Catatan Popular

Sabtu, 28 Ogos 2021

KITAB MUKASYAFATUL QULUB BAB 69 Hukum Lantunan Lagu (MENYINGKAP RAHSIA KALBU)

OLEH HUJJATUL ISLAM IMAM AL GHAZALI

 

Ditetapkan oleh Al Qodli Imam Abu Tayyib Ath Thabrani, dari Imam Syafi'i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Sofyan, beberapa ulama dan lafadz yang bisa dibuat dalil, menerangkan dan menetapkan akan haramnya sebuah lagu atau nyanyian. Imam Syafi'i berkata dalam Kitab 'Adabil Qodlo':

"Sesungguhnya nyanyian adalah senda gurau yang dibenci dan mendekati kebatilan. Barangsiapa yang memperbanyak, maka dia bodoh dan ditolak kesaksiannya".

Qodli Abu Thayyib Ath Thabrani berkata:

"Mendengarkan suara wanita yang bukan mahramnya hukumnya haram, menurut Imam Syafi'i secara transparan atau di belakang tabir, wanita budak atau merdeka. Bila mendatangkan manusia untuk mendengarkan nyanyian, dia orang safih (bodoh) yang ditolak kesaksiannya".

Dia berkata dari Imam Syafi'i bahwa sesungguhnya ia membenci ketukan dengan tongkat dan berkata:

"Orang-orang Zindiq telah memulainya sampai sibuk dan mengabaikan Al Quran".

Kata Imam Syafi'i:

"Benci bermain dengan Nardi (Mainan Persi) melebihi benciku terhadap musik. Aku tidak senang dengan catur, bahkan benci terhadap semua yang dibuat mainan manusia. Sebab permainan bukanlah perbuatan orang-orang beragama dan bukan sifat perwiranya seseorang".

Demikian juga pendapat Imam Malik dan semua ulama Madinah, kecuali Ibrahim bin Sa'id.

Pendapat Abu Hurairah RA:

"Sesungguhnya dia membenci dan mendengar nyanyian termasuk dosa".

Demikian juga semua ulama Kufah; Sufyan Ats Tsauri, Hammad, Ibrahim, Asy Sya'bi dan lain-lain. Pendapat-pendapat ini dinukil oleh Imam Al Qodli Abuth Thayyib Ath Tabrani.

Dan Imam Abu Thalib Al Maliki memperbolehkan nyanyian. Dia berkata:

"Telah bernyanyi para sahabat seperti Abdullah bin Ja'far, Abdullah bin Zubair, Al Mughiroh bin Syu'bah, Mu'awiyah dan lain-lain".

Dia berkata:

"Sebagian besar ulama tetap melakukan, yakni orang-orang salaf yang shaleh, sahabat maupun tabi'in dengan tujuan kebaikan".

Dia berkata:

"Para ulama Hijaz tidak henti-henti disamping kami, di Mekkah, menyanyikan pada hari-hari utama dalam setahun, yakni pada hari yang dihitung diperintahkan Allah kepada Hamba-Nya agar berdzikir kepadaNya pada hari Tasyriq. Ulama-ulama di Madinah tidak henti-hentinya bernyanyi seperti orang-orang Mekkah sampai saat ini".

Kami menemukan Abu Marwan Al Qodli memiliki budak-budak wanita yang menyanyikan lagu-lagu buat manusia. Dia telah bernyanyi untuk orang-orang sufi. Abu Thalib Al Maliki berkata:

"Atha' punya 2 budak wanita yang bernyanyi, dan teman-temannya mendengarkan".

 

Kata Yahya bin Mu'adz:

"Aku melihat dalam kitab menerangkan kenyataan dari harta Al Muhasibi. Disana ada hal yang menunjukkan tentang bolehnya bernyanyi bila disertai dengan kezuhudan, menjaga dan mencurahkan perhatian terhadap agama dengan bersemangat".

Ada yang berkata:

"Imam Mujahid tidak menghadiri undangan kalau disana tidak ada nyanyian".

Abul Hasan As Qolani Al Aswad dari golongan auliya' sedang asyik bernyanyi. Dia menyusun buku mengenai bernyanyi dan menolak pendapat yang mengingkarinya. Demikian pula para ulama, mereka menyusun karangan untuk menolak orang-orang yang mengingkari nyanyian.

Nabi SAW bersabda:

"Aku sama sekali tidak mengingkari nyanyian, namun katakanlah kepada mereka agar sebelumnya, mereka memulai dengan Al Quran dan mengakhiri dengan Al Quran,,,".

Semua ini dinukil dari beberapa pendapat. Barangsiapa yang mencari kebenaran dalam taqlid, maka selamanya mereka meneliti dan menemukan pendapat-pendapat yang bertentangan. Mereka akan bingung dan akan condong kepada salah 1 pendapat. Sikap seperti ini amat sempit, dan seharusnya ia mencari kebenaran dengan caranya sendiri; yakni meneliti lebih dalam dasar-dasar yang melarang atau yang memperbolehkan.

Tiada ulasan: