[Warisan Datu Sanggul, Banjarmasin, Kalimatan Selatan]
Pertama : SYUHUDUL WAHDAH FIL KASRAH artinya : memandang yang satu kepada yang banyak. Di mana pokok pandangan dimulai dari syuhud bathin, naik kepada Nur bathin, dan kepada ilmu bathin. Dan akhirnya sampai kepada ujud bathin.
Pandangan kedua ialah : SYUHUDUL KASRAH FIL WAHDAH, Artinya : memandang banyak kepada yang satu. Pandangan ini dimulai pada pangkal pertama yakni ujud bathin yang hakikatnya Zat semata-mata dan Zat yang satu itulah yang menerbitkan ilmu bathin ; yakni Sifat. Dan juga Nur bathin yakni Asma. Bahkan syuhud bathin yakni Af’al. maka apabila yang banyak itu berasal dari yang satu : akhirnya akan kembali juga kepada yang satu. Dan apabila sekarang kita sudah kembalikan, maka tidak ada lagi ujud kecuali Allah semata. Tamsil, cahaya terang itu adalah permulaan dari sinar matahari, yang disebut siang. Sebelum itu didapat, lebih dahulu yang dipandang itu adalah cahayanya yang terang tersebut. Kemudian baru sinar yang menerangi itu, sinar itu menyatakan cahaya matahari. Meskipun tidak tampak, karena sinar itu tidak lepas dari matahari. Bahkan cahaya terang itu juga menyatakan adanya matahari, karena datang dari sinar yang ada pada matahari tersebut.
Maka apabila sudah lenyap dan fana segala yang lain daripada Allah Ta’ala dan sudah lenyap segala sifat-sifat kejadian, yakni majhor kenyataan, maka akan tercapailah makam baqa ; yang disebut juga makam tajali atau Nampak, makam Zuhur atau nyata; yang menghasilkan pandangan :
MA RAYTU SYAI’A ILLA WAROITULLAH MA’AH Artinya : tidak aku lihat sesuatu, yang Nampak bagiku Allah besertanya.
MA RAYTU SYAI’A ILLA WAROITULLAH QABLAH Artinya : tidak aku lihat sesuatu, kecuali yang Nampak bagiku Allah sebelumnya.
MA RAYTU SYAI’A ILLA WAROITULLAH BA’DAH Artinya : tidak aku lihat sesuatu, yang Nampak bagiku Allah sesudahnya.
MA RAYTU SYAI’A ILLA WAROITULLAH FI’IH Artinya : tidak aku lihat sesuatu, kecuali yang Nampak bagiku Allah dalamnya.
Demikianlah makam yang dicari setelah melewati fana dan fana ul fana.
Adapun yang dimaksud dengan fana oleh ahli tasawuf ialah : lenyapnya perasaan hamba dari nafsu basyariah, yakni segala sifat-sifat ke-ia-an dan ke akuan dari kemanusiaan, sudah takluk pada tuhannya, maka jadilah ia baqa dengan Allah Ta’ala.
ii. Pertanyaan yang kedua adalah tentang diri.
Bilakah datangnya dan kapan pula kembalinya?
Jawabnya ialah : bahwa diri bathin itu datang ke dunia ini adalah setelah adanya jasad, sesuai dengan firman Allah : yang artinya ; kemudian kami sempurnakan jasad itu, lalu ditiupkan roh kepadanya.
Dan pertanyaan yang ketiga dan yang ke-empat ialah :
Dari mana diri itu datangnya dan kemana pula kembalinya, serta apa maksud datang ke dunia ini?
Jawabnya ialah : datangnya dari Allah dan kembalinya kepada Allah, adapun maksud datang ke dunia ini adalah dengan jasad sebagai alatnya.
Karena sudah dijelaskan fasal yang lewat : yaitu laksana kuda tungganganya dengan penunggangnya. Kuda ditamsilkan sebagai jasad. Dan Roh sebagai penunggangnya.
Pada fasal yang lalu sudah kita jelaskan bahwa perjalanan salik dalam mencari dan mengenal Zat Allah itu adalah dimulai dari bawah hingga kepada ke atas atau yang disebut TARRAQI : misalnya dimulai dari tauhidul asma, tauhidul sifat, tauhidul af’al dan tauhidul Zat sampai kepada LA’MAUJUDA BIHAQQIN ILLALLAH, artinya : “Tidak ada yang ada kecuali dia jua yang ada.”
Sekarang kita mengambil dalil dari pada kaum sufi yaitu sudah dimufakati bersama bahwa : segala sesuatu selain Allah pada hakikatnya tidak ada, dengan kata lain semua itu tidak dapat dikatakan ada, sebagai adanya tuhan.
Di sini hamba katakan bahwa semua itu Allah dan Allah itu semuanya. Ujud alam ain ujud Allah dan Ujud Allah ain ujud alam. Allah itulah hakikat Alam : maka wajarlah kita ini dengan Zat Allah atau Ujud Allah (rahasia Allah).
Berkata ABU HASSAN AS SYAZALI r.a Bahwa ; melihat Allah itu dengan penglihatan iman dan yakin, ini lebih kaya daripada melihat dalil-dalil. Lebih baik kita katakan bahwa; kita tidak akan melihat alam, dan andaikata ada juga, maka penglihatan itu atau penglihatan ariffbillah itu tak ubahnya laksana melihat debu terbang di angkasa yang pada penglihatan ada, tapi/namun dicari tak ada, artinya : tak dapat menangkapnya. Itulah perjalanan arffbillah atau Wali Allah ; yang telah sampai kepda makam fana dan makam baqa.
*********
Tiada ulasan:
Catat Ulasan