Catatan Popular

Sabtu, 27 Disember 2025

JILID 1 : 1.11. TAUHIDUL ZAT (KITAB BARENCONG)

[Warisan Datu Sanggul, Banjarmasin, Kalimatan Selatan]


MENGESAKAN ALLAH TA’ALA PADA ZAT

Meesakan Allah Ta’ala pada zat adalah jalan yang terakhir dari perjalan seorang salik. Di sinilah titik terakhir bagi arifbillah untuk menuju Allah dan di sini perhentian perjalanan kaum sufi dan para wali-wali.

Dan disinilah batasnya mi’rajnya orang-orang mukmin sejati. Apabila sudah mencapai kepada makam tauhidul zat itu, maka diperolehnya kelezatan dan kenikmatan yang tiada taranya.

Hanya dengan itulah yang dapat memuaskan dahaga jiwanya : menenangkan qalbunya, nikmat-nikmat yang tak dapat diperoleh orang lainnya. Inilah puncak rasa menikmati ridhanya : puncak kebahagiaan yang kekal dan abadi sepanjang masa. Bermula kaifiat atau cara meesakan Allah Ta’ala pada zatnya, yaitu : engkau pandang dengan mata hatimu dan curahkan seluruh perhatianmu itu semata-mata kepada Tuhan seru sekalian alam. Karena sudah nyata kepada kita bahwa : TIADA YANG MAUJUD DALAM ALAM INI, KECUALI ALLAH. DAN TIADA MAUJUD YANG DALAM UJUD INI, HANYA ALLAH. TIADA/TIDAK DALAM JUBAH MELAINKAN ALLAH. DAN TIDAK ADA DIDALAM YANG ADA INI, KECUALI DIA. Karena sudah jelas bagi ariffbillah,bahwa : AL HAK ADA PADA NABI KITA MUHAMMAD S.A.W.

Kalau akhlak ada pada nabi,demikianlah ada pada kita. Demikianlah hamba tambahkan supaya anda menjadi faham, dan supaya dapat melaksanakan tugas masing-masing.

Firman Allah Ta’ala : AL INSANU SIRRI WA ANA SIRROHU. Artinya insan itu rahasiaku dan akupun rahasianya. 

Dan lagi firmannya : AL INSANU SIRRI WA ANA SIRRI WASIFATIN WA SIFATUN LAGOIRIH. Artinya insan itu rahasiaku, rahasiaku itu sifatku, dan sifatku itu tiada lain daripada aku jua. 

Jadi jelas kepada kita bahwa memang : LA MAUJUDA BIHAQQIN ILALLAH. Artinya tiada yang maujud didalam alam ini, melainkan Allah.

Pandangan yang demikian adalah dengan alasan-alasan :

1. Semua zat mahluk itu nampak dilihat dengan mata ini, itu bukan hakiki ( rusak ). Dan itu hanya ujud hayali dan wahmi jua, yaitu sangka-sangka saja, dengan tidak beralasan, karena ujudnya berada antara dua ADAM. Sedang ujud yang berada antara dua itu, hukumnya ADAM, yaitu : ujud hayal.

2. Sedang ujud Adam itu tiada maujud pada hakikatnya, hanyalah ia maujud kepada Allah Ta’ala yang hakiki dan fana dibawah ujudnya. Ujud yang lain daripada ujud Allah semuanya qaim, artinya berhajat kepada Allah Ta’ala. Jadi jelasnya begini dia tidak akan ujud, kalau tidak diwujudkan oleh Allah Ta’ala. Yaitu : yang biasanya disebut dengan majhor atau kenyataan ujud Allah Ta’ala.

3. Adanya nyata : dan semua ujud ala mini adalah yang dimaksudkan hanya sekedar dalil titian untuk memandang kepada zat Allah Ta’ala.

4. Jadi pada pelajaran yang lalu itu sudah kita jelaskan bahwa sifat-sifat yang ada pada mahluk ini nyata sifat-sifat Allah s.w.t. Jadi kalau demikian jelas dan nyata bahwa : zat mahluk ini berarti juga sesungguhnya nyata sifat dan afi ’al, tidak lepas dari zat.

5. Ujud semesta ala mini tak ubahnya laksana debu yang terbang atau diterbangkan oleh angin diangkasa : pada penglihatan mata ada,tapi kalu dicari tak ada. Kalau sekiranya ada ujud ala mini pada hakikatnya, maka pasti pula ada sifat-sifat atau af’al yang memberi bekas itu. Sedangkan semua itu sifat dan af’al yang memberi bekas itu tidaklah ada, selain daripada sifat dan af’al Allah Ta’ala semata-mata.

6. SYEH SIDIK IBNU UMAR KHAN berkata : Semua ujud lain daripada Allah Ta’ala, laksana ujud sesuatu yang kita lihat dalam mimpi. Tidak ada baginya hakikat apabila kita terbangun dari tidur, maka hilanglah semua itu. Begitulah hendaknya pandangan kita terhadap ujud ala mini sesuai dengan hadist yang berbunyi : FALANNASU NIYA’AFAIJA MA’ATU INTABAHUA. Artinya ; “manusia adalah tidur apabila mereka mati, barulah mereka bangun atau jaga.”

Baiklah hamba uraikan sedikit tentang hadist yang baru kita baca tadi, supaya kita faham. Manusia semuanya itu tidur, apabila bangun barulah mereka jaga, maksud hadist ini tadi ialah : orang yang hidup dengan hawa nafsunya sendiri, bagaikan orang yang tidur, walaupun ia dalam keadaan bangun. Mereka berbangga dengan nafsunya sendiri dan dengan akuanya, tetapi orang yang telah sampai kepada rahasia yang satu itu, itulah orang yang bangun dari tidurnya. Jadi siapapun yang masih tidur, maka mereka itu tetap betah pada nafsunya sendiri, yaitu yang belum mengembalikan hak Allah Ta’ala, mereka itu tetap dalam hak Adam

Demikianlah sepintas kilas hamba uraikan dan yang dimaksud mati disini ialah : mati ma’nawi atau mati ma’na saja. 

Itu sesuai dengan hadist nabi s.a.w. yang berbunyi : ANTAL MAUTU QOBLAL MAUTU. Artinya matikan dirimu sebelum engkau mati. 

Jadi disini adalah mati nafsu saja. Maka daripada itu untuk mematikan nafsu itu jalannya ialah melepaskan diri dari belenggu penjajahan hawa nafsu angkara murka. 

Jalannya ialah mengikuti jalan sufiah, yang mereka itu telah berada di puncak. Demikian seperti apa-apa yang hamba uraikan menurut yang terdahulu itu. Untuk lebih mantapnya lagi, baiklah hamba bawa anda kedalam laut ma’rifat yang penuh dengan ombak dan badai, sehingga anda bisa mabuk karenanya. Mabuk di sini artinya : Karam lenyap, hancur dan lebur ke dalam hakikat hidup yang sebenarnya. Yaitu lebur ke dalam hidup yang sejati telah Esa dengan seisi alam dan bersatu dengan seluruh per-kemanusiaan. Demikianlah contoh bagi orang yang hendak mengenal diri. Sekarang baiklah kita berkisar pula kepada membicarakan tentang makam fana atau maka binasa.


Tiada ulasan: