Catatan Popular

Isnin, 5 Mei 2025

PERTANYAAN KEENAM BELAS PASAL (18) : : BERKENAAN DENGAN PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLAH TENTANG KEKELIRUAN PERAWI HADIS-HADIS IBNU “ABBAS RA.

PASAL : Berkenaan dengan pernyataan Imam Syafi’i rahimahullah tentang kekeliruan perawi hadis-hadis Ibnu “Abbas ra. yang menyatakan bahwa nazar Umm Sa‘d yaitu berupa puasa. 


Masalah ini telah dijawab oleh seorang, tokoh yang menjadi pendukung terkuat Imam Syafi’i, yaitu imam Baihaqi. Berikut ini kami nukilkan penjelasan Imam Baihaqi sesuai apa yang disampaikannya sendiri.

 

Imam Baihaqi menyatakan dalam kitab al-Ma’rifah setelah dia menjelaskan tentang pernyataannya:

 

Telah dipastikan boleh hukumnya mengganti puasa atas nama orang yang sudah mati berdasarkan riwayat dari Said bin Jubair, Mujahid, ‘Atha dan ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas ra. Dalam riwayat sebagian besar dari mereka disebutkan, “Sesungguhnya seorang perempuan bertanya…” Jadi tampaknya ini bukanlah kisah Umm Sa‘d. Sementara dalam riwayat sebagian lagi dari mereka disebutkan, “Berpuasalah engkau atas nama ibumu.”

 

Dia melanjutkan:

 

Yang mendukung kesahihannya adalah riwayat dari “Abdullah bin Atha al-Madani, dia berkata, ‘Abdullah bin Buraidah al-Aslami menuturkan kepadaku, dari ayahnya, dia berkata, Aku pernah bersama Rasulullah saw., lalu beliau didatangi oleh seorang perempuan yang kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku bersedekah berupa budak perempuan kepada ibuku, tetapi ibuku lalu meninggal dunia sementara budak perempuan itu tetap hidup.” Rasulullah saw. bersabda, “Pahala pun sudah ditetapkan dan budak perempuan itu dikembalikan kepadamu melalui warisan.” Perempuan itu berkata lagi, “Dia meninggal dengan menanggung puasa satu bulan.” Rasulullah saw. bersabda, “Berpuasalah engkau atas nama ibumu!” Perempuan itu berkata lagi, “Dia meninggal dan belum berhaji.” Rasulullah saw. bersabda, “Maka berhajilah atas nama ibumu!” Hadis-hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam ash-Sahih dari beberapa jalur, dari “Abdullah bin ‘Atha’.

 

Sampai di sini batas kutipan pernyataan Imam Baihaqi.

 

Saya (Ibnu Qayyim) menyatakan bahwa Abu Bakar bin Abu Syaibah meriwayatkan, Abu Mu’awiyah menuturkan kepada kami, dari A’masy, dari Muslim al-Bathin, dari Said bin Jubair, dari Ibnu “Abbas ra., dia berkata, Datang seorang lelaki kepada Rasulullah saw. lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku meninggal dunia dan dia masih menanggung puasa satu bulan. Apakah aku boleh mengganti atas namanya?” Rasulullah saw. menjawab, “Utang Allah lebih berhak untuk dilunasi!”

 

Hadis-hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abu Khaitsaman Mulawiyah bin ‘Amr menuturkan kepada kami, Zaidah menuturkan kepada kami, dari A’masy, dst. Kemudian dia menyampaikan hadis-hadis tersebut.’

 

Hadis-hadis ini juga diriwayatkan oleh Nasa’i dari Qutaibah bin Said, ‘Abtsar menuturkan kepada kami, dari A’masy, dst. Kemudian dia menyampaikan hadis-hadis tersebut.

 

Jadi, hadis-hadis ini sama sekali bukanlah hadis-hadis Umm Sa‘q baik dilihat dari segi sanadnya maupun dari segi matannya karena kisah Umm Sad disampaikan oleh Imam Malik, dari Zuhri, dari ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin Utbah, dari Ibnu ‘Abbas ra., bahwa Sad bin ‘Ubadah meminta fatwa kepada Rasulullah saw.. Dia berkata, “Sesungguhnya ibuku meninggal dunia dan dia menanggung nazar.” Rasulullah saw, bersabda, “Lakukanlah qada atas namanya!” Demikianlah hadis-hadis ini ditakhrij oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam dua kitab ash-Shahih karya mereka masing-masing.

 

Kalaupun memang inilah yang dihafal pada hadis-hadis ini, yaitu bahwa ini memang menyangkut sebuah nazar mutlak yang tidak disebutkan perinciannya, maka apakah hal itu dapat menjadi ‘illah (cacat) pada hadis-hadis A’masy, dari Muslim al-Bathin, dari Said bin Jubair, darinya (A’masy)? Karena Rasulullah saw. tidak meminta Sa’d untuk menjelaskan secara rinci mengenai nazar yang ditanyakannya; apakah nazar itu berupa shalat, sedekah atau puasa. Padahal orang yang bernazar mungkin saja menazarkan anu, anu, dan anu. Hal ini menjadi dalil yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara qada nazar puasa dan qada nazar shalat karena kalau memang tidak demikian, pasti Rasulullah saw. akan bertanya kepada Sa’d tentang nazar apakah yang dinazarkan oleh mendiang ibunya. Kalaulah memang nazar terbagi menjadi dua, yaitu nazar yang dapat diqada atas nama penazar yang sudah mati dan nazar yang tidak dapat diqada atas nama penazar yang sudah mati, maka pasti harus dijelaskan lebih lanjut tentang nazar orang yang bersangkutan.


Tiada ulasan: