang hakikat/makna segala sesuatu, mengetahui segala urusan menurut yang sebenarnya, menguasai atas tiap sesuatu, dengan kekuatan ilmu, nur mata hati dan berhak tampil diatas makhluk, karena kesempurnaan dan keagungan ilmu.

Dan ia terlepas daripada perbudakan hawa nafsu dan kemarahan. Dan berkembanglah sifat-sifat mulia, lantaran terkungkungnya babi hawa nafsu dan kembalinya ke batas normal. Sifat-sifat mulia itu, seperti: sifat menjaga diri, merasa cukup dengan yang ada, tenang, zuhud, wara’, taqwa, lapang dada, bagus sikap, malu, ramah, bertolong-tolongan dsb. Dan dengan mengekang kekuatan amarah, memaksakannya dan mengembalikannya ke batas yang seharusnya, maka menghasilkan sifat: berani, dermawan, suka menolong, mengekang nafsu, sabar, penyantun, memikul kewajiabn, pemaaf, tetap pendirian, hati mulia, cerdik, berjiwa besar, dll.

Maka hati adalah seperti cermin yang telah diliputi oleh hal-hal yang membekas tadi. Bekas-bekas itu secara bersambung akan sampai kepada hati. Adapun bekas-bekas yang terpuji yang sudah kami sebutkan dahulu, maka akan menambah cemerlangnya cermin hati, bersinar, cemerlang, nur dan terang. Sehingga cemerlanglah jelasnya kebenaran. Dan terbukalah hakikat/makna urusan yang dicari dalam agama. Kepada contoh hati inilah, diisyaratkan dengan sabda Nabi saw: “Apabilah dikehendaki oleh Allah kebajikan pada seorang hamba, niscaya dijadikanNya orang itu memperoleh pelajaran dari hatinya”. Dan dengan sabda Nabi saw: “Barangsiapa mempunyai juru nasehat dari hatinya, niscaya ada penjaga daripada Allah kepadanya”. Hati ini ialah yang menetap ingatannya kepada Allah.

Allah Ta’ala berfirman: “Ketahuilah, bahwa dengan mengingati Allah, hati menjadi tentram”. S 13 Ar Ra’d ayat 28.

Adapun bekas-bekas yang tercela, adalah seperti: asap yang menggelapkan, yang naik kepada kaca hati. Dan senantiasa bertambah tebal, dari sekali ke sekali. Sehingga hati itu hitam dan gelap. Dan secara keseluruhan, hati itu menjadi terdinding (terhijab) daripada Allah Ta’ala. Yaitu: tabiat. Dan itu karatan.

Allah Ta’ala berfirman: “Jangan berpikir begitu ! bahkan apa yang telah mereka kerjakan itu, menjadi karat pada hati mereka”. S 83 Al Muthaffifiin ayat 14.

Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman: “Apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?”. S 7 Al A’raaf ayat 100.
Tidak mendengarnya itu diikatkan dengan mencapnya dengan segala dosa, adalah sebagaimana mendengar diikatkan dengan taqwa.

Allah Ta’ala berfirman: “Bertaqwalah kepada Allah dan dengarkanlah perintahNya”. S 5 Al Maaidah ayat 108.

Firman Allah Ta’ala: “Bertaqwalah kepada Allah dan Allah mengejar kamu”. S 2 Al Baqarah ayat 282.

Manakala dosa itu telah bertindis-lapis, niscaya tercapkanlah diatas hati. Dan pada ketika itu, butalah hati daripada mengetahui kebenaran dan kebaikan agama.

Dan ia mempermudahkan urusan akhirat. Dan membesarkan urusan dunia. Dan jadilah cita-citanya terbatas kepada dunia. Maka apabila pendengarannya diketok dengan urusan akhirat dan bahaya-bahaya yang ada di akhirat, niscaya masuk dari satu telinga dan keluar dari telinga yang satu lagi. Tidak menetap didalam hati dan tidak menggerakkannya kepada taubat dan memperoleh yang telah hilang. Merekalah orang-orang yang telah putus asa dari akhirat, sebagaimana putus asanya orang-orang kafir yang di dalam kubur. Inilah artinya kehitaman hati disebabkan dosa, sebagaimana dituturkan oleh Alquran dan Sunnah.
Maimun bin Mahran berkata: “Apabila seorang hamba Allah berdosa dengan sesuatu dosa, maka menitiklah pada hatinya suatu titik hitam. Maka apabila ia mencabut dirinya dari dosa itu dan bertaubat, maka hati itu berkilat kembali. Dan kalau ia kembali lagi, niscaya ditambahkan pada titik hitam itu, sehingga hatinya tinggi. Maka itulah karat namanya.

Nabi saw bersabda: “Hati orang mu’min itu bersih, padanya pelita yang bercahaya gemilang. Dan hati orang kafir itu hitam terbalik”.

Maka mentaati Allah swt dengan menyalahi hawa nafsu itu melicinkan hati. Dan berbuat maksiat kepada Allah Ta’ala itu menghitamkan hati. Orang yang menghadapkan dirinya kepada perbuatan maksiat, niscaya hitamlah hatinya. Dan orang yang berbuat kebajikan sesudah kejahatan dan menghapuskan bekas kejahatan itu, niscaya hatinya tidak gelap. Akan tetapi cahayanya berkurang, seperti kaca, yang bernafas padanya. Kemudian disapunya dan bernafas lagi, kemudian disapunya. Maka kaca itu tidak terlepas dari kekeruhan.

Nabi saw bersabda:
“Hati itu tempat macam: hati yang bersih, padanya pelita yang bersinar gemilang. Maka itulah hati orang mu’min. Hati hitam terbalik, maka itulah hati orang kafir. Hati terbungkus yang terikat bungkusannya. Itulah hati orang munafiq. Dan hati yang melintang, padanya keimanan dan kemunafikan”.

Maka keimanan di dalam hati itu, adalah seperti sayur-sayuran, yang dipanjangkan oleh air yang baik. Dan kemunafikan di dalam hati, adalah seperti luka yang dipanjangkan oleh darah dan nanah. Maka yang manakah diantara dua hal tadi yang banyak pada hati, maka begitulah jadinya hati itu”. Dan pada suatu riwayat: berjalanlah hal itu dengan hati.

Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa, apabila mereka ditipu oleh setan yang datang berkunjung, mereka ingat kembali dan ketika itu mereka menjadi orang-orang yang mempunyai pemandangan”. S 7 Al A’raaf ayat 201.

Diterangkan, bahwa terangnya hati dan dapat memandang adalah berhasil dengan zikir (menyebut dan mengingati Allah). Dan ingatan itu tidak mungkin selain dari orang-orang yang taqwa. Maka taqwa itu pintu zikir. Dan zikir itu pintu kasyaf (terbuka hijab). Dan kasyaf (terbuka hijab)  itu pintu kemenangan besar. Yaitu: kemenangan bertemu dengan Allah Ta’ala.

Tiada ulasan: