Catatan Popular

Ahad, 12 Julai 2020

KITAB RISALAH AL QUSYAIRI BAB 2 TERMINOLOGI TASAWWUF (NAFSU)


Al-Faqih ila-Llah Abdul Karim bin Hawazin al-Qusyairi

(IMAM AL QUSYAIRI)

25. NAFSU

Nafsu syai’ dalam bahasa Arab adalah wujud sesuatu (jati diri). Sedangkan menurut kaum Sufi, “Ucapan kata nafs bukan dimaksudkan sebagai wujud, acuan masalah.” Yang mereka maksudkan dangan nafs adalah sesuatu yang tercela dalam sifat-sifat hamba, akhlak dan perbuatannya.

Perilaku tercela dari sifat-sifat hamba tebagi menjadi dua : Pertama, bersifat upaya dari hamba, seperti perbuatan maksiat dan pengingkaran terhadap perintah dan larangan. Kedua, budi pekertinya yang buruk dalam dirinya yang tercela. Maka terapi dan penyembuhannya pada diri hamba adalah berjuang melawan kehinaan perilaku tersebut yang telah menjadi kebiasaan sehari-hari.

Pada sifat yang pertama, termasuk hukum-hukum nafsu adalah hal-hal yang dilarang setara dengan keharaman atau larangan yang besifat dibenci. Sedangkan pada sifat kedua, berupa keburukan dan kehinaan akhlak. Inilah batasan globalnya. Kemudian rinciannya, seperti takabur, amarah, dendam, dengki, buruk akhlak, sedikit bersyukur, dan yang lainnya. Yang tergolong akhlak tercela.

Hukum nafsu terburuk adalah berupa khayalan bahwa sesuatu perbuatan yang muncul dari nafsu dianggap baik. Atau perbuatan nafsu itu sebagai bagian takdir. Karena itulah perbuatan nafsu seperti itu tergolong syirik khafy atau syirik yang samar. Karena itu, terapi akhlak dalam menyingkirkan nafsu lebih penting daripada berlapar-lapar, haus atau berjaga (tanpa tidur) dan sebagainya yang mengandung unsur penyusutan kekuatan fisik. Walaupun cara seperti itu juga termasuk meninggalkan kesenangan nafsu.

Nafsu itu sendir merupakan nuansa lembut yang ada dalam hati, sebagai tempat akhlak yang tercela. Sebagaimana ruh yang merupakan nuansa lembut dalam hati, namun sebagai tempat akhlak terpuji. Dalam gambaran yang umum, masing-masing saling meundukkan. Semuanya, merupakan bagian dari kesatuan manusia. Eksistensi ruh dan nafsu tergolong wadag lembut dalam rupa, sebagaimana eksistensi malaikat dan setan, dengan sifat-sifat kelembutan.

Seperti benarnya mata sebagai tempat memnadang, telinga sebagai tempat mendengar, hidung sebagai tempat penciuman, mulut sebagai tempat rasa, maka, begitu pun orang yang mendengar, yang melihat, yang mencium dan yang merasakan, semuanya termasuk dalam bagan manusia. Demikian pula, tempat sifat-sifat yang terpuji, tempatnya adalah hati dan ruh. Sedangkan sifat-sifat tercela tempatnya adalah nafsu. Nafsu sendiri sebagai bagian dari keseluruhan tersebut, begitu pula hati, hukum dan nama, kembali pada keseluruhan kesatuan sosok manusia.

Tiada ulasan: