Catatan Popular

Ahad, 26 Februari 2023

BERKAH MEMBERI KEGEMBIRAAN DI HARI ASYURA

Imam Ahmad Syihabuddin Bin Salamah Al-Qulyuby

Suatu hari, bertepatan dengan Asyura ada seorang fakir yang memiliki tanggungan anak pergi ke rumah tuan Qadi (hakim).

Sebetulnya dia enggan meminta karena dia juga seorang Alawiyyin, akan tetapi melihat anaknya yang sudah berhari-hari tidak makan ia pun pergi menuju kota.

Untuk menuju ke kota, ia harus berjalan cukup jauh melewati padang pasir. Akhirnya, tibalah ia di rumah tuan Qadi.

Ia pun menceritakan keadaannya. “Inii rajulun fakirun dzu ‘iyalin (saya ini lelaki fakir yang punya banyak tanggungan keluarga). Hari ini bertepatan 10 Muharam, saya mau minta kepada anda tidak banyak: 10 potong roti, 10 potong daging, dan wang 2 dirham,” kata si fakir. “Iya, nanti siang anda ke sini lagi,” jawab Qadi.

Lalu pulanglah ia ke desa, sementara itu anaknya melihat kedatangan sang ayah merasa gembira. Berharap membawa sesuatu untuk dimakan.

Akan tetapi kali ini ia pulang dengan tangan hampa. “Sabar ya nak, nanti siang ayah kembali lagi ke sana,” jawab sang ayah.

Siangnya, si fakir kembali menemui Qadi dan mendapat jawaban sama. “Maaf, nanti sore kembali lagi ya” jawab Qadhi.

Jawaban tersebut terulang lagi, ketika pada sore harinya si fakir menemui Qadii. Bahkan, ia justru mendapat makian dari Qadi karena meminta-minta.

Merasa sedih dan tidak berdaya lagi, ia pun berdoa kepada Allah. “Ya Allah! Mata mana yang tega melihat kondisi anak saya? Telinga mana yang mampu mendengar ratap tangisan anak saya? Mulut mana yang mampu menjawab pertanyaan anak saya!” pinta fakir.

Maka ia pun pulang dengan langkah longlai. Namun, di tengah jalan ia bertemu dengan seorang Nasrani bernama Saiduk. “Ada apa, kenapa menangis?” tanya Saiduk.

“Jangan tanya kondisi saya,” jawab fakir. “Saya tanya, billahi, mengapa kamu menangis?” tanya Saiduk kembali.

Akhirnya, ia menceritakan kisahnya kepada Saiduk dan membuatnya iba, kemudian ia bertanya. “Saat ini kalau dalam Islam, hari apa?” tanya Saiduk.

“10 Muharram. Ini hari yang penuh berkah,” jawab fakir.

“Kalau begitu saya ingin memberi kepada anda, lebih dari yang anda minta,” jawab Saiduk.

Tidak hanya itu, bahkan Saiduk berjanji untuk selalu memberi bantuan kepada si fakir. Hal ini membuat fakir bahagia. Ia pun pulang dengan disambut gembira anak-anaknya, sebab kali ini ia pulang dengan membawa sejumlah makanan dan wang.

“Ya Allah, orang yang membuat kami senang, maka buatlah dia gembira, secepatnya,” ungkap anak-anaknya.

Sementara itu, pada malam harinya tuan Qadi bermimpi. Ia mendengar suara tanpa rupa (hatif). “Angkat kepalamu!” Dilihatnya dua rumah istana yang terbuat dari emas dan perak.

“Ini untuk siapa?” tanya Qadi. “Sesungguhnya untuk kamu, seandainya kamu melayani kebutuhannya orang fakir tadi, tapi karena kamu tidak melayani, maka ini diberikan kepada Saiduk,” jawab hatif.

Esok hari, tua Qadi bergegas menuju ke rumah Saiduk untuk menanyakan perihal mimpi semalam.

“Wahai Saiduk, amal kebajikan apa yang telah kamu lakukan semalam?” tanya Qadi.

Saiduk pun menceritakan kembali, tentang seorang fakir yang bertemu dengannya semalam.. “Baiklah Saiduk, apa yang kau berikan kepada orang fakir tersebut, saya ganti 100.000 dirham,” kata Qadi.

Namun, di luar dugaan tawaran tersebut ditolak  Saiduk.

“Tuan Qadi, jangankan sejumlah yang anda tawarkan. Seandainya diberi dunia ini penuh dengan emas, tidak akan saya berikan. Sekarang saksikan dan pegang tangan saya, Asyhadu an laa ilaaha illa Allah wa Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah,” tukas Saiduk yang akhirnya ditakdirkan Allah menjadi orang yang beruntung, sesuai dengan namanya.

Tiada ulasan: