[Warisan Datu Sanggul, Banjarmasin, Kalimatan Selatan]
FANA TERBAHAGI ATAS TIGA BAGIAN.
1. Fana pada Af’al (perbuatan), sampai merasakan bahwa tidak ada satu perbuatan pun didalam ala mini.selain dari perbuatan Allah Ta’ala.
2. Fana pada Sifat, hingga sampai menyakinkan bahwa tidak ada yang hidup kecuali Allah. Apabila dikatakan tidak ada yang hidup pada hakikatnya kecuali Allah ; berarti juga tidak ada yang kuasa, yang berkehendak, yang berilmu, yang mendengar, yang melihat, dan yang berkata-kata, kecuali Allah semata-mata.
3. Fana pada Zat ialah ; hilang ujud yang lahir ini dan alam seluruhnya dan pandangan kecuali Allah.
Jadi barang siapa yang melihat mahluk tidak punya perbuatan pada mereka, maka sesungguhnya ia menang. Dan barang siapa yang melihat mahluk yang tidak ada hidup pada mereka, maka derajatnya telah naik.
Barang siapa melihat mahluk tidak ada pada hakikatnya, maka ia telah sampai kepada titik yang dituju, yaitu titik puncak ilmu dan ma’rifat. Apabila kita sudah menjalani yang tiga perkara ini, maka itulah makam fana namanya, dan selanjutnya naik kemakam baqa, makam baqa itu ialah : HU ITU ALLAH TA’ALA. Sedang makam fana kesimpulannya kepada : LAMAUJUDA BIHAQQIN ILLALLAH. Tidak ada yang maujud, kecuali Allah Ta’ala.
Demikianlah apa yang dapat hamba sampaikan, kalau sudah faham dan mengerti,kuburlah ia. Jangan dibeberkan ditengah masyarakat umum/awam, nanti bisa membawa fitnah besar. Sekarang baiklah kita teruskan kepada membicarakan tentang meng-esakan Allah Ta’ala pada segala perbuatan.
1.8. TAUHIDUL AF’AL. (KITAB BARENCONG)
[Warisan Datu Sanggul, Banjarmasin, Kalimatan Selatan]
MENGESAKAN ALLAH TA’ALA PADA PERBUATAN
Dalam pelajaran atau pengajian-pengajian kita yang terdahul sudah kita jelaskan/kita sampaikan, titik tujuan pelajaran dan ilmu tasawuf adalah menuju jalan kembali kepada Allah dan supaya liqo/ bertemu Allah, maka jalan bagi salik/ penuntut haruslah dimulai dengan mempelajari dan mengamalkan tauhidul af’al, artinya : meng esakan Allah Ta’ala pada segala perbuatan, yakni meninggalkan seluruh perbuatan yang ada pada makhluk ini kepada Allah.maksudnya pandanganlah olehmu dengan syuhud hati dan dengan mata mata kepala dengan itikad yang putus dan dengan Haqqul yakin, bahwa segala perbuatan dan gerakan yang ada terlihat dalam ala mini, baik yang datang dari diri kita sendiri maupun yang datang dari semua mahluk yang ada dalam ala mini : baik perbuatan yang diridhai oleh syara maupun yang dilarang oleh syara ; adalah kesemuanya itu perbuatan Allah Ta’ala.
Memang itu perbuatan Allah; maka kalau kita lihat pada lahirnya segala perbuatan itu dilakukan oleh manusia/hamba dan segala hayawan dan lain-lain sebagainya. Tetapi namun kita teliti dengan cermat dan dengan penuh keyakainan dan dengan tinjauan akal, dengan seksama bahwasanya memang mahluk ini lemah, daif, hina tak punya daya upaya sama sekali. Dan tidak punya sifat ta’sir dan sebagainya. Sedangkan segala pebuatan itu tidak akan ada kalau sifat yang memperbuat itu tidak memiliki sifat-sifat tsb. Sifat-sifat ta’sir itu ialah Qudrat, Iradat, ilmu, hayat sedang semua sifat-sifat itu ialah kepunyaan dan milik Allah. Jadi segala perbuatan yang ada terlihat pada ala mini dan diri kita, itulah perbuatan majazi belaka, dan bukan hakiki. Itu adalah majhor dan kenyataan perbuatan Allah kepada kita.
Allah menyandarkan perbuatannya kepada kita, adalah tanda kasih sayangnya, supaya kita punya titik dan penempatan mengenal perbuatan Allah dan ZATnya. Disamping itu juga merupakan coba dan ujian kepada kita ; apakah kita sanggup memandang perbuataan Allah, atau menjadi orang buta dan syirik, mengakui/kekuatan dan perbuatan dia sendiri lahir dan bathin/luar dan dalam.
Kenyataan dan kejahiran perbuatan Allah kepada hambanya ; inilah oleh kaum sufi disebut usaha ikhtiar hamba. Dan disinilah takluknya hukum syara’.
SYEH WAHAB SYAHRANI berkata ; beliau ada mendengar dari syaidina ALI AL HAWAS ia berkata : Wajib bagi hamba meng’itiqadkan bahwa segala perbuatan dan usaha ikhtiar hamba, sama sekali tidak memberi bekas dangan sekira-kira takwin dan atsar. Lebih jauh beliau berkata, Allah menghendaki mengadakan suatu harakat atau yang disebut gerak perbuatan, maka tidak akan ada ujudnya kecuali pada maddah atau tempat yang menerima hokum yang dimaksud ; mustahil ada ujud gerak atau perbuatan tanpa ada maddah itu. Maka yang dijadikan maddah atau tempat menzahirkan perbuatan Allah itu, adalah hamba dan lain-lainnya. Itulah sebabnya dipandang ada segi lain, ada perbuatan hamba.
Sanagat banyak sekali penjelasan dalam Al qur’an dan hadits-hadits nabi yang memberikan keterangan-keteragan bahwa hamba atau mahluk ini sama sekali tidak punya perbuatan. Antara lain menegaskan, WALLAHU KHOLAQOKUM WAMAA TA’MALUN artinya : “Allah yang menjadikan kamu dan segala perbuatan kamu”. (surah as shaa ayat 96).
Dan lagi ayat yang berbunyi : WAMAA ROMAITA IZROMAITA WALAKINNALAHA HAROMA Artinya ; “Hai Muhammad bukanlah engkau yang melempar dikala engakau melempar, tapi Allah lah yang melempar dikala engkau melempar.” ( Surah anfaal 17 ).
Jadi untuk kemantapan pandangan kita, kita harus selalu melatih diri dengan tidak bosan-bosannya mensyuhud perbuatan Allah Ta’ala Azzawazalla.kita hendak lah dalam hidup ini tidak hanya melihat yang tersurat saja, tetapi juga yang tersirat. Dengan basyirah hati kita ini, biar saja mata melihat perbuatan alam, namun dalam hati melihat perbuatan Allah.
Biar saja telinga mendengar alam, namun hati kepada Allah. Biar saja mulut mengatakan perbuatan si A si B dan si C, namun hati tetap tercurah kepada Allah. Boleh saja buat misal sekedar untuk mendekatkan kepada Allah (kepada faham). Bahwa alam AKUAN yang kita lihat ini dengan bermacam-macam corak dan ragam, hendaknya tak ubahnya laksana kita melihat bayang-bayang yang mana hati kita akan tertuju kepada yang punya bayang-bayang itu.
Tidak mungkin bergerak bayang bayang, tanpa bergerak yang punya bayang-bayang. Jadi kesimpulannya adalah : tiada yang hidup, tiada yang tahu, tiada yang kuasa, tiada yang berkehendak dan tiada yang berkata-kata pada hakikatnya melainkan Allah Ta’ala.
Adapun zahir sifat ini kepada mahluk adalah tempat memandang sifat-sifat Tuhan yang zahir pada mahluk, yakni bayang2 sifat tuhan kepada hamba. Seperti ujud kita adalah bayang-bayang ujud Allah Ta’ala. Mustahil ujud bayang-bayang dengan tiada ujud yang mempunyai/empunya bayang-bayang. Dan mustahil pula bergerak bayang-bayang dangan tiada bergerak yang empunya bayang-bayang. Bermula misal ini karena untuk menghampirkan faham jua adanya.
Jadi untuk kemantapan pandangan ini bahwa makhluk ini tiada mempunyai perbuatan barang perbuatan, hanya saja perbuatan yang ada dalam ala mini perbuatan,hanya saja perbuatan Tuhan Allah semata-mata. Dan jika engkau sangka ada perbuatan lainnya daripadanya, walaupun sebesar zarrah, maka syirik lah engkau, artinya : mensekutukan Tuhan dengan lainnya, (syirik khafi).
Demikianlah orang yang hendak mengesakan Allah Ta’ala pada Af’al atau perbuatan, tanamkanlah keyakinan kita itu ke dalam lubuk jiwa yang sangat mendalam. , sekira-kira/tidak bergeser walau sebesar zarrahpun, kalau sudah mantap pandangan akan Af’al Allah Ta’ala maka manunggallah perbuatanmu (manunggal dalam rahsia) dengan Af’al-Nya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan